Pages - Menu

Tuesday, January 31, 2017

Pohon yang Bermakna

Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib. —1 Petrus 2:24
Pohon yang Bermakna
Salah satu sajak Kristen paling awal dalam sastra Inggris diberi judul “The Dream of the Rood” (Mimpi Si Salib). Kata rood berasal dari kata dalam bahasa Inggris kuno yang berarti batang atau tiang dan itu mengacu pada salib tempat Kristus disalibkan. Dalam sajak kuno itu, kisah penyaliban Yesus diceritakan kembali dari sudut pandang si kayu salib. Awalnya ketika pohon sumbernya tahu bahwa kayunya akan digunakan untuk membunuh Anak Allah, ia menolak dipakai untuk maksud tersebut. Namun akhirnya Kristus melibatkan pohon itu untuk menyediakan penebusan bagi semua orang yang percaya.
Di taman Eden, ada sebatang pohon yang menjadi sumber dari buah terlarang yang dinikmati oleh nenek moyang pertama kita, yang membuat dosa memasuki kehidupan umat manusia. Dan ketika Sang Anak Allah mencurahkan darah-Nya sebagai pengorbanan terbesar untuk menebus dosa seluruh umat manusia, Dia dipakukan pada kayu salib demi kita. Kristus “telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1Ptr. 2:24).
Salib merupakan titik balik bagi semua orang yang percaya kepada Kristus untuk mendapatkan keselamatannya. Sejak penyaliban Kristus, salib telah menjadi simbol luar biasa dari kematian Sang Anak Allah demi kebebasan kita dari dosa dan kematian. Salib menjadi bukti yang begitu indah dan tak terkatakan tentang kasih Allah bagi kita. —Dennis Fisher
Tuhan, kiranya hatiku memuji-Mu setiap kali aku melihat salib, karena oleh kasih-Mu Engkau telah menyerahkan diri-Mu bagiku.
Kristus menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib demi keselamatan kita.

Monday, January 30, 2017

Pembangunan Kembali

Mari, kita bangun kembali tembok Yerusalem, supaya kita tidak lagi dicela. —Nehemia 2:17
Pembangunan Kembali
Ketika Edward Klee kembali ke Berlin setelah pergi selama bertahun-tahun, kota yang ia ingat dan cintai dahulu sudah tidak ada lagi. Semuanya telah berubah drastis, begitu juga dengan dirinya. Dalam tulisannya di majalah Hemispheres, Klee mengatakan, “Pulang ke kota yang pernah kamu cintai terasa seperti untung-untungan . . . . Hasilnya bisa saja mengecewakan.” Kembali ke tempat-tempat yang pernah mengisi masa lalu kita dapat menimbulkan perasaan sedih dan kehilangan. Diri kita tidak lagi sama seperti dahulu, dan tempat yang pernah menjadi bagian penting dari hidup kita pun tidak lagi sama seperti dahulu.
Nehemia telah diasingkan dari tanah Israel selama bertahun-tahun ketika mengetahui tentang keadaan orang-orang sebangsanya yang menyedihkan dan kota Yerusalem yang hancur lebur. Nehemia mendapat izin dari Artahsasta, raja Persia, untuk pulang ke Yerusalem dan membangun kembali tembok kota itu. Setelah melakukan pengintaian di malam hari untuk memeriksa situasi di sana (Neh. 2:13-15), Nehemia berkata kepada penduduk kota, “Kamu lihat kemalangan yang kita alami, yakni Yerusalem telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar. Mari, kita bangun kembali tembok Yerusalem, supaya kita tidak lagi dicela” (ay.17).
Nehemia tidak pulang untuk bernostalgia melainkan untuk membangun kembali kotanya. Itulah pelajaran yang berharga bagi kita ketika melihat kembali bagian-bagian rusak dari masa lalu kita yang perlu diperbaiki. Iman kita kepada Kristus dan kuasa-Nya akan memampukan kita untuk memandang ke depan, bergerak maju, dan membangun kembali. —David McCasland
Tuhan, terima kasih atas karya yang sedang Engkau lakukan di dalam dan melalui diriku.
Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi Allah sedang mengubah kita untuk masa depan.

Sunday, January 29, 2017

Juruselamat yang Kekal

Kata Yesus . . . “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” —Yohanes 8:58
Juruselamat yang Kekal
Jeralean Talley meninggal dunia pada bulan Juni 2015 sebagai orang tertua di dunia pada usia 116 tahun. Pada tahun 1995, kota Yerusalem merayakan ulang tahunnya yang ke-3.000. Bagi seseorang, 116 tahun adalah usia lanjut, dan 3.000 tahun merupakan usia yang tua untuk sebuah kota. Namun, masih ada pepohonan yang jauh lebih tua dari semua itu. Sebuah pohon cemara di White Mountains, California, ditetapkan telah berusia lebih dari 4.800 tahun. Itu berarti lebih tua 800 tahun dari Abraham!
Ketika ditantang oleh para pemuka agama Yahudi tentang identitas-Nya, Yesus juga mengklaim telah ada sebelum Abraham lahir. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada,” kata Yesus (Yoh. 8:58). Penegasan Yesus itu mengejutkan orang-orang yang melawan Dia, sehingga mereka berusaha melempari Yesus dengan batu. Mereka tahu bahwa Yesus tidak mengacu pada usia secara kronologis, tetapi benar-benar menyatakan diri-Nya bersifat kekal dengan memakai nama kuno dari Allah, “akulah aku” (lihat Kel. 3:14). Namun klaim Yesus itu sah karena Dia memang bagian dari Allah Tritunggal.
Dalam Yohanes 17:3, Tuhan Yesus berdoa, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Pribadi yang tak dibatasi waktu itu masuk ke dalam ruang dan waktu supaya kita dapat hidup selamanya. Dia menuntaskan misi tersebut dengan mati menggantikan kita dan bangkit kembali dari kematian. Karena pengorbanan-Nya itu, kita menantikan masa depan yang tidak terikat oleh waktu, ketika kelak kita akan menjalani kekekalan bersama-Nya. Dialah Pribadi yang kekal dan tak terbatas oleh waktu. —Bill Crowder
Bumi akan lenyap seperti salju, matahari tak lagi bersinar; tetapi Allah, yang panggilku di dunia, akan selamanya jadi milikku. John Newton
Segala sesuatu ada di dalam [Kristus]. Kolose 1:17

Saturday, January 28, 2017

Selalu Dikasihi, Selalu Dihargai

Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? —Roma 8:35
Selalu Dikasihi, Selalu Dihargai
Kita melayani Allah yang mengasihi kita melebihi pekerjaan kita.
Memang benar Allah menghendaki kita bekerja untuk menafkahi keluarga kita dan untuk bertanggung jawab atas dunia ciptaan-Nya. Dan Dia ingin kita melayani mereka yang lemah, lapar, telanjang, haus, dan hancur hati di sekitar kita sambil tetap mempedulikan mereka yang belum menjawab panggilan Roh Kudus dalam hidup mereka.
Namun, sekali lagi, kita melayani Allah yang mengasihi kita melebihi pekerjaan kita.
Kita tidak boleh melupakan hal itu karena akan tiba waktunya ketika kemampuan kita untuk “melakukan sesuatu bagi Allah” akan direnggut dari kita karena menurunnya kondisi kesehatan atau kegagalan atau bencana yang tak terduga. Dalam saat-saat seperti itulah, Allah ingin kita mengingat bahwa Dia mengasihi kita bukan karena apa yang kita lakukan bagi-Nya, tetapi karena kita adalah anak-anak-Nya! Begitu kita mempercayai Kristus sebagai Juruselamat kita, tidak ada satu hal pun—“penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang”—yang akan memisahkan kita “dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 8:35,39).
Ketika semua yang dapat kita lakukan atau segala yang kita miliki direnggut dari kita, satu-satunya hal yang Dia kehendaki untuk kita lakukan adalah meyakini identitas kita di dalam Dia. —Randy Kilgore
Bapa, tolonglah kami agar selalu mengingat kasih-Mu yang tak bersyarat bagi kami, dan kiranya kami berpegang teguh pada pengharapan bahkan ketika kami kehilangan pekerjaan dan hasil dari pekerjaan kami.
Kita ada untuk bersekutu dengan Allah.

