Pages - Menu

Friday, January 31, 2014

Penyesalan Pembeli





Komik-Strip-WarungSateKamu-20140131-Yolo-Man 
Sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran. —Yesaya 61:10
Penyesalan Pembeli
Pernahkah Anda merasa menyesal setelah membeli sesuatu? Saya pernah. Tepat sebelum saya membayar barang tersebut, hati saya merasa begitu senang akan mendapatkan sesuatu yang baru. Namun setelah membelinya, gelombang penyesalan pun datang menerjang. Apakah saya benar-benar membutuhkan benda ini? Haruskah saya mengeluarkan uang sebesar itu?
Dalam Kejadian 3, kita menemukan peristiwa penyesalan pembeli yang terjadi untuk pertama kalinya. Seluruh kisahnya diawali dengan seekor ular yang licik dan promosi penjualannya. Ia membujuk Hawa untuk meragukan firman Allah (ay.1). Kemudian ia memanfaatkan ketidakyakinan Hawa dengan membuatnya meragukan karakter Allah (ay.4-5). Ia menjanjikan kepada Hawa bahwa matanya akan “terbuka” dan ia akan menjadi “seperti Allah” (ay.5).
Hawa pun memakan buah tersebut. Adam juga. Lalu dosa memasuki dunia. Adam dan Hawa tidak mendapatkan semua yang dijanjikan si ular. Mata mereka memang terbuka, tetapi mereka tidak menjadi seperti Allah. Sebaliknya, tindakan pertama mereka adalah lari bersembunyi dari Allah (ay.7-8).
Dosa membawa konsekuensi yang mengerikan. Dosa selalu menjauhkan kita dari hal terbaik yang telah Allah sediakan. Namun oleh belas kasihan dan anugerah-Nya, Allah mengenakan pakaian dari kulit binatang kepada Adam dan Hawa (ay.21). Inilah isyarat tentang apa yang akan dilakukan Yesus Kristus bagi kita di kemudian hari dengan mati di kayu salib untuk menebus kita dari dosa. Darah-Nya tercurah supaya kita dapat mengenakan jubah kebenaran-Nya dan tidak lagi digelayuti oleh rasa penyesalan! —PFC
Maka akan kutetapkan hatiku untuk mendapatkan
Perhiasan pikiran yang memperindah batin:
Pengetahuan dan kebajikan, kebenaran dan kasih,
Semua inilah jubah jiwa yang teristimewa. —Watts
Salib, yang mengungkapkan kebenaran Allah, telah menganugerahkan kebenaran itu bagi umat manusia.

Thursday, January 30, 2014

Berharga Di Mata Allah

Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya. —Mazmur 116:15
Berharga Di Mata Allah
Sebagai tanggapan terhadap kabar telah berpulangnya seorang teman dekat kami, seorang saudara seiman yang bijak mengirimkan kepada saya kata-kata berikut, “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (Mzm. 116:15). Iman teman kami yang menyala-nyala kepada Yesus Kristus menjadi karakteristik dominan yang menandai hidupnya. Oleh karena itu, kami yakin ia sudah pulang ke rumah Bapa di surga, dan keluarganya pun memiliki keyakinan yang sama. Hanya saja, saya masih begitu terfokus dengan dukacita yang mereka alami. Memang selayaknya kita menunjukkan kepedulian kepada orang lain yang berduka dan mengalami kehilangan.
Namun ayat dari Mazmur tadi membuat saya berpikir tentang cara pandang Tuhan terhadap kematian sahabat kami ini. Sesuatu yang “berharga” pastilah bernilai tinggi. Meskipun demikian, ada makna yang lebih besar di sini. Ada sesuatu dalam kematian orang yang dikasihi Tuhan yang melampaui rasa dukacita kita atas kepergian mereka.
Satu terjemahan Alkitab memberi penjelasan, “Berharga (penting dan bukan hal sepele) di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya (umat-Nya).” Versi lain mengatakan, “Orang-orang yang dikasihi Tuhan begitu berharga bagi-Nya dan Dia tidak membiarkan mereka mati begitu saja.” Allah tak menganggap enteng kematian. Yang ajaib dari anugerah dan kuasa-Nya adalah sebagai orang percaya, hilangnya nyawa di bumi juga akan membawa manfaat besar.
Saat ini kita hanya mengetahui gambarannya secara sekilas. Suatu hari nanti, kita akan memahami semuanya dalam terang-Nya yang sempurna. —DCM
Jadi saat napas terakhirku
Mengoyak tabir kehidupan
Dengan kematian aku lolos dari maut
Dan memperoleh hidup kekal. —Montgomery
Iman membangun suatu jembatan yang cukup untuk menyeberangi teluk kematian.

Wednesday, January 29, 2014

Harapan Besar

Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan. —Filipi 1:20
Harapan Besar
Saya pernah bertanya kepada seorang konselor tentang masalah-masalah besar yang paling sering membuat orang mencari jasanya. Dengan yakin ia menjawab, “Akar dari banyak masalah yang terjadi adalah harapan-harapan yang kandas; dan jika tidak diatasi, hal itu akan berkembang menjadi amarah dan kepahitan.”
Dalam keadaan kita yang ideal, mudah rasanya untuk berharap bahwa kita akan berada di tempat yang baik dan dikelilingi oleh orang-orang baik yang menyukai dan mendukung kita. Namun banyak hal dalam hidup ini yang dapat menghancurkan harapan-harapan tersebut. Lalu bagaimana?
Meskipun berada di penjara dan dimusuhi oleh saudara-saudara seiman di Roma yang tidak menyukainya (Flp. 1:15-16), Paulus tetap luar biasa bersemangat. Ia melihat kondisinya tersebut sebagai kesempatan dari Allah yang memberinya ladang pelayanan yang baru. Dalam keadaan sebagai seorang tahanan rumah, Paulus bersaksi tentang Kristus kepada para penjaga, sehingga Injil pun diberitakan di rumah Kaisar. Meskipun para musuhnya memberitakan Injil dengan motivasi yang salah, Kristus tetap diberitakan, dan Paulus tetap bersukacita (ay.18).
Paulus tidak pernah berharap berada di tempat yang hebat atau disukai orang banyak. Harapan satu-satunya hanyalah “Kristus dengan nyata dimuliakan” melalui dirinya (ay.20). Ia tidak merasa kecewa.
Jika kita berharap untuk menyatakan Kristus agar Dia terlihat oleh orang di sekitar kita, di mana pun kita berada, dan siapa pun yang bersama kita, kita akan melihat segala harapan itu terpenuhi bahkan jauh melampaui yang kita pikirkan. Kristus akan dimuliakan. —JMS
Tuhan, ampuni aku jika fokus hidupku selama ini hanyalah
untuk mementingkan keinginanku dan bukan untuk memuliakan-Mu
di tengah keadaan apa pun yang kualami. Kiranya kasih,
kemurahan, dan keadilan-Mu terlihat jelas melalui diriku hari ini.
Biarlah memuliakan Kristus menjadi satu-satunya harapan Anda, di mana pun dan dengan siapa pun Anda berada.

Tuesday, January 28, 2014

Lebih Baik Daripada Yang Direncanakan

Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita. —Efesus 5:20
Lebih Baik Daripada Yang Direncanakan
Gangguan bukanlah hal baru. Jarang sekali segala sesuatu dalam satu hari itu berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Hidup ini penuh dengan ketidaknyamanan. Rencana yang kita susun sering dibelokkan oleh berbagai kuasa yang ada di luar kendali kita. Daftarnya panjang dan terus berganti: sakit, konflik, kemacetan di jalan, lupa, peralatan yang rusak, perilaku kasar, kemalasan, ketidaksabaran, ketidakmampuan.
Namun yang tidak dapat kita lihat adalah sisi lain dari ketidaknyamanan. Kita sering menganggap ketidaknyamanan itu tidak memiliki tujuan lain selain membuat kita kecil hati, membuat hidup kita semakin sulit, dan mengacaukan segala rencana kita. Meski demikian, ketidaknyamanan bisa jadi merupakan cara yang dipakai Allah untuk melindungi kita dari sejumlah bahaya yang tidak kita sadari. Ketidaknyamanan juga bisa memberi kita kesempatan untuk menunjukkan kasih dan pengampunan Allah. Mungkin juga hal itu merupakan awal dari sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kita rencanakan sebelumnya. Bisa jadi hal itu merupakan ujian untuk melihat respons kita terhadap kesukaran. Apa pun itu, meskipun mungkin kita tidak mengerti alasan Allah, kita dapat mempercayai motivasi-Nya, yaitu untuk menjadikan kita semakin serupa dengan Yesus dan untuk memperluas kerajaan-Nya di bumi.
Bisa dikatakan bahwa ketidaknyamanan sudah menjadi “makanan sehari-hari” dari para pengikut Allah di sepanjang sejarah. Namun Allah punya maksud. Dengan kesadaran itulah, kita dapat bersyukur kepada-Nya, karena kita yakin bahwa Dia memberi kita kesempatan untuk menggunakan waktu kita dengan bijaksana (Ef. 5:16,20). —JAL
Tuhan, begitu sering aku menjadi jengkel oleh hal-hal kecil
yang rasanya begitu banyak di sekitarku. Setiap kali aku tergoda
untuk kehilangan kesabaran, menyalahkan orang lain,
atau menyerah saja, tolong aku untuk melihat wajah-Mu.
Apa yang terjadi pada kita sama sekali tidak sebanding dengan yang diperbuat Allah di dalam dan melalui kita.

