Pages - Menu

Saturday, March 31, 2018

Mahkota Raja

Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. —Matius 27:29
Mahkota Raja
Kami duduk mengelilingi sebuah meja dan setiap dari kami menancapkan tusuk gigi pada lembaran gabus di depan kami. Pada saat makan malam, di minggu-minggu menjelang Paskah, kami bersama-sama membuat mahkota duri. Setiap tusuk gigi melambangkan perbuatan kami di hari itu yang kami sesali dan yang telah ditanggung Kristus lewat pengorbanan-Nya. Malam demi malam, aktivitas tersebut menyadarkan kami betapa kami sungguh bersalah atas dosa-dosa kami dan betapa kami membutuhkan Juruselamat. Kami pun menyadari kembali bahwa Tuhan Yesus telah membebaskan kami melalui kematian-Nya di kayu salib.
Mahkota duri yang dikenakan di atas kepada Yesus merupakan bagian dari permainan kejam yang dilakukan para tentara Romawi sebelum Yesus disalibkan. Mereka juga mengenakan jubah kerajaan kepada-Nya dan memberi-Nya tongkat sebagai simbol tongkat seorang raja, yang kemudian mereka pakai untuk memukul-Nya. Mereka mencemooh Yesus dengan menyebut-Nya sebagai “Raja orang Yahudi” (Mat. 27:29), tanpa menyadari bahwa tindakan mereka akan terus diingat hingga ribuan tahun kemudian. Yesus bukanlah raja biasa. Dialah Raja segala raja yang memberikan kepada kita hidup kekal melalui kematian dan juga kebangkitan-Nya.
Pada hari Paskah tahun itu, kami merayakan anugerah pengampunan dan hidup baru dari Allah dengan mengganti tusuk gigi yang kami tancapkan sebelumnya dengan bunga. Kami sungguh bersukacita karena menyadari bahwa Allah telah menghapus dosa-dosa kami dan memberikan kami kemerdekaan serta hidup yang kekal di dalam Dia! —Amy Boucher Pye
Tuhan Yesus Kristus, hatiku pedih mengingat rasa sakit dan derita yang Engkau terima demi diriku. Aku bersyukur atas anugerah kasih-Mu yang telah membebaskanku.
Mahkota duri telah diubah Allah menjadi mahkota kehidupan.

Friday, March 30, 2018

Jalan Kesengsaraan

Kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. —Ibrani 10:10
Jalan Kesengsaraan
Sepanjang Minggu Suci, kita mengenang hari-hari terakhir yang dijalani Yesus sebelum penyaliban-Nya. Jalan yang dilalui Yesus di antara jalanan kota Yerusalem untuk tiba di tempat penyaliban itu kini dikenal sebagai Via Dolorosa atau jalan kesengsaraan.
Namun, penulis kitab Ibrani melihat jalan yang ditempuh Yesus itu lebih dari sekadar jalan kesengsaraan. Jalan penderitaan yang ditanggung Yesus dengan rela hingga ke Golgota telah membuka “jalan yang baru dan yang hidup” bagi kita untuk datang kepada Allah (Ibr. 10:20).
Selama berabad-abad, orang Yahudi telah mencari cara untuk datang kepada Allah dengan mengorbankan binatang dan berusaha menaati hukum Taurat. Namun, di dalam hukum Taurat itu “hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang,” karena “tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa” (ay.1,4).
Perjalanan Yesus menapaki Via Dolorosa membawa-Nya kepada kematian dan kebangkitan. Karena pengorbanan-Nya, kita dapat dikuduskan ketika kita mempercayai-Nya untuk mengampuni dosa-dosa kita. Meskipun kita tidak dapat menaati hukum Taurat dengan sempurna, kita dapat mendekat kepada Allah tanpa rasa takut, dengan sepenuhnya yakin bahwa kita disambut dan dikasihi oleh-Nya (ay.10,22).
Jalan kesengsaraan yang dilalui Kristus telah membuka bagi kita jalan yang baru dan yang hidup bagi kita kepada Allah. —Amy Peterson
Yesus, terima kasih karena Engkau telah menapaki jalan sengsara dan memungkinkan kami untuk dipersatukan kembali dengan Allah.
Pengorbanan Kristus memuaskan tuntutan keadilan Allah sekaligus cukup untuk menebus kita dari hukuman dosa.

Thursday, March 29, 2018

Sebaskom Kasih

Sesudah itu Ia menuang air ke dalam sebuah baskom, lalu mulai membasuh kaki pengikut-pengikut-Nya. —Yohanes 13:5 BIS
Sebaskom Kasih
Bertahun-tahun lalu, dalam mata pelajaran fisika, guru kami meminta kami untuk menyebutkan warna dari dinding belakang kelas kami, tanpa kami menoleh ke belakang. Tak satu pun dari kami bisa menjawabnya karena kami memang tidak pernah memperhatikan warna dinding itu.
Terkadang kita melewatkan atau mengabaikan sejumlah hal dalam kehidupan ini karena kita memang tidak sanggup menangkap dan menerima segala sesuatu. Namun, terkadang kita memang tidak menaruh perhatian pada hal-hal yang sebenarnya sudah ada selama ini.
Itulah yang saya alami ketika baru-baru ini membaca lagi cerita tentang Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Cerita itu sudah kita kenal karena sering dibacakan selama Minggu Sengsara. Kita takjub melihat Juruselamat dan Raja kita mau merendahkan diri untuk membasuh kaki murid-murid-Nya. Pada zaman Yesus, para pelayan Yahudi pun tidak mau melakukan tugas tersebut karena hal itu dianggap merendahkan martabat mereka. Namun, yang saya lewatkan adalah Yesus, yang sepenuhnya manusia dan sepenuh-nya Allah, juga membasuh kaki Yudas Iskariot. Meskipun Yesus tahu Yudas akan mengkhianati-Nya, seperti kita baca dalam Yohanes 13:11, Dia tetap merendahkan diri-Nya dan membasuh kaki Yudas.
Kasih pun tercurah dalam sebaskom air—kasih yang diberikan Kristus bahkan kepada orang yang akan mengkhianati-Nya. Sambil kita merenungkan peristiwa demi peristiwa di sepanjang minggu ini hingga pada perayaan kebangkitan Yesus nanti, kiranya kita juga diberi kerendahan hati untuk dapat meneruskan kasih Yesus kepada para sahabat maupun musuh-musuh kita. —Amy Boucher Pye
Tuhan Yesus Kristus, penuhilah hatiku dengan kasih sehingga aku rela merendahkan diri dan melayani sesamaku demi kemuliaan-Mu.
Karena kasih, Yesus merendahkan diri-Nya dan membasuh kaki murid-murid-Nya.

Wednesday, March 28, 2018

Melihat dan Termenung

Pandanglah dan lihatlah, apakah ada kesedihan seperti kesedihan yang ditimpakan Tuhan kepadaku? —Ratapan 1:12
Melihat dan Termenung
Dalam lagu “Look at Him” (Pandanglah Dia), Rubén Sotelo, pencipta lagu asal Meksiko, menggambarkan Yesus yang tergantung di kayu salib. Sotelo mengajak kita untuk melihat Yesus dan termenung, karena tak satu pun kata dapat terucap saat kita menghayati kasih yang Yesus tunjukkan di kayu salib. Dengan iman, kita dapat membayangkan adegan yang digambarkan dalam Injil. Kita dapat membayangkan salib dan darah Yesus, serta paku dan penderitaan yang dialami-Nya.
Saat Yesus mengembuskan napas terakhir-Nya, orang banyak “yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri” (Luk. 23:48). Yang lainnya “berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu” (ay.49). Mereka melihat dan diam termenung. Hanya satu orang yang berbicara, yakni seorang kepala pasukan, yang mengatakan, “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” (ay.47).
Banyak lagu dan puisi telah ditulis untuk menggambarkan kasih yang agung itu. Bertahun-tahun sebelumnya, Nabi Yeremia menulis tentang kepedihan yang dialami Yerusalem setelah kehancurannya. “Acuh tak acuhkah kamu sekalian yang berlalu?” (Rat. 1:12 BIS). Yeremia mengajak orang-orang untuk melihat dan memperhatikan; menurutnya tidak ada penderitaan yang lebih besar daripada penderitaan Yerusalem. Namun, apakah ada penderitaan yang sama seperti penderitaan Yesus?
Kita semua berjalan melewati jalan salib itu. Akankah kita melihat dan menghayati kasih-Nya? Di masa Paskah ini, ketika pujian dan puisi tidak cukup untuk mewakili rasa syukur kita dan untuk menggambarkan kedalaman kasih Allah, luangkanlah waktu sejenak untuk merenungkan kematian Yesus Kristus; dan dalam keteduhan hati kita, bisikkanlah tekad pengabdian kita yang tulus kepada-Nya. —Keila Ochoa
Tuhan Yesus, saat aku melihat salib-Mu, rasa syukurku atas pengorbanan-Mu yang sempurna sungguh tak terungkapkan dengan kata-kata. Aku bersyukur atas kasih-Mu.
Lihatlah salib Kristus dan sembahlah Dia.

