Pages - Menu

Saturday, August 31, 2019

Lingkaran Kecil

Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. —Galatia 5:1
Lingkaran Kecil
Seorang teman sekelas memberikan kepada keluarga kami seekor anjing collie yang sudah terlalu tua untuk beranak. Tak lama kemudian kami menyadari bahwa anjing cantik itu pernah menghabiskan sebagian besar hidupnya dikurung di dalam kandang yang kecil. Akibatnya, ia hanya bisa berjalan berputar-putar dalam lingkaran kecil. Ia tidak bisa bermain menangkap barang yang dilemparkan kepadanya, dan tidak bisa lari dengan lurus. Bahkan ketika dilepaskan untuk bermain-main di halaman yang luas, ia mengira masih berada di dalam kandang.
Banyak dari jemaat Kristen mula-mula adalah orang Yahudi yang sudah terbiasa diatur oleh hukum Taurat. Meski hukum itu baik dan diberikan Allah untuk menginsafkan mereka dari dosa serta menuntun mereka kepada Yesus (Gal. 3:19-25), sekarang mereka harus menjalani hidup baru dalam iman mereka berdasarkan anugerah Allah dan kemerdekaan dalam Kristus. Namun, mereka masih ragu. Setelah sekian lama diatur sedemikian rupa, mungkinkah mereka benar-benar merdeka?
Bisa jadi kamu menghadapi masalah yang sama. Mungkin kamu bertumbuh dalam gereja-gereja dengan peraturan kaku yang mengekangmu. Sebaliknya, mungkin kamu dibesarkan dalam keluarga yang terlalu terbuka, tetapi sekarang kamu merasa membutuhkan sejumlah aturan untuk membuat hidupmu lebih tertib. Apa pun itu, sekaranglah waktunya menyambut kemerdekaanmu dalam Kristus (Gal. 5:1). Yesus Kristus telah memerdekakan kita sehingga kita bisa taat kepada-Nya karena kita mengasihi Dia (Yoh. 14:21) dan “[melayani] seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal. 5:13). Sukacita dan kasih yang besar tersedia bagi mereka yang menyadari bahwa “apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka” (Yoh. 8:36). —Mike Wittmer
WAWASAN
Sunat adalah adat yang lazim di Mesir dan Kanaan kuno (Yeremia 9:25), tetapi Allah menjadikan sunat sebagai tanda lahiriah dari perjanjian antara Dia dengan bangsa Israel (Kejadian 17:11). Sunat menjadi semacam lencana kerohanian Yahudi; orang non-Yahudi disebut “bangsa yang tidak bersunat”—mereka berada di luar ikatan perjanjian Allah. Paulus tidak mengecam sunat itu sendiri; ia menyunatkan Timotius—seorang Yunani—karena Timotius melayani orang-orang Yahudi (Kisah Para Rasul 16:1-3). Namun, Paulus menentang orang-orang Yudea yang memaksakan sunat sebagai syarat keselamatan (15:1-2). Dalam sidang di Yerusalem (ay.6-29), gereja mula-mula meneguhkan bahwa keselamatan adalah karena kasih karunia Kristus saja (ay.11). —K.T. Sim
Pernahkah kamu terhalang untuk mengalami kemerdekaan dalam Kristus? Bagaimana kesadaran akan kemerdekaan tersebut memampukanmu untuk melayani sesama?
Tuhan Yesus, tolonglah aku untuk percaya bahwa aku sudah merdeka seperti yang Engkau katakan.

Friday, August 30, 2019

Perkara Besar!

Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? —Roma 8:31
Perkara Besar!
Pada tanggal 9 November 1989, dunia terperangah mendengar kabar runtuhnya Tembok Berlin. Tembok yang membagi dua kota Berlin di Jerman itu akhirnya runtuh, dan kota yang sudah terbelah selama dua puluh delapan tahun pun dipersatukan kembali. Meski pusat kebahagiaan itu ada di Jerman, tetapi seluruh dunia yang menyaksikan ikut bergembira. Perkara besar telah terjadi!
Ketika bangsa Israel kembali ke tanah air mereka pada tahun 538 SM setelah hidup dalam pembuangan di negeri asing selama hampir tujuh puluh tahun, peristiwa itu juga punya arti yang sangat besar. Mazmur 126 diawali dengan melihat ke belakang, kepada pengalaman Israel yang membahagiakan itu. Peristiwa tersebut diwarnai dengan tawa, nyanyian sukacita, dan pengakuan bangsa-bangsa bahwa Allah telah melakukan perkara-perkara besar bagi umat-Nya (ay.2). Apa tanggapan orang-orang yang telah menerima belas kasihan Allah yang membebaskan mereka? Sukacita besar atas perkara besar yang Allah kerjakan (ay.3). Lebih dari itu, karya-Nya di masa lalu menjadi dasar bagi permohonan di masa kini dan pengharapan yang cerah untuk masa depan (ay.4-6).
Tidaklah sulit bagi kamu dan saya untuk mengingat-ingat perkara besar yang pernah Allah kerjakan dalam hidup kita, terutama jika kita percaya kepada Allah melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Penggubah himne dari abad ke-19, Fanny Crosby, mengungkapkan hal tersebut ketika ia menulis, “Tiada terukur besar hikmat-Nya; penuhlah hatiku sebab Anak-Nya” [NKB No. 3]. Ya, kemuliaan bagi Allah, atas perkara-perkara besar yang telah dikerjakan-Nya! —Arthur Jackson
WAWASAN
Mazmur 126 adalah salah satu nyanyian ziarah, judul yang terdapat dalam lima belas mazmur (120-134). Semuanya itu dikenal sebagai nyanyian-nyanyian ziarah dan kemungkinan besar dinyanyikan oleh orang Yahudi ketika mereka mendaki ke Bait Allah di Yerusalem untuk menghadiri tiga perayaan wajib (Paskah atau hari raya Roti Tidak Beragi; Pentakosta atau hari raya Tujuh Minggu; dan Tabernakel atau hari raya Pondok Daun). Peraturan tentang kewajiban ini terdapat dalam Ulangan 16:16. Para pakar Alkitab lain menafsirkan bahwa mazmur ini dinyanyikan oleh para penyanyi Lewi ketika mereka menaiki anak tangga Bait Allah. Mazmur 126 mengajak para penyembah untuk bersukacita saat mengenang bagaimana “TUHAN memulihkan keadaan Sion” (ay.1) atau Yerusalem, kemungkinan besar ketika bangsa itu kembali dari pembuangan di Babel pada zaman Ezra. —Alyson Kieda
Perkara-perkara besar apa yang pernah Allah kerjakan dalam hidupmu? Bagaimana iman dan pengharapanmu dapat semakin dikuatkan dengan mengingat-ingat perkara-perkara tersebut?
Perkara-perkara besar di masa lalu dapat membangkitkan sukacita, permohonan, dan pengharapan besar untuk masa kini dan masa depan.