Monday, January 27, 2014

Keajaiban Salib

Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan . . . tekun memikul salib ganti sukacita. —Ibrani 12:2
Keajaiban Salib
Ketika berkunjung ke Australia, saya berkesempatan melihat rasi bintang Salib Selatan pada suatu malam yang cerah. Rasi bintang yang terletak di belahan bumi bagian selatan ini merupakan salah satu rasi bintang yang paling mudah dikenali. Para pelaut dan navigator sudah mengandalkannya sebagai penunjuk arah dan navigasi di tengah lautan sejak abad ke-15. Meskipun ukurannya relatif kecil, Salib Selatan dapat terlihat hampir sepanjang tahun. Rasi bintang ini terlihat begitu jelas pada suatu malam yang gelap sehingga saya pun dengan mudah dapat membedakannya di antara bintang yang bertaburan. Sungguh pemandangan yang luar biasa!
Alkitab menceritakan tentang sebuah salib yang jauh lebih mengagumkan, yaitu salib Kristus. Ketika memandang bintang-bintang, kita melihat karya tangan Sang Pencipta; tetapi ketika memandang salib, kita melihat Sang Pencipta mati bagi ciptaan-Nya. Ibrani 12:2 memanggil kita untuk mengarahkan mata kita tertuju “kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.”
Yang menjadi keajaiban dari salib Kalvari adalah ketika kita masih berdosa, Sang Juruselamat telah mati bagi kita (Rm. 5:8). Mereka yang beriman kepada Kristus kini diperdamaikan dengan Allah, dan Dia memimpin sepanjang hidup mereka (2Kor. 1:8-10).
Pengorbanan Kristus di kayu salib merupakan keajaiban terbesar yang pernah ada! —WEC
Memandang salib Rajaku
Yang mati untuk dunia,
Kurasa hancur congkakku
Dan harta hilang harganya. —Watts
(Kidung Jemaat, No. 169)
Salib Kristus menyediakan satu-satunya jalan yang aman menuju kekekalan.

Sunday, January 26, 2014

Disiplin Penantian

Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. —Mazmur 40:2
Disiplin Penantian
Menanti itu sulit. Kita menanti dalam antrean di toko, dalam kemacetan, atau di ruang tunggu dokter. Kita memainkan ibu jari, menahan diri untuk tidak menguap, dan memendam rasa kesal dalam hati. Yang lebih sulit lagi adalah ketika kita menantikan sepucuk surat yang tak kunjung tiba, kembalinya anak yang kabur dari rumah, atau pasangan yang kita harap mau berubah. Kita menantikan kehadiran seorang buah hati. Kita menantikan sesuatu yang didambakan hati kita.
Dalam Mazmur 40, Daud berkata, “Aku sangat menanti-nantikan Tuhan.” Dalam bahasa aslinya, Daud digambarkan sedang “tak kunjung henti menantikan” Allah menjawab doanya. Namun ketika melihat kembali masa-masa penantiannya itu, Daud memuji Allah. Oleh karena itu, ia berkata, Allah “memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita” (40:4).
“Betapa banyaknya yang dapat ditulis tentang menantikan Allah!” kata F. B. Meyer. “Penantian adalah rahasia pendidikan jiwa manusia untuk mencapai perangai mulia yang terbaik dari dirinya.” Melalui disiplin penantian, kita dapat menumbuhkan sikap-sikap mulia dalam diri—sikap mau tunduk, rendah hati, sabar, tabah sambil tetap bersukacita, gigih melakukan perbuatan baik— segala sikap yang membutuhkan waktu panjang untuk dipelajari.
Apa yang kita lakukan ketika Allah seakan menunda keinginan hati kita? Dia sanggup menolong kita untuk tetap mengasihi dan mempercayai-Nya sehingga kita dapat menerima penundaan itu dengan sukacita dan melihatnya sebagai kesempatan untuk menumbuhkan sikap-sikap mulia—dan memuji nama-Nya. —DHR
Jadilah, Tuhan, kehendak-Mu;
Ku tanah liat di tangan-Mu.
Bentuklah aku sesuka-Mu,
Aku nantikan sentuhan-Mu. —Pollard
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 127)
Waktu yang dihabiskan untuk menantikan Allah tidak pernah menjadi waktu yang terbuang sia-sia.

Saturday, January 25, 2014

Hari Yang Biasa-Biasa Saja

Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. —Matius 24:42
Hari Yang Biasa-Biasa Saja
Ketika menyusuri suatu pameran bertajuk “A Day in Pompeii” (Suatu Hari di Pompeii) di suatu museum, saya pun tersentak oleh satu benang merah yang berulang kali menunjukkan bahwa tanggal 24 Agustus tahun 79 M diawali sebagai suatu hari yang biasa-biasa saja. Orang sedang melakukan kegiatan mereka sehari-hari di rumah, pasar, dan pelabuhan yang terdapat di kota Romawi yang makmur itu dan berpenduduk sekitar 20.000 orang. Pada pukul 8 pagi, serangkaian emisi kecil (pancaran gas panas) terlihat datang dari Gunung Vesuvius yang dekat dengan kota itu, kemudian dilanjutkan dengan letusan hebat pada sore harinya. Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, Pompeii dan sebagian besar penduduknya telah terkubur di bawah lapisan debu vulkanik yang tebal. Sungguh tidak terduga.
Yesus mengatakan kepada para pengikutnya bahwa Dia akan datang kembali pada suatu hari, ketika orang sedang melakukan pekerjaan mereka, makan-minum bersama, menyelenggarakan pesta pernikahan, dan mereka tidak pernah menyangka apa yang akan terjadi. “Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia” (Mat. 24:37).
Maksud Tuhan adalah mendesak murid-murid-Nya agar siap sedia dan berjaga-jaga: “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (ay.44).
Sungguh merupakan suatu sukacita yang indah untuk menyambut Juruselamat kita di hari yang biasa-biasa saja seperti hari ini! —DCM
Akankah Dia melihat kita setia dan sungguh,
Jika Dia datang hari ini?
Akankah kita menanti dengan sukacita, bukan gentar,
Jika Dia datang hari ini?
Berjaga-jagalah, waktunya telah dekat,
Mungkinkah Dia datang hari ini? —Morris
Mungkin hari ini!

Friday, January 24, 2014

Ke Mana Saja Selama Ini?

Kenapa Baru Sekarang?
Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? —Roma 10:14
Ke Mana Saja Selama Ini?
Seorang misionaris bernama Egerton Ryerson Young pernah melayani suku Salteaux di Kanada pada dekade 1700-an. Sang kepala suku berterima kasih kepada Young yang telah membawa kabar baik tentang Kristus kepada mereka. Ia mengaku baru mendengar kabar itu untuk pertama kali sepanjang hidupnya yang sudah lanjut itu. Karena kepala suku ini tahu bahwa Allah adalah Bapa surgawi bagi Young, ia bertanya, “Apakah itu berarti Dia juga Bapaku?” Sang misionaris menjawab, “Ya,” dan orang banyak yang berkumpul di situ pun bersorak gembira.
Namun, kepala suku itu belum selesai berbicara. “Kalau begitu,” katanya, “aku tak bermaksud kasar, tetapi kelihatannya . . . terlalu lama bagimu untuk . . . memberitahukan hal yang indah itu kepada saudaramu yang tinggal di hutan seperti diriku.” Ucapan kepala suku tersebut tidak pernah terhapus dari benak Young.
Sering kali saya merasa frustrasi dengan lika-liku hidup saya ketika memikirkan orang-orang yang seandainya dapat saya jangkau. Namun Allah mengingatkan saya untuk melihat orang-orang di sekeliling saya, dan saya pun menemukan banyak di antara mereka yang belum pernah mendengar tentang Yesus. Pada saat itulah, saya diingatkan bahwa saya mempunyai sebuah kisah yang perlu dibagikan ke mana pun saya pergi. “Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan” (Rm. 10:12-13).
Ingatlah, yang kita bagikan bukanlah sembarang kisah, melainkan kisah terindah yang pernah diceritakan pada manusia. —RKK
‘Ku suka menuturkan
Sabda-Nya yang besar;
Dan yang belum percaya,
Supaya mendengar. —Hankey
(Kidung Jemaat, No. 427)
Berbagi kabar baik itu ibarat seorang pengemis memberitahukan pada pengemis lain di mana bisa mendapatkan roti.