Tuesday, March 27, 2018

Sang Pemberi Pertumbuhan

Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. —1 Korintus 3:7
Sang Pemberi Pertumbuhan
Suatu hari, saya melihat sesuatu yang tidak saya duga sebelumnya. Ada enam tangkai bunga bakung kuning yang cerah menjulang di antara dua batu besar di sisi kanan jalan masuk ke rumah kami. Karena tidak pernah menanam, memberi pupuk, atau sengaja menyirami bunga itu, saya tidak tahu bagaimana atau mengapa tanaman itu bisa tumbuh di halaman kami.
Yesus melukiskan misteri pertumbuhan rohani lewat perumpamaan tentang benih yang tumbuh. Dia membandingkan Kerajaan Allah dengan orang yang menaburkan benih di tanah (Mrk. 4:26). Orang yang menabur benih mungkin sudah melakukan semampunya untuk memelihara tanahnya. Namun, Yesus mengatakan bahwa benih itu terus bertumbuh, terlepas dari orang itu tidur atau bangun, bahkan tanpa ia memahami bagaimana itu semua bisa terjadi (ay.27-28). Pemilik tanah tetap memperoleh keuntungan dari panen (ay.29), meskipun perkembangannya tidak tergantung pada apa yang dilakukannya atau apa yang diketahuinya tentang proses pertumbuhan di bawah permukaan tanah.
Pematangan benih dalam perumpamaan Yesus, seperti mekarnya bunga-bunga bakung di halaman saya, terjadi sesuai waktu yang ditentukan Allah dan oleh kuasa-Nya yang memberi pertumbuhan. Baik dalam pertumbuhan rohani pribadi maupun rencana Allah untuk memperluas kerajaan-Nya sampai kedatangan Yesus kembali, cara kerja Tuhan yang misterius tidaklah tergantung pada kemampuan atau pemahaman kita tentang karya-karya-Nya. Meski demikian, Allah memanggil kita untuk mengenal, melayani, dan memuji Dia, Sang Pemberi Pertumbuhan, sehingga kita akan menuai kedewasaan rohani yang ditumbuhkan-Nya di dalam dan melalui diri kita. —Xochitl Dixon
Tuhan, terima kasih Engkau menumbuhkan iman kami dan memakai kami untuk melayani umat-Mu, seiring Engkau berkarya memperluas kerajaan-Mu.
Allah layak menerima kemuliaan atas pertumbuhan yang dialami umat dan kerajaan-Nya.

Monday, March 26, 2018

Arti Hidup Ini

Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu. —Lukas 12:15
Arti Hidup Ini
Akhir-akhir ini, saat membaca buku-buku yang berisi nasihat pengelolaan uang, saya memperhatikan ada tren yang menarik. Hampir semua buku itu memberikan nasihat yang baik, tetapi banyak di antaranya menyiratkan bahwa alasan utama dari hidup hemat adalah keinginan untuk hidup bak miliuner di masa depan. Namun, satu buku memberikan perspektif yang berbeda. Buku itu menganjurkan bahwa hidup apa adanya sangatlah penting untuk memiliki hidup yang berkelimpahan. Jika kamu merasa membutuhkan sesuatu yang lebih mewah atau harta yang lebih banyak untuk dapat merasakan sukacita, buku itu menyatakan, “kamu telah kehilangan arti hidup ini.”
Pencerahan itu mengingatkan saya pada tanggapan Yesus saat seseorang meminta-Nya untuk mendesak saudaranya agar berbagi warisan dengannya. Alih-alih bersimpati, Yesus menegurnya lalu memperingatkan tentang “segala ketamakan”—karena hidup manusia “tidaklah tergantung dari pada kekayaannya” (Luk. 12:15). Yesus pun bercerita tentang rencana seorang kaya yang ingin menyimpan hasil panennya dan menikmati kemewahan hidup dengan akhir yang fatal. Kekayaannya itu sia-sia, karena ia mati malam itu juga (ay.16-20).
Meskipun kita memang bertanggung jawab untuk memakai harta benda kita dengan bijaksana, Yesus mengingatkan kita untuk memeriksa motivasi kita. Hati kita haruslah terarah untuk mencari Kerajaan Allah—mengenal-Nya dan melayani sesama—dan bukan untuk menjamin masa depan kita sendiri (ay.29-31). Ketika kita menjalani hidup bagi-Nya dan rela berbagi dengan sesama, kita dapat sepenuhnya menikmati hidup yang berkelimpahan bersama-Nya saat ini juga—di dalam kerajaan yang memberikan arti bagi seluruh aspek hidup kita (ay.32-34). —Monica Brands
Tuhan, terima kasih atas kemurahan hati-Mu. Ajari kami menikmati pemberian-Mu dan membagikannya dengan sesama. Tolong kami untuk bersandar kepada-Mu.
Hidup berkelimpahan dalam Kerajaan Allah dapat kita nikmati saat ini juga.

Sunday, March 25, 2018

Siapakah Orang Ini?

Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan! —Lukas 19:38
Siapakah Orang Ini?
Bayangkan kamu berdiri berdesak-desakan dengan orang-orang di tepi jalan yang masih tanah. Wanita di belakangmu sedang berjinjit, sambil mencoba untuk melihat siapa yang datang. Di kejauhan, kamu sekilas melihat seorang pria menunggang keledai. Saat Dia semakin mendekat, orang-orang pun menghamparkan jubah mereka di jalan. Tiba-tiba, kamu mendengar suara ranting patah di belakangmu. Seseorang sedang memotong ranting-ranting pohon palem dan orang-orang menebarkannya di jalan yang akan dilalui keledai itu.
Dengan penuh semangat, para pengikut Yesus memuja-Nya saat Dia memasuki Yerusalem beberapa hari sebelum penyaliban-Nya. Orang banyak bergembira dan memuji Allah “oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat” (Luk. 19:37). Di sekeliling Yesus, para pemuja-Nya berseru, “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan!” (ay.38). Penghormatan yang diberikan dengan berapi-api itu mempengaruhi para penduduk Yerusalem. Ketika Yesus akhirnya tiba, “Gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata: ‘Siapakah orang ini?’” (Mat. 21:10).
Pada masa kini, masih ada orang yang bertanya-tanya tentang Yesus. Meskipun sekarang kita tidak dapat menyambut-Nya dengan menebarkan ranting-ranting pohon palem atau memberi-Nya puji-pujian secara langsung, kita tetap dapat menghormati-Nya. Kita dapat menceritakan perbuatan-perbuatan-Nya yang luar biasa, menolong orang yang membutuhkan bantuan, sabar menanggung penghinaan, dan mengasihi satu sama lain dengan tulus. Ketika orang-orang melihat kita, kita harus siap sedia menjawab pertanyaan mereka, “Siapakah Yesus itu?” —Jennifer Benson Schuldt
Tuhan, kiranya hidup dan perkataanku menunjukkan apa yang kuketahui tentang diri-Mu. Aku ingin orang lain melihat-Mu di dalamku dan mau mengenal-Mu juga.
Kita menghormati nama Allah ketika kita hidup layaknya anak-anak Allah.

Saturday, March 24, 2018

Pengaruh dari Teladan

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. —2 Timotius 3:16
Pengaruh dari Teladan
Usaha saya memperbaiki sesuatu di rumah biasanya berakhir dengan membayar orang lain untuk membenahi kerusakan yang justru saya timbulkan saat memperbaiki masalah awalnya. Namun, baru-baru ini saya berhasil memperbaiki sebuah perangkat rumah tangga dengan menonton video YouTube yang menampilkan seseorang yang menunjukkan cara perbaikannya langkah demi langkah.
Paulus menjadi teladan yang berpengaruh bagi Timotius muda, yang selama ini telah menemani dan menyaksikan sepak terjangnya. Dari penjara di Roma, Paulus menulis, “Engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita” (2Tim. 3:10-11). Ia mendorong Timotius untuk “tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci” (ay.14-15).
Kehidupan Paulus menunjukkan pentingnya membangun hidup kita di atas firman Allah sebagai dasar yang teguh. Ia mengingatkan Timotius bahwa Alkitab adalah sumber penuh kuasa yang diberikan Allah, yang kita perlukan untuk mengajar orang lain dan memberikan teladan kepada mereka yang ingin menjadi pengikut Kristus.
Sambil bersyukur atas mereka yang menolong kita bertumbuh dalam iman, kita juga ditantang untuk mengikuti teladan mereka yang hidup dalam kebenaran dengan mengajar dan menguatkan orang lain.
Itulah kuatnya pengaruh dari teladan. —David C. McCasland
Tuhan, sebagaimana orang-orang telah meneladankan kebenaran-Mu kepada kami, kiranya kami juga dapat meneladankan kebenaran itu kepada orang lain.
Kita dipanggil Allah untuk hidup dalam firman-Nya dengan mengajar dan menguatkan orang lain.