Thursday, August 29, 2019

Gunakan Keunikan Kamu

Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. —1 Korintus 12:4
Gunakan Keunikan Kamu
Saya pernah diundang untuk bertemu dengan seorang pianis terkenal dunia. Karena sejak kecil saya sudah berkutat dengan musik—bermain biola dan piano, dan terutama menyanyi solo di gereja dan acara-acara lainnya—saya senang sekali mendapatkan kesempatan ini.
Ketika saya bertemu dengan sang pianis, barulah saya tahu bahwa ia tidak terlalu fasih berbahasa Inggris. Saya juga terkejut ketika ia menyiapkan cello untuk saya—padahal saya sama sekali belum pernah mempelajari alat musik itu—dan meminta saya memainkannya. Ia berkeras menyuruh saya main dan ia akan mengiringi saya. Saya menggesekkan beberapa nada, dengan berusaha meniru cara bermain biola yang saya pelajari. Setelah saya mengakui bahwa saya tidak bisa, kami pun berpisah.
Saya terbangun dan menyadari ternyata kisah tadi hanya mimpi. Namun, karena saya memang mempunyai latar belakang bermusik, dalam benak saya terus terbayang kata-kata, Mengapa tidak kau katakan kepadanya bahwa kau bisa menyanyi?
Allah memperlengkapi kita dengan talenta dan karunia rohani agar kita mengembangkannya untuk kebaikan bersama (1kor. 12:7). Dengan sungguh-sungguh membaca Alkitab dan mendengarkan nasihat bijak dari orang lain, kita dapat semakin mengerti tentang karunia (atau karunia-karunia) rohani unik yang kita miliki. Rasul Paulus mengingatkan bahwa apa pun karunia rohani itu, kita perlu meluangkan waktu untuk mengenali dan menggunakannya, dengan menyadari bahwa Roh Allah memberikan karunia kepada tiap-tiap orang “seperti yang dikehendaki-Nya” (ay.11).
Mari gunakan keunikan yang telah diberikan Roh Kudus kepada kita untuk memuliakan Allah dan melayani saudara-saudari seiman kita dalam Tuhan. —Evan Morgan, Penulis Tamu
WAWASAN
Kepada gereja Korintus yang sedang bergumul dengan perpecahan besar, Paulus menulis tentang karunia-karunia Roh. Tujuannya ialah untuk memulihkan perpecahan itu dan menyesuaikan cara pandang umat percaya terhadap peran dan keunggulan mereka masing-masing. Salah satu hal pertama yang Paulus katakan adalah bahwa karunia-karunia itu diberikan untuk kebaikan bersama. Artinya, apapun karunia itu, manfaatnya adalah bagi kepentingan orang lain. —J.R. Hudberg
Apa keunikan karunia rohanimu, dan bagaimana kamu dapat menggunakannya hari ini? Mengapa kita tidak sepatutnya iri terhadap karunia rohani orang lain?
Ya Bapa, tunjukkanlah kepadaku karunia-karunia yang telah Engkau berikan dan bagaimana aku bisa menggunakannya untuk melayani sesamaku.

Wednesday, August 28, 2019

Berdoa dan Mengasihi

Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! —Roma 12:21
Berdoa dan Mengasihi
Jesse Owens, atlet atletik ternama, dibesarkan oleh orangtua yang beriman teguh kepada Yesus. Ia pun menjalani hidupnya dengan penuh iman dan keberanian. Owens pernah berlaga dalam Olimpiade tahun 1936 di Berlin sebagai satu dari segelintir orang Amerika berkulit hitam dalam kontingen AS. Di sana ia berhasil menyabet empat medali emas di depan Adolf Hitler dan para pendukung Nazi yang penuh dengan kebencian terhadap ras yang berbeda. Owens sempat berteman dengan seorang atlet asal Jerman bernama Luz Long. Dalam lingkungan yang dipenuhi propaganda Nazi, sikap Owens yang sederhana dalam menghidupi imannya ternyata berdampak besar pada Luz. Di kemudian hari, Long menulis kepada Owens: “Waktu di Berlin, saat pertama kalinya aku bicara denganmu, kau sedang berlutut, dan aku tahu kau pasti sedang berdoa . . . aku terpikir untuk percaya juga kepada Allah.”
Owens mencontohkan bagaimana orang percaya bisa menjawab perintah Rasul Paulus untuk “[menjauhi] yang jahat” dan “saling mengasihi sebagai saudara” (Rm. 12:9-10). Ia bisa saja membalas kejahatan di sekelilingnya dengan kebencian, tetapi Owens memilih hidup dengan iman dan menunjukkan kasih kepada seseorang yang kemudian menjadi temannya dan yang akhirnya terpikir untuk percaya kepada Allah.
Ketika umat Allah dengan setia “[bertekun] dalam doa” (ay.12), Dia akan memampukan kita untuk “sehati sepikir dalam hidup [kita] bersama” (ay.16).
Ketika kita mengandalkan doa, kita dapat berkomitmen untuk menghidupi iman kita dan mengasihi semua orang yang juga diciptakan menurut gambar Allah. Saat kita berseru kepada Allah, Dia akan menolong kita meruntuhkan tembok-tembok pembatas dan membangun jembatan kedamaian dengan orang-orang di sekitar kita. —Xochitl Dixon
WAWASAN
Roma 12:9-21 adalah sebuah perikop yang sulit diuraikan—seperti kumpulan perkataan yang acak dalam kitab Amsal. Namun, di sini Paulus masih melanjutkan tentang pembaruan budi dan hidup yang diubahkan (12:1-2). Fokus utamanya adalah kasih—keutamaan kasih dalam hidup pengikut Yesus (ay.9). Bukti paling jelas dari hidup yang menyerupai Kristus adalah mengasihi seperti Kristus. Hidup yang diubahkan adalah hidup yang mengasihi dengan sepenuh hati dan memberi dengan penuh pengorbanan. Paulus menasihatkan bagaimana menjalin hubungan dengan orang-orang percaya (ay.9-16) dan yang belum percaya (ay.17-21) di dunia yang jahat ini. Kasih kepada orang lain—terutama kepada musuh—adalah ujian yang nyata atas akal budi yang sudah diperbarui dan hidup yang sudah diubahkan (ay.21). —K.T.Sim
Bagaimana cara kamu membangun jembatan kedamaian antara kamu dan sesama? Pernahkah kamu melihat bagaimana kesetiaanmu berdoa membuahkan hasil?
Bapa di surga, kuatkanlah kami agar dapat bersatu dalam doa, berkomitmen penuh untuk saling mengasihi dan hidup bersama dalam damai.

Tuesday, August 27, 2019

Layak Kita Memuji

Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. —Mazmur 121:4
Layak Kita Memuji
Sebagai lelaki yang mencoba teguh memegang prinsip, hari itu saya merasa sangat gagal. Apa yang telah saya lakukan? Saya tertidur. Masalahnya begini: saya menerapkan jam malam terhadap anak-anak saya ketika mereka keluar di malam hari. Saya percaya mereka anak-anak yang baik, tetapi saya memang terbiasa terjaga dan menunggu sampai mendengar pintu depan rumah kami dibuka. Saya harus memastikan bahwa mereka sudah pulang dengan selamat. Meski bukan keharusan, tetapi saya memilih melakukannya. Namun, suatu malam, saya dibangunkan putri saya yang berkata sambil tersenyum, “Ayah, aku sudah pulang dengan selamat. Ayah bisa masuk kamar sekarang.” Sebaik apa pun niat kita, terkadang kita tertidur selagi berjaga. Sesuatu yang wajar, dan juga sangat manusiawi.
Namun, hal tersebut tidak pernah terjadi pada Allah. Mazmur 121 adalah pujian yang meneguhkan hati tentang Allah sebagai penjaga dan pelindung anak-anak-Nya. Pemazmur menyatakan bahwa Allah yang menjaga kita “tidak akan terlelap” (ay.3). Pemazmur kembali menegaskan kebenaran itu di ayat 4: “Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel.”
Sungguh tak terbayangkan! Allah tidak pernah lalai dan tertidur. Dia senantiasa menjaga kita semua—anak, paman, bibi, ibu, dan bahkan ayah. Dia tidak harus melakukannya, tetapi Dia memilih untuk melakukannya karena kasih-Nya yang besar. Layaklah kita memuji Dia untuk janji penyertaan-Nya yang luar biasa itu. —John Blase
WAWASAN
Mazmur 121 adalah sebuah nyanyian ziarah yang dinyanyikan oleh orang-orang yang beribadah dalam perjalanan tahunan mereka ke Yerusalem. Keyakinan bahwa Allah adalah “Penjaga” umat-Nya diulang sebanyak lima kali (ay.3,4,5,7,8). Mazmur ini disusun menjadi empat couplet atau stanza 2 baris, masing-masing dengan tema yang berbeda, tetapi semuanya berkaitan dengan perlindungan Allah. Ayat 1-2 menyatakan dengan khidmat bahwa pertolongan datang dari yang “menjadikan langit dan bumi.” Ayat 3-4 menekankan bahwa Dia tidak pernah tidur dalam menjaga umat-Nya. Ayat 5-6 menyatakan perlindungan-Nya atas Israel siang dan malam. Selanjutnya ayat 7-8 menunjukkan perlindungan kekal Allah adalah “dari sekarang sampai selama-lamanya.” —Julie Schwab
Dalam hal apa saja kamu merasakan penyertaan dan kehadiran Allah? Saat kamu tidak merasakannya, kebenaran apa yang bisa kamu andalkan?
Bapa, terima kasih atas pemeliharaan-Mu yang tak berkesudahan atas hidup kami. Kami tahu itu bukan berarti hidup kami bebas masalah, tetapi hidup yang dipegang erat oleh kasih dan kehadiran-Mu. Tolong kami untuk meyakini penuh bahwa Engkau tidak pernah lalai menjaga kami.