Thursday, January 23, 2014

Garis Beban

Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada- Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. —1 Petrus 5:6-7
Garis Beban
Pada abad ke-19, kapal-kapal laut sering dimuati beban yang terlalu berat dengan sembrono, sehingga kapal-kapal tersebut tenggelam dan awak kapalnya hilang di laut. Pada tahun 1875, untuk memperbaiki kondisi yang buruk ini, seorang politisi Inggris bernama Samuel Plimsoll mendesak disahkannya undang-undang untuk membuat sebuah garis pada dinding kapal sebagai penanda apakah kapal tersebut telah membawa muatan yang terlalu banyak. “Garis beban” tersebut dinamakan Garis Plimsoll, dan cara itu masih digunakan untuk menandai lambung kapal sampai saat ini.
Sering kali, sama dengan kapal-kapal tersebut, hidup kita terasa begitu dibebani oleh ketakutan, pergumulan, dan perasaan sakit hati. Kita bahkan dapat merasa terancam akan jatuh tenggelam. Meskipun demikian, di tengah masa-masa sulit tersebut, alangkah melegakannya ketika kita mengingat bahwa kita memiliki sumber pertolongan yang luar biasa. Kita mempunyai Bapa surgawi yang siap menolong kita untuk menanggung beban itu. Rasul Petrus berkata, “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1Ptr. 5:6-7). Dia sanggup menangani segala masalah yang membebani hidup kita.
Meskipun beragam pencobaan hidup bisa terasa bagaikan beban yang terlalu berat untuk ditanggung, kita dapat memiliki keyakinan penuh bahwa Bapa kita di surga sangat mengasihi kita dan Dia tahu batas kemampuan kita. Apa pun yang kita hadapi, Dia akan menolong kita menanggungnya. —WEC
Bapa Surgawi, terkadang aku merasa tak mampu melangkah lagi.
Aku lelah, lemah, dan tak berdaya. Terima kasih Tuhan karena
Engkau tahu batas kemampuanku. Dengan kekuatan-Mu,
aku bisa menerima kesanggupan untuk menanggungnya.
Allah memperkenankan kita mengalami masalah berat untuk memperkuat keyakinan kita kepada-Nya.

Wednesday, January 22, 2014

Bata Tanpa Jerami

Aku akan membebaskan kamu . . . , dan menebus kamu dengan tangan yang teracung. —Keluaran 6:5
Bata Tanpa Jerami
Banyak di antara kita menghadapi tantangan untuk bekerja dengan sumber daya yang terbatas. Kita menghadapi dana yang lebih sedikit, waktu yang lebih singkat, tenaga yang semakin terkuras, dan rekan kerja yang semakin dikurangi, tetapi dengan beban pekerjaan yang mungkin tetap sama. Ada kalanya beban pekerjaan kita justru semakin bertambah. Ada sebuah ungkapan yang merangkum situasi ini: “Membuat lebih banyak bata dengan lebih sedikit jerami.”
Ungkapan ini mengacu pada penderitaan bangsa Israel ketika menjadi budak di Mesir. Firaun memutuskan untuk menghentikan penyediaan jerami bagi bangsa Israel, tetapi ia tetap menuntut mereka menghasilkan batu bata dalam jumlah yang sama setiap harinya. Mereka harus menjelajahi seluruh tanah Mesir untuk mengumpulkan jerami, sementara para pengawas dari Firaun memukuli dan memaksa mereka untuk bekerja lebih keras lagi (Kel. 5:13). Bangsa Israel menjadi begitu kecil hati sampai mereka tidak menghiraukan firman Allah lewat Musa, “Aku akan membebaskan kamu . . . , dan menebus kamu dengan tangan yang teracung” (6:5).
Meskipun bangsa Israel menolak untuk mendengarkan pesan Allah, Allah tetap memimpin dan mengarahkan Musa, dan menyiapkannya untuk berbicara kepada Firaun. Allah tetap teguh membela bangsa Israel dengan berkarya di balik layar. Sama seperti bangsa Israel, kita pun dapat menjadi putus asa sampai-sampai kita mengabaikan penguatan yang kita terima. Dalam masa-masa yang sulit, mengingat Allah sebagai penyelamat kita akan menghibur hati kita (Mzm. 40:18). Allah selalu berkarya demi kebaikan kita, bahkan di saat-saat kita tidak dapat melihat apa yang sedang dikerjakan-Nya. —JBS
Tuhan, tolonglah aku untuk percaya kepada-Mu di tengah
keputusasaanku. Penuhilah aku dengan pengharapan
melalui kuasa Roh Kudus-Mu. Kiranya hidupku
dapat menjadi saksi akan kesetiaan-Mu.
Masa-masa yang sulit merupakan masa-masa untuk percaya.

Tuesday, January 21, 2014

Selaras

Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. —1 Petrus 4:10
Selaras
Saya suka memainkan alat musik banjo yang memiliki 5 senar. Hanya saja, alat musik itu punya satu kekurangan. Senar ke-5 itu hanya dapat diselaraskan dengan sejumlah kecil paduan nada (chord) sederhana. Apabila para pemusik lainnya ingin memainkan musik yang lebih kompleks, si pemain banjo harus melakukan penyesuaian. Dengan penyesuaian yang tepat, ia akan dapat menyumbangkan nada-nada yang luar biasa merdu dalam suatu pertunjukan bersama.
Sebagaimana para pemusik harus melakukan penyesuaian dengan alat musik mereka, kita sebagai orang percaya juga perlu melakukan penyesuaian dengan karunia rohani yang kita miliki apabila kita ingin melayani Allah dalam keselarasan dengan orang lain. Contohnya, orang-orang yang memiliki karunia mengajar haruslah berkoordinasi dengan mereka yang memiliki karunia untuk mengatur pertemuan atau kebaktian serta dengan pihak-pihak lain yang dapat membereskan ruangan pertemuan itu agar bersih dan siap untuk digunakan. Setiap dari kita memiliki karunia-karunia rohani, dan kita harus bekerja sama agar pekerjaan Allah dapat dilaksanakan.
Rasul Petrus berkata, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah” (1Ptr. 4:10). Untuk menjadi pengurus yang baik dibutuhkan kerja sama. Lihatlah karunia yang Anda punya (Rm. 12; 1Kor. 12; Ef. 4; 1Ptr. 4), lalu pikirkan bagaimana Anda dapat menyelaraskan penggunaannya dengan karunia dari saudara seiman yang lain. Jika setiap talenta itu dapat saling melengkapi, hasilnya adalah keselarasan dan kemuliaan bagi Allah. —HDF
Tanpa nada kita bernyanyi dengan merdu,
Pujian penyembahan kita persembahkan,
Saat kita rela persembahkan karunia kita,
Dalam kerja dan karya bagi Sang Raja. —Branon
Menjaga keselarasan dengan Kristus menghasilkan keselarasan dalam gereja.

Monday, January 20, 2014

Keagungan Sejati

Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. —Markus 10:43
Keagungan Sejati
Ada orang-orang yang merasa dirinya bagaikan sebuah batu kerikil kecil yang tak berarti di tengah suatu jurang yang dalam. Namun sekecil apa pun kita menilai diri sendiri, Allah dapat memakai kita secara luar biasa.
Dalam khotbahnya di awal tahun 1968, Martin Luther King Jr. mengutip perkataan Yesus dari Markus 10 tentang hal melayani. Kemudian King mengatakan, “Setiap orang bisa menjadi besar, karena setiap orang bisa melayani. Anda tak perlu gelar sarjana untuk bisa melayani. Anda tak perlu membuat satu kalimat yang sempurna untuk bisa melayani. Anda tak perlu mengetahui tentang Plato dan Aristoteles untuk bisa melayani. . . . Anda hanya perlu sebuah hati yang penuh kasih karunia dan jiwa yang digerakkan oleh kasih.”
Ketika murid-murid Yesus bertengkar tentang siapa di antara mereka yang akan menduduki tempat terhormat di surga, Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang’’ (Mrk. 10:43-45).
Bagaimanakah dengan kita? Seperti itukah pemahaman kita tentang keagungan? Apakah kita melayani dengan gembira, saat melakukan pekerjaan yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain? Apakah tujuan kita melayani adalah untuk menyenangkan Tuhan dan bukan untuk mendapatkan pujian? Jika kita bersedia menjadi seorang pelayan, hidup kita akan memuliakan Tuhan yang sungguh agung. —VCG
Tak ada pelayanan yang dipandang kecil,
Ataupun terlalu besar, meski seluruh bumi diraihnya;
Hal itu kecil jika demi kemuliaan diri sendiri,
Dan itu besar jika seturut kehendak Tuhan. —NN.
Perbuatan sederhana yang dilakukan demi nama Kristus merupakan perbuatan yang sungguh agung.