Friday, January 27, 2017

Para Pahlawan Tak Terlihat

Harun dan Hur menopang kedua belah tangan [Musa], seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain, sehingga tangannya tidak bergerak sampai matahari terbenam. —Keluaran 17:12
Para Pahlawan Tak Terlihat
Kisah-kisah dalam Alkitab dapat membuat kita terpana dan bertanya-tanya. Contohnya, ketika Musa memimpin umat Allah menuju Tanah Perjanjian dan mereka diserang oleh bangsa Amalek, bagaimana Musa tahu bahwa ia harus pergi ke puncak bukit dan memegang tongkat Allah di tangannya? (Kel. 17:8-15). Alasannya tidak dijelaskan kepada kita, tetapi kita tahu bahwa ketika Musa mengangkat tangannya, orang Israel akan memenangi pertempuran, tetapi ketika tangannya turun, orang Amalek yang menang. Ketika Musa lelah, Harun saudaranya, dan Hur menopang kedua belah tangan Musa supaya orang Israel menang.
Kita tidak tahu banyak tentang Hur, tetapi ia memegang peran penting dalam sejarah Israel saat itu. Hal itu mengingatkan kita akan pentingnya para pahlawan yang tak kelihatan, ketika mereka yang menopang dan menguatkan para pemimpin mempunyai peran penting yang sering kali terlewatkan. Para pemimpinlah yang mungkin sering disebutkan dalam buku-buku sejarah atau disanjung di media sosial. Namun demikian, kesaksian yang setia dan tak menonjol dari mereka yang melayani dengan cara-cara lain tidaklah diabaikan oleh Tuhan. Dia melihat seseorang yang berdoa syafaat setiap hari untuk teman-teman dan keluarganya. Dia memperhatikan wanita yang setiap Minggu merapikan kursi di gereja. Dia melihat seseorang yang memberkati tetangganya dengan perkataan yang menguatkan.
Allah sedang memakai hidup kita, bahkan ketika perbuatan kita terasa tak berarti. Kiranya kita memperhatikan dan berterima kasih kepada tiap pahlawan tak terlihat yang menolong kita. —Amy Boucher Pye
Bapa, terima kasih karena Engkau menciptakanku dan memberiku keunikan tersendiri. Tolonglah aku melayani Engkau dan sesama dengan setia, serta menghargai orang-orang yang sudah Engkau kirimkan untuk menolongku.
Para pahlawan yang tak terlihat selalu terlihat oleh Allah.

Thursday, January 26, 2017

Manusia Lemah

Tetapi saya ini manusia lemah. —Roma 7:14 BIS
Manusia Lemah
Seorang novelis asal Inggris, Evelyn Waugh, mempunyai gaya bicara yang menampilkan kelemahan karakter dirinya. Meski akhirnya percaya kepada Kristus, Waugh masih terus bergumul dengan tutur katanya. Suatu hari seorang wanita bertanya kepadanya, “Tuan Waugh, bagaimana mungkin kamu bersikap seperti itu dan tetap menyebut dirimu sebagai orang Kristen?” Ia menjawab, “Nyonya, mungkin saya memang seburuk yang kamu katakan. Namun percayalah, jika bukan karena agama saya, disebut sebagai manusia saja saya tidak pantas.”
Waugh masih mengalami pergumulan rohani seperti yang digambarkan Rasul Paulus: “Sebab ada keinginan pada saya untuk berbuat baik, tetapi saya tidak sanggup menjalankannya” (Rm. 7:18 BIS). Ia juga berkata, “Kita tahu bahwa hukum agama Yahudi berasal dari Roh Allah; tetapi saya ini manusia lemah” (ay.14 BIS). Ia lebih jauh menjelaskan, “Batin saya suka akan hukum Allah, tetapi saya sadar bahwa dalam diri saya ada pula hukum lain yang memegang peranan . . . Siapakah yang mau menyelamatkan saya dari badan ini yang membawa saya kepada kematian?” (ay.22-24 BIS). Lalu muncullah jawaban yang menggembirakan: “Syukur kepada Allah! Ia mau menyelamatkan saya melalui Yesus Kristus!”
Ketika kita beriman kepada Kristus, mengakui kesalahan kita dan kebutuhan kita akan Juruselamat, seketika juga kita diubah menjadi ciptaan baru. Namun pembentukan rohani kita tetap merupakan perjalanan seumur hidup. Yohanes, sang murid, menyatakan: “Sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1Yoh. 3:2). —Tim Gustafson
Bapa, kami bawa pergumulan kami kepada-Mu karena meski Engkau tahu segalanya, Engkau tetap mengasihi kami. Ajarlah kami bersandar kepada Roh Kudus-Mu. Jadikanlah kami semakin serupa dengan Anak-Mu hari demi hari.
Menjadi Kristen berarti mengampuni yang tak terampuni, karena Allah sudah mengampuni yang tak terampuni dalam diri kita. —C. S. Lewis

Wednesday, January 25, 2017

Guntur dan Petir

Suara Tuhan membuat kilat menyambar. —Mazmur 29:7 BIS
Guntur dan Petir
Bertahun-tahun lalu ketika saya dan seorang teman sedang memancing, tiba-tiba hujan mulai turun. Kami berteduh di bawah pepohonan aspen dekat situ, tetapi hujan terus turun. Maka kami memutuskan untuk pulang dan berlari ke arah mobil. Saya baru saja membuka pintu mobil dan tiba-tiba petir menyambar pohon-pohon aspen tadi dengan bola api yang bergemuruh. Api itu menghanguskan daun-daun, mengelupas kulit pohon, dan meninggalkan asap pada beberapa cabangnya. Dan kemudian senyap.
Kami terguncang sekaligus terpesona.
Sangat sering petir menyambar dan guntur bergemuruh melintasi lembah di Idaho tempat kami tinggal. Saya menikmatinya—walau pernah nyaris tersambar. Saya menikmati kekuatannya yang dashyat. Kilatnya! Gemuruhnya! Sungguh mengguncang dan mempesona! Bumi dan segala sesuatu di sekitarnya bergetar dan terguncang. Lalu setelah itu ada kedamaian.
Saya sangat menyukai petir dan guntur terutama karena keduanya adalah simbol dari suara Allah (Ayb. 37:4) yang bersabda dengan kekuatan yang mengagumkan dan tak tertahankan melalui firman-Nya. “Suara Tuhan menyemburkan nyala api. . . . Tuhan kiranya memberikan kekuatan kepada umat-Nya, Tuhan kiranya memberkati umat-Nya dengan sejahtera!” (Mzm. 29:7,11). Dia memberikan kekuatan untuk bertahan, untuk bersabar, untuk berbuat baik, untuk duduk diam, untuk bangun dan melangkah, atau untuk tidak melakukan apa-apa.
Kiranya Allah sumber damai selalu menyertai kamu. —David Roper
Ya Tuhan, tenangkanlah hatiku di dalam badai. Berikan kepadaku damai-Mu dan kekuatan untuk menjalani hari ini.
Iman menghubungkan kelemahan kita dengan kekuatan Allah.

Tuesday, January 24, 2017

Tidak Sia-Sia

Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. —1 Korintus 15:58
Tidak Sia-Sia
Seorang penasihat keuangan yang saya kenal menggambarkan realitas tentang investasi uang demikian, “Harapkanlah yang terbaik dan bersiaplah untuk yang terburuk.” Hampir setiap keputusan yang kita buat dalam hidup ini tidak bisa kita pastikan hasilnya. Namun ada satu jalan yang dapat kita tempuh karena apa pun yang terjadi, kita tahu bahwa pada akhirnya hal itu tidak akan sia-sia.
Setahun lamanya Rasul Paulus melayani para pengikut Tuhan Yesus di Korintus, sebuah kota yang terkenal karena kerusakan moralnya. Setelah Paulus pergi, ia menulis surat kepada mereka untuk memberi mereka semangat supaya tidak kecewa atau merasa bahwa kesaksian mereka bagi Kristus tidaklah berharga. Paulus meyakinkan mereka bahwa suatu hari kelak Tuhan akan datang kembali dan maut pun akan ditelan dalam kemenangan (1Kor. 15:52-55).
Berjuang untuk tetap setia kepada Yesus Kristus mungkin terasa sulit, penuh tantangan, dan bahkan berbahaya, tetapi hal itu tidak akan sia-sia. Ketika kita berjalan bersama Tuhan dan memberikan kesaksian tentang kehadiran dan kuasa-Nya, hidup kita tidaklah sia-sia! Yakinlah akan hal itu. —David McCasland
Tuhan, di hari-hari yang penuh dengan ketidakpastian ini, kami berpegang teguh pada janji-Mu bahwa jerih payah kami bagi-Mu akan menggenapi tujuan-Mu dan sungguh berharga di mata-Mu.
Hidup dan kesaksian kita bagi Yesus Kristus tidaklah sia-sia.