Friday, March 23, 2018

Janji Ganda

Sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu. —Yesaya 25:1
Janji Ganda
Sejak menderita kanker beberapa tahun yang lalu, Ruth mengalami kesulitan untuk makan, minum, bahkan untuk menelan. Kekuatan fisiknya juga banyak berkurang dan banyaknya operasi serta perawatan telah membuat kondisinya jauh lebih merosot dibandingkan sebelumnya.
Namun, Ruth masih dapat memuji Allah; imannya tetap teguh dan sukacitanya menular kepada orang-orang di sekitarnya. Ia mengandalkan Allah setiap hari dan masih sangat berharap akan dipulihkan sepenuhnya suatu saat nanti. Ia berdoa memohon kesembuhan dan percaya bahwa Allah akan menjawab—cepat atau lambat. Betapa luar biasa imannya!
Ruth menjelaskan, alasan yang membuat imannya tetap teguh adalah keyakinannya yang pasti bahwa Allah tidak hanya akan memenuhi janji-Nya pada waktu-Nya, tetapi juga akan menopang dirinya sampai janji itu digenapi. Itu juga menjadi pengharapan umat Allah ketika mereka menantikan Allah melaksanakan rancangan-Nya (Yes. 25:1), melepaskan dari para musuh mereka (ay.2), menghapus air mata mereka, menjauhkan aib mereka, dan “membinasakan maut untuk selama-lamanya” (ay.8 BIS).
Sementara itu, Allah menjadi tempat pengungsian dan perlindungan bagi umat-Nya (ay.4) selagi mereka menantikan-Nya. Allah menghibur mereka yang tengah mengalami pencobaan, memberi mereka kekuatan untuk bertahan, dan memberikan kepastian bahwa Dia selalu menyertai mereka.
Inilah janji ganda yang kita miliki—pengharapan akan kelepasan suatu saat nanti dan tersedianya penghiburan, kekuatan, dan perlindungan dari-Nya di sepanjang hidup kita. —Leslie Koh
Tuhan, terima kasih untuk anugerah pengharapan-Mu yang indah. Engkau telah berjanji untuk menyelamatkanku dan mengiringiku setiap hari sepanjang hidupku.
Mempercayai kesetiaan Allah dapat mengenyahkan ketakutan kita.

Thursday, March 22, 2018

Mewariskan Iman

Maka kami ini, umat-Mu, dan kawanan domba gembalaan-Mu, akan bersyukur kepada-Mu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian untuk-Mu turun-temurun. —Mazmur 79:13
Mewariskan Iman
Telepon saya berbunyi, tanda ada pesan pendek yang masuk. Ternyata putri saya meminta saya mengirimkan resep kue es krim pepermin ala nenek saya kepadanya. Ketika mencarinya di antara tumpukan kartu yang sudah menguning dalam sebuah kotak usang, saya memperhatikan tulisan tangan yang unik dari nenek saya—dan beberapa catatan ibu saya dalam huruf sambung. Saya pun tersadar, karena sekarang putri saya memintanya, resep kue es krim pepermin itu sudah diturun-temurunkan hingga generasi keempat dalam keluarga saya.
Saya bertanya-tanya, Apakah hal lain yang dapat diwariskan keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya? Bagaimana dengan pilihan-pilihan soal iman? Selain resep kue, apakah iman nenek saya—dan iman saya sendiri—berperan penting dalam kehidupan putri saya dan anak-cucunya kelak?
Dalam Mazmur 79, pemazmur meratapi ketidaktaatan Israel yang telah kehilangan pegangan imannya. Ia memohon kepada Allah untuk melepaskan umat-Nya dari bangsa-bangsa yang tidak mengenal-Nya dan memulihkan Yerusalem. Jika itu terjadi, ia berjanji untuk kembali setia kepada jalan Allah hingga selamanya. “Maka kami ini, umat-Mu, dan kawanan domba gembalaan-Mu, akan bersyukur kepada-Mu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian untuk-Mu turun-temurun” (ay.13).
Dengan penuh semangat saya meneruskan resep itu kepada putri saya. Resep kue ala nenek saya akan tetap hidup dalam keluarga kami. Tidak lupa saya sungguh-sungguh berdoa agar kami juga menurunkan satu warisan kekal yang terpenting dan abadi, yaitu iman yang mempengaruhi keluarga kami dari generasi ke generasi. —Elisa Morgan
Kesaksian hidup yang sesuai dengan iman merupakan cara terbaik untuk mewariskan iman tersebut.

Wednesday, March 21, 2018

Berjalan di atas Air

Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” —Matius 14:27
Berjalan di atas Air
Pada suatu hari di musim dingin, saya bertualang ke danau Michigan, danau terbesar kelima di dunia, untuk melihat permukaannya yang beku. Selama ini, saya lebih sering berlibur di tepi pantai sambil berjemur di bawah sinar matahari. Saya tidak menyesal karena dapat menyaksikan pemandangan yang sungguh luar biasa. Danau itu membeku saat airnya mengombak dan hasilnya adalah suatu mahakarya seni dari es.
Karena airnya membeku dan menjadi padat sampai ke tepi pantai, saya pun mendapat kesempatan untuk “berjalan di atas air”. Meskipun tahu bahwa lapisan esnya cukup tebal dan kuat untuk saya pijak, saya sangat berhati-hati saat melangkahkan kaki untuk pertama kali. Saya takut lapisan es itu tidak dapat menahan berat tubuh saya. Saat dengan hati-hati menyusuri lapisan yang tidak biasa tersebut, saya teringat saat-saat Yesus memanggil Petrus agar keluar dari perahu di Danau Galilea.
Ketika murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air, mereka pun menjadi takut. Namun, Yesus menanggapi dengan berkata, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (Mat. 14:27). Petrus dapat mengatasi rasa takutnya dan melangkah keluar dari perahu karena ia tahu ada Yesus. Ketika langkah-langkahnya yang berani itu kemudian melemah saat diterpa angin dan ombak, Petrus pun berseru kepada Yesus. Yesus masih ada di sana, bahkan cukup dekat untuk mengulurkan tangan-Nya dan menyelamatkan Petrus.
Jika hari ini kamu dipanggil Tuhan Yesus untuk melakukan sesuatu yang tampaknya mustahil, seperti berjalan di atas air, teguhkanlah hatimu. Pribadi yang memanggilmu akan selalu ada di sana untuk menyertai kamu. —Lisa Samra
Tuhan, terima kasih atas kepastian bahwa Engkau selalu menyertai kami.
Saat kita berseru kepada Allah, Dia mendengar.

Tuesday, March 20, 2018

Musim yang Baik

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. —Pengkhotbah 3:1
Musim yang Baik
Hari ini adalah hari pertama musim semi di belahan bumi bagian utara. Jika kamu tinggal di Australia, hari ini adalah hari pertama musim gugur. Itulah yang disebut sebagai ekuinoks vernal (titik musim semi matahari) di belahan bumi bagian utara dan ekuinoks musim gugur di belahan bumi bagian selatan. Hari ini, matahari bersinar langsung ke arah khatulistiwa, dan rentang jam pada siang hari dan malam hari hampir sama di seluruh dunia.
Pergantian musim mempunyai arti penting bagi banyak orang. Ada sebagian orang yang menghitung hari demi hari sampai berlangsungnya pergantian musim karena mereka menanti-nantikan apa yang akan terjadi di musim yang baru. Kamu yang tinggal di Wisconsin, Amerika Serikat, mungkin telah menandai hari ini untuk menyambut berakhirnya musim dingin. Kamu yang tinggal di Melbourne, Australia, mungkin sudah tidak sabar menantikan datangnya musim gugur agar kamu terbebas dari teriknya sinar matahari.
Kita juga melewati musim-musim kehidupan yang tidak terkait dengan cuaca. Penulis kitab Pengkhotbah mengatakan bahwa untuk apa pun di bawah langit ini ada masa dan musimnya, yakni waktu yang ditentukan Allah untuk kita jalani dalam hidup kita (3:1-11).
Musa berbicara tentang masa yang baru dalam hidupnya setelah ia memimpin bangsa Israel melewati padang gurun (Ul. 31:2), dan ia harus menyerahkan kepemimpinannya kepada Yosua. Paulus merasa kesepian pada saat menjalani tahanan rumah di Roma dan rindu dikunjungi oleh para sahabatnya, tetapi akhirnya menyadari bahwa Allah telah mendampinginya (2Tim. 4:17).
Apa pun musim kehidupan yang kamu jalani, bersyukurlah kepada Allah atas kebesaran, pertolongan, dan penyertaan-Nya. —Dave Branon
Bapa, terima kasih atas janji pemeliharaan-Mu dalam musim kehidupan yang saat ini kujalani. Engkau telah mengizinkannya dengan maksud yang baik. Tolong aku memakai masa yang Engkau kehendaki ini agar aku makin beriman kepada-Mu.
Kita mempunyai alasan untuk bersukacita dalam setiap musim kehidupan.