Sunday, January 19, 2014

Dua Pria

Masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu. . . . Maka menangislah Yesus. —Yohanes 11:33,35
Dua Pria
Ada dua pria yang meninggal pada hari yang sama dalam peristiwa pembunuhan di kota tempat kami tinggal. Pria yang pertama adalah seorang perwira polisi yang tertembak mati ketika berusaha menyelamatkan sebuah keluarga. Pria yang kedua adalah seorang tunawisma yang ditembak pada saat ia sedang minum-minum bersama teman-temannya pada dini hari itu.
Seisi kota turut berduka atas kematian sang polisi. Ia adalah seorang pemuda yang baik dan peduli terhadap sesamanya, serta dikasihi oleh masyarakat yang menjadi tempatnya mengabdi. Beberapa orang tunawisma ikut berduka atas kepergian seorang teman yang mereka kasihi itu.
Saya yakin Tuhan pun berduka bersama mereka semua.
Ketika Yesus melihat Maria, Marta, dan teman-teman mereka menangisi kematian Lazarus, “Masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu” (Yoh. 11:33). Yesus mengasihi Lazarus dan kedua saudarinya. Yesus menangis bersama mereka (ay.35), meski Dia tahu bahwa Dia akan segera membangkitkan Lazarus dari kematian. Sejumlah ahli Alkitab berpendapat bahwa sebagian alasan yang membuat Yesus menangis adalah kematian itu sendiri serta kepedihan dan kesedihan yang diakibatkan oleh kematian itu dalam hati orang banyak.
Peristiwa kehilangan adalah bagian dari hidup ini. Namun karena Yesus adalah “kebangkitan dan hidup” (ay.25), mereka yang percaya kepada-Nya kelak akan mengalami berakhirnya semua kematian dan dukacita. Untuk masa sekarang di atas bumi ini, Dia ikut menangis bersama kita atas kehilangan yang kita alami dan meminta kita untuk “[menangis] dengan orang yang menangis” (Rm. 12:15). —AMC
Beriku hati yang lembut dan peduli;
Seperti-Mu, ya Yesus, seperti-Mu,
Peka pada kebutuhan orang di sekelilingku,
Dan dipenuhi oleh belas kasih ilahi. —NN.
Belas kasihan kita akan berguna dalam menyembuhkan luka yang diderita sesama.

Saturday, January 18, 2014

Tampil Rapi

[Yesus] berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya. —Yudas 1:24
Tampil Rapi
Menjaga penampilan anak-anak kami agar tetap rapi selama di gereja selalu menjadi tantangan bagi kami. Sepuluh menit setelah tiba di gereja dalam keadaan rapi, anak kami yang kecil, Matthew, akan terlihat seakan-akan ia tidak terurus oleh orangtuanya. Saya melihatnya berlarian dengan kemeja yang keluar sebagian dari celana, kacamata yang miring, sepatu yang diseret, dan pakaian yang dipenuhi dengan remah-remah kue. Jika dibiarkan sendiri, Matthew pasti akan menjadi anak yang kotor dan berantakan.
Saya berpikir jangan-jangan penampilan kita pun ada kalanya terlihat seperti itu. Setelah Kristus mengenakan kebenaran-Nya pada kita, kita sering menyimpang dan hidup dengan sikap yang tidak mencerminkan diri sebagai seorang anak Allah. Itulah mengapa janji dalam kitab Yudas yang menulis bahwa Yesus “berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda” itu memberikan harapan kepada saya (Yud. 1:24).
Bagaimana cara kita menjaga diri agar tidak terlihat seakan-akan tidak terurus oleh Bapa surgawi kita? Ketika kita semakin berserah kepada Roh-Nya dan menuruti jalan-jalan-Nya, Dia akan menjaga kita supaya tidak tersandung. Alangkah semakin sucinya hidup kita apabila kita mau meluangkan waktu dalam firman-Nya agar kita disucikan “dengan air dan firman” (Ef. 5:26).
Sungguh luar biasa berkat dari Yesus yang berjanji memulihkan hidup kita yang berantakan dan penuh cela ini agar kita dibawa-Nya dengan tidak bernoda ke hadapan Bapa di surga! Kiranya kita semakin mencerminkan diri sebagai anak-anak dari Sang Raja lewat hidup kita yang memancarkan perhatian dan kasih sayang-Nya. —JMS
Tuhan, terima kasih karena Engkau telah mengenakan
kebenaran-Mu yang indah kepadaku dan Engkau berjanji
untuk menjagaku agar tidak tersandung dan membawaku
dengan tak bernoda ke hadapan Bapa-Mu dan Allahku!
Untuk mencerminkan kehadiran Allah Bapa dalam hidup ini, kita harus bersandar kepada Anak-Nya.

Friday, January 17, 2014

Sudut Pandang Kekekalan

Yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal. —2 Korintus 4:18
Sudut Pandang Kekekalan
Fanny Crosby telah kehilangan daya penglihatannya sejak ia masih bayi. Namun yang mengagumkan, ia bertumbuh menjadi salah seorang penulis lagu himne Kristen yang paling dikenal sepanjang masa. Fanny, yang dikaruniai umur panjang, menulis lebih dari 9.000 lagu di sepanjang hidupnya. Beberapa himnenya yang menjadi favorit sampai sekarang adalah “Blessed Assurance” (‘Ku Berbahagia) dan “To God Be the Glory” (Terpujilah Allah).
Sejumlah orang merasa kasihan kepada Fanny. Seorang pendeta yang berniat baik pernah berkata, “Sayang sekali Tuhan tidak memberimu penglihatan, padahal Dia menganugerahkan begitu banyak talenta kepadamu.” Fanny memberikan jawaban yang rasanya sulit untuk dipercaya, “Pak, seandainya aku bisa mengajukan satu permintaan saat aku dilahirkan, aku tetap ingin dilahirkan buta. . . . Dengan demikian, ketika aku tiba di surga kelak, wajah pertama yang akan kupandang dan membuatku bersukacita adalah wajah Juruselamatku.”
Fanny memandang hidup dari sudut pandang kekekalan. Masalah-masalah yang kita hadapi pun akan terlihat berbeda jika kita melihatnya dari sudut pandang kekekalan. “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:17-18).
Segala pencobaan kita akan sirna ketika kita mengingat satu hari yang mulia kelak pada saat kita bertemu Yesus! —HDF
Ya Allah, tolonglah kami untuk memandang hidup ini
dari sudut pandang surgawi. Ingatkan kami bahwa
sesulit apa pun pencobaan yang kami alami, semua itu
akan sirna saat kami bertemu muka dengan-Mu.
Cara kita memandang kekekalan akan menentukan cara kita menjalani hidup saat ini.

Thursday, January 16, 2014

Tenda Kecil

Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia. —Kolose 1:19
Tenda Kecil
Sepanjang rangkaian kebaktian kebangunan rohani bersejarah yang diadakan oleh Billy Graham di Los Angeles pada tahun 1949, orang-orang memadati sebuah tenda raksasa yang dapat menampung lebih dari 6.000 orang setiap malamnya selama 8 minggu berturut-turut. Di dekat tenda raksasa itu, ada sebuah tenda yang lebih kecil yang disediakan untuk pelayanan konseling dan doa. Cliff Barrows, seorang pemimpin musik, sahabat karib sekaligus rekan pelayanan Graham, sering mengatakan bahwa karya penginjilan yang sesungguhnya terjadi dalam “tenda kecil” itu, di mana sekumpulan orang berlutut untuk berdoa sebelum dan selama kebaktian kebangunan rohani berlangsung. Seorang wanita asal Los Angeles bernama Pearl Goode menjadi penggerak dari persekutuan doa tersebut dan dalam banyak kebaktian yang diadakan selanjutnya.
Dalam surat kepada para pengikut Kristus di Kolose, Paulus meyakinkan mereka bahwa ia beserta rekan-rekan sepelayanannya selalu berdoa untuk mereka (Kol. 1:3,9). Di akhir suratnya, Paulus menyebut nama Epafras, seorang perintis gereja di Kolose, yang “selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah” (4:12).
Sejumlah orang memang diberi tanggung jawab untuk tampil di hadapan orang banyak guna memberitakan Injil di bawah “tenda raksasa”. Namun Allah menganugerahkan kepada kita semua, sama seperti yang dianugerahkan-Nya kepada Epafras dan Pearl Goode, suatu hak istimewa untuk berlutut memanjatkan doa di dalam “tenda kecil” dan membawa jiwa-jiwa ke hadapan takhta-Nya. —DCM
Mulialah mereka yang berdoa
Untuk sesama yang begitu membutuhkan;
Dengan bertelut mereka giat melayani
Tekun berdoa dan tak menyerah. —D. DeHaan
Doa bukanlah sekadar persiapan menjelang pelayanan, melainkan pelayanan itu sendiri. —Oswald Chambers

Wednesday, January 15, 2014

Makanan Di Lemari

Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan . . . apa yang hendak kamu pakai. —Matius 6:25
Makanan Di Lemari
Marcia adalah seorang sahabat saya yang menjadi direktur dari Sekolah Luar Biasa Kristen di Jamaika bagi kaum tuna rungu. Baru-baru ini tulisannya memberikan wawasan penting tentang sudut pandang. Dalam sebuah artikel yang diberinya judul “Suatu Awal yang Indah”, ia menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya dalam 7 tahun sekolah itu memulai tahun ajaran baru dengan suatu surplus. Apa yang menjadi surplusnya? Apakah tabungan seribu dolar di bank? Bukan. Persediaan perlengkapan sekolah yang cukup untuk setahun? Bukan. Hanya ini: Persediaan makanan di lemari yang cukup untuk sebulan.
Hal itu sungguh luar biasa, mengingat tanggung jawabnya untuk memberi makan 30 anak yang lapar dengan anggaran terbatas! Marcia mencantumkan dalam tulisannya ayat 1 Tawarikh 16:34: “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.”
Tahun demi tahun Marcia mempercayai Allah untuk terus memelihara anak-anak dan para pekerja di sekolahnya. Ia tidak pernah memiliki banyak hal—entah itu air atau makanan atau perlengkapan sekolah. Akan tetapi ia selalu bersyukur atas semua yang Allah berikan, dan ia tetap setia untuk mempercayai bahwa Allah akan selalu memelihara mereka.
Ketika kita memulai tahun yang baru ini, apakah kita masih mempercayai pemeliharaan Allah? Mempercayai pemeliharaan Allah berarti mempercayai ucapan Yesus, Sang Juruselamat, yang berkata, “Janganlah kuatir akan hidupmu . . . janganlah kamu kuatir akan hari besok” (Mat. 6:25,34). —JDB
Oh tiada ‘ku gelisah
Akan masa menjelang;
‘Ku berjalan serta Yesus,
Maka hatiku tenang. —Stanphill
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 241)
Kekhawatiran takkan menghapus kesedihan di hari esok; tetapi merampas daya hidup hari ini. —Corrie ten Boom