Monday, January 23, 2017

Tak Kekurangan Apa Pun

Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu . . . berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. —2 Korintus 9:8
Tak Kekurangan Apa Pun
Bayangkan melakukan perjalanan tanpa membawa koper. Tidak membawa kebutuhan pokok, pakaian ganti, uang, atau kartu kredit. Rasanya tidak bijaksana dan agak menakutkan, bukan?
Namun itulah yang diperintahkan Yesus kepada kedua belas murid-Nya ketika mereka diutus melakukan pelayanan mereka yang pertama untuk mengajar dan menyembuhkan orang. Yesus berkata, “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan [kalian], kecuali tongkat, rotipun jangan, bekalpun jangan, uang dalam ikat pinggangpun jangan, boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju” (Mrk. 6:8-9).
Namun di kemudian waktu ketika Yesus menyiapkan para murid untuk melayani setelah kepergian-Nya, Dia berkata kepada mereka, “Siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang” (Luk. 22:36).
Maksud Yesus: Percayalah Allah akan memelihara mereka.
Ketika Tuhan Yesus mengingat kembali perjalanan mereka yang pertama, Dia bertanya kepada para murid, “Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?” Jawab mereka: “Suatupun tidak” (Luk. 22:35-36). Para murid mempunyai segala sesuatu yang mereka perlukan untuk melakukan pekerjaan yang dikehendaki Allah atas mereka. Dia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat (Mrk. 6:7).
Apakah kita mempercayai Allah untuk menyediakan segala kebutuhan kita? Apakah kita juga bertanggung jawab dan membuat rencana? Percayalah bahwa Dia akan memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan untuk melakukan pekerjaan-Nya. —Poh Fang Chia
Tuhan, Engkau baik, dan semua yang Engkau kerjakan itu baik. Tolonglah kami dalam usaha kami dengan berdoa, merencanakan, dan mempercayai-Mu.
Kehendak Allah yang dikerjakan dengan cara-Nya tidak akan pernah kekurangan penyediaan dari-Nya. —Hudson Taylor, Pendiri China Inland Mission.

Sunday, January 22, 2017

Wajah Kristus

Sebab Allah . . . membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. —2 Korintus 4:6
Wajah Kristus
Sebagai penulis, sebagian besar masalah yang saya bahas adalah seputar penderitaan. Saya terus-menerus kembali ke pertanyaan-pertanyaan yang sama, seolah mengorek kembali luka lama yang tidak kunjung sembuh. Saya menerima kabar dari para pembaca buku saya dan kisah-kisah penderitaan yang mereka hadapi menunjukkan bahwa apa yang saya pertanyakan itu benar-benar terjadi. Saya teringat kepada seorang pembina kaum muda yang menelepon saya setelah istri dan bayinya terjangkit penyakit AIDS dari transfusi darah. Ia bertanya, “Bagaimana mungkin aku berkhotbah kepada pemuda-pemudi yang kulayani tentang Allah yang Mahakasih?”
Saya telah belajar untuk tidak lagi berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan “mengapa”, seperti: Mengapa harus istri pembina itu yang menerima sekantong darah yang telah terkontaminasi? Mengapa angin topan menghantam satu kota dan meluputkan kota lainnya? Mengapa ada doa memohon kesembuhan jasmani yang tidak dijawab?
Namun demikian, ada satu pertanyaan yang dahulu pernah mengusik saya tetapi kini tidak lagi, yaitu “Apakah Allah peduli?” Saya hanya tahu satu jawaban atas pertanyaan itu, dan jawabannya adalah Yesus. Kita melihat Allah pada wajah Yesus Kristus. Jika kamu bertanya-tanya bagaimana perasaan Allah terhadap penderitaan manusia di atas planet ini, pandanglah wajah Yesus Kristus.
“Apakah Allah peduli?” Kematian Anak-Nya untuk menggantikan kita telah menjawab pertanyaan tersebut. Kelak segala kesakitan, duka, penderitaan, dan kematian akan ditaklukkan untuk selama-lamanya. “Sebab Allah yang telah berfirman: ‘Dari dalam gelap akan terbit terang!‘, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” (2Kor. 4:6). —Philip Yancey
Selebar tangan Yesus yang terentang di kayu salib, demikianlah besarnya kasih Allah kepada kita.

Saturday, January 21, 2017

Berserah Penuh

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup. —Roma 12:1
Berserah Penuh
Ketika saya bermain bola basket di perguruan tinggi, saya secara sadar mengambil keputusan pada awal setiap musim pertandingan untuk berlatih dan mengabdikan diri secara total kepada pelatih saya, yaitu melakukan apa pun yang ia minta untuk saya lakukan. Bayangkan jika saya mengatakan kepada pelatih, “Pak, saya mau bermain. Saya akan menggiring dan menembak bola, tetapi jangan meminta saya berlari, bertahan, menjaga lawan, atau bekerja keras!” Sikap itu tentu tidak bisa diterima dan tidak akan memberikan manfaat bagi tim kami.
Setiap atlet yang sukses harus memiliki kepercayaan penuh kepada pelatihnya dan mau melakukan apa pun yang diminta oleh sang pelatih demi kebaikan tim mereka.
Di dalam Kristus, kita harus menjadi “persembahan yang hidup” bagi Allah (Rm. 12:1). Kita berkata kepada Juruselamat dan Tuhan kita: “Aku percaya kepada-Mu. Apa pun yang Engkau kehendaki untuk kulakukan, aku bersedia melakukannya.” Kemudian Dia mengubah kita dengan memperbarui pikiran kita untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan hati-Nya.
Syukurlah Allah tidak pernah memanggil kita untuk melakukan sesuatu tanpa terlebih dahulu memperlengkapi kita. Rasul Paulus mengingatkan kita, “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita” (ay.6).
Ketika tahu bahwa kita dapat mempercayakan hidup kita kepada Allah, kita pun sanggup berserah penuh kepada-Nya. Kita yakin karena kita tahu bahwa Allah Pencipta kita akan selalu menolong kita untuk melakukan semua yang dikehendaki-Nya. —Dave Branon
Bapa Surgawi, tak seorang pun layak menerima pengorbanan dan pengabdian kami selain Engkau saja. Tolonglah kami untuk menyadari sukacita yang dialami ketika kami menyerahkan diri kami sepenuhnya kepada-Mu.
Tak ada risiko saat kita berserah penuh kepada Allah.

Friday, January 20, 2017

Napas Hidup

Ketika itulah Tuhan Allah . . . menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya. —Kejadian 2:7
Napas Hidup
Pada suatu pagi yang dingin dan membeku, saat saya dan putri saya berjalan bersama menuju sekolahnya, kami sangat senang melihat hembusan napas kami berubah menjadi uap. Kami tertawa geli melihat bermacam-macam bentuk uap yang dihasilkan dari hembusan napas kami. Saya mensyukuri momen itu, karena saya dapat menikmati kebersamaan dengan putri saya dan merasakan hidup.
Hembusan napas kami yang biasanya tidak terlihat itu tampak di udara dingin, dan itu membuat saya memikirkan tentang Sumber dari napas dan hidup kita—Allah Pencipta kita. Dia, yang menciptakan Adam dari debu tanah dan memberinya napas hidup, juga memberikan hidup kepada kita dan setiap makhluk ciptaan-Nya (Kej. 2:7). Segala sesuatu berasal dari-Nya, bahkan napas yang kita hirup tanpa memikirkannya.
Karena sekarang kita mempunyai banyak kemudahan dan teknologi, kita mungkin cenderung melupakan asal mula kita dan kenyataan bahwa Allah sebagai sumber hidup kita. Namun ketika kita berhenti sejenak untuk mengingat bahwa Allah adalah Pencipta kita, kita dapat menjadikan ucapan syukur sebagai kebiasaan kita sehari-hari. Kita dapat meminta pertolongan-Nya sambil menyadari dengan rendah hati dan penuh syukur bahwa hidup kita adalah anugerah. Kiranya ucapan syukur kita terus melimpah dan menyentuh hati orang lain, sehingga mereka juga akan bersyukur kepada Tuhan atas segala kebaikan dan kesetiaan-Nya. —Amy Boucher Pye
Bapa Surgawi, Engkau sungguh Allah yang dahsyat dan mengagumkan! Engkau menciptakan kehidupan dengan napas-Mu sendiri. Kami memuji-Mu dan mengagumi-Mu. Terima kasih untuk karya ciptaan-Mu.
Bersyukurlah kepada Allah, Pencipta kita, yang memberi kita napas hidup.