Monday, August 26, 2019

Kesempatan Kedua

Engkau akan berbelaskasihan lagi kepada kami dan mengampuni kami. Dosa-dosa kami akan Kaupijak-pijak dan Kaulemparkan ke dasar laut! —Mikha 7:19 BIS
Kesempatan Kedua
Di toko sepeda Second Chance dekat rumah kami, beberapa relawan memperbaiki sepeda-sepeda yang dibuang orang dan mendonasikannya ke anak-anak yang membutuhkan. Ernie Clark, sang pemilik toko, juga mendonasikan sepeda ke orang dewasa yang membutuhkan, seperti kaum tunawisma, mereka yang berkebutuhan khusus, dan para veteran perang yang berjuang untuk kembali ke tengah masyarakat. Bukan hanya sepeda-sepeda itu yang mendapat kesempatan kedua, orang-orang yang menerimanya pun terkadang mendapat kesempatan kedua. Seorang veteran perang menggunakan sepeda yang diterimanya untuk pergi menghadiri wawancara kerja.
Kesempatan kedua dapat mengubah kehidupan seseorang, terutama jika kesempatan itu datang dari Allah. Nabi Mikha sangat meninggikan anugerah tersebut pada masa bangsa Israel hidup bergelimang dosa dengan melakukan suap, penipuan, dan dosa-dosa tercela lainnya. Dalam ratapannya, Nabi Mikha berkata, “Orang jujur sudah lenyap dari negeri, orang yang setia kepada Allah tidak ditemukan lagi” (Mik. 7:2 BIS).
Mikha tahu Allah adil dalam menghukum kejahatan. Namun, karena kasih-Nya, Dia memberi kesempatan kedua kepada orang yang bertobat. Karena merasa begitu rendah di hadapan kasih yang agung, Mikha berseru, “Tak ada Allah seperti Engkau, ya Tuhan, yang mengampuni dosa umat pilihan-Mu yang tersisa” (ay.18 BIS).
Kita juga dapat bersukacita karena Allah tidak membuang kita oleh karena dosa kita, apabila kita memohon pengampunan kepada-Nya. Mikha berseru tentang Allah, “Engkau akan berbelaskasihan lagi kepada kami dan mengampuni kami. Dosa-dosa kami akan Kaupijak-pijak dan Kaulemparkan ke dasar laut!” (ay.19 BIS). Kasih Allah memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang mencari Dia. —Patricia Raybon
WAWASAN
Mikha, yang hidup sezaman dengan Yesaya dan Hosea, melayani kerajaan Israel dan Yehuda selama sekitar enam puluh lima tahun (Mikha 1:1; Hosea 1:1). Pada masa itu, marak penyembahan berhala, korupsi, ketidakadilan, dan penindasan terhadap orang miskin (Mikha 7:2-3) dalam dua kerajaan itu. Bahkan ketika ia bernubuat tentang tangan Allah yang mengajar— memperingatkan bahwa Israel akan digempur oleh Asyur (1:6), tentang pembuangan (ay.16), dan tentang kehancuran Yerusalem dan Bait Allah (3:12), Mikha juga berbicara dengan jelas tentang belas kasihan dan berkat Allah jika mereka mau bertobat dan “berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah [mereka]”. Mikha juga menubuatkan berkat dari kembalinya sisa bangsa Israel ke Yerusalem (2:12) dan lahirnya Mesias (5:2). Mikha kemudian menutupnya dengan pernyataan, “Siapakah Allah seperti Engkau” (7:18), mengingatkan pembaca terhadap pewahyuan Allah dalam Keluaran 34:6-7. Yang menarik, nama Mikha berarti “Siapakah yang seperti Yehova.” —K.T.Sim
Dosa apa yang ingin kamu tinggalkan supaya kamu memperoleh kesempatan kedua dari Allah yang Maha Pengasih?
Bapa, terima kasih atas kesempatan kedua yang Kau berikan kepada kami.

Sunday, August 25, 2019

Dikejutkan oleh Hikmat

O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! —Roma 11:33
Dikejutkan oleh Hikmat
“Sepertinya semakin aku bertambah tua, semakin Ayah terlihat bijak. Kadang saat aku menasihati anakku, aku mendengar perkataan Ayah keluar dari mulutku!”
Pernyataan anak perempuan saya yang blak-blakan itu membuat saya tertawa. Hal yang sama saya rasakan terhadap kedua orangtua saya sendiri. Sering saya menasihati anak-anak saya dengan nasihat yang telah saya terima dari mereka. Setelah menjadi ayah, perspektif saya tentang kebijaksanaan orangtua berubah. Apa yang pernah saya anggap sepele ternyata jauh lebih bijaksana daripada yang dahulu saya kira—saya hanya tidak bisa langsung memahaminya saat itu.
Alkitab mengajarkan bahwa “yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia” yang paling cerdas (1 Kor. 1:25). “Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil” tentang Sang Juruselamat yang menderita (ay.21).
Allah selalu punya cara untuk mengejutkan kita. Alih-alih datang sebagai raja perkasa seperti yang diharap-harapkan oleh dunia, Anak Allah justru datang sebagai hamba yang menderita dan mati secara mengenaskan di atas kayu salib—sebelum kemudian dibangkitkan dalam kemuliaan yang tak tertandingi.
Menurut hikmat Allah, kerendahan hati lebih berharga daripada kebanggaan diri, dan kasih menunjukkan nilainya lewat belas kasihan dan kebaikan yang sesungguhnya tidak layak diterima. Melalui salib, Mesias yang tak tertaklukkan itu menjadi korban tertinggi—supaya Dia “menyelamatkan dengan sempurna” (Ibr. 7:25) semua orang yang percaya kepada-Nya! —James Banks
WAWASAN
Paulus menulis surat 1 Korintus dari Efesus di Asia, sebuah provinsi Romawi, menjelang akhir tahun ketiga pelayanannya di sana (sekitar tahun 55-57 M). Menurut penulis Ray Stedman dalam tafsiran 1 dan 2 Korintus karangannya, Korintus sebagai kota pelabuhan yang kaya adalah sebuah “pusat perdagangan” dan kota wisata, tetapi juga “kota dengan kemerosotan moral - prostitusi dan bentuk imoralitas lainnya.” Penduduknya juga “menyembah Afrodit, dewi seksualitas Yunani.” Jadi, orang Kristen dalam gereja baru yang dirintis Paulus di Korintus pada perjalanan misi kedua berhadapan dengan budaya yang bertentangan dengan Injil. Pada surat ini, Paulus memberikan panduan dan semangat untuk umat percaya yang sedang bergumul untuk hidup bagi Yesus di tengah kebudayaan mereka. Dia membahas berbagai isu seperti perpecahan dan imoralitas, serta mengenai apa artinya merdeka dalam Kristus. —Alyson Kieda
Kapankah jalan-jalan Allah pernah membuat kamu bingung? Bagaimana kamu merasa terhibur oleh kenyataan bahwa jalan-jalan-Nya bukanlah jalan kita?
Ya Bapa, aku memuji-Mu karena hikmat dari jalan-jalan-Mu. Tolonglah aku mempercayai-Mu dan berjalan bersama-Mu dengan rendah hati hari ini.

Saturday, August 24, 2019

Kamu Harus Rileks!

Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab Tuhan telah berbuat baik kepadamu. —Mazmur 116:7
Kamu Harus Rileks!
“Kamu harus rileks,” kata tokoh dokter dalam film besutan Disney berjudul Rescuers Down Under, saat sedang merawat Wilbur si elang laut yang terluka. “Rileks? Aku rileks, kok!” sergah Wilbur, yang jelas-jelas tidak rileks dan justru semakin panik. “Mau lebih rileks bagaimana lagi? Nanti aku malah mati!”
Pernahkah kamu merasakan hal yang sama? Dalam film tersebut kepanikan Wilbur sebenarnya bisa dimengerti mengingat metode yang digunakan oleh si dokter tidak terlalu meyakinkan. Namun, adegan tersebut menarik karena mencerminkan dengan baik perasaan kita saat sedang panik.
Ketika kita sedang merasa sangat takut, nasihat untuk rileks bisa jadi terdengar konyol. Saya tahu bagaimana rasanya ketika hal-hal yang mengerikan dalam hidup ini datang bertubi-tubi dan “tali-tali maut” (Mzm. 116:3) membuat saya tegang, sehingga secara naluriah saya cenderung melawan dan bukan rileks.
Namun demikian . . . sering kali di tengah kepanikan, usaha saya untuk melawan justru semakin membuat kegelisahan saya menjadi-jadi dan saya pun dilumpuhkan oleh ketakutan. Akan tetapi, saat saya, sekalipun agak terpaksa, mengizinkan diri saya merasakan kesakitan dan menyerahkannya kepada Allah (ay.4), sesuatu yang mengejutkan terjadi. Ketegangan yang saya rasakan pun mereda (ay.7) dan damai sejahtera yang tidak saya mengerti melanda hati saya.
Saat kehadiran Roh Kudus yang menenangkan itu melingkupi saya, saya pun semakin memahami kebenaran dari inti Injil: perjuangan kita yang terbaik adalah dengan berserah ke dalam dekapan tangan Allah yang kuat (1 Ptr. 5:6-7). —Monica Brands
WAWASAN
Orang yang pernah nyaris kehilangan nyawanya akan semakin menyadari nilai kehidupan dan pentingnya hidup benar di hadapan Allah. Dalam mazmur ini, pemazmur yang tidak disebut namanya bersyukur kepada Allah karena telah meluputkannya dari maut (116:3,8). Dengan keyakinan pada kedaulatan Allah atas hidup dan matinya, ia menulis, “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (ay.15). Setelah mendapatkan kesempatan baru untuk hidup, pemazmur dengan penuh syukur bertanya, “Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?” (ay.12). Ia pun mempersembahkan tahun-tahun “perpanjangannya” dengan melayani Allah seumur hidup sebagai ungkapan syukur atas kebaikan-Nya (ay.13-19). Ia bertekad untuk “berjalan di hadapan TUHAN di negeri orang-orang hidup” (ay.9). Hizkia dan Yunus juga memanjatkan doa serupa setelah hidup mereka diselamatkan (Yesaya 38:10-20; Yunus 2:1-9). —K.T.Sim
Pergumulan apa yang menjerat kamu seperti “tali-tali maut” dalam hidupmu? Bagaimana kamu dapat bertumbuh menjadi lebih bergantung pada kasih dan pemeliharaan Allah dalam situasi sulit?
Ya Allah, tolonglah kami menyerahkan upaya kami yang sia-sia untuk memegang kendali dan melepaskan beban yang tidak perlu kami pikul supaya kami mengalami kasih karunia dan kebaikan-Mu.

Friday, August 23, 2019

Hati Hamba

Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya. —Markus 9:35
Hati Hamba
Koki. Perencana acara. Ahli nutrisi. Perawat. Itu hanya sebagian dari banyaknya tanggung jawab yang biasa dilakukan oleh ibu rumah tangga zaman modern. Pada tahun 2016, diperkirakan kaum ibu bekerja antara lima puluh sembilan sampai sembilan puluh enam jam setiap minggunya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan anak-anak mereka.
Tidak heran ibu rumah tangga selalu merasa kelelahan! Menjadi ibu berarti merelakan banyak waktu dan energi untuk merawat anak-anak, yang membutuhkan banyak pertolongan dalam menjalani hidupnya.
Ketika saya lelah dan perlu diingatkan bahwa merawat orang lain adalah pekerjaan mulia, saya dikuatkan ketika melihat bagaimana Yesus meneguhkan orang-orang yang melayani.
Dalam Injil Markus, para murid berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Yesus pun mengingatkan, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (9:35). Lalu Dia mengambil seorang anak untuk melukiskan pentingnya melayani sesama, terutama kaum yang tidak berdaya (ay.36-37).
Respons Yesus mengubah standar tentang apa artinya menjadi yang terkemuka dalam Kerajaan-Nya. Standar itu adalah hati yang rela melayani sesama, dan Yesus berjanji bahwa penyertaan dan penguatan dari Allah akan menyertai mereka yang memilih untuk melayani (ay.37).
Ketika kamu berkesempatan melayani keluarga atau komunitas, kiranya kamu terhibur saat mengetahui bahwa Yesus sangat menghargai waktu dan usaha yang kamu berikan untuk melayani. —Lisa Samra
WAWASAN
Dalam kebudayaan Israel abad pertama, membuka pintu rumah bagi para pengelana adalah tindakan sosial yang bernilai penting. Menurut salah satu tradisi pengajaran rabbi pada masa itu, keramahtamahan lebih besar nilainya daripada menerima shekinah, yang menandakan kemuliaan atau kehadiran Allah di Bait-Nya. Namun, anehnya, dalam budaya mereka, tidak ditanamkan nilai agar kaum pria ‘membuka pintu hati’ mereka bagi anggota masyarakat yang dianggap lebih rendah martabatnya. Mereka memandang dan memperlakukan para budak, istri, dan anak-anak hanya sebagai properti. Oleh karena itu, murid-murid Kristus tidak memiliki pemahaman sebelumnya tentang suatu kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang juga hamba, yang rela mati untuk mewujudkan rencana-Nya membentuk dunia yang lebih baik (Markus 9:30-32). Yesus memutarbalikkan pandangan mereka tentang kerajaan-Nya dengan menyambut, memeluk, dan menghargai seorang anak kecil sebagai gambaran kerendahan hati yang belum mereka pahami. Kemudian Dia memperluas pengertian mereka tentang siapa yang seharusnya kita terima dalam hati (ay.37). —Mart DeHaan
Bagaimana kamu dapat melayani seseorang hari ini? Dapatkah kamu meluangkan waktu untuk menyatakan rasa terima kasih kepada seseorang yang telah melayani dan mengasihimu dengan sepenuh hati?
Tuhan Yesus, terima kasih Kau telah mengingatkan kami tentang perhatian-Mu kepada anak-anak dan mereka yang tak berdaya. Tolonglah kami agar dapat mengikuti teladan pelayanan-Mu.

Thursday, August 22, 2019

Bukan Tips Biasa

Dikirim-Nya kebebasan kepada umat-Nya, diperintahkan-Nya supaya perjanjian-Nya itu untuk selama-lamanya; nama-Nya kudus dan dahsyat. —Mazmur 111:9
Bukan Tips Biasa
Baru-baru ini, salah seorang cucu saya mencoba menghangatkan boneka kelincinya dengan meletakkannya pada kaca pembatas perapian. Akibatnya, bulu boneka itu menempel pada kaca dan terlihat sangat mengganggu, tetapi untunglah saya mendapat tips yang bermanfaat dari seorang tukang perapian untuk membuat kaca perapian terlihat baru. Tips itu sangat jitu, dan sejak saat itu, saya melarang orang menaruh boneka di dekat perapian!
Barangkali kita sering memandang Alkitab sebagai sekumpulan tips atau solusi yang membuat hidup menjadi lebih mudah. Walaupun Alkitab memang berbicara banyak tentang cara menjalani hidup baru yang memuliakan Kristus, tetapi itu bukan satu-satunya tujuan dari Alkitab. Apa yang diberikan Alkitab kepada kita adalah solusi bagi kebutuhan terbesar umat manusia: kebebasan dari dosa dan keterpisahan kekal dari Allah.
Dari janji keselamatan di Kejadian 3:15 hingga pengharapan sejati akan langit dan bumi yang baru (Why. 21:1-2), Alkitab menjelaskan bahwa Allah mempunyai rencana kekal untuk menyelamatkan kita dari dosa supaya kita dapat menikmati persekutuan dengan Dia. Melalui setiap kisah dan petunjuk hidup di dalamnya, Alkitab selalu menuntun kita kepada Yesus Kristus, satu-satunya Pribadi yang sanggup menyelesaikan masalah terbesar yang kita hadapi.
Ketika kita membaca Alkitab hari ini, ingatlah bahwa yang kita cari adalah Yesus, keselamatan yang Dia berikan, serta petunjuk bagaimana kita dapat hidup sebagai anak-anak Allah. Solusi yang diberikan-Nya adalah yang terbaik! —Dave Branon
WAWASAN
Mazmur 111 adalah salah satu dari tujuh mazmur dalam Perjanjian Lama yang dikenal sebagai “mazmur akrostik” (yang lainnya adalah Mazmur 25, 34, 37, 112, 119, 145). Disebut akrostik karena susunan ayatnya sesuai urutan abjad. Abjad Ibrani memiliki dua puluh dua huruf (dari aleph sampai taw); mazmur akrostik memiliki 22 baris atau ayat, yang setiap awalnya dimulai sesuai urutan huruf abjad Ibrani. Mazmur 111 dan 112 saling berkaitan. Dalam bahasa aslinya, dua mazmur itu memiliki dua puluh dua baris dalam sepuluh ayat, dipisahkan oleh seruan “Haleluya!”
Dengan sentuhan kreativitasnya, penulis membanggakan “perbuatan-perbuatan” sang Mahakuasa (111:2, 6-7). Kata-kata dan ungkapan lain yang dipakai untuk menyebutkan perbuatan Allah adalah “pekerjaan-Nya” (ay.3) dan “perbuatan ajaib” (ay.4). Sifat-sifat Allah juga dipuji: “Keadilan-Nya tetap untuk selamanya”; Dia “pengasih dan penyayang”; dan “Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya” (ay.3-5). —Arthur Jackson
Bagaimana Yesus dan janji keselamatan-Nya telah menyentuh hati dan hidupmu? Mengapa penting melihat bahwa Alkitab secara konsisten menuntun kepada Kristus?
Ya Bapa, terima kasih atas keselamatan yang Engkau berikan melalui Yesus. Tolonglah aku untuk memuliakan Engkau dengan tetap memusatkan hidupku pada Sang Juruselamat dan kasih-Nya yang ajaib bagiku.