Tuesday, January 14, 2014

Tidur Nyenyak

Insomnia Engkau telah memberikan sukacita kepadaku. —Mazmur 4:8
Tidur Nyenyak
Apa pun usaha yang kita lakukan— berguling, tengkurap, menepuk-nepuk bantal, memukul-mukul bantal—terkadang kita tetap tidak bisa tidur. Setelah memberikan sejumlah saran yang baik agar seseorang bisa tidur dengan lebih nyenyak, suatu artikel menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada “cara yang jitu” untuk tidur.
Ada banyak sebab mengapa kita sulit sekali untuk terlelap, dan banyak di antaranya tidak berdaya untuk kita atasi. Namun terkadang ketidakmampuan kita untuk tidur itu disebabkan karena kita sedang digelayuti pikiran yang gelisah, kekhawatiran, atau perasaan bersalah di dalam hati. Pada saat itulah teladan dari Daud dalam Mazmur 4 bisa menolong kita. Ia berseru kepada Allah, memohon belas kasihan dan meminta Allah mendengarkan doanya (ay.2). Ia juga mengingatkan dirinya sendiri bahwa Tuhan memang mendengarkannya ketika ia berseru kepada-Nya (ay.4). Daud mendorong kita: “Berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam” (ay.5). Dengan memusatkan pikiran kita pada kebaikan, anugerah, dan kasih Allah bagi dunia ciptaan-Nya, orang-orang yang kita kasihi, dan diri kita sendiri, kita akan ditolong untuk mempercayai Tuhan (ay.6).
Tuhan ingin menolong kita dalam menyingkirkan kekhawatiran kita yang hendak mencari-cari sendiri jalan keluar bagi segala masalah yang ada. Tuhan mau kita mempercayai Dia dalam penyelesaian masalah yang kita hadapi. Tuhan dapat “memberikan sukacita” dalam hati kita (ay.8), sehingga “dengan tenteram [kita] mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan [kita] diam dengan aman” (ay.9). —DCE
Berikanlah aku suatu jiwa yang damai, ya Tuhan,
Di tengah angin ribut dan badai yang menerjang,
Agar aku temukan kelegaan dan ketenangan batin,
Damai yang tertanam dalam di jiwaku. —Dawe
Bahkan ketika kita tak dapat tidur, Allah dapat memberi kita kelegaan.

Monday, January 13, 2014

Tidak Sekadar Bertahan

Timotius datang kembali dari kamu dan membawa kabar yang menggembirakan tentang imanmu dan kasihmu. —1 Tesalonika 3:6


Pada bulan April 1937, serbuan pasukan Mussolini memaksa semua misionaris yang melayani di daerah Wallamo untuk meninggalkan Ethiopia. Hanya ada 48 orang Kristen baru yang tertinggal di sana, dan mereka hanya memiliki Injil Markus untuk mendukung pertumbuhan iman mereka. Lebih dari itu, hanya sedikit di antara mereka yang dapat membaca. Akan tetapi, ketika para misionaris kembali ke Ethiopia 4 tahun kemudian, gereja itu tidak sekadar bertahan, tetapi jumlah jemaatnya telah mencapai 10.000 orang!
Ketika Rasul Paulus didesak untuk meninggalkan Tesalonika (lih. Kis. 17:1-10), ia rindu untuk mengetahui kelangsungan hidup dari sekumpulan kecil jemaat Kristen yang ia tinggalkan (1Tes. 2:17). Ketika Timotius mengunjungi jemaat di Tesalonika itu di kemudian hari, ia memberikan kabar kepada Paulus di Athena tentang iman dan kasih yang dimiliki orang-orang percaya di Tesalonika (1Tes. 3:6). Jemaat itu telah menjadi teladan bagi orang-orang percaya di daerah sekitar Makedonia dan Akhaya (1Tes. 1:8).
Paulus tidak pernah menuntut pujian atas perkembangan apa pun yang dialami dalam pelayanannya. Ia juga tidak melihat perkembangan itu sebagai jasa siapa pun. Sebaliknya, ia menyatakan pujiannya kepada Allah. Ia menulis, “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan” (1Kor. 3:6).
Situasi-situasi sulit mungkin saja menghalangi niat baik kita dan menyebabkan para sahabat terpisah untuk sementara waktu. Namun Allah tetap menumbuhkan gereja-Nya di tengah setiap kesulitan. Kita hanya perlu setia dan menyerahkan hasilnya kepada Dia. —CPH
Tuhan, kami begitu mudah merasa takut ketika menghadapi
perlawanan, tetapi sering kali begitu ingin dianggap berjasa untuk
tiap keberhasilan yang kami capai. Tolong kami untuk melihat bahwa
Engkau sendirilah yang memberkati dan membangun gereja-Mu.
Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. —Yesus (Matius 16:18)

Sunday, January 12, 2014

Tetangga Dan Pagar

Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu. —Kisah Para Rasul 2:44
Tetangga Dan Pagar
Pagar samping halaman rumah kami mulai terlihat rusak dan usang, maka saya dan suami saya, Carl, memutuskan untuk mencopotnya sebelum roboh. Tidak sulit untuk mencopot pagar yang rusak itu. Jadi pada suatu siang kami dapat melakukannya dengan cepat. Beberapa minggu kemudian ketika Carl sedang menyapu halaman, seorang wanita yang sedang mengajak anjingnya berjalan-jalan sempat berhenti untuk memberikan pendapatnya: “Halamanmu kelihatan jauh lebih baik tanpa pagar. Lagipula, aku tak menyukai pagar.” Ia menjelaskan bahwa ia menyukai adanya suatu “kebersamaan” dan tiadanya penghalang antarsesama.
Walaupun ada beberapa alasan yang baik untuk membuat pagar rumah, tetapi memisahkan diri dari tetangga kita bukanlah salah satu alasannya. Jadi saya memahami hasrat tetangga kami untuk menikmati suatu kebersamaan. Gereja tempat saya beribadah memiliki kelompok-kelompok yang bertemu sekali dalam seminggu untuk membangun hubungan dan menguatkan satu sama lain dalam menapaki perjalanan iman bersama Allah. Gereja mula-mula berkumpul bersama tiap hari di Bait Allah (Kis. 2:42,46). Mereka menjadi sehati sepikir pada saat mereka bersekutu dan berdoa. Ketika mereka mengalami pergumulan, mereka memiliki sahabat yang akan menguatkan mereka kembali (lih. Pkh. 4:10).
Hubungan yang terjalin dalam suatu persekutuan orang percaya merupakan hal yang sangat penting dalam perjalanan iman kita. Satu cara yang dipilih Allah untuk menunjukkan kasih-Nya kepada kita adalah melalui terjalinnya hubungan dengan sesama. —AMC
Alangkah indahnya,
Serikat beriman,
Cerminan kasih Tuhannya,
Di dalam surga terang. —Fawcett
(Kidung Jemaat, No. 448)
Kita semua membutuhkan persekutuan rohani untuk saling membangun dan menguatkan iman.

Saturday, January 11, 2014

Perjalanan Dimulai

Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu. —2 Korintus 5:17
Perjalanan Dimulai
Hari ini, 81 tahun yang lalu, seorang anak laki-laki berusia 9 tahun berdoa meminta Yesus untuk menjadi Juruselamat atas hidupnya. Ibunya menuliskan kata-kata ini dalam sebuah buku kenangan: “Clair memulainya hari ini.”
Ayah saya, Clair, sudah berjalan bersama Kristus selama 8 dekade. Ayah menandai hari ketika ia mengambil keputusan untuk mengikut Kristus itu sebagai awal dari perjalanan imannya. Bertumbuh secara rohani adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup—bukan suatu kejadian sesaat. Jadi bagaimana seseorang yang baru percaya dapat menumbuhkan imannya dan terus bertumbuh? Berikut ini beberapa hal yang saya amati dari kehidupan ayah saya selama bertahun-tahun.
Ayah membaca Kitab Suci secara teratur untuk menambah pemahamannya akan Allah dan menjadikan doa sebagai bagian dari hidupnya sehari-hari (1Taw. 16:11, 1Tes. 5:17). Pembacaan Alkitab dan doa menolong kita untuk bertumbuh semakin dekat dengan Allah dan bertahan terhadap godaan (Mzm. 119:11, Mat. 26:41, Ef. 6:11, 2Tim. 3:16-17, 1Ptr. 2:2). Roh Kudus mulai menumbuhkan “buah Roh” di dalam diri ayah saya pada saat ia menyerahkan hidupnya dalam iman dan ketaatan (Gal. 5:22-23). Kita menunjukkan kasih Allah melalui kesaksian dan pelayanan kita.
Perjalanan iman ayah saya terus berlanjut, begitu juga dengan perjalanan iman kita. Sungguh suatu kehormatan untuk memiliki suatu hubungan yang melaluinya kita dapat bertumbuh “dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus”! (2Ptr. 3:18). —CHK
Kuingin hatiku selalu selaras dengan Allah,
Biarlah itu nyata dalam tiap tahap hidupku;
Kuingin pikiran dan perkataanku memuliakan-Nya,
Menjunjung nama-Nya dalam tiap perbuatanku. —Hess
Keselamatan adalah keajaiban sesaat; tetapi pertumbuhan adalah kerja keras seumur hidup.