Thursday, January 19, 2017

Harta untuk Dibagikan

Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. —2 Korintus 4:7
Harta untuk Dibagikan
Pada bulan Maret 1974, para petani di Tiongkok yang sedang menggali sumur menemukan sesuatu yang mengejutkan. Di bawah tanah kering di Tiongkok tengah itu terkubur Tentara Terakota—patung-patung tanah liat seukuran orang dewasa yang berasal dari abad ke-3 SM. Temuan yang luar biasa itu terdiri dari 8.000 tentara, 150 kuda kavaleri, dan 130 kereta yang ditarik oleh 520 kuda. Tentara Terakota itu telah menjadi salah satu lokasi wisata paling populer di Tiongkok, dengan memikat lebih dari satu juta pengunjung setiap tahunnya. Harta menakjubkan yang terkubur selama berabad-abad lamanya itu sekarang telah diperkenalkan kepada dunia.
Rasul Paulus menuliskan bahwa para pengikut Kristus mempunyai harta terpendam dalam diri mereka yang harus dibagikan kepada dunia: “Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2Kor. 4:7). Harta yang kita punyai di dalam diri kita itu adalah kabar baik tentang Kristus dan kasih-Nya.
Harta itu bukanlah untuk disembunyikan tetapi untuk dibagikan sehingga oleh kasih dan anugerah Allah setiap bangsa dapat menjadi keluarga-Nya. Melalui karya Roh Kudus, kiranya hari ini kita dapat membagikan harta tersebut kepada seseorang. —Bill Crowder
Ya Bapa, kabar baik tentang Yesus Kristus itu terlalu indah untuk kusimpan sendiri. Kiranya aku menyatakan Injil melalui hidupku dan membagikannya kepada orang lain sepanjang hidupku bersama-Mu, Tuhan.
Kiranya orang lain tidak hanya mendengar kesaksian kita, tetapi juga melihat bukti nyata dari kesaksian itu dalam hidup kita.

Wednesday, January 18, 2017

Pengaruh Jangka Panjang

Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya . . . tetap turun-temurun. —Mazmur 100:5
Pengaruh Jangka Panjang
Beberapa tahun lalu, saya dan istri pernah tinggal di sebuah penginapan yang menyediakan sarapan di daerah terpencil bernama Yorkshire Dales di Inggris. Di sana juga tinggal empat pasangan lain yang semuanya orang Inggris dan tidak pernah kami kenal sebelumnya. Saat duduk di ruang tamu sembari menikmati kopi setelah makan malam, obrolan kami mengarah pada pekerjaan. Pada saat itu saya masih melayani sebagai presiden dari Moody Bible Institute di Chicago, dan saya mengira tak ada seorang pun dari mereka yang tahu tentang institut itu maupun pendirinya, D. L. Moody. Setelah menyebutkan nama sekolah itu, saya terkejut melihat respons mereka yang begitu cepat. “Moody dan Sankey . . . Moody yang terkenal itu?” Tamu lainnya menambahkan, “Di rumah kami ada sebuah buku himne yang ditulis Sankey dan keluarga kami sering berkumpul untuk menyanyikan pujian dari buku itu dengan iringan piano.” Saya takjub! Penginjil Dwight Moody dan musikus yang mengiringinya, Ira Sankey, pernah mengadakan sejumlah kebaktian kebangunan rohani di Kepulauan Britania lebih dari 120 tahun yang lalu, dan pengaruh mereka masih terasa sampai kini.
Malam itu, saya meninggalkan ruangan tersebut sambil memikirkan tentang pengaruh jangka panjang yang bisa diberikan hidup kita bagi Allah—pengaruh doa seorang ibu terhadap anak-anaknya, dorongan semangat yang diberikan seorang rekan kerja, dukungan dan tantangan yang diberikan seorang guru atau pelatih, atau teguran penuh kasih dari seorang teman. Sungguh istimewa untuk mengambil bagian dalam janji indah yang menyatakan bahwa “kasih setia-Nya . . . tetap turun-temurun” (Mzm. 100:5). —Joe Stowell
Tuhan, tolong kami mengingat bahwa meski hidup ini singkat, apa yang kami lakukan bagi-Mu sekarang dapat berdampak panjang setelah kami berpulang kepada-Mu. Pimpin aku hari ini untuk memberikan hidupku bagi sesama.
Hanya karya bagi Kristus yang bernilai kekal.

Tuesday, January 17, 2017

Menemukan Hidup

Sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup. —Yohanes 14:19
Menemukan Hidup
Perkataan ayah Ravi sangatlah menyakitkan hati Ravi. “Kamu itu pecundang. Kamu membuat seluruh keluarga malu.” Jika dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang berbakat, Ravi sering dianggap sebagai aib. Ia berusaha untuk unggul dalam bidang olahraga dan berhasil, tetapi ia tetap merasa seperti pecundang. Ia bertanya-tanya, Akan jadi apa aku ini? Apakah aku memang tak tertolong lagi? Bisakah aku melepaskan diri dari hidup ini tanpa rasa sakit? Pikiran-pikiran itu menghantuinya, tetapi ia tidak menceritakannya kepada siapa pun karena itu bukanlah hal yang lazim dalam budayanya. Ia telah diajar: “Pendamlah rasa sakit hatimu; tetaplah tegak meski runtuh duniamu.”
Maka Ravi pun bergumul sendiri. Kemudian ketika sedang dirawat di rumah sakit setelah gagal bunuh diri, Ravi menerima sejilid Alkitab dari seorang pengunjung. Ibunya membacakan firman dari Tuhan Yesus dalam Yohanes 14 kepada Ravi: “Sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup” (ay.19). Itu mungkin satu-satunya harapanku, pikir Ravi. Hidup dengan cara yang baru. Hidup seperti yang dikehendaki oleh Sang Pemberi hidup itu sendiri. Ravi pun berdoa, “Yesus, jika memang Engkau pemberi hidup yang benar, aku mau menerima hidup itu.”
Dalam hidup ini, adakalanya kita mengalami masa-masa yang membuat kita putus asa. Namun seperti Ravi, kita dapat menemukan pengharapan dalam Yesus Kristus yang adalah “jalan dan kebenaran dan hidup” (ay.6). Allah rindu memberi kita hidup yang bermakna dan berkelimpahan. —Poh Fang Chia
Ya Tuhan, aku sadar aku orang berdosa yang membutuhkan pengampunan-Mu. Terima kasih Yesus, karena Engkau telah mati bagiku dan memberiku hidup kekal. Ubahlah hidupku agar aku bisa memuliakan dan menghormati-Mu saja.
Hanya Yesus yang dapat memberi kita hidup baru.