Monday, March 19, 2018

Sikap Hati yang Bersyukur

Sikap Hati yang Bersyukur
Pada hari pernikahan kami, saya dan Martie dengan tulus dan gembira mengucapkan janji untuk setia “di saat senang maupun susah, saat sehat maupun sakit, saat berkelimpahan atau saat kekurangan.” Mungkin terasa aneh bahwa di tengah suasana hari pernikahan yang ceria, kedua mempelai mengucapkan janji tentang hadirnya masa-masa yang buruk, sakit-penyakit, dan kekurangan. Namun, janji itu menegaskan fakta bahwa di dalam hidup ini kita memang sering menghadapi masa-masa yang “buruk”.
Jadi apa yang harus kita lakukan saat menghadapi beragam kesulitan hidup yang tak terelakkan? Sebagai hamba Kristus, Rasul Paulus menasihati kita, “Dalam segala keadaan hendaklah kalian bersyukur” (1Tes. 5:18 bis). Hal itu mungkin terdengar sulit untuk dilakukan, tetapi Allah mempunyai maksud yang baik ketika menghendaki kita untuk memiliki sikap hati yang bersyukur. Sikap yang senantiasa mengucap syukur itu dilandaskan pada kebenaran bahwa Tuhan kita “baik” dan “untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mzm. 118:1). Tuhan selalu menyertai dan menguatkan kita di tengah masalah yang kita hadapi (Ibr. 13:5-6). Dengan penuh kasih, Tuhan memakai pencobaan yang kita alami untuk menumbuhkan karakter kita supaya makin serupa dengan-Nya (Rm. 5:3-4).
Ketika masa-masa sulit melanda hidup ini, pilihan untuk selalu mengucap syukur akan mengarahkan perhatian kita pada kebaikan Allah. Kita pun akan menerima kekuatan untuk bertahan di tengah pergumulan kita. Bersama sang pemazmur, kita dapat bernyanyi, “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mzm. 118:29). —Joe Stowell

Tuhan, aku sadar jika aku hanya berfokus pada masalahku, aku dapat dengan mudah lupa bahwa sesungguhnya Engkau baik, bahkan di tengah segala masalahku. Ajarku memiliki sikap hati yang bersyukur.
Mengucap syukur adalah kebaikan yang akan berkembang jika dibiasakan.

Sunday, March 18, 2018

Surat Kiriman

Bagian-bagian dari pada kitab itu, yakni Taurat Allah, dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga pembacaan dimengerti. —Nehemia 8:9
Surat Kiriman
Jauh dari rumah dalam pelatihan dasar untuk menghadapi Perang Dunia II, para tentara tamtama Amerika Serikat menggunakan humor dan surat-menyurat untuk menghibur diri di tengah tantangan yang ada di depan mata. Dalam sepucuk surat yang dikirim ke kampung halamannya, seorang pemuda menggambarkan proses vaksinasi dengan kiasan yang lucu: “Dua petugas kesehatan mengejar kami dengan harpun (tombak untuk berburu, ujungnya menyerupai ujung anak panah). Mereka menangkap kami, menjepit kami di lantai, dan menancapkan harpun itu di tiap lengan.”
Namun, ada seorang prajurit yang menyadari bahwa humor hanya menghiburnya sesaat. Kemudian ia menerima Alkitab. “Saya sangat menyukainya dan membacanya setiap malam,” tulisnya. “Saya tak pernah menyangka dapat belajar begitu banyak hal dari Alkitab.”
Setelah bertahun-tahun menjadi budak di Babel, bangsa Yahudi kuno yang pulang ke tanah kelahiran mereka ternyata menemui banyak masalah baru. Dalam perjuangan membangun kembali tembok Yerusalem, mereka bergelut menghadapi perlawanan dari musuh, bencana kelaparan, dan dosa mereka sendiri. Di tengah-tengah masalah tersebut, mereka berpaling kepada firman Allah. Mereka dibuat takjub oleh apa yang mereka pelajari. Ketika para imam membacakan kitab Taurat Allah, semua orang menangis (Neh. 8:10). Namun, mereka juga memperoleh penghiburan. Nehemia, sang kepala daerah, mengatakan kepada mereka, “Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!” (ay.11).
Jangan menunggu ada masalah, baru kita mau mendengar firman Allah. Saat ini juga kita dapat belajar mengenai karakter-Nya, pengampunan-Nya, dan penghiburan-Nya dari Alkitab. Saat membaca Alkitab, kita akan dibuat takjub oleh apa yang disingkapkan Roh Kudus kepada kita melalui setiap lembarannya. —Tim Gustafson
Alkitab menolong kita melihat diri kita apa adanya dan melihat betapa Allah sangat mengasihi kita.

Saturday, March 17, 2018

Bisikan

Pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu. —Efesus 4:29
Bisikan
Seorang pemuda terlihat gelisah saat hendak duduk di pesawat. Matanya memandang bolak-balik ke arah jendela pesawat. Kemudian ia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya, tetapi upayanya itu tidak membuahkan hasil. Ketika pesawat tinggal landas, ia pun mengayun-ayunkan tubuhnya maju-mundur dengan perlahan. Seorang wanita tua yang duduk di seberang lorong menyentuh lengan pemuda itu dan dengan lembut mengajaknya berbincang-bincang agar perhatian pemuda itu teralihkan dari kegelisahannya. Wanita itu berbisik kepadanya, seperti “Siapa namamu?” “Dari mana asalmu?” “Kita akan baik-baik saja,” dan “Kamu hebat.” Ia bisa saja terusik dengan sikap pemuda itu atau bahkan mengabaikannya. Namun, wanita itu memilih untuk menyentuh dan menyapanya. Hal-hal kecil. Ketika mereka mendarat tiga jam kemudian, pemuda itu berkata, “Terima kasih karena Ibu telah menolong saya.”
Gambaran indah tentang kemurahan hati seperti itu bisa jadi sudah jarang ditemukan. Kebaikan bukanlah sesuatu yang timbul secara wajar bagi sebagian besar dari kita; kita lebih sering memusatkan perhatian kepada diri kita sendiri. Namun saat Rasul Paulus menasihati, “Hendaklah kalian baik hati dan berbelaskasihan seorang terhadap yang lain” (Ef. 4:32 BIS), ia tidak bermaksud mengatakan bahwa itu semua tergantung kepada kita semata. Sesudah kita menerima hidup baru melalui iman kepada Yesus, Roh Kudus mulai bekerja untuk mengubah kita. Kebaikan merupakan karya Roh Kudus yang terus-menerus dilakukan untuk memperbarui pikiran dan tingkah laku kita (ay.23).
Allah, Sang Sumber Belas kasihan, sedang bekerja di dalam hati kita dan memampukan kita meneruskan belas kasihan itu kepada orang lain melalui sentuhan dan kata-kata yang menguatkan mereka. —Anne Cetas
Tuhan, pakailah aku hari ini untuk memberikan pengharapan, meringankan beban, dan menguatkan semangat orang lain.
Berbelaskasihan berarti memahami kesulitan orang lain dan bersedia menolongnya.

Friday, March 16, 2018

Berfokus pada Keajaiban Alam

Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! —Roma 11:36
Berfokus pada Keajaiban Alam
Sebagian dari kita cenderung memandang dunia ini dan hanya melihat segala keburukannya. DeWitt Jones, seorang fotografer dari majalah National Geographic, menggunakan profesinya untuk merayakan keindahan dunia ini. Ia menunggu dan mengamat-amati dengan sabar sampai seberkas cahaya atau suatu perubahan pada sudut pandang tiba-tiba menyingkapkan keajaiban yang selama ini memang terdapat di sana. Dengan kameranya, ia dapat menemukan keindahan dalam diri manusia dan alam yang terlihat paling biasa sekalipun.
Kalau ada seseorang yang mempunyai alasan untuk berfokus pada segala keburukan dari dunia ini, Ayublah orangnya. Setelah ia kehilangan semua hal yang pernah menyukakan hatinya, teman-temannya sendiri mendakwa dan menjatuhkannya. Mereka serentak menuduh bahwa Ayub tidak mau mengakui dengan jujur bahwa ia menderita karena dosa-dosa yang disembunyikannya. Ketika Ayub berseru kepada Allah untuk menolongnya, Allah tetap diam.
Akhirnya, dari tengah-tengah pusaran angin dan kelamnya badai, Allah menjawab Ayub dan memintanya untuk merenungkan keajaiban-keajaiban alam yang mencerminkan hikmat dan kuasa Allah yang jauh melampaui hikmat dan kuasa kita sendiri (Ayb. 38:2-4).
Apakah Allah meminta kita melakukan hal yang sama? Apakah Dia meminta kita memperhatikan lebih dalam sesuatu yang kita jumpai sehari-hari, seperti cara hidup anjing, gerak-gerik kucing, daun yang bergoyang, atau setangkai rumput? Dapatkah seberkas cahaya, atau perubahan pada sudut pandang, menyingkapkan bagi kita—bahkan di tengah penderitaan kita—pikiran dan hati Allah Sang Pencipta yang selama ini telah setia menyertai dan menopang kita? —Mart DeHaan
Bapa di surga, banyak waktu kami habiskan hanya untuk memikirkan segala sesuatu yang salah dan buruk dengan dunia ini. Tolong kami untuk melihat bukti kehadiran-Mu dalam keajaiban dari karya ciptaan-Mu sendiri.
Di dalam alam terdapat keajaiban yang takkan lekang oleh waktu.