Wednesday, August 21, 2019

Perubahan Hidup

[Kenakan] manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. —Efesus 4:24
Perubahan Hidup
Stephen tumbuh besar di kawasan timur kota London yang keras dan sudah terlibat dalam tindak kejahatan di usia 10 tahun. Ia berkata, “Semua orang di sini menjual narkoba, merampok, dan menipu. Lama-lama, kita akan terpengaruh dan melakukan hal yang sama. Itulah jalan hidup semua orang.” Namun, saat berusia 20 tahun, ia memimpikan sesuatu yang mengubah hidupnya: “Saya mendengar Tuhan berkata, Stephen, kamu akan masuk penjara karena membunuh.” Mimpi yang sangat jelas itu menjadi peringatan baginya, maka ia pun berpaling kepada Allah dan menerima Yesus sebagai Juruselamatnya—dan Roh Kudus berkarya mengubah hidupnya.
Stephen lalu mendirikan lembaga yang mengajarkan kepada anak-anak yang tinggal di daerah kumuh nilai-nilai seperti disiplin, moralitas, dan sikap saling menghormati lewat olahraga. Ia berdoa bersama dan melatih anak-anak itu. Baginya, Allah adalah alasan utama dari keberhasilan yang disaksikannya. “Saya mencoba membangun kembali impian yang salah arah,” katanya.
Seperti Stephen, mencari kehendak Allah dan meninggalkan masa lalu berarti mengikuti seruan Paulus kepada jemaat di Efesus untuk mengenakan gaya hidup yang baru. Walaupun kehidupan kita yang lama telah dirusakkan oleh “nafsunya yang menyesatkan,” setiap hari kita bisa berusaha “mengenakan manusia baru” yang diciptakan untuk menyerupai Allah (Ef. 4:22,24). Sebagai orang percaya, kita menjalani proses itu terus-menerus sambil memohon kepada Allah melalui Roh Kudus untuk menjadikan kita semakin serupa dengan-Nya.
Stephen berkata, “Iman adalah dasar penting yang mengubah hidup saya.” Apakah hal itu juga terjadi pada kamu? —Amy Boucher Pye
WAWASAN
Dengan mengingat pengorbanan Yesus demi menyelamatkan kita (Efesus 1-3), Paulus mendorong jemaat Efesus untuk hidup “berpadanan dengan panggilan itu” (4:1). Paulus menegaskan supaya mereka “jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah” (ay.17), yaitu menuruti hawa nafsu dan mengabaikan kekudusan moral (ay.19). Dengan kiasan, Paulus menjelaskan bahwa natur dosa ibarat sesuatu yang usang dan harus diganti oleh sesuatu yang baru (ay.22-24). Paulus mengingatkan kita bahwa “siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17). Dalam Kolose 3, Paulus memerintahkan, “Matikanlah … segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan … [dan] kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (ay.5,12). Seorang pakar Alkitab mengatakan bahwa kita harus melepaskan pakaian kematian (grave) dan mengenakan pakaian anugerah (grace). —K.T.Sim
Ketika kamu melihat kembali hidupmu, momen-momen apa yang mendorong terjadinya perubahan? Perubahan jangka panjang apa yang telah terjadi?
Tuhan Yesus, Engkau hidup dan terus berkarya di dunia serta dalam hidupku. Tolonglah aku agar hari demi hari semakin menyerupai Engkau sementara aku meninggalkan kehidupanku yang dahulu.

Tuesday, August 20, 2019

Dijamah oleh Kasih Karunia

Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu. —Lukas 6:27
Dijamah oleh Kasih Karunia
Novel Leif Enger berjudul Peace Like a River (Damai Bak Aliran Sungai) berkisah tentang Jeremiah Land, seorang ayah tunggal beranak tiga yang bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah sekolah. Sebagai seorang yang beriman teguh, Jeremiah pernah mengalami sejumlah mukjizat, tetapi tidak jarang imannya juga diuji.
Sekolah tempat Jeremiah bekerja dipimpin oleh Chester Holden, pengawas kejam yang memiliki kelainan kulit. Meskipun Jeremiah sangat rajin bekerja, Holden tetap ingin menyingkirkannya. Suatu hari, di depan para murid, ia menuduh Jeremiah mabuk lalu memecatnya. Sungguh memalukan.
Apa tanggapan Jeremiah? Ia bisa saja memperkarakan pemecatan itu atau melaporkan atasannya. Ia bisa juga pergi tanpa banyak ribut dan menerima ketidakadilan itu. Jika itu terjadi pada kamu, apa yang mungkin kamu lakukan?
Yesus berkata, “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu, mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu” (Luk. 6:27-28). Kata-kata yang sulit ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan kejahatan atau melarang orang mencari keadilan. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menjadi sama seperti Allah (ay.36) dengan bertanya lebih dalam: Bagaimana saya dapat menolong musuh saya agar ia berubah menjadi seperti yang Allah kehendaki?
Jeremiah menatap Holden sesaat, lalu mengulurkan tangan dan menyentuh wajahnya. Holden mundur sedikit dengan sikap defensif, lalu meraba dagu dan pipinya sambil terheran-heran. Sakit kulitnya sembuh seketika. Ia telah dijamah oleh kasih karunia. —Sheridan Voysey
WAWASAN
Perkataan Kristus dalam bacaan hari ini mengulang pengajaran-Nya dari Khotbah di Bukit (lihat Matius 5-7, terutama 5:38-48). Beberapa pakar Alkitab mengatakan keduanya mengacu pada kejadian yang sama, tetapi penafsir lainnya menunjukkan sejumlah perbedaan yang ada. Contohnya, Lukas secara spesifik mengatakan bahwa Yesus “turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar” (6:17), sedangkan Matius berkata, “Naiklah [Yesus] … ke atas bukit dan … duduk” (5:1). Matius memuat daftar delapan ucapan bahagia (ay.2-12); Lukas memberikan hanya empat dan dalam urutan yang berbeda (6:20-23). Lukas juga menulis gaya yang berbeda, menurut catatannya, Yesus berkata, “Berbahagialah kamu” sedangkan catatan Matius berbunyi, “Berbahagialah mereka.” Namun, yang penting, inti pesan Kristus dalam kedua catatan adalah sama: kasih Allah melampaui tuntutan hukum apapun mengenai apa yang adil dan benar. Yesus mengajar kita untuk meneladani kasih yang luar biasa itu. —Tim Gustafson
Apakah reaksi pertamamu bila berada dalam situasi seperti yang dialami Yeremia? Bagaimana kamu dapat menolong orang yang sulit sehingga ia bisa lebih dekat pada tujuan Allah bagi mereka?
Tuhan, ketika aku diperlakukan buruk dan tidak adil, tunjukkanlah kepadaku bagaimana aku dapat menolong musuhku untuk lebih mengenal-Mu.