Monday, January 16, 2017

Lembah Pujian

Bila sesuatu malapetaka menimpa kami, . . . kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami. —2 Tawarikh 20:9
Lembah Pujian
Henri Matisse, seorang seniman Prancis, merasa bahwa karyanya di tahun-tahun terakhir dari hidupnya adalah karya yang paling ia banggakan. Pada masa itu, ia bereksperimen dengan gaya baru, yakni melukis gambar-gambar berukuran besar yang berwarna-warni tidak menggunakan cat melainkan dengan kertas. Ia menghias dinding kamarnya dengan gambar-gambar cerah tersebut. Henri menganggap semua itu penting karena ia telah didiagnosa mengidap kanker dan itu sering membuatnya harus terbaring di tempat tidur.
Menderita penyakit, kehilangan pekerjaan, atau mengalami patah hati merupakan contoh-contoh dari peristiwa yang disebut orang sebagai “berada di lembah kekelaman”. Bangsa Yehuda mengalaminya ketika mendengar laskar musuh hendak menyerang mereka (2Taw. 20:2-3). Raja pun berdoa, “Bila sesuatu malapetaka menimpa kami . . . kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami” (ay.9). Allah menjawab, “Majulah besok menghadapi [musuhmu], Tuhan akan menyertai kamu” (ay.17).
Ketika pasukan Yehuda tiba di medan perang, ternyata musuh mereka sudah terlebih dahulu saling membunuh. Hingga tiga hari lamanya umat Allah menjarah perlengkapan, pakaian, dan barang-barang berharga yang tertinggal. Sebelum pergi dari situ, mereka berkumpul untuk memuji Allah dan menamakan tempat itu “Lembah Pujian”, yang juga berarti “berkat”.
Allah berjalan bersama kita pada saat-saat terkelam dalam hidup kita. Dia memampukan kita untuk menemukan berkat-berkat-Nya di dalam lembah kekelaman itu. —Jennifer Benson Schuldt
Ya Allah, tolonglah aku untuk tidak takut menghadapi kesulitan. Tolonglah aku
untuk percaya bahwa kebaikan dan kasih-Mu akan selalu menyertaiku.
Hanya Allah yang sanggup mengubah beban menjadi berkat.

Sunday, January 15, 2017

Kehilangan untuk Memperoleh

Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. —Matius 10:39
Kehilangan untuk Memperoleh
Setelah menikahi tunangan saya yang berkebangsaan Inggris dan pindah ke negaranya, saya mengira bahwa saya hanya akan tinggal lima tahun di tempat yang asing itu. Saya tidak pernah membayangkan masih tinggal di negara suami saya hampir 20 tahun kemudian. Adakalanya saya merasa kehilangan setelah meninggalkan keluarga, pekerjaan, teman-teman, dan semua hal yang selama ini begitu dekat dengan saya. Namun saya menyadari, justru dengan meninggalkan cara hidup yang lama, saya memperoleh cara hidup baru yang lebih baik.
Memperoleh hidup yang dianugerahkan kepada kita ketika kita melepaskannya itulah yang dijanjikan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya. Ketika mengutus kedua belas murid untuk mewartakan kabar baik-Nya, Yesus meminta mereka untuk mengasihi Dia lebih daripada mengasihi orangtua atau anak-anak mereka (Mat. 10:37). Perkataan-Nya itu diucapkan di tengah suatu budaya yang menjunjung tinggi keluarga sebagai fondasi masyarakat. Namun Dia berjanji, apabila mereka kehilangan nyawa mereka karena Dia, mereka akan memperolehnya (ay.39).
Kita tidak perlu pindah ke luar negeri untuk memperoleh hidup di dalam Kristus. Melalui pelayanan dan komitmen—seperti para murid yang pergi mewartakan kabar baik tentang Kerajaan Allah—kita akan mengalami bahwa kita memperoleh lebih banyak daripada yang kita lepaskan. Semua itu adalah karena besarnya kasih yang dicurahkan Tuhan kepada kita. Kasih-Nya memang tidak tergantung pada seberapa banyak pelayanan kita, tetapi kita akan memperoleh makna, kepuasan, dan kebahagiaan sejati apabila kita menyerahkan diri sepenuhnya demi melayani sesama. —Amy Boucher Pye
Memandang salib Rajaku yang mati untuk dunia, kurasa hancur congkakku dan harta hilang harganya. Isaac Watts (Kidung Jemaat, No. 169)
Setiap kehilangan meninggalkan ruang yang hanya bisa diisi dengan kehadiran Allah.

Saturday, January 14, 2017

Bertumbuh dalam Angin

Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya? —Markus 4:41
Bertumbuh dalam Angin
Coba bayangkan sebuah dunia tanpa angin. Danau pasti tenang. Dedaunan yang rontok tidak akan beterbangan di jalan. Namun siapa yang menyangka bahwa pepohonan yang tumbuh dalam keadaan tanpa tiupan angin bisa tiba-tiba tumbang? Itulah yang terjadi dalam kubah kaca seluas tiga hektar yang dibangun di tengah padang pasir Arizona. Pepohonan dalam kubah raksasa yang disebut Biosphere 2 itu bertumbuh lebih cepat dari normal dan tiba-tiba tumbang karena tidak kuat menahan bebannya sendiri. Para peneliti pun menemukan penyebabnya. Ternyata pohon-pohon itu memerlukan tekanan dari tiupan angin supaya dapat bertumbuh dengan kuat.
Yesus memperkenankan murid-murid-Nya mengalami angin topan dengan maksud untuk menguatkan iman mereka (Mrk. 4:36-41). Suatu malam ketika mengarungi perairan yang biasa mereka lewati, tiba-tiba terjadi topan yang ternyata terlalu kuat untuk para nelayan berpengalaman itu. Angin dan ombak mengombang-ambingkan perahu mereka, sementara Yesus yang kelelahan tidur di buritan kapal. Dalam suasana panik, mereka membangunkan Yesus. Tidakkah Guru mereka peduli kalau mereka akan binasa? Apa yang dipikirkan-Nya? Lalu mereka mulai menemukan jawabannya. Tuhan Yesus memerintahkan angin dan ombak itu untuk tenang, lalu bertanya kepada murid-murid-Nya itu mengapa mereka masih tidak percaya kepada-Nya.
Jika angin topan tidak bertiup, mereka tidak akan pernah bertanya, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?” (Mrk. 4:41).
Mungkin kamu menganggap bahwa hidup dalam kubah yang terlindung itu menyenangkan. Namun sekuat apakah iman kita akan bertumbuh jika kita tidak mengalami sendiri firman Tuhan yang memberi kita keyakinan di tengah badai hidup yang menerpa? —Mart DeHaan
Bapa di surga, tolonglah kami mengingat bahwa ketika kami takut, Kau selalu mengundang kami menerima kekuatan untuk mengenal dan mempercayai-Mu.
Allah tidak pernah tertidur.

Friday, January 13, 2017

Ingatlah Saatnya

Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. —Mazmur 126:3
Ingatlah Saatnya
Putra kami bergumul dengan kecanduan narkoba selama tujuh tahun, dan selama masa itu saya dan istri menjalani hari-hari yang sungguh sulit. Di saat kami berdoa dan menantikan pemulihannya, kami belajar mensyukuri kemenangan-kemenangan kecil yang terjadi. Jika tidak terjadi sesuatu yang buruk sepanjang 24 jam, kami akan saling mengatakan kepada satu sama lain, “Hari ini berlalu dengan baik.” Kalimat singkat itu mengingatkan kami untuk mensyukuri pertolongan Allah atas hal-hal yang sederhana.
Mazmur 126:3 jauh lebih baik dalam mengingatkan kita pada belas kasihan Allah dan betapa berartinya karya-Nya bagi kita: “Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” Sungguh ayat yang sangat indah untuk kita renungkan sembari terus mengingat belas kasihan yang kita terima dari Tuhan Yesus yang tersalib! Segala kesusahan yang dialami tiap-tiap hari tidak dapat mengubah kebenaran ini: Apa pun yang kita alami, Tuhan telah menunjukkan kebaikan-Nya yang tak terselami kepada kita, dan “untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mzm. 136:1).
Ketika kita pernah menghadapi suatu situasi sulit dan mengalami sendiri bahwa Allah itu setia, ingatan pada pengalaman tersebut akan sangat menolong kita pada saat situasi sulit berikutnya melanda. Kita mungkin tidak tahu bagaimana cara Allah membawa kita melalui situasi-situasi tersebut, tetapi kebaikan-Nya di masa lalu memampukan kita untuk percaya bahwa Dia akan kembali menolong kita. —James Banks
Kasih setia-Mu berlimpah terus, ya Khalik, Pembela dan Kawan kudus. Robert Grant (Kidung Jemaat, No. 4)
Di saat kita tak bisa melihat tangan Allah, kita bisa mempercayai hati-Nya.