Friday, January 10, 2014

Terus Bertahan

Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! —Yakobus 5:7
Terus Bertahan
Suatu jajak pendapat terhadap lebih dari 1.000 responden berusia dewasa yang diadakan pada tahun 2006 menemukan bahwa rata-rata orang akan kehilangan kesabaran mereka setelah 17 menit menunggu dalam suatu antrian. Selain itu, kebanyakan orang akan kehilangan kesabaran mereka hanya setelah 9 menit diminta menunggu di telepon. Ketidaksabaran sudah menjadi sikap yang sangat umum.
Yakobus menulis pada sekelompok orang percaya yang sedang bergumul untuk tetap bersabar dalam menanti kedatangan Yesus kembali (Yak. 5:7). Mereka tengah hidup dalam masa-masa yang penuh tekanan dan penganiayaan, dan Yakobus mendorong mereka untuk terus bertahan. Dengan menantang umat itu untuk bertahan dalam penderitaan, ia berusaha menguatkan mereka agar terus berdiri teguh dan memiliki sikap hidup yang rela berkorban hingga Tuhan datang kembali untuk menegakkan kebenaran dan meluruskan setiap kesalahan. Yakobus menulis, “Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!” (ay.8).
Yakobus mengajak mereka untuk bersikap seperti seorang petani yang menanti dengan sabar turunnya hujan dan musim panen (ay.7), dan seperti para nabi serta leluhur mereka Ayub yang menunjukkan ketekunan mereka dalam kesulitan (ay.10-11). Garis akhir sudah di depan mata dan Yakobus mendorong orang-orang percaya itu untuk tidak menyerah.
Ketika kita sedang diuji di bawah tekanan yang menyiksa jiwa, Allah rindu menolong kita untuk terus hidup oleh iman dan mempercayai belas kasih serta kemurahan-Nya (ay.11). —MLW
Untuk Direnungkan
Hal apa yang membuat Anda sulit untuk bersabar di tengah
tekanan besar yang Anda hadapi? Mintalah kepada Allah untuk
memampukan Anda agar hidup oleh iman dan terus bertahan.
Ujian besar akan menghasilkan sifat panjang sabar.

Thursday, January 9, 2014

Di Bumi Seperti Di Surga

Kamu adalah saksi dari semuanya ini. . . . Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi. —Lukas 24:48-49
Di Bumi Seperti Di Surga
Kepercayaan berhala yang dianut oleh bangsa Romawi pada zaman Yesus mengajarkan bahwa tindakan para dewa di surga akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Ketika Zeus marah, guntur pun menggelegar. “Apa yang terjadi di surga mempengaruhi bumi,” demikianlah ungkapan yang berlaku.
Namun Yesus terkadang membalikkan rumusan tersebut. Dia mengajarkan: apa yang terjadi di bumi mempengaruhi surga. Ketika seorang percaya berdoa, surga menanggapinya. Seorang pendosa bertobat, maka para malaikat bersukacita. Suatu pelayanan berhasil, Allah dimuliakan. Seorang percaya memberontak, maka Roh Kudus pun berduka.
Saya percaya akan hal-hal ini, tetapi acap kali melupakannya. Saya lupa bahwa doa-doa saya diperhatikan Allah. Saya lupa bahwa keputusan demi keputusan yang saya ambil hari ini akan membawa sukacita atau justru mendatangkan dukacita bagi Tuhan yang Mahakuasa. Saya lupa bahwa saya sedang menolong orang-orang di sekitar saya untuk melangkah menuju tujuan mereka yang kekal.
Kini kabar baik tentang kasih Allah yang dinyatakan Yesus pada dunia ini juga bisa kita nyatakan kepada orang lain. Itulah tantangan yang Dia berikan kepada murid-murid-Nya sebelum Dia kembali kepada Bapa-Nya (Mat. 28:18-20). Sebagai pengikut Yesus, diri kita merupakan perluasan dari kehadiran dan pelayanan-Nya. Itulah alasan Dia datang ke dunia. Sebelum Yesus pergi, Dia berpesan kepada para murid bahwa Dia akan mengutus Roh-Nya dari surga kepada mereka yang ada di bumi (Luk. 24:48). Dia tidak menelantarkan kita. Dia memenuhi kita dengan kuasa-Nya agar kita dapat menjangkau hidup sesama di bumi ini untuk mempengaruhi surga yang kekal. —PDY
Terima kasih, ya Bapaku,
T’lah memberi kami Putra-Mu,
Dan mengutus Roh Kudus-Mu,
Hingga purna karya-Mu di bumi ini. —Green
Engkau terangkat di hadapan kami, dan kami pun berduka, tetapi ternyata Engkau hadir dalam hati kami. —Augustine

Wednesday, January 8, 2014

Hidup Yang Tersembunyi

Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus. —Kolose 3:17
Hidup Yang Tersembunyi
Beberapa tahun yang lalu, saya membaca sebuah puisi karya George MacDonald yang berjudul “The Hidden Life” (Hidup yang Tersembunyi). Puisi ini menceritakan tentang seorang cendekiawan berbakat asal Skotlandia yang meninggalkan karir akademisnya yang bergengsi demi menemani ayahnya yang telah lanjut usia dan mengurus peternakan keluarga. Di sana ia mengerjakan apa yang disebut MacDonald sebagai “perbuatan sepele” dan “pekerjaan manusiawi yang sederhana”. Teman-teman sang cendekiawan mengeluhkan bahwa ia sedang menyia-nyiakan bakatnya.
Mungkin Anda juga sedang melayani di suatu tempat yang tersembunyi dan melakukan pekerjaan yang biasa-biasa saja. Orang lain mungkin melihatnya sebagai kesia-siaan. Namun Allah tidak menyia-nyiakan apa pun. Setiap tindakan kasih yang dipersembahkan bagi-Nya diingat dan memberi dampak kekal. Setiap tempat, sekecil apa pun itu, merupakan tempat suci. Kita memberikan pengaruh tidak hanya lewat ucapan dan tindakan mulia. Pengaruh juga dapat berupa pekerjaan manusiawi yang sederhana—lewat kehadiran dan kesediaan kita untuk mendengarkan, memahami kebutuhan, mengasihi, dan mendoakan sesama. Inilah yang membuat pekerjaan sehari-hari menjadi suatu ibadah dan pelayanan.
Rasul Paulus mengingatkan jemaat Kolose: “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus,” dan “perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah” (Kol. 3:17,23-24). Allah terus memperhatikan dan senang dalam memakai hidup kita. —DHR
Ya Tuhan, kiranya aku rela hidupku tersembunyi dan tak dikenal
saat ini, tetapi siap untuk menghibur mereka yang berbeban berat.
Kiranya Roh-Mu menjamah ucapanku dan menjadikannya sebagai
berkat yang bisa memperkaya dan menyegarkan orang lain.
Kita dapat mencapai banyak hal bagi Kristus dengan melayani-Nya lewat apa pun yang bisa kita kerjakan.