Monday, August 19, 2019

Rumah Baru Kita

Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya. —Wahyu 22:3
Rumah Baru Kita
Sebagai imigran pertama yang tiba di Amerika Serikat melalui Pulau Ellis pada tahun 1892, pastilah Annie Moore merasakan kegembiraan luar biasa saat membayangkan rumah dan awal yang baru. Jutaan orang lain akan melewati juga gerbang yang sama sesudah dirinya. Meski masih remaja, Annie telah meninggalkan kesulitan hidup di Irlandia dan memulai hidup baru di Amerika. Dengan hanya menjinjing sebuah tas kecil, ia datang dengan impian, harapan, dan keyakinan yang begitu besar akan suatu negeri yang penuh kesempatan.
Betapa akan kagum dan takjubnya anak-anak Allah kelak ketika melihat “langit yang baru dan bumi yang baru” (Why. 21:1). Kita akan memasuki apa yang disebut kitab Wahyu sebagai “kota yang kudus, Yerusalem yang baru” (ay.2). Rasul Yohanes menggambarkan tempat yang menakjubkan itu dengan gambaran yang dahsyat. Di dalamnya akan ada “sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu” (22:1). Air melambangkan hidup dan kelimpahan, dan sumbernya adalah Allah yang kekal itu sendiri. Yohanes berkata bahwa di sana “tidak akan ada lagi laknat” (ay.3). Hubungan yang murni dan indah sebagaimana yang Allah rencanakan antara diri-Nya dan manusia akan dipulihkan sepenuhnya.
Alangkah luar biasanya mengetahui bahwa Allah, yang mengasihi anak-anak-Nya dan menebus kita dengan nyawa Anak-Nya, sedang menyiapkan rumah baru yang menakjubkan—di sana Dia sendiri akan tinggal bersama kita dan menjadi Allah kita (21:3). —Estera Pirosca Escobar
WAWASAN
Kitab Wahyu memberikan sekilas gambaran masa depan ketika kita kelak bersama-sama Allah dalam kekekalan. Pasal 21-22 memuat daftar berbagai “kebaruan” yang akan kita alami di langit dan bumi yang baru. Dalam bacaan hari ini, ada dua pohon kehidupan—atau satu pohon yang membentang sepanjang dua sisi sungai (22:2). Jalan menuju pohon kehidupan itu lenyap ketika Adam dan Hawa diusir dari taman Eden (lihat Kejadian 3:24). Di langit yang baru, buah-buah pohon itu, yang tampaknya memang untuk dimakan, akan selalu tersedia. Pohon kehidupan ini membuktikan bahwa kehidupan dalam kerajaan-Nya takkan pernah berakhir. —J.R.Hudberg
Apa yang terbayang dalam pikiranmu ketika berpikir tentang surga? Bagaimana bagian kitab Wahyu hari ini menguatkanmu?
Bapa, bersyukur untuk kasih-Mu! Kami gembira menantikan saatnya kami tinggal dalam damai bersama-Mu dan saudara-saudari lainnya di surga.

Sunday, August 18, 2019

Kamu Letih?

Seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!” —1 Raja-Raja 19:5
Kamu Letih?
“Adakalanya, secara emosional, kita merasa sudah bekerja sehari penuh hanya dalam waktu satu jam,” tulis Zack Eswine dalam buku The Imperfect Pastor (Gembala Gereja yang Tidak Sempurna). Meski yang dimaksudkannya adalah beban yang sering ditanggung oleh para gembala gereja, pernyataan tersebut juga berlaku bagi setiap dari kita. Beban emosional dan tanggung jawab yang berat dapat menyebabkan kita lelah secara fisik, mental, dan spiritual. Ketika itu terjadi, yang kita inginkan hanyalah tidur.
Dalam 1 Raja-Raja 19, Nabi Elia berada dalam keadaan letih luar biasa. Kita membaca bahwa Ratu Izebel telah mengancam untuk membunuhnya (ay.1-2), setelah ia mengetahui bahwa Elia telah membunuh semua nabi Baal (lihat 18:16-40). Elia begitu takut, sehingga ia lari dan memohon Tuhan mengambil nyawanya (19:3-4).
Dalam ketakutannya, ia berbaring dan tidur. Seorang malaikat menyentuhnya dua kali dan berkata kepadanya: “Bangunlah, makanlah!” (ay.5,7). Setelah yang kedua kali, Elia dikuatkan oleh makanan yang disediakan Allah, lalu “ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya” sampai tiba di sebuah gua (ay.8-9). Di sana, Tuhan datang kepadanya dan mengulangi kembali perintah yang harus Elia kerjakan (ay.9-18)—Elia pun disegarkan sehingga sanggup meneruskan pekerjaan yang ditugaskan Allah kepadanya.
Terkadang kita juga perlu diberi semangat di dalam Tuhan. Penguatan itu bisa hadir lewat pembicaraan dengan seorang saudara seiman, lagu pujian, atau waktu doa dan perenungan Alkitab.
Kamu letih? Serahkanlah bebanmu kepada Allah hari ini, agar kamu disegarkan! Dia akan menanggung bebanmu. —Julie Schwab
WAWASAN
Ahab adalah raja ketujuh dari kerajaan Israel Utara. Istrinya, Izebel, yang terkenal jahat adalah putri raja Sidon. Di bawah pengaruh dan dominasi istrinya (1 Raja-Raja 21:25), Ahab membawa bangsa itu kepada penyembahan Baal dan Asyera, ilah-ilah Kanaan, lebih parah daripada yang pernah dilakukan sebelumnya (16:29-33). Izebel sendiri menafkahi 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera dengan menyediakan makanan bagi mereka (18:19). Ia giat menentang ibadah Yahweh dan membantai nabi-nabi-Nya dengan biadab (ay.4,13). Ia begitu menakutkan hingga nabi besar Elia pun kabur menyelamatkan diri ketika diancam akan dibunuh oleh Izebel (19:2-3). —K.T.Sim
Area mana dalam hidupmu yang dirasa perlu mendapat dorongan semangat? Dorongan seperti apakah itu dan bagaimana kamu dapat memperolehnya?
Allah yang Pengasih, tolonglah aku untuk berpaling kepada-Mu ketika aku letih. Terima kasih, karena di dalam Engkau, aku memperoleh kelegaan.

Saturday, August 17, 2019

Diciptakan untuk Hubungan

Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” —Kejadian 2:18
Diciptakan untuk Hubungan
Belakangan mulai marak bisnis “penyewaan keluarga” di banyak negara untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang kesepian. Ada yang menggunakan jasa itu untuk menjaga gengsi, supaya saat menghadiri suatu acara, mereka terlihat seperti memiliki keluarga yang bahagia. Ada juga yang menyewa aktor untuk berperan sebagai anggota keluarga yang sudah jauh, agar mereka dapat merasakan, walaupun sebentar, hubungan keluarga yang masih didambakan.
Tren tersebut mencerminkan kebenaran dasar bahwa manusia diciptakan untuk saling berhubungan. Dalam kisah penciptaan di kitab Kejadian, “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (1:31). Namun ketika melihat Adam, Allah berfirman, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (2:18). Manusia memerlukan kehadiran manusia lain.
Alkitab tidak sekadar menjelaskan tentang kebutuhan kita untuk berhubungan, tetapi juga di mana kita bisa menemukan hubungan yang baik, yaitu di antara para pengikut Yesus. Menjelang kematian-Nya, Yesus berkata kepada sahabat-Nya, Yohanes, untuk menerima ibu Kristus sebagai ibunya sendiri. Mereka akan menjadi keluarga setelah Yesus pergi (Yoh. 19:26-27). Paulus juga memerintahkan orang percaya untuk memperlakukan orang lain layaknya orangtua dan saudara sendiri (1 Tim. 5:1-2). Pemazmur menceritakan kepada kita bahwa salah satu maksud karya penebusan Allah adalah untuk “memberi tempat tinggal kepada orang yang kesepian” (Mzm. 68:7 BIS), dan Allah merancang gereja sebagai salah satu tempat terbaik untuk melakukannya.
Syukur kepada Allah, yang telah menciptakan kita untuk berhubungan dengan sesama dan memberikan umat-Nya untuk menjadi keluarga kita! —Amy Peterson
WAWASAN
Kitab Kejadian secara luar biasa menggambarkan perempuan dan laki-laki sebagai rekan yang setara, saling membutuhkan satu sama lain untuk dapat berkembang. Kejadian 2:18-22 bahkan merupakan satu-satunya catatan tentang penciptaan perempuan yang paling lengkap dibandingkan seluruh literatur/naskah dari Timur Dekat kuno. Kata Ibrani ezer (“penolong”) yang dipakai untuk menggambarkan perempuan (2:18,20) memiliki nilai yang luhur, kata ini kerap dipakai dalam Alkitab untuk menggambarkan Allah sebagai penolong umat-Nya. —Monica Brands
Adakah orang-orang yang kesepian yang memerlukanmu sebagai keluarga mereka? Bagaimana hubunganmu dengan sesama orang percaya telah menguatkanmu melewati masa-masa kesepian?
Ya, Allah, tolonglah aku agar mau bergantung kepada orang lain, sekaligus menjadi sahabat yang dapat mereka andalkan.