Thursday, January 12, 2017

Tak Ada yang Tersembunyi

Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya. —Ibrani 4:13
Tak Ada yang Tersembunyi
Pada tahun 2015, sebuah perusahaan riset internasional menyatakan bahwa ada 245 juta kamera pengintai yang terpasang di seluruh dunia dan jumlahnya terus bertambah 15 persen setiap tahun. Selain itu, jutaan orang memotret begitu banyak gambar setiap hari dengan ponsel mereka, mulai dari pesta ulang tahun sampai peristiwa kejahatan. Dampaknya, kita bisa mensyukuri untuk meningkatnya keamanan atau justru semakin terusik karena berkurangnya privasi. Yang pasti, kita sekarang hidup dalam masyarakat global dengan kamera yang ada di mana saja.
Kitab Ibrani dalam Perjanjian Baru mengatakan bahwa dalam hubungan dengan Allah, diri kita terekspos dan dituntut pertanggungjawaban dalam kadar yang jauh lebih besar daripada apa pun yang dapat dilihat melalui kamera pengintai. Firman-Nya lebih tajam dari pedang bermata dua, menusuk hingga ke kedalaman diri kita. Firman itu “sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab” (Ibr. 4:12-13).
Karena Yesus Kristus Juruselamat kita telah mengalami segala kelemahan dan pencobaan yang kita hadapi, tetapi tidak berbuat dosa, kita bisa “menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (ay.15-16). Kita tidak perlu takut untuk datang kepada-Nya, karena kita yakin akan menerima rahmat dan menemukan kasih karunia-Nya. —David McCasland
Tiada yang tersembunyi dari pandangan Allah. Tiada yang lebih besar daripada kasih Allah. Tiada yang lebih kuat daripada belas kasihan dan anugerah Allah. Tiada yang terlalu sulit bagi kuasa Allah.
Tak ada satu bagian pun dari hidup kita yang tersembunyi dari anugerah dan kuasa Allah.

Wednesday, January 11, 2017

Bekerja Bersama

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. —Roma 8:28
Bekerja Bersama
Untuk makan malam, istri saya memasak daging panggang yang sangat lezat. Ia menyiapkan daging sapi mentah, irisan kentang, ubi manis, seledri, jamur, wortel, dan bawang, lalu memasukkan semuanya ke dalam panci slow cooker. Sekitar enam atau tujuh jam kemudian, merebaklah aroma sedap di dalam rumah, dan suapan pertama saat menyantap masakan itu memberi saya kenikmatan tersendiri. Saya selalu senang menunggu sampai semua rasa dari bahan di dalam panci itu berpadu dan menciptakan sebuah masakan yang mustahil ada jika bahan-bahan itu dimasak secara terpisah.
Ketika Paulus menggunakan frasa “turut bekerja” dalam konteks penderitaan, ia menggunakan kata yang kemudian berkembang menjadi kata “sinergi”. Ia menulis, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm. 8:28). Paulus ingin jemaat di Roma untuk mengetahui bahwa Allah, yang tidak menyebabkan penderitaan mereka, akan membuat segala situasi yang mereka alami bekerja sama dengan rencana ilahi-Nya—demi kebaikan mereka. Kebaikan yang disebut Paulus bukanlah berkat sementara seperti kesehatan, kekayaan, kemasyhuran, atau kesuksesan, melainkan “menjadi serupa dengan gambaran Anak [Allah]” (ay.29).
Kiranya kita sabar menanti dengan penuh keyakinan karena Bapa Surgawi sedang mengolah semua penderitaan, kesusahan, dan kejahatan yang ada, agar semua itu turut bekerja demi kemuliaan-Nya dan kebaikan kita. Dia ingin menjadikan kita serupa dengan Yesus. —Marvin Williams
Dari ayat-ayat 2 Korintus 12:9, Filipi 1:6, dan 1 Petrus 5:10, dorongan apa yang bisa menolongmu dalam menghadapi masa-masa sulit?
Menantikan Tuhan sering menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar daripada jawaban atau hasil yang kita inginkan.

Tuesday, January 10, 2017

Berbuat Baik Kapan Saja

“Mengapakah aku mendapat belas kasihan dari padamu, sehingga tuan memperhatikan aku, padahal aku ini seorang asing?” —Rut 2:10
Berbuat Baik Kapan Saja
Mungkin kamu pernah mendengar ungkapan “Lakukanlah perbuatan yang baik kapan saja dan perbuatan yang indah tanpa pikir panjang.” Ungkapan yang terdapat pada selembar tatakan piring dari suatu restoran di tahun 1982 itu diduga ditulis oleh Anne Herbert, seorang penulis asal Amerika. Ungkapan itu lalu dipopulerkan melalui berbagai karya film dan tulisan.
Kita mungkin bertanya, “Mengapa kita harus berbuat baik?” Bagi para pengikut Yesus Kristus, jawabannya jelas: untuk menunjukkan belas kasihan dan kebaikan Allah.
Dalam kisah Perjanjian Lama tentang Rut, seorang emigran dari Moab, kita melihat teladan dari prinsip tersebut. Rut adalah orang asing yang tinggal di suatu negeri yang bahasa dan budayanya tidak ia mengerti. Selain itu, ia sangat miskin dan bergantung penuh pada kemurahan hati dari orang-orang yang tidak terlalu memperhatikannya.
Namun demikian, ada seorang Israel bernama Boas yang menunjukkan belas kasihan kepada Rut dan menghibur hatinya (Rut 2:13). Ia mengizinkan Rut mengumpulkan jelai gandum di ladangnya. Boas tidak hanya berbelas kasihan, tetapi melalui tindakannya itu ia menunjukkan kepada Rut belas kasihan Allah, Pribadi yang dapat menjadi naungannya. Rut pun menjadi istri Boas, bagian dari keluarga Allah, dan nenek moyang dari Yesus Kristus, yang kelak akan membawa keselamatan bagi dunia (lihat Mat. 1:1-16).
Dampak dari satu kebaikan yang kita lakukan dalam nama Tuhan Yesus tidak akan dapat kita duga. —David Roper
Tuhan, apa yang Engkau mau kulakukan bagi sesamaku hari ini? Tuntunlah aku, dan kiranya orang itu dapat melihat Engkau lewat tindakanku.
Tidak perlu menunggu waktu yang baik untuk berbuat baik.

Monday, January 9, 2017

Lama tetapi Baru

Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” —Wahyu 21:5
Lama tetapi Baru
Pada tahun 2014, sebuah lubang tiba-tiba menganga di Museum Nasional Corvette di Kentucky, Amerika Serikat, dan menelan 8 mobil sport Chevrolet Corvette yang langka dan antik. Semua mobil itu rusak parah, bahkan ada yang tidak dapat diperbaiki.
Satu mobil yang mendapat perhatian khusus adalah mobil Corvette keluaran kesatu juta. Mobil produksi tahun 1992 itu adalah yang termahal dari semua koleksi museum itu. Sungguh mengagumkan melihat apa yang dilakukan terhadap mobil berharga itu setelah diangkat dari lubang tersebut. Para ahli berhasil memulihkan kondisi mobil itu sampai seperti baru kembali, sebagian besar dengan menggunakan dan memperbaiki bagian-bagian aslinya. Mobil tersebut sempat hancur, tetapi sekarang tampilannya seindah keadaan aslinya ketika pertama kali diproduksi.
Yang telah usang dan rusak telah diperbarui.
Kisah itu mengingatkan kembali pada apa yang disediakan Allah bagi orang yang percaya kepada Yesus. Di Wahyu 21:1, Yohanes berbicara tentang melihat “langit yang baru dan bumi yang baru”. Banyak ahli Alkitab menafsirkan bumi “yang baru” itu sebagai bumi yang diperbarui. Mereka mempelajari bahwa kata “baru” di ayat tersebut mempunyai makna “segar” atau “dipulihkan” setelah kerusakan dari bagian yang telah usang itu disingkirkan. Allah akan memulihkan segala bagian yang rusak dari bumi ini dan memberikan tempat yang baru tetapi tidak asing lagi bagi orang percaya untuk hidup bersama-Nya.
Renungkanlah kebenaran yang menakjubkan ini: sebuah bumi yang baru, segar, tidak asing, dan indah. Bayangkanlah keagungan karya tangan Allah itu! —Dave Branon
Tuhan, kami bersyukur untuk bumi kami yang indah ini, tetapi kami juga menanti-nantikan bumi baru yang Engkau sediakan bagi kami. Kami memuji-Mu karena kasih-Mu bagi kami yang Engkau nyatakan dalam segala rencana-Mu yang agung bagi masa depan kami.
Allah, Pencipta kita, memperbarui segala sesuatu.