Thursday, March 15, 2018

Disingkapkan untuk Dipulihkan

Tunjukkanlah kehendak-Mu kepadaku, ya Tuhan, nyatakanlah apa yang harus kulakukan. —Mazmur 25:4 BIS
Disingkapkan untuk Dipulihkan
Semasa kecil, saya pernah melihat Ayah menggarap ladang yang belum pernah diolah sebelumnya. Bajakan pertama memunculkan batu-batu besar yang kemudian disingkirkan ayah. Lalu, ia akan membajaknya lagi, dan diulang lagi, untuk semakin menggemburkan tanahnya. Setiap bajakan memunculkan bebatuan kecil yang perlu disingkirkan. Proses pembajakan itu terus dilakukan sampai ladang itu dilintasi berulang-ulang.
Pertumbuhan rohani kita juga mengalami proses yang serupa. Saat pertama kali menjadi orang percaya, kita mungkin mengalami bagaimana dosa-dosa “besar” kita disingkapkan. Kita pun mengakuinya kepada Allah dan menerima pengampunan-Nya. Namun seiring berlalunya waktu, saat firman Allah kita hayati dan tertanam di dalam batin, Roh Kudus mulai menyingkapkan dosa-dosa lainnya. Dosa-dosa tersembunyi yang semula kita anggap kecil dan sepele kemudian muncul dalam berbagai sikap dan perilaku kita yang merusak. Dosa-dosa itu berupa kesombongan, sikap mengasihani diri, kebiasaan mengeluh, kepicikan, prasangka buruk, kedengkian, suka memuaskan diri sendiri.
Allah menyingkapkan setiap dosa kita supaya Dia dapat menyingkirkannya. Dia menyingkapkannya supaya kita dipulihkan. Ketika perilaku kita yang merusak dan tersembunyi disingkapkan, kita dapat berdoa seperti Daud sang pemazmur, “Tuhan, ampunilah aku sesuai dengan janji-Mu, sebab besarlah kesalahanku” (Mzm. 25:11 bis).
Sekalipun menyakitkan, penyingkapan itu merendahkan hati kita dan baik untuk jiwa kita. Itulah salah satu cara Allah “menunjukkan jalan kepada orang yang sesat.” Dia “membimbing orang yang rendah hati, dan mengajar mereka kehendak-Nya” (ay. 8-9 BIS). —David H. Roper
Terima kasih, Tuhan, Engkau mengingat kami karena kasih-Mu. Tuntunlah dan arahkanlah kami. Ajar kami untuk hidup selayaknya orang yang sudah diampuni.
Yesus menerima kita apa adanya dan membentuk kita menjadi seseorang yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Wednesday, March 14, 2018

Memberikan Hadiah Doa

Kamu juga turut membantu mendoakan kami. —2 Korintus 1:11
Memberikan Hadiah Doa
“Saya tak menyadari arti doa sebagai hadiah sampai ketika saudara laki-laki saya sakit dan kalian semua mendoakannya. Kami sangat terhibur oleh doa-doa kalian!”
Sambil meneteskan air mata, Laura berterima kasih kepada saya atas dukungan doa dari jemaat di gereja kami untuk saudaranya yang didiagnosis mengidap kanker. Laura juga mengatakan, “Doa-doa dari semua orang telah menguatkan saudara saya di masa sulit ini dan juga telah menghibur seluruh keluarga kami.”
Salah satu cara terbaik untuk mengasihi sesama adalah dengan mendoakan mereka. Yesus adalah teladan terbaik dalam hal itu. Perjanjian Baru menceritakan tentang Yesus yang mendoakan orang lain dalam banyak peristiwa. Kita bahkan melihat bagaimana Dia terus berdoa kepada Bapa-Nya demi kepentingan umat-Nya. Roma 8:34 mengatakan bahwa Yesus “duduk di sebelah kanan Allah, . . . menjadi Pembela bagi kita.” Bahkan setelah menunjukkan kasih yang tanpa pamrih di kayu salib, Tuhan Yesus Kristus yang telah bangkit dan naik ke surga itu masih terus menyatakan perhatian-Nya kepada kita dengan mendoakan kita saat ini juga.
Saat melihat keadaan orang-orang di sekitar kita, kita dipanggil untuk mengikuti teladan Yesus dan mengasihi mereka dengan doa-doa kita. Kita dipanggil untuk meminta pertolongan dan campur tangan Allah atas hidup mereka. Kita dapat meminta kepada Allah untuk menolong kita mendoakan mereka, dan Dia akan menolong kita! Kiranya Tuhan yang penuh kasih memampukan kita untuk bermurah hati memberikan hadiah doa kepada sesama kita hari ini. —James Banks
Terima kasih, Tuhan Yesus, karena Engkau berdoa bagiku. Tolong aku untuk melayani-Mu dan sesamaku dengan tekun mendoakan mereka hari ini.
Doa adalah hadiah yang patut dibagikan.

Tuesday, March 13, 2018

Bekerja Sama

Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. —Ibrani 10:24
Bekerja Sama
Mengapa lebih dari lima juta orang setiap tahunnya rela mengeluarkan uang untuk berlari sekian kilometer dan melintasi halang rintang yang mengharuskan mereka untuk memanjat dinding yang tegak, merayap di tanah berlumpur, dan menaiki bagian dalam pipa vertikal yang diguyur air? Sejumlah orang melakukannya karena mereka tertantang untuk menguji ketahanan diri mereka atau untuk menaklukkan ketakutan mereka. Bagi yang lain, mereka tertarik pada kerja sama tim di mana para peserta saling membantu dan mendukung satu sama lain. Seseorang menyebut arena tersebut sebagai “zona tanpa penghakiman” karena di sana orang-orang yang tidak saling mengenal akan menolong satu sama lain untuk menyelesaikan perlombaan (Stephanie Kanowitz, The Washington Post).
Alkitab mendorong kita untuk membangun kerja sama sebagai sikap yang patut dicontoh dalam hidup kita bersama sebagai murid Yesus. “Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (Ibr. 10:24-25).
Tujuan kita bukanlah untuk menjadi yang pertama dalam mengakhiri perlombaan iman, tetapi untuk mendorong sesama secara nyata dengan memberikan teladan dan pertolongan kapan pun seseorang membutuhkannya.
Akan tiba saatnya kita mengakhiri hidup kita di dunia. Sampai saat itu tiba, marilah kita saling menguatkan, siap sedia menolong, dan terus bekerja sama hari demi hari. —David C. McCasland
Bapa di surga, berilah kami kepekaan dan kekuatan untuk menolong satu sama lain dalam perlombaan iman kami hari ini.
Kita berlari bersama di dalam perlombaan iman.

Monday, March 12, 2018

Tetap Beriman

Namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. —Habakuk 3:18
Tetap Beriman
Karena cenderung bermental pesimis, saya sering dengan cepat memikirkan kemungkinan-kemungkinan negatif dari situasi-situasi yang saya hadapi dalam hidup ini. Jika upaya saya mengerjakan suatu proyek ternyata gagal, saya langsung menyimpulkan bahwa proyek-proyek saya berikutnya akan gagal juga. Saya bahkan merasa takkan bisa lagi melakukan hal-hal yang sederhana meski sebenarnya tidak berhubungan dengan kegagalan sebelumnya. Lebih jauh dari itu, saya juga cenderung menganggap diri sebagai seorang ibu yang tidak becus dan tidak bisa melakukan apa pun dengan benar. Kegagalan mengerjakan satu hal ternyata mempengaruhi perasaan saya terhadap hal-hal lain yang sebenarnya tidak berkaitan.
Mudah bagi saya untuk membayangkan reaksi Nabi Habakuk terhadap apa yang ditunjukkan Allah kepadanya. Wajar bagi Habakuk untuk berputus asa setelah melihat kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi umat Allah; tahun-tahun mendatang yang panjang dan sulit. Segalanya memang terlihat suram: takkan ada buah, takkan ada daging, dan takkan ada ketenteraman. Kata-kata Habakuk membuat saya pesimis dan berputus asa, tetapi ia kembali menyentak saya dengan satu kata: namun. “Namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan” (Hab. 3:18). Meski akan menghadapi semua kesulitan itu, Habakuk menemukan alasan untuk bersukacita karena pribadi Allah semata-mata.
Kita mungkin cenderung membesar-besarkan masalah yang kita hadapi, tetapi Habakuk benar-benar menghadapi kesulitan besar. Namun, jika ia saja dapat memuji Allah pada keadaan seperti itu, mungkin kita pun dapat melakukannya. Ketika kita terpuruk di dalam lembah keputusasaan, kita dapat memandang kepada Allah yang sanggup membangkitkan kita kembali. —Kirsten Holmberg
Tuhan, Engkaulah alasan untuk semua sukacitaku. Tolong aku untuk memandang kepada-Mu di saat aku menghadapi situasi-situasi yang sulit dan menyakitkan.
Allah adalah alasan untuk bersukacita di tengah-tengah keputusasaan.