Tuesday, January 7, 2014

Perkataan Yang Memulihkan

Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu. —Matius 6:9
Perkataan Yang Memulihkan
Pada tanggal 19 November 1863, dua orang terkenal memberikan pidato pada acara peresmian Taman Makam Militer di Gettysburg, Pennsylvania. Pembicara utamanya, Edward Everett, adalah mantan anggota kongres, gubernur, dan presiden dari Universitas Harvard. Everett yang dipandang sebagai salah satu orator ulung di zamannya itu berpidato selama 2 jam. Setelah selesai, tiba giliran Presiden Abraham Lincoln menyampaikan pidatonya, dan ia hanya berbicara selama 2 menit.
Saat ini, pidato Lincoln yang disebut Pidato Gettysburg itu begitu dikenal luas dan dikutip di mana-mana, sedangkan perkataan Everett hampir dilupakan sama sekali. Pidato Lincoln tak hanya terkenal karena singkatnya isi pidato yang disampaikan dengan fasih itu. Pada kesempatan tersebut, perkataan Lincoln telah menyentuh jiwa sebuah bangsa yang yang terluka dan terpecah belah akibat perang saudara, serta menawarkan harapan bagi masa yang akan datang.
Bukan banyaknya kata yang membuat suatu pernyataan itu berarti. Perkataan Yesus yang kita sebut sebagai Doa Bapa Kami adalah salah satu pengajaran Yesus yang terpendek tetapi juga yang paling diingat orang. Doa tersebut memberikan pertolongan dan pemulihan karena mengingatkan kita bahwa Allah adalah Bapa surgawi kita yang berkuasa di bumi, sebagaimana di surga (Mat. 6:9-10). Dia menyediakan makanan, pengampunan, dan ketabahan bagi kita setiap hari (ay.11-13). Dia berhak menerima segala hormat dan kemuliaan (ay.13). Segala sesuatu yang terdapat pada masa lalu, masa kini, dan masa depan dari hidup kita terjamin dalam perkataan Tuhan yang sanggup menolong dan memulihkan kita tersebut. —DCM
Betapa mudahnya mengucapkan banyak kata
Dan tidak memikirkan ulang perkataan kita itu;
Oleh karena itu, serahkanlah ucapanmu kepada Tuhan
Agar banyak jiwa yang diberkati oleh perkataanmu. —D. DeHaan
Kata-kata kebajikan akan melembutkan, menenangkan, dan menghibur hati pendengarnya. —Blaise Pascal

Monday, January 6, 2014

Ketika Tak Ada Yang Datang

Jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka. —Matius 6:1
Ketika Tak Ada Yang Datang
Pada suatu malam di musim dingin, komposer Johann Sebastian Bach dijadwalkan untuk menggelar pertunjukan perdana dari gubahan musik terbarunya. Bach tiba di gereja dengan harapan tempat tersebut akan dipenuhi penonton. Akan tetapi, ternyata tak seorang pun datang. Dengan tetap bersemangat, Bach meminta para musisinya untuk tetap tampil sesuai rencana. Mereka menempati posisi masing-masing, Bach mengangkat tongkat kecilnya, dan gereja kosong itu pun segera dipenuhi dengan musik yang luar biasa.
Kisah ini membuat saya melihat isi hati saya sendiri. Akankah saya menulis jika hanya Allah yang menjadi pembaca satu-satunya? Apa pengaruhnya pada tulisan-tulisan saya?
Para penulis pemula sering disarankan untuk membayangkan satu orang yang menjadi sasaran tulisan mereka sebagai cara untuk mempertahankan fokus penulisan. Saya menerapkan saran itu ketika menulis artikel renungan; saya mencoba untuk memikirkan para pembaca karena saya ingin menulis sesuatu yang mau mereka baca dan akan menguatkan iman mereka.
Saya tidak yakin bahwa Daud sedang memikirkan “para pembaca” ketika menuliskan mazmur-mazmurnya yang selama ini kita baca untuk menghibur dan menguatkan kita. Satu-satunya pembaca yang ada di benaknya hanyalah Allah.
Apa pun perbuatan kita, seperti “kewajiban agama” yang disebut dalam Matius 6, baik dalam menghasilkan karya seni atau memberikan pelayanan, kita patut mengingat bahwa apa yang kita kerjakan sesungguhnya adalah antara kita dengan Allah. Entah ada orang yang memperhatikannya atau tidak, Allah sendiri pasti melihatnya. —JAL
Kiranya perbuatanku menyatakan kemuliaan-Mu,
Engkau sungguh layak dimuliakan, ya Tuhanku!
Dengan darah-Mu yang mahal Engkau menebusku—
Di sepanjang hidupku, aku akan melayani-Mu! —Somerville
Melayanilah, walau hanya Tuhan yang melihatnya.

Sunday, January 5, 2014

Adopsi

Di dalam Dia Allah telah memilih kita . . . Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya. —Efesus 1:4-5
Saya dan Marlene sudah menikah selama lebih dari 35 tahun. Dahulu, ketika masih berpacaran, kami pernah membicarakan suatu hal yang tidak pernah saya lupakan. Marlene mengatakan kepada saya bahwa ia diadopsi ketika masih berumur 6 bulan. Ketika saya bertanya apakah ia pernah mempunyai keinginan untuk mengetahui siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia menjawab, “Ibu dan ayahku bisa saja memilih bayi mana pun pada hari itu, tetapi mereka memilihku. Mereka telah mengangkatku menjadi anak. Mereka berdualah orangtuaku yang sebenarnya.”
Teguhnya penerimaan dan rasa syukur yang dimiliki Marlene terhadap orangtua angkatnya tersebut sepatutnya juga menandai hubungan kita dengan Allah. Sebagai pengikut-pengikut Kristus, kita telah dilahirkan kembali oleh Allah melalui iman kepada-Nya dan sudah diadopsi ke dalam keluarga Allah. Paulus menulis, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya” (Ef. 1:4-5).
Perhatikan sifat dari pertukaran ini. Kita telah dipilih oleh Allah dan diadopsi sebagai anak-anak-Nya, baik pria maupun wanita. Melalui adopsi, kini kita memiliki hubungan yang sama sekali baru dengan Allah. Dialah Bapa kita yang terkasih!
Kiranya hubungan ini menggelorakan hati kita untuk menyembah Dia—Bapa kita—dengan penuh ucapan syukur. —WEC
Bapa terkasih, terima kasih telah mengangkatku
menjadi Anak-Mu dan menjadikanku anggota
di dalam keluarga-Mu. Dengan hati yang bersyukur,
aku berterima kasih karena Engkau menjadikanku milik-Mu.
Allah mengasihi setiap dari kita begitu rupa seolah-olah kitalah satu-satunya insan di dunia. —Augustine

Saturday, January 4, 2014

Situasinya Sempurna

Situasinya Sempurna
Baca: Filipi 1:3-14

1:3 Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu.

1:4 Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.

1:5 Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini.

1:6 Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.

1:7 Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil.

1:8 Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.

1:9 Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian,

1:10 sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,

1:11 penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.

1:12 Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil,

1:13 sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus.

1:14 Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut.

Apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil. —Filipi 1:12

Situasinya Sempurna

Dalam Pertempuran Pertama di Marne pada Perang Dunia I, seorang letnan jenderal asal Perancis bernama Ferdinand Foch mengirimkan pengumuman resmi ini: “Pasukanku di tengah sedang terdesak, pasukanku di kanan terpukul mundur. Situasinya sempurna. Aku akan maju menyerang.” Kesiapannya untuk melihat adanya harapan di tengah-tengah situasi yang sulit itu pada akhirnya membawa kemenangan bagi pasukannya.

Terkadang dalam pertempuran hidup, kita merasa seolah-olah sedang terpukul kalah dalam segala hal. Perselisihan dalam keluarga, kemunduran dalam bisnis, kesulitan keuangan, atau kondisi kesehatan yang menurun dapat membuat kita memandang hidup dengan sikap pesimis. Namun orang yang percaya kepada Kristus selalu dapat menemukan jalan untuk berkata: “Situasinya sempurna.”

Perhatikanlah Paulus. Ketika dilempar ke dalam penjara karena memberitakan Injil, ia punya sikap optimis yang luar biasa. Kepada jemaat di Filipi, ia menuliskan, “Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil” (Flp. 1:12).

Paulus memandang situasi pemenjaraannya sebagai wadah yang baru untuk memberitakan Injil kepada para penjaga istana Romawi. Lebih dari itu, situasi tersebut mendorong orang Kristen lainnya menjadi semakin berani dalam memberitakan Injil (ay.13-14).

Sekalipun ujian demi ujian yang kita alami mendatangkan penderitaan, Allah dapat bekerja dalam semua itu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Justru melalui ujian itulah Dia dimuliakan. —HDF

Hiburlah kami, Tuhan, ketika ujian kehidupan menyerang kami—
kami sering terjatuh dan tersandung. Perbarui iman kami dan
tolonglah kami untuk bertumbuh sehingga orang lain juga bisa
mengenal kebaikan dan penghiburan yang Engkau berikan.

Ujian dapat menjadi jalan Allah menuju kemenangan.