Sunday, January 8, 2017

Letakkanlah Bebanmu

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. —Matius 11:28
Letakkanlah Bebanmu
Seorang pria yang sedang mengemudikan truk di jalan pedesaan melihat seorang wanita menggendong suatu beban yang berat. Pria itu menepikan truknya dan menawarkan tumpangan kepadanya. Wanita itu mengucapkan terima kasih dan langsung naik ke bagian belakang truk.
Sesaat kemudian, pria itu menyadari ada yang ganjil: wanita itu masih menggendong barangnya yang berat meskipun sudah duduk di dalam kendaraan! Dengan heran, pria itu berkata, “Bu, letakkan saja barang bawaanmu dan beristirahatlah. Truk ini cukup kuat untuk mengangkutmu dan barangmu. Santai saja.”
Apa yang kita lakukan dengan beban ketakutan, kekhawatiran, dan kecemasan yang sering kita pikul sembari menjalani hidup yang penuh tantangan ini? Alih-alih bersandar kepada Tuhan, saya justru sering bersikap seperti wanita tadi. Tuhan Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28). Namun ternyata saya masih saja memikul beban yang seharusnya saya serahkan kepada Yesus.
Kita menyerahkan beban kita dengan membawanya kepada Tuhan dalam doa. Rasul Petrus berkata, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada [Tuhan Yesus], sebab Ia yang memelihara kamu” (1Ptr. 5:7). Karena Dia memelihara kita, kita dapat berserah dan merasa tenang sambil terus belajar untuk mempercayai-Nya. Daripada terus-terusan memikul beban yang memberatkan dan melelahkan kita, marilah menyerahkan semua beban itu kepada Tuhan dan mengizinkan Dia menanggungnya bagi kita. —Lawrence Darmani
Tuhan, aku lelah. Hari ini aku menyerahkan beban hidupku kepada-Mu. Kumohon, ambil dan tanggunglah bebanku.
Doa adalah sarana untuk memindahkan beban dari bahu kita ke bahu Allah.

Saturday, January 7, 2017

Sumber Persediaan Kita

Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya. —Mazmur 145:18
Sumber Persediaan Kita
Pada Agustus 2010, perhatian dunia tertuju pada sebuah terowongan tambang di dekat Copiapó, Chili. Sebanyak 33 penambang berhimpitan dalam gelap dan terjebak di kedalaman 700 meter di bawah tanah. Mereka sama sekali tidak tahu kapan pertolongan akan tiba. Setelah menunggu 17 hari lamanya, mereka mendengar bunyi pengeboran. Regu penyelamat telah membuat sebuah lubang kecil di bagian atap terowongan, kemudian diikuti tiga lubang berikutnya, dengan maksud untuk menciptakan jalur pengiriman persediaan makanan, air, dan obat-obatan. Para penambang itu sangat bergantung pada saluran-saluran yang terhubung dengan permukaan tanah tersebut untuk menerima persediaan yang mereka butuhkan agar dapat bertahan hidup. Akhirnya, pada hari yang ke-69 semua penambang berhasil dibebaskan.
Tidak seorang pun dari kita dapat bertahan hidup tanpa persediaan yang diberikan oleh pihak di luar kita. Allah, Sang Pencipta alam semesta, adalah Pribadi yang menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan. Sama seperti lubang-lubang yang dibuat bagi para penambang tadi, doa menjadi penghubung antara kita dengan Allah, sumber segala sesuatu.
Tuhan Yesus mengajar kita untuk berdoa, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11). Pada masa hidup Yesus di bumi, roti merupakan makanan pokok dan menggambarkan semua kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Yesus mengajar kita berdoa tidak hanya untuk kebutuhan jasmani, tetapi juga untuk penghiburan, pemulihan, keberanian, dan hikmat yang kita butuhkan.
Melalui doa, kita memiliki akses untuk datang kepada-Nya kapan pun, dan Dia tahu apa yang kita butuhkan bahkan sebelum kita meminta kepada-Nya (ay.8). Apa yang sedang kamu gumulkan hari ini? “Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya” (Mzm. 145:18). —Bill Crowder
Doa adalah ungkapan iman yang meyakini bahwa Allah tahu segalanya dan Dia mempedulikan kita.

Friday, January 6, 2017

Merayakan Tuhan Yesus

Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan Tuhan yang menjadikan kita. —Mazmur 95:6
Merayakan Tuhan Yesus
Banyak diorama Natal menggambarkan bahwa orang-orang majus mengunjungi Yesus di Betlehem bersamaan waktunya dengan kunjungan para gembala. Namun menurut Injil Matius, satu-satunya bagian Alkitab yang menceritakan kisah itu, orang-orang majus muncul di kemudian hari. Yesus sudah tidak lagi berada dalam palungan di kandang penginapan, melainkan di sebuah rumah. Matius 2:11 menceritakan, “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur.”
Dengan menyadari bahwa kunjungan orang-orang majus itu terjadi belakangan, kita diingatkan kembali di tahun baru ini bahwa Tuhan Yesus selalu layak untuk disembah. Walau liburan telah usai dan kita kembali kepada rutinitas sehari-hari, kita masih dapat merayakan kehadiran-Nya.
Yesus Kristus adalah Imanuel, “Allah menyertai kita” (Mat. 1:23), dalam setiap masa kehidupan kita. Dia telah berjanji untuk “senantiasa” menyertai kita (28:20). Karena Dia senantiasa bersama kita, kita dapat menyembah-Nya dalam hati kita setiap hari dan meyakini bahwa Dia akan menunjukkan kesetiaan-Nya di tahun-tahun mendatang. Seperti halnya orang-orang majus mencari Yesus, kiranya kita juga mencari dan menyembah-Nya di mana pun kita berada. —James Banks
Tuhan Yesus, seperti orang majus mencari-Mu dan bersujud di hadapan-Mu, Raja yang telah datang, tolonglah aku untuk menyerahkan kehendakku kepada-Mu dan mengikut-Mu ke mana saja Engkau menuntunku.
Saat kita menemukan Kristus, patutlah kita memberikan penyembahan kita.

Thursday, January 5, 2017

Mendengar dan Menyimak Allah

Tuhan Allah memanggil . . . “Di manakah engkau?” —Kejadian 3:9
Mendengar dan Menyimak Allah
Putra saya yang masih kecil senang mendengar suara saya, kecuali ketika saya memanggil namanya dengan nada keras dan tegas, lalu diikuti dengan pertanyaan, “Di mana kamu?” Biasanya saya memanggil seperti itu karena ia telah berbuat nakal dan mencoba bersembunyi dari saya. Saya ingin putra saya mendengarkan suara saya karena saya peduli pada keadaannya dan tidak ingin ia terluka.
Adam dan Hawa sudah biasa mendengar suara Allah di Taman Eden. Namun setelah melanggar perintah Allah dengan memakan buah yang dilarang-Nya, mereka bersembunyi dari Allah ketika mendengar Dia memanggil, “Di manakah engkau?” (Kej. 3:9). Mereka tidak ingin bertemu dengan Allah karena mereka menyadari kesalahan mereka, yakni melakukan sesuatu yang telah dilarang oleh Allah (ay.11).
Saat Allah memanggil Adam dan Hawa serta menemukan mereka di taman itu, Dia memang memberikan teguran dan menjabarkan akibat yang akan mereka tanggung (ay.13-19). Namun demikian, Allah juga menunjukkan kebaikan-Nya kepada mereka dan memberikan pengharapan bagi umat manusia, yaitu Juruselamat yang dijanjikan (ay.15).
Allah tidak perlu mencari kita. Dia tahu di mana kita berada dan apa yang kita coba sembunyikan. Namun sebagai Bapa yang penuh kasih, Dia ingin berbicara dengan kita dari hati ke hati dan mengampuni serta memulihkan kita. Dia rindu kita mendengar suara-Nya dan sungguh-sungguh menyimak apa yang dikatakan-Nya. —Keila Ochoa
Ya Bapa, terima kasih untuk kasih dan pemeliharaan-Mu. Terima kasih Engkau telah memberikan Anak-Mu, Juruselamat kami, demi menggenapi janji-Mu untuk mengampuni dan memulihkan kami.
Saat Allah memanggil, kita harus menjawab.