Sunday, March 11, 2018

Kesetiaan Total

Muliakanlah Tuhan bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! —Mazmur 34:4
Kesetiaan Total
Para penggemar olahraga yang sangat memuja tim favorit mereka biasanya tidak malu-malu menunjukkan kesetiaan mereka. Mereka memakai atribut dengan logo tim pujaan mereka, menulis komentar di media sosial tentang tim itu, atau membahas prestasi tim itu bersama penggemar lainnya. Saya sendiri termasuk di antara mereka. Kamu bisa melihatnya dari koleksi topi dan kaos Detroit Tigers yang saya miliki, serta isi pembicaraan saya dengan para penggemar tim pujaan saya tersebut.
Kesetiaan kita pada sebuah tim olahraga dapat mengingatkan kita bahwa kesetiaan sejati dan terbesar yang kita miliki haruslah kepada Tuhan kita. Saya terpikir tentang kesetiaan total seperti itu ketika membaca Mazmur 34. Dalam mazmur tersebut, Daud mengarahkan perhatian kita kepada Pribadi yang jauh lebih utama daripada segala sesuatu yang ada di bumi.
Daud berkata, “Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu” (ay.2), dan itu membuat kita berpikir tentang momen-momen dalam hidup ini ketika kita menjalaninya dengan sikap seolah-olah Allah bukanlah sumber kebenaran, terang, dan keselamatan kita. Daud berkata, “Puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku” (ay.2), dan kita teringat betapa seringnya kita lebih memuji apa yang ada di dunia ini daripada memuji-Nya. Daud berkata, “Karena Tuhan jiwaku bermegah” (ay.3), dan kita menyadari bahwa betapa seringnya kita menyombongkan keberhasilan-keberhasilan kita yang tidak seberapa daripada memegahkan segala hal yang telah Yesus lakukan untuk kita.
Tidaklah salah menikmati olahraga, hobi, dan keberhasilan kita. Akan tetapi, pujian tertinggi kita haruslah ditujukan hanya kepada Tuhan kita. “Muliakanlah Tuhan bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! (ay.4). —Dave Branon
Tuhan, tolonglah aku untuk selalu memuji-Mu dan bermegah di dalam-Mu. Tolonglah aku untuk selalu berfokus kepada-Mu.
Kasih yang sejati menuntut kesetiaan.

Saturday, March 10, 2018

Tuntunlah Aku ke Gunung Batu

Dari ujung bumi aku berseru kepada-Mu, karena hatiku lemah lesu; tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi bagiku. —Mazmur 61:3
Tuntunlah Aku ke Gunung Batu
Saat hendak mencari alat penjaga kelembapan ruangan, saya memperhatikan seorang wanita lanjut usia mondar-mandir di lorong tersebut. Karena berpikir bahwa ia juga hendak membeli alat yang sama, saya bergeser agar ia dapat mendekat. Kami pun berbincang-bincang tentang wabah virus flu di daerah kami yang membuatnya sering batuk dan sakit kepala.
Beberapa menit kemudian, ia mulai mengomel sambil mengungkapkan teorinya tentang asal-usul virus itu. Saya hanya bisa mendengarkan tanpa tahu harus berbuat apa. Tidak lama kemudian, wanita tua itu meninggalkan toko dalam kondisi marah dan frustrasi. Walaupun ia telah mengungkapkan keluh-kesahnya, saya tidak dapat berbuat apa pun untuk menolongnya.
Daud, raja kedua Israel, menulis sejumlah mazmur untuk mengungkapkan rasa marah dan frustrasinya kepada Allah. Namun, Daud tahu bahwa Allah tidak hanya mendengarkan, tetapi juga dapat melakukan sesuatu terhadap kepedihan yang dialaminya. Dalam Mazmur 61, Daud menulis, “Dari ujung bumi aku berseru kepada-Mu, karena hatiku lemah lesu; tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi bagiku” (ay.3). Allah adalah “tempat perlindungan” Daud (ay.4)—“gunung batu” yang dituju oleh Daud.
Ketika kita menderita, atau bertemu seseorang yang sedang menderita, kita dapat mengikuti teladan Daud. Kita dapat datang kepada “gunung batu” yang lebih tinggi atau mengarahkan orang lain yang sedang menderita itu ke sana. Andai saja saya menceritakan tentang Allah kepada wanita yang saya temui di toko itu. Meskipun Allah mungkin tidak menyingkirkan seluruh penderitaan yang ada, kita dapat percaya bahwa Dia melimpahkan damai sejahtera dan mendengar seruan hati kita. —Linda Washington
Allah Bapa, tolong aku untuk memperhatikan orang-orang yang ingin mencurahkan perasaan mereka dan membutuhkan jaminan kehadiran-Mu.
Andalkanlah Allah, Gunung Batu kita.

Friday, March 9, 2018

Instruksi Langsung

“Telah diperintahkan kepadaku atas firman Tuhan.” —1 Raja-Raja 13:17
Instruksi Langsung
Putri kedua saya, Britta, sangat ingin tidur di “tempat tidur anak besar” di kamar kakaknya. Setiap malam ketika menidurkan Britta, saya memberikan instruksi tegas agar ia tidak turun dari tempat tidur, dan memperingatkan bahwa jika ia turun, saya akan mengembalikannya ke ranjang bayi. Malam demi malam, saya menemukan Britta sedang ada di lorong dan saya terpaksa harus membawanya tidur di ranjang bayinya. Bertahun-tahun kemudian, saya baru tahu bahwa putri sulung saya ternyata tidak terlalu senang tidur sekamar dengan adiknya. Berulang kali ia memperdaya Britta dengan mengatakan bahwa ia mendengar saya memanggil-manggil nama adiknya. Britta percaya saja pada kata-kata kakaknya lalu pergi mencari saya. Itulah sebabnya saya sering menemukannya di lorong dan harus membuatnya tidur di ranjang bayi.
Mendengarkan suara yang salah memiliki dampak yang berbahaya bagi kita semua. Ketika Allah mengutus seorang abdi-Nya ke Betel untuk berbicara bagi-Nya, Allah memberikan instruksi yang jelas agar ia tidak makan atau minum selama berada di Betel dan tidak melalui jalan yang sama untuk pulang (1Raj. 13:9). Ketika Raja Yerobeam mengundangnya makan, abdi Allah itu menolaknya karena ia menaati perintah Allah. Ketika seorang nabi yang lebih tua mengundang abdi Allah itu untuk makan, pada awalnya ia menolak, tetapi akhirnya menerima juga undangan makan tersebut. Ia diperdaya oleh si nabi tua yang berkata bahwa seorang malaikat telah berbicara kepadanya untuk mengajak abdi Allah itu makan. Sama seperti saya sedih karena harus menghukum Britta yang tidak mendengarkan instruksi saya, saya membayangkan Allah juga sedih karena abdi-Nya tidak menuruti perintah-Nya.
Kita dapat mempercayai Allah sepenuhnya. Firman-Nya adalah jalan kita menuju kehidupan; alangkah bijaknya jika kita mendengarkan dan menaati-Nya. —Kirsten Holmberg
Tuhan, terima kasih karena Engkau berbicara kepadaku melalui firman-Mu. Tolonglah aku mengarahkan telingaku untuk mendengarkan suara-Mu dan menaatinya.
Firman Tuhan adalah perkataan yang terpenting.