Friday, January 3, 2014

Pertolongan Dari Roh-Nya

6:3 “Umat-Ku, apakah yang telah Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan? Jawablah Aku!
6:4 Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu.
6:5 Umat-Ku, baiklah ingat apa yang dirancangkan oleh Balak, raja Moab, dan apa yang dijawab kepadanya oleh Bileam bin Beor dan apa yang telah terjadi dari Sitim sampai ke Gilgal, supaya engkau mengakui perbuatan-perbuatan keadilan dari TUHAN.”
6:6 “Dengan apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun?
6:7 Berkenankah TUHAN kepada ribuan domba jantan, kepada puluhan ribu curahan minyak? Akan kupersembahkankah anak sulungku karena pelanggaranku dan buah kandunganku karena dosaku sendiri?”
6:8 “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”
Apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu? —Mikha 6:8
Pertolongan Dari Roh-Nya
Banyak dari kita yang berjanji kepada diri kita sendiri dalam menandai awal dari tahun yang baru. Kita bertekad untuk semakin rajin menabung, rajin berolahraga, atau mengurangi waktu yang dihabiskan di dunia maya. Kita memulai tahun yang baru dengan niat baik, tetapi tidak lama kemudian kebiasaan lama mulai menggoda kita untuk kembali kepada kehidupan yang lama. Awalnya kita tergelincir dan sesekali jatuh pada kebiasaan lama itu, tetapi lama-kelamaan kita semakin sering melakukannya, hingga tidak ada waktu di mana kita tidak melakukannya. Pada akhirnya, seolah-olah tekad kita di awal tahun itu tidak pernah ada.
Daripada mencari-cari sendiri sasaran bagi pengembangan diri kita, lebih baik kita bertanya pada diri sendiri: “Apa yang Tuhan inginkan dariku?” Melalui Nabi Mikha, Allah sudah menyatakan bahwa Dia ingin kita berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan-Nya (Mik. 6:8). Semua hal ini berkaitan dengan pemulihan jiwa dan bukan sekadar suatu pengembangan diri.
Syukurlah, kita tidak harus bersandar pada kekuatan kita sendiri. Roh Kudus memiliki kuasa untuk menolong kita bertumbuh dalam iman sebagai orang percaya. Firman Allah berkata, Allah sanggup “menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu” (Ef. 3:16).
Jadi seiring kita mulai melangkah di tahun yang baru, marilah kita menetapkan hati menjadi semakin serupa dengan Kristus. Roh Kudus akan menolong kita pada saat kita sungguh-sungguh berusaha untuk hidup dengan rendah hati di hadapan Allah. —JBS
Roh Kebenaran, berdiamlah di dalamku;
Agar aku sendiri melakukan kebenaran-Mu;
Dan dengan hikmat-Mu yang jelas dan lembut
Terpancarlah hidup-Mu di dalamku. —Lynch
Seseorang telah memperoleh kemenangan apabila ia memiliki Roh Kudus sebagai sumber kekuatannya.

Thursday, January 2, 2014

Tidak Berselera

Baca: Nehemia 8:1-12

8:1 Ketika tiba bulan yang ketujuh, sedang orang Israel telah menetap di kota-kotanya,

8:2 maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada Israel.

8:3 Lalu pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun perempuan dan setiap orang yang dapat mendengar dan mengerti.

8:4 Ia membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu.

8:5 Ezra, ahli kitab itu, berdiri di atas mimbar kayu yang dibuat untuk peristiwa itu. Di sisinya sebelah kanan berdiri Matica, Sema, Anaya, Uria, Hilkia dan Maaseya, sedang di sebelah kiri berdiri Pedaya, Misael, Malkia, Hasum, Hasbadana, Zakharia dan Mesulam.

8:6 Ezra membuka kitab itu di depan mata seluruh umat, karena ia berdiri lebih tinggi dari semua orang itu. Pada waktu ia membuka kitab itu semua orang bangkit berdiri.

8:7 Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan: “Amin, amin!”, sambil mengangkat tangan. Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada TUHAN dengan muka sampai ke tanah.

8:8 Juga Yesua, Bani, Serebya, Yamin, Akub, Sabetai, Hodia, Maaseya, Kelita, Azarya, Yozabad, Hanan, Pelaya, yang adalah orang-orang Lewi, mengajarkan Taurat itu kepada orang-orang itu, sementara orang-orang itu berdiri di tempatnya.

8:9 Bagian-bagian dari pada kitab itu, yakni Taurat Allah, dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga pembacaan dimengerti.

8:10 Lalu Nehemia, yakni kepala daerah itu, dan imam Ezra, ahli kitab itu, dan orang-orang Lewi yang mengajar orang-orang itu, berkata kepada mereka semuanya: “Hari ini adalah kudus bagi TUHAN Allahmu. Jangan kamu berdukacita dan menangis!”, karena semua orang itu menangis ketika mendengar kalimat-kalimat Taurat itu.

8:11 Lalu berkatalah ia kepada mereka: “Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa, karena hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita! Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!”

8:12 Juga orang-orang Lewi menyuruh semua orang itu supaya diam dengan kata-kata: “Tenanglah! Hari ini adalah kudus. Jangan kamu bersusah hati!”

Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan. —1 Petrus 2:2

Saya kehilangan nafsu makan ketika saya terserang sakit flu parah baru-baru ini. Saya bisa menjalani satu hari penuh tanpa banyak makan dan hanya minum air. Namun saya tahu saya tidak akan dapat bertahan lama hanya dengan minum air. Saya harus mengembalikan selera makan saya karena tubuh saya membutuhkan makanan bergizi.

Ketika bangsa Israel kembali dari pengasingan di Babel, selera rohani mereka telah melemah. Mereka telah meninggalkan Allah dan kehendak-Nya. Untuk memulihkan kesehatan rohani mereka, Nehemia mendorong mereka untuk mempelajari Alkitab, dengan Ezra sebagai pengajarnya.

Ezra membacakan kitab Taurat Musa dari pagi hingga siang, agar bangsa itu menikmati kebenaran Allah sebagai makanan rohani mereka (Neh. 8:4). Bangsa itu pun mendengarkan dengan penuh perhatian. Bahkan, selera mereka akan firman Allah begitu tergugah sehingga para pemimpin keluarga, para imam, dan orang-orang Lewi menemui Ezra keesokan harinya untuk mempelajari Taurat dengan lebih teliti karena mereka sangat ingin memahaminya (ay.14).

Ketika kita merasa terpisah dari Allah atau lemah secara rohani, kita dapat menerima santapan rohani yang bergizi dari firman Allah. “Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” (1Ptr. 2:2). Mintalah kepada Allah agar Dia memberi Anda hasrat untuk mau kembali menjalin hubungan dengan-Nya, dan mulailah memberi makan hati, jiwa, dan pikiran Anda dengan firman-Nya. —PFC

Tuhan, pecahkanlah roti hayat,
Bagai di tasik dulu Kaubuat.
Kau kerinduanku, ya Tuhanku,
Dikau kucari dalam sabda-Mu. —Lathbury
(Kidung Jemaat, No. 464)

Menikmati santapan firman Allah akan menjaga iman kita tetap kuat dan sehat di dalam Tuhan.

Wednesday, January 1, 2014

31 Hari Penuh Syukur

31 Hari Penuh Syukur
Baca: Mazmur 136:1-16,26

136:1 Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:2 Bersyukurlah kepada Allah segala allah! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:3 Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:4 Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:5 Kepada Dia yang menjadikan langit dengan kebijaksanaan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:6 Kepada Dia yang menghamparkan bumi di atas air! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:7 Kepada Dia yang menjadikan benda-benda penerang yang besar; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:8 Matahari untuk menguasai siang; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:9 Bulan dan bintang-bintang untuk menguasai malam! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:10 Kepada Dia yang memukul mati anak-anak sulung Mesir; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:11 Dan membawa Israel keluar dari tengah-tengah mereka; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:12 Dengan tangan yang kuat dan dengan lengan yang teracung! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:13 Kepada Dia yang membelah Laut Teberau menjadi dua belahan; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:14 Dan menyeberangkan Israel dari tengah-tengahnya; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:15 Dan mencampakkan Firaun dengan tentaranya ke Laut Teberau! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:16 Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:26 Bersyukurlah kepada Allah semesta langit! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! —Mazmur 136:3

Menurut banyak kalender di Amerika Serikat, Januari merupakan Bulan untuk Bersyukur Nasional. Mungkin seharusnya bulan ini dijadikan Bulan untuk Bersyukur Sedunia, karena mengucap syukur dapat dengan mudah dilakukan di mana-mana.

Supaya bisa memanfaatkan perayaan dari pengucapan syukur ini dengan sebaik-baiknya, marilah kita memulai dengan melihat apa yang dikatakan Alkitab tentang ucapan syukur.

Kita dapat memulainya dari Mazmur 136, yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata, “Bersyukurlah” (ay.1,26). Berkali-kali dalam pasal ini kita diingatkan pada alasan utama dan satu-satunya untuk menaikkan ucapan syukur kepada Allah kita yang luar biasa, yakni “bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Kita dapat menggunakan waktu sepanjang bulan ini untuk belajar tentang mengucap syukur dari Mazmur 136. Pemazmur mengingatkan kita akan “keajaiban-keajaiban besar” yang diperbuat Allah (ay.4). Ia menceritakan tentang karya penciptaan Allah yang dihasilkan dengan kebijaksanaan-Nya (ay.5). Selanjutnya ia menyebutkan satu demi satu perbuatan Allah dalam membebaskan umat pilihan-Nya dari perbudakan (ay.10-22). Saat kita dengan seksama merenungkan gambaran dari penciptaan dan pembebasan yang terdapat dalam Mazmur 136, kita akan mudah menemukan alasan untuk bersyukur kepada Allah setiap hari dalam Bulan untuk Bersyukur ini.

Tidak ada cara yang lebih baik untuk memulai tahun yang baru selain dengan bersungguh-sungguh menaikkan ucapan syukur kepada Tuhan kita! “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (ay.1). —JDB

Sungguh baiklah bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan,
Dan memuji Engkau, Allah Yang Mahatinggi;
Mewartakan kasih-Mu di waktu pagi,
Dan kesetiaan-Mu di waktu malam! —Psalter

Ketika Anda terpikir tentang segala sesuatu yang baik, ucapkanlah syukur kepada Allah.

 

Total Pageviews

Translate