Friday, August 16, 2019

Kisah Sedih

Hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata Tuhan. —2 Samuel 11:27
Kisah Sedih
Sangatlah menyedihkan mendengar tentang terkuaknya kejahatan yang sudah sekian lama diabaikan—pelecehan seksual terhadap banyak wanita yang dilakukan oleh laki-laki yang berkuasa atas mereka. Saat membaca berita demi berita, hati saya sedih saat mendengar bukti pelecehan seksual yang dilakukan oleh dua laki-laki yang saya kagumi. Gereja pun tidak kebal terhadap masalah ini.
Raja Daud juga harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Dikisahkan bahwa pada suatu sore, Daud melihat “seorang perempuan sedang mandi” (2 Sam. 11:2) dan ia mengingini perempuan itu. Meskipun Batsyeba adalah istri Uria, salah seorang prajuritnya yang setia, Daud tetap merebutnya. Ketika Batsyeba memberi kabar bahwa ia hamil, Daud pun panik. Dengan culas, Daud mengatur supaya Yoab menempatkan Uria di barisan depan supaya ia mati.
Perbuatan Daud yang menyalahgunakan kekuasaan demi merebut Batsyeba dan menyingkirkan Uria itu tidak dapat disembunyikan dan terpampang sangat jelas. Kita harus menghadapi kejahatan kita sendiri.
Kisah-kisah itu juga mendorong kita untuk mewaspadai penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di sekitar kita. Daud adalah “seorang yang berkenan di hati [Allah]” (Kis. 13:22), tetapi ia tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Marilah kita juga dengan bijaksana mengawasi para pemimpin kita agar mereka bertanggung jawab atas kekuasaan yang mereka miliki.
Pengampunan dimungkinkan karena ada kasih karunia Allah. Bila kita membaca lebih jauh, kita membaca bagaimana Daud sangat menyesal (2 Sam. 12:13). Syukurlah, hati yang keras masih dapat dilembutkan dan kematian pun diubah menjadi kehidupan. —Winn Collier
WAWASAN
Uria, suami Batsyeba, masuk dalam daftar “para pahlawan” Daud (2 Samuel 23:39). Ia juga disebut orang Het (11:3), salah satu suku Kanaan yang selalu disebutkan dalam daftar bangsa-bangsa yang akan ditundukkan Israel ketika merebut tanah perjanjian (Keluaran 3:8). Orang penting lainnya dari suku Het dalam Perjanjian Lama antara lain Ahimelekh, tentara Daud (1 Samuel 26:6), dan Efron, pemilik gua yang dibeli oleh Abraham untuk menguburkan istrinya, Sara (Kejadian 23:2-20). —Bill Crowder
Mengapa penting untuk mengungkapkan dengan bijaksana penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di sekitar kita? Bagaimana Yesus menunjukkan cara yang benar untuk mempraktikkan kekuasaan yang benar?
Ya Allah, aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat dengan segala kebobrokan yang kulihat di dunia dan yang juga ada dalam diriku. Sudilah kiranya Engkau menerangi hati kami dan memulihkan kami.

Thursday, August 15, 2019

Isi Saku Lincoln

Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. —Roma 15:2
Isi Saku Lincoln
Pada saat presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, ditembak di Ford Theatre di tahun 1865, dalam saku bajunya ditemukan benda-benda berikut: dua pasang kacamata, selembar pembersih lensa, sebilah pisau lipat, sebuah jam saku, sehelai saputangan, sebuah dompet kulit berisi lembaran uang senilai 5 dolar, dan delapan lembar guntingan koran, beberapa di antaranya berisi pujian terhadap dirinya dan kebijakan-kebijakan yang diambilnya.
Saya heran mengapa seorang presiden mengantongi uang di saku bajunya, tetapi saya bisa memahami mengapa Lincoln membawa-bawa guntingan koran yang berisi pujian terhadap dirinya. Setiap orang butuh dorongan, termasuk pemimpin besar seperti Lincoln!
Siapakah yang saat ini membutuhkan dorongan semangat? Setiap orang! Cobalah lihat sekelilingmu. Tidak seorang pun dari mereka memiliki kepercayaan diri sebesar yang kamu kira. Terkadang hanya butuh satu kegagalan, komentar sinis, atau pengalaman buruk untuk membuat kita goyah dan meragukan diri sendiri.
Apa yang terjadi seandainya kita semua menaati perintah Allah untuk “mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya”? (Rm. 15:2) Bagaimana jika kita bertekad untuk hanya mengucapkan “perkataan yang menyenangkan”, yang “manis bagi hati dan obat bagi tulang tulang”? (Ams. 16:24). Apa yang akan terjadi jika kita menuliskan perkataan seperti itu, agar teman-teman kita dapat membacanya dan menikmatinya terus-menerus? Mungkin kita perlu menyimpan catatan itu di dalam saku (atau ponsel) kita! Kita pun akan dimampukan menjadi seperti Yesus, yang “tidak mencari kesenangan-Nya sendiri” tetapi hidup untuk orang lain (Rm. 15:3). —Mike Wittmer
WAWASAN
Dalam suratnya kepada jemaat abad pertama, Paulus menyebut Yesus sebagai teladan pengorbanan tertinggi yang harus ditiru oleh setiap orang percaya dalam relasi mereka dengan sesama. Dua kali dalam Roma 15:1-6, Paulus memaparkan karakter dan teladan Yesus sebagai pola tindakan kita (ay.3,5). Sebagaimana Yesus tidak mengutamakan kepentingan-Nya sendiri, maka orang Kristen pun hendaknya tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi mendahulukan sesama untuk membangunnya (ay.1-3). Selanjutnya, pada ayat 5 Paulus berdoa, “Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus.” Tema yang sama juga tampak dalam surat Filipi, di mana Paulus menunjukkan Kristus sebagai teladan utama kerendahan hati dan pengorbanan diri (2:1-11). Dengan meneladani Kristus dalam sikap dan tindakan kita, orang lain akan merasa aman berada di dekat kita karena kita adalah wakil-Nya dalam menguatkan sesama. —Arthur Jackson
Kata-kata siapa yang paling menguatkanmu? Adakah seseorang yang selama ini kamu abaikan tetapi yang mungkin saat ini membutuhkan dorongan semangat?
Mungkin hal terbaik yang dapat kita lakukan kepada orang lain adalah memberikan dorongan lewat kata-kata, tindakan, maupun kehadiran kita.