Thursday, March 8, 2018

Hikmat Usia Lanjut

Konon hikmat ada pada orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut umurnya. —Ayub 12:12
Hikmat Usia Lanjut
Pada tahun 2010, surat kabar di Singapura menerbitkan laporan khusus tentang pelajaran hidup yang diterima oleh delapan warga lanjut usia. Laporan itu dibuka dengan kata-kata: “Meski memunculkan tantangan bagi pikiran dan tubuh, penuaan juga memperluas aspek-aspek lain dalam hidup, seperti berlimpahnya kecerdasan emosional dan pemahaman sosial; kualitas-kualitas yang didefinisikan oleh para ilmuwan sebagai hikmat . . . hikmat usia lanjut.”
Orang tua yang berhikmat memang mempunyai banyak pelajaran hidup yang dapat diajarkannya kepada kita. Namun di Alkitab, kita mendapati seorang raja yang baru saja dinobatkan dan tidak menyadari hal tersebut.
Raja Salomo baru saja mangkat, dan dalam 1 Raja-Raja 12:3, kita membaca, “datanglah Yerobeam dengan segenap jemaah Israel . . . kepada Rehabeam” dengan membawa sebuah petisi. Mereka meminta agar raja yang baru, Rehabeam, meringankan beban pekerjaan mereka dan menurunkan besarnya pajak yang diwajibkan oleh ayahnya, Salomo, atas mereka. Sebagai gantinya, mereka akan melayani Rehabeam dengan setia.
Awalnya raja muda itu meminta nasihat dari para tua-tua (ay.6). Namun kemudian ia menolak nasihat mereka dan menerima nasihat bodoh dari para pemuda yang sebaya dengannya (ay.8). Rehabeam malah menambah beban pekerjaan bangsa Israel! Keputusan Rehabeam yang gegabah membuatnya kehilangan sebagian besar kerajaannya.
Kita semua membutuhkan nasihat dari orang-orang yang mempunyai pengalaman bertahun-tahun, terutama dari mereka yang telah berjalan bersama Tuhan dan menaati perintah serta nasihat-Nya. Bayangkan betapa berlimpahnya hikmat yang telah Tuhan anugerahkan kepada mereka! Alangkah banyaknya pengalaman bersama Tuhan yang dapat mereka bagikan kepada kita. Datangilah mereka dan dengarkan baik-baik segala hikmat yang mereka bagikan. —Poh Fang Chia
Untuk menghindari kesalahan di masa muda, reguklah hikmat dari orang-orang yang lebih tua.

Wednesday, March 7, 2018

Sampai Bertemu Lagi

Kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. —1 Tesalonika 4:13
Sampai Bertemu Lagi
Saya dan cucu saya, Allyssa, memiliki kebiasaan yang kami lakukan saat kami berpisah. Kami akan berpelukan dan berpura-pura menangis terisak-isak selama kurang lebih 20 detik. Lalu kami pun memisahkan diri sambil berkata dengan santai, “Sampai jumpa!” Terlepas dari kebiasaan konyol itu, kami berharap bahwa kami akan segera bertemu kembali.
Namun, terkadang kepedihan yang dialami karena berpisah dengan orang-orang yang kita kasihi dapat terasa menyesakkan. Ketika Rasul Paulus mengucapkan selamat tinggal kepada para tua-tua dari Efesus, “Menangislah mereka semua tersedu-sedu dan sambil memeluk Paulus. . . . Mereka sangat berdukacita, terlebih-lebih karena [Paulus] katakan, bahwa mereka tidak akan melihat mukanya lagi” (Kis. 20:37-38).
Akan tetapi, duka terdalam yang kita rasakan adalah saat kita dipisahkan oleh kematian dan mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya dalam kehidupan ini. Perpisahan seperti itu rasanya tak terbayangkan. Kita berduka. Kita meratap. Bagaimana hati kita tidak hancur karena tidak lagi dapat memeluk orang yang kita cintai?
Meski demikian . . . janganlah kita berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Paulus menulis tentang pertemuan kembali di masa mendatang bagi mereka yang percaya “bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit” (1Tes. 4:13-18). Ia menyatakan, “Pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga,” dan mereka yang telah meninggal dunia, bersama mereka yang masih hidup, akan dipersatukan dengan Tuhan kita. Pertemuan kembali yang sangat indah!
Yang terbaik dari semuanya: kita akan selama-lamanya bersama dengan Tuhan Yesus. Itulah pengharapan yang abadi. —Cindy Hess Kasper
Tuhan, terima kasih untuk jaminan bahwa dunia ini bukanlah segala-galanya, melainkan ada kekekalan terindah yang menanti semua yang percaya kepada-Mu.
Saat meninggal dunia, umat Allah tidak berkata, “Selamat tinggal,” tetapi “Sampai jumpa lagi.”

Tuesday, March 6, 2018

Seperti Anak Kecil

Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka. —Markus 10:14
Seperti Anak Kecil
Seorang anak kecil menari dengan riang dan anggun mengikuti alunan musik pujian. Hanya ia sendiri di lorong ruang kebaktian itu, tetapi ia tidak peduli. Ia terus berputar, melambai-lambaikan kedua tangannya, dan mengayunkan kaki-kakinya sesuai irama. Sang ibu hanya tersenyum melihat tingkah putrinya dan tidak berusaha menghentikannya.
Hati saya bersukacita melihat gadis kecil itu. Dalam hati, saya ingin menari bersamanya, tetapi saya bergeming. Rasanya sudah lama saya tidak lagi berani mengungkapkan sukacita dan kekaguman secara lepas, seperti yang pernah saya alami di masa kanak-kanak. Walaupun kita memang harus bertumbuh dewasa dan melepaskan sifat kekanak-kanakan, tidak seharusnya kita kehilangan perasaan sukacita dan kagum itu, terutama dalam hubungan kita dengan Allah.
Saat Yesus hidup di bumi, Dia menyambut anak-anak yang datang kepada-Nya dan sering menyebut mereka dalam pengajaran-Nya (Mat. 11:25; 18:3; 21:16). Dalam satu kesempatan, Yesus menegur para murid yang menghalang-halangi sejumlah orangtua yang membawa anak-anak mereka datang kepada-Nya untuk menerima berkat. Dia berkata, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah” (Mrk. 10:14). Yesus mengacu pada karakter serupa kanak-kanak yang membuat kita bersedia untuk menerima Kristus—tidak hanya perasaan sukacita dan kagum, tetapi juga ketulusan, ketergantungan, kepercayaan, dan kerendahan hati.
Kekaguman dan sukacita yang serupa kanak-kanak (dan karakter-karakter lainnya) membuka hati kita untuk lebih terbuka menerima Kristus. Dia terus menantikan kita untuk datang dan berserah kepada-Nya. —Alyson Kieda
Abba (Bapa), tolong kami untuk lebih serupa kanak-kanak dalam hubungan kami dengan-Mu. Kami ingin dipenuhi rasa kagum atas semua yang telah Engkau lakukan.
Iman bersinar paling cemerlang di dalam hati yang serupa kanak-kanak.

Monday, March 5, 2018

Rumput atau Rahmat

Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu. —Kejadian 13:11
Rumput atau Rahmat
Teman saya, Archie, pulang dari liburan dan mendapati tetangganya telah mendirikan pagar kayu yang mengambil sekitar 1,5 meter lahan miliknya. Selama beberapa minggu, Archie berusaha membujuk tetangganya untuk memindahkan pagar itu. Ia bahkan bersedia menanggung sebagian biayanya, tetapi semua usahanya sia-sia. Archie bisa saja membawa persoalan itu kepada pihak berwenang, tetapi ia memilih untuk mengesampingkan haknya dalam masalah itu dan membiarkan pagar itu tetap berdiri pada tempatnya. Ia berharap tetangganya itu akan mengalami rahmat Allah lewat sikapnya.
Mungkin ada yang menganggap Archie sebagai orang yang lemah. Tidak. Justru ia seorang pria yang kuat, tetapi ia memilih untuk menunjukkan rahmat Allah daripada memperebutkan sepetak rumput.
Saya terpikir akan Abraham dan Lot yang menghadapi konflik karena ternak dan gembala mereka memenuhi lahan yang sangat terbatas. “Karena itu terjadilah perkelahian antara para gembala Abram dan para gembala Lot. Waktu itu orang Kanaan dan orang Feris diam di negeri itu” (Kej. 13:7). Orang Kanaan dan Feris bukanlah orang-orang yang beriman. Lot memilih bagian lahan yang terbaik, tetapi ia kehilangan semua itu pada akhirnya. Abraham mengambil lahan yang tersisa dan ternyata memperoleh tanah yang dijanjikan Allah (ay.12-17).
Kita memang memiliki hak dan kita boleh menuntut hak itu, terutama ketika orang lain sepertinya melanggar hak kita. Adakalanya kita memang harus menuntut agar hak kita dipenuhi. Paulus melakukannya ketika Mahkamah Agama memperlakukannya dengan tidak adil (baca Kis. 23:1-3). Namun, kita dapat memilih untuk mengesampingkan hak kita demi menunjukkan kepada sesama kita suatu jalan yang lebih baik. Itu yang disebut Alkitab sebagai “kelemahlembutan” - bukan kelemahan. Itulah kekuatan yang dimampukan oleh Allah. - David H. Roper
Tuhan, aku suka mengutamakan diri sendiri, tetapi beri aku hikmat untuk tahu kapan harus mengesampingkan hakku agar aku menunjukkan rahmat-Mu kepada sesamaku.
Hidup kita memberikan gambaran tentang Allah kepada sesama.