Wednesday, January 4, 2017

Kasih yang Berlipat Ganda

Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya. —1 Yohanes 4:21
Kasih yang Berlipat Ganda
Karen bercerita tentang teman segerejanya yang didiagnosa menderita penyakit ALS (amyotrophic lateral sclerosis, juga dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig). Keadaan temannya itu tidak terlalu baik, karena penyakit ganas itu telah mempengaruhi saraf dan ototnya hingga mengakibatkan kelumpuhan. Asuransi kesehatan yang dimiliki keluarga temannya itu tidak mencakup biaya untuk perawatan di rumah, sedangkan suami dari temannya itu tidak ingin menempatkan istrinya di panti jompo.
Sebagai seorang perawat, Karen memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk menolong wanita itu. Ia pun mulai berkunjung ke rumah wanita tersebut untuk memberikan perawatan. Namun Karen segera menyadari bahwa ia tidak sanggup merawat temannya itu sementara ia juga harus mengurus keluarganya sendiri. Karena itulah Karen mulai mengajar teman-teman yang lain di gereja untuk membantu pelayanan itu. Selama tujuh tahun sampai temannya meninggal dunia, Karen telah melatih 31 sukarelawan tambahan yang mendukung keluarga itu lewat perbuatan kasih, doa, dan berbagai bantuan praktis.
“Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya,” kata Yohanes, sang murid (1Yoh. 4:21). Karen memberi kita teladan kasih yang sangat luar biasa. Ia memiliki keahlian, belas kasihan, dan visi untuk menggerakkan orang-orang di gerejanya agar ikut menolong seorang teman yang sedang menderita. Kasihnya kepada satu orang yang membutuhkan pertolongan itu telah berlipat ganda menjadi kasih yang ditunjukkan oleh banyak orang di sekitarnya. —Tim Gustafson
Bagaimana Allah dapat menggunakan talenta dan kemampuanmu untuk melayani orang lain yang membutuhkan pertolongan? Mintalah kepada Allah agar Dia menunjukkan bagaimana kamu dapat menggunakan karunia yang kamu miliki bagi kerajaan-Nya.
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. —Yesus Kristus

Tuesday, January 3, 2017

Tak Seperti Kenyataannya

Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai [musuh]. —2 Raja-Raja 6:16
Tak Seperti Kenyataannya
Don adalah seekor anjing collie yang tinggal di peternakan milik Tom di wilayah Lanarkshire Selatan, Skotlandia. Suatu pagi, Tom mengajak Don pergi memeriksa sejumlah hewan ternaknya. Mereka bersama menaiki sebuah truk kecil. Setibanya di tempat tujuan, Tom turun dari truk itu tetapi ia lupa menarik rem tangan. Truk itu pun meluncur menuruni bukit dengan Don duduk di belakang kemudi, dan sempat melintasi dua lajur jalan raya sebelum akhirnya berhenti di tempat yang aman. Di mata para pengemudi lain, seolah-olah seekor anjing sedang mengemudikan truk tersebut. Memang, yang terlihat tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada.
Kelihatannya Nabi Elisa dan bujangnya akan segera ditangkap dan dibawa kepada raja Aram. Pasukan Aram telah mengepung kota tempat tinggal Elisa dan bujangnya. Si bujang mengira mereka tentu akan celaka, tetapi Elisa berkata, “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai [musuh]” (2Raj. 6:16). Setelah Elisa berdoa, bujangnya dimampukan untuk melihat banyaknya kekuatan supernatural yang selalu siap siaga melindungi mereka.
Tidak semua situasi yang kelihatannya sia-sia selalu seperti itu kenyataannya. Apabila kita merasa kelabakan dan tak berdaya, ingatlah bahwa Allah senantiasa menyertai kita. Dia dapat memerintahkan “malaikat-malaikat-Nya . . . untuk menjaga [kita] di segala jalan [kita]” (Mzm. 91:11). —Jennifer Benson Schuldt
Ya Allah, izinkan aku melihat sekilas kuasa-Mu hari ini. Tolonglah aku untuk percaya bahwa Engkau rela dan sanggup menolongku dalam situasi apa pun yang kuhadapi.
Kenyataan yang ada selalu lebih baik daripada yang kelihatan ketika kita mengingat bahwa Allah senantiasa menyertai kita.

Monday, January 2, 2017

Hadiah Terbaik

[Persembahkan] tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. —Roma 12:1
Hadiah Terbaik
Minggu-minggu setelah Natal merupakan waktu-waktu paling sibuk di Amerika Serikat bagi bagian pengembalian barang. Itulah saatnya orang menukarkan hadiah yang tidak mereka inginkan dengan barang yang benar-benar mereka inginkan. Namun kamu mungkin mengenal beberapa orang yang tampaknya selalu memberikan hadiah yang terbaik. Bagaimana caranya mereka tahu persis apa yang tepat dan memang diinginkan orang lain? Kuncinya tidak terletak pada nilai uang yang dikeluarkan, tetapi pada sikap yang mau mendengarkan orang lain dan memperhatikan sungguh-sungguh apa yang mereka sukai dan hargai.
Prinsip itu berlaku untuk keluarga dan teman, tetapi bagaimana dengan Allah? Adakah sesuatu yang berarti atau berharga yang dapat kita berikan kepada Allah? Adakah yang tidak Dia miliki?
Nyanyian pujian kepada Allah tentang keagungan hikmat, pengetahuan, dan kemuliaan-Nya dalam Roma 11:33-36 dilanjutkan dengan panggilan untuk menyerahkan diri kita kepada-Nya. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (12:1). Alih-alih dibentuk menjadi serupa dengan dunia ini, kita harus berubah “oleh pembaharuan budi [kita]” (ay.2).
Hadiah terbaik apakah yang dapat kita berikan kepada Allah hari ini? Dengan rasa syukur, kerendahan hati, dan kasih, kita dapat mempersembahkan diri kita kepada Allah—segenap hati, pikiran, dan kehendak kita. Itulah yang Tuhan rindu terima dari setiap orang. —David McCasland
Tuhanku, aku ini milikmu. Aku ingin mempersembahkan diriku kepada-Mu— hati, pikiran, dan kehendakku—untuk melayani-Mu dengan rela dan bersyukur atas semua yang telah Engkau lakukan bagiku.
Hadiah terbaik yang dapat kita berikan kepada Allah adalah diri kita sendiri.

Sunday, January 1, 2017

Hidup Bersyukur

Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku. —Mazmur 23:6
Hidup Bersyukur
Karena ingin bertumbuh semakin matang dalam kehidupan rohani dan semakin giat mengucap syukur, Sue membuat stoples yang diberinya label Hidup Bersyukur. Setiap malam ia menuliskan satu hal yang disyukurinya dari Allah pada secarik kertas kecil dan memasukkannya ke dalam stoples itu. Adakalanya dalam satu hari ia dapat menuliskan banyak ucapan syukur, tetapi di hari-hari yang berat, ia bergumul untuk menemukan satu hal yang membuatnya bersyukur. Pada akhir tahun, ia mengeluarkan semua kertas dari dalam stoples tersebut dan membaca lagi semua tulisannya. Ia pun kembali bersyukur kepada Allah atas segala sesuatu yang telah dilakukan-Nya. Allah telah memberinya hal-hal sederhana seperti indahnya matahari saat terbenam atau senja yang sejuk untuk berjalan-jalan di taman, dan di saat-saat lain Dia telah memberikan kekuatan untuk menangani situasi yang sulit atau telah menjawab doanya.
Penemuan Sue mengingatkan saya pada apa yang dikatakan pemazmur Daud tentang pengalamannya (Mzm. 23). Allah menyegarkannya dengan “padang yang berumput hijau” dan “air yang tenang” (ay.2-3). Dia memberikan tuntunan, perlindungan, dan penghiburan (ay.3-4). Daud menyimpulkan: “Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku” (ay.6).
Tahun ini, saya akan membuat stoples Hidup Bersyukur. Mungkin kamu juga ingin membuatnya. Menurut saya, kita akan melihat begitu banyak alasan bagi kita untuk bersyukur kepada Allah—antara lain sahabat dan keluarga yang dikaruniakan-Nya kepada kita serta segala kebutuhan jiwa raga dan rohani kita yang dipenuhi-Nya. Kita akan melihat bahwa kebaikan dan kemurahan Allah mengikuti kita seumur hidup kita. —Anne Cetas
Tuhanku, Engkau telah memberkatiku begitu banyak dan tak terhingga. Terima kasih, ya Tuhan, untuk kasih-Mu kepadaku.
Ketika kamu memikirkan segala sesuatu yang baik, bersyukurlah kepada Allah.
 

Total Pageviews

Translate