Wednesday, August 14, 2019

Ilusi Memegang Kendali

Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. —Yakobus 4:14
Ilusi Memegang Kendali
Penelitian Ellen Langer pada tahun 1975 yang berjudul “The Illusion of Control” (Ilusi Memegang Kendali) dilakukan untuk menguji seberapa besar manusia dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Ia menemukan bahwa sering kali kita terlalu berlebihan dalam mengukur pengaruh kita terhadap berbagai situasi. Penelitian tersebut juga menunjukkan bagaimana kenyataan hampir selalu menghancurkan ilusi kita.
Kesimpulan Langer tersebut didukung oleh percobaan-percobaan yang dilakukan oleh pihak-pihak lain setelah studi awal itu diterbitkan. Namun, sebenarnya di dalam Alkitab, Yakobus sudah terlebih dahulu mengidentifikasi fenomena tersebut jauh sebelum Langer menemukannya. Dalam Yakobus 4, ia menulis, “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (ay.13-14).
Lalu Yakobus memberikan solusi agar kita tidak merasa seolah-olah dapat mengendalikan hidup kita, dengan mengarahkan kita kepada satu-satunya Pribadi yang memegang kendali total atas segalanya: “Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu’” (ay.15). Hanya dalam beberapa ayat, Yakobus sudah menyebutkan tentang kegagalan utama dalam diri manusia serta cara mengatasinya.
Kiranya kita mengerti bahwa masa depan tidak tergantung pada diri kita sendiri. Karena Allah saja yang memegang kendali atas segala sesuatu, kita dapat mempercayai rencana-Nya bagi kita! —Remi Oyedele
WAWASAN
Ada sejumlah bukti meyakinkan bahwa surat Yakobus dalam Perjanjian Baru ditulis oleh saudara kandung Yesus (Markus 6:3). Walaupun surat tersebut tidak disebut-sebut oleh para bapa gereja sampai abad ketiga dan empat, rasul Paulus pernah menyinggung tentang pertemuannya dengan Yakobus, “saudara Tuhan Yesus” (Galatia 1:19; 2:9) yang kemudian menjadi pemimpin gereja di Yerusalem. Yakobus yang disebut oleh Paulus ini memainkan peranan penting dalam menyelesaikan perselisihan masalah etnis dan perdebatan agama yang sedang memecah belah para pengikut Yesus (Kisah Para Rasul 15:13-21). Dengan kata-kata yang penuh kasih karunia dan cara pandang yang segar, Yakobus mengungkapkan pikirannya dengan hikmat sebagaimana terdapat dalam surat Yakobus (Yakobus 1:5; 3:17).
Nasihat yang menenangkan seperti ini menunjukkan suatu kemungkinan yang menarik. Yakobus barangkali telah mendapat pelajaran berharga dari kakaknya, Yesus, jauh sebelum ia menjadi pengikut Kristus dan anggota jemaat-Nya (Yakobus 1:1; 2:1). —Mart DeHaan
Dalam hal apa saja kamu merasa bisa mengendalikan hidupmu sendiri? Bagaimana kamu dapat menyerahkan rencana hidup kamu kepada Allah dan mempercayakan masa depan kamu di tangan-Nya?
Manusia mempunyai banyak rencana, tetapi hanya keputusan Tuhan yang terlaksana. Amsal 19:21BIS

Tuesday, August 13, 2019

Yesus yang Menyamar

Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu. —Amsal 19:17
Yesus yang Menyamar
Baru-baru ini, anak saya, Geoff, ikut dalam kegiatan yang disebut “simulasi tunawisma.” Ia menggelandang di jalan-jalan kota selama 3 hari 2 malam, tidur di alam terbuka dengan suhu di bawah titik beku. Tanpa makanan, uang, maupun tempat berlindung, ia bergantung pada kebaikan orang yang tidak dikenal untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Ia pernah hanya makan sepotong roti lapis yang dibelikan oleh seorang pria yang mendengarnya meminta roti basi dari sebuah restoran cepat saji.
Geoff mengatakan kepada saya bahwa pengalaman itu merupakan salah satu hal terberat dalam hidupnya, tetapi yang juga sangat mempengaruhi cara pandangnya terhadap orang lain. Sehari setelah melakukan simulasi itu, ia pergi mencari para tunawisma yang pernah begitu baik kepadanya selama ia menggelandang di jalanan dan berusaha semampunya membantu mereka dengan cara-cara yang sederhana. Para tunawisma itu terkejut saat mengetahui bahwa ternyata Geoff bukan tunawisma sungguhan dan bersyukur atas kepeduliannya untuk mau memahami kehidupan mereka secara langsung.
Pengalaman Geoff mengingatkan saya pada perkataan Yesus: “Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. . . . Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:36,40). Baik dengan kata-kata penyemangat ataupun sekantong belanjaan, kita dipanggil Allah untuk memperhatikan kebutuhan orang lain dalam kasih. Kebaikan kita kepada sesama adalah kebaikan yang kita lakukan untuk-Nya. —James Banks
WAWASAN
Dalam bacaan hari ini, Yesus mengundang mereka yang diberkati oleh Bapa untuk menerima warisan. Apakah warisan adalah berkat itu sendiri? Warisan tersebut adalah sesuatu yang baik, tetapi mungkin yang disebut berkat adalah sesuatu yang memampukan mereka untuk menerima warisan itu. Ketika Yesus menjelaskan mengapa warisan itu menjadi milik mereka, Dia menyebutkan daftar perbuatan baik mereka kepada orang-orang yang berkekurangan. Berkat itu bukanlah upah atau warisannya, melainkan suatu karunia yang memampukan mereka berbelas kasihan kepada orang yang membutuhkan. Lain halnya dengan kelompok yang diusir pergi (ay.41-43), mereka kurang berbelas kasih. Berkat dari Allah—yakni keselamatan dan karunia Roh Kudus—itulah yang membuat kita menyadari berbagai kebutuhan orang-orang lain. —J.R. Hudberg
Adakah kebaikan sederhana yang dapat kamu lakukan bagi orang lain? Pernahkah kamu menerima kebaikan orang lain baru-baru ini?
Tuhan Yesus, tolonglah diriku agar mampu melihat-Mu dalam kebutuhan sesamaku hari ini dan mengasihi-Mu dengan cara mengasihi mereka.

Monday, August 12, 2019

Merayakan Kreativitas Allah

Kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita. —Roma 12:6
Merayakan Kreativitas Allah
Lance Brown, seorang seniman buta warna, naik ke atas panggung diiringi alunan musik yang memenuhi aula gereja. Dengan membelakangi jemaat, ia berdiri di depan kanvas putih besar, dan mencelupkan kuasnya ke cat hitam. Dengan lincah, tangannya bergerak membuat gambar salib. Lewat goresan demi goresan di atas kanvas, Lance menuturkan kisah penyaliban dan kebangkitan Kristus. Ia menutup beberapa bagian kanvas dengan cat hitam, lalu menambahkan warna biru dan putih untuk menyelesaikan lukisan yang kini terlihat abstrak itu dalam waktu kurang dari enam menit. Kemudian ia memegang kanvas itu, membaliknya, dan tampaklah sebuah gambar yang tersembunyi, yaitu wajah Yesus yang penuh kasih.
Brown berkata bahwa ia sempat ragu saat seorang teman mengusulkan agar ia melukis cepat di dalam sebuah kebaktian. Namun, sekarang ia pergi ke seluruh dunia untuk membawa jemaat menyembah Tuhan sambil ia melukis dan bercerita tentang Yesus.
Rasul Paulus menegaskan nilai dan tujuan dari bermacam-macam karunia yang Allah bagikan kepada umat-Nya. Setiap anggota keluarga Allah diperlengkapi dengan karunia untuk memuliakan Dia dan membangun hidup orang lain dalam kasih (Rm. 12:3-5). Paulus mendorong kita untuk mengenali karunia kita dan menggunakannya untuk membangun orang lain dan membawa mereka kepada Yesus, lewat pelayanan yang kita lakukan dengan tekun dan penuh sukacita (ay.6-8).
Kepada masing-masing dari kita, Allah telah memberikan karunia rohani, talenta, keterampilan, dan pengalaman untuk melayani dengan sepenuh hati baik di belakang maupun di depan layar. Saat kita merayakan kreativitas Allah, Dia pun memakai keunikan kita masing-masing untuk memberitakan Injil dan membangun hidup umat-Nya dalam kasih. —Xochitl Dixon
WAWASAN
Pasal 12 merupakan titik balik dalam surat Roma. Sebelumnya, Rasul Paulus menjelaskan karya keselamatan Allah, dengan Yesus sebagai Adam kedua yang datang untuk menebus yang terhilang karena