Sunday, March 4, 2018

Sukacita Berlimpah dari Allah

Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa. —Mazmur 16:11
Sukacita Berlimpah dari Allah
“Entah apa yang telah kulakukan?” Masa itu seharusnya menjadi salah satu masa yang paling menyenangkan dalam hidup saya. Namun, saya justru merasa begitu kesepian. Waktu itu, saya baru lulus kuliah dan memperoleh pekerjaan “sungguhan” pertama saya di sebuah kota yang berjarak ratusan kilometer dari tempat asal saya. Namun, sensasi dari langkah besar tersebut tidak bertahan lama. Yang saya punya hanya sebuah apartemen mungil tanpa perabot. Saya tidak mengenal kota itu. Saya tidak mengenal siapa pun. Pekerjaan saya menarik, tetapi rasa sepi membuat saya merana.
Suatu malam di rumah, saya duduk termenung dan membuka Alkitab. Saya pun membaca Mazmur 16, dan ayat 11 menjanjikan sukacita berlimpah-limpah yang disediakan Allah. Saya pun berdoa, “Tuhan, rasanya pekerjaanku tepat untukku, tetapi sekarang aku merasa sangat kesepian. Tolonglah ya Tuhan, penuhi aku dengan kehadiran-Mu.” Saya menaikkan rintihan permohonan seperti itu berminggu-minggu lamanya. Adakalanya kesepian itu terasa lebih ringan, dan saya begitu kuat merasakan kehadiran Allah. Namun di malam-malam tertentu, saya merasa begitu tersiksa oleh rasa sepi.
Saat saya kembali kepada ayat itu dan menambatkan hati saya pada firman Allah malam demi malam, Dia perlahan-lahan memperdalam iman saya. Saya mengalami kesetiaan-Nya melalui cara-cara yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Saya pun belajar bahwa saya hanya perlu mencurahkan isi hati saya kepada-Nya . . . dan dengan rendah hati menantikan jawaban yang pasti diberikan-Nya, sambil mempercayai janji-Nya untuk memenuhi saya dengan Roh-Nya. —Adam Holz
Tuhan, terkadang kami merasa begitu hampa. Namun, Engkau menunjukkan jalan kehidupan dan menghendaki kami untuk mempercayai-Mu. Tolonglah kami untuk memegang janji-Mu yang akan melimpahkan sukacita di saat kami berputus asa.
Tambatkanlah hatimu pada Allah.

Saturday, March 3, 2018

Berharga di Mata Allah

Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. —1 Yohanes 4:11
Berharga di Mata Allah
Namanya David, tetapi kebanyakan orang menyebutnya “pemain biola jalanan”. David adalah seorang pria tua lusuh yang senantiasa tampil di tempat-tempat keramaian di kota kami untuk menghibur orang-orang yang lalu-lalang dengan permainan biolanya yang istimewa. Sebagai apresiasi terhadap permainan musiknya, terkadang para pendengar menaruh uang di dalam kotak biola yang terbuka di atas trotoar di depan mereka. David pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya untuk berterima kasih seraya terus memainkan biolanya.
Belum lama ini David meninggal dunia dan berita kematiannya muncul di surat kabar setempat. Dari situ terungkap bahwa David fasih berbicara dalam sejumlah bahasa, seorang lulusan dari universitas ternama, bahkan pernah mencalonkan diri sebagai anggota senat untuk negara bagiannya bertahun-tahun lalu. Sejumlah orang pun terkejut saat mengetahui prestasi hidup David, karena mereka telah menilai David hanya berdasarkan penampilannya.
Alkitab mengatakan bahwa “Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya” (Kej. 1:27). Hal itu menyingkapkan suatu nilai mulia yang melekat dalam setiap diri kita, terlepas dari bagaimana penampilan kita, apa pun pencapaian kita, atau apa pun yang dipikirkan orang lain tentang kita. Bahkan ketika kita sudah memilih untuk menjauhi Allah dalam dosa-dosa kita, kita begitu berharga di mata-Nya hingga Dia mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menunjukkan kepada kita jalan menuju keselamatan dan kekekalan bersama-Nya.
Kita sangat dikasihi Allah, dan orang-orang di sekitar kita sangatlah berharga di mata-Nya. Kiranya kita mengungkapkan kasih kita kepada-Nya dengan membagikan kasih-Nya itu kepada orang lain. —James Banks
Bapa Surgawi, terima kasih untuk kasih-Mu yang sangat indah bagiku. Aku berdoa agar orang lain bisa melihat kasih-Mu lewat perkataan dan perbuatanku hari ini.
Kasih Allah diberikan-Nya untuk kita bagikan.

Friday, March 2, 2018

Zona Telepon

Tetaplah berdoa. —1 Tesalonika 5:17
Zona Telepon
Salah satu manfaat telepon seluler (ponsel) adalah kita dapat menghubungi dan dihubungi orang lain kapan saja, di mana saja, dan hampir tidak terbatas. Alhasil, banyak orang menelepon atau menulis pesan pendek selagi mengemudi, dan perbuatan itu mengakibatkan terjadinya sejumlah kecelakaan mobil yang mengerikan. Guna menghindari musibah tersebut, banyak tempat di dunia telah melarang penggunaan ponsel saat mengemudi. Di Amerika Serikat, rambu-rambu lalu lintas dipasang di mana-mana untuk mengingatkan para pengemudi tentang zona khusus ponsel. Keberadaan zona itu memungkinkan para pengemudi untuk menepi dan melakukan panggilan telepon atau menulis pesan sebebasnya.
Pembatasan terhadap penggunaan ponsel memang baik bagi keselamatan para pengemudi, tetapi ada sebuah bentuk komunikasi lain yang tidak pernah dibatasi, yaitu doa. Allah mengundang kita untuk berseru kepada-Nya kapan saja, baik dalam perjalanan maupun saat berdiam di suatu tempat. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menasihatkan setiap orang yang ingin berkomunikasi dengan Allah untuk senantiasa berdoa (1Tes. 5:17). Nasihat Paulus untuk menghampiri Allah di dalam doa itu dirangkai dengan dorongan untuk senantiasa bersukacita (ay.16) dan untuk mengucap syukur dalam segala hal (ay.18). Allah menyerukan kepada kita untuk terus bersukacita dan bersyukur—itulah ungkapan iman kepada Allah melalui Kristus yang dilandaskan pada doa yang dinaikkan terus-menerus.
Allah selalu bersedia mendengar seruan yang kita naikkan secara spontan maupun bercakap-cakap dengan kita untuk waktu yang panjang. Dia menerima kita ke dalam suatu hubungan dengan-Nya, dan kita boleh terus-menerus membawa segala sukacita, ucapan syukur, kebutuhan, pertanyaan, dan keprihatinan kita kepada-Nya (Ibr. 4:15-16). Kita selalu berada dalam zona doa. —Bill Crowder
Tuhan, aku bersyukur karena Engkau mau mendengarkanku. Aku membutuhkan-Mu hari ini.
Akses menuju takhta Allah selalu terbuka.

Thursday, March 1, 2018

Takkan Tumbang

Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? —Matius 6:27
Takkan Tumbang
Sebagai orang kelahiran California, wilayah yang selalu disinari matahari, saya tidak menyukai cuaca dingin. Namun, saya sangat suka melihat foto-foto salju yang indah. Saya senang ketika teman saya mengirimkan foto sebatang pohon muda yang terlihat dari jendela kamarnya di musim dingin. Kekaguman saya berubah menjadi kesedihan saat melihat dahan-dahan pohon itu merunduk karena dibebani butiran-butiran es yang berat.
Berapa lama dahan-dahan itu dapat bertahan sebelum tumbang oleh beban es yang berat? Beban berat pada dahan-dahan itu mengingatkan saya pada perasaan khawatir yang sering membebani hati dan pikiran saya.
Yesus baru saja menegaskan bahwa harta yang terbesar tidaklah bersifat duniawi dan sementara. Dia lalu mendorong kita untuk melepaskan segala kekhawatiran yang menggelisahkan kita. Allah Bapa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini, mengasihi anak-anak-Nya dan selalu memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu, kita tidak perlu menghabiskan waktu dengan terus-menerus merasa khawatir. Allah tahu segala kebutuhan kita dan akan memelihara kita (Mat. 6:19-32).
Allah juga tahu bahwa adakalanya kita digoyahkan oleh perasaan khawatir. Dia meminta kita untuk mencari-Nya terlebih dahulu, mempercayai penyertaan dan pemeliharaan-Nya di masa sekarang, dan menjalani hidup dengan iman dari hari ke hari (ay.33-34).
Dalam kehidupan ini, kita pasti akan menghadapi masalah-masalah yang berat dan ketidakpastian yang dapat membuat kita berputus asa. Mungkin adakalanya kita juga digoyahkan oleh beban kekhawatiran. Namun ketika kita mempercayai Allah, kekhawatiran itu tidak akan menumbangkan kita. —Xochitl Dixon
Tuhan, terima kasih karena Engkau meyakinkan kami untuk tidak khawatir karena Engkau senantiasa memenuhi kebutuhan-kebutuhan kami yang terdalam.
Kekhawatiran takkan menumbangkan kita ketika kita mempercayai Allah, Sumber segala hal yang baik.
 

Total Pageviews

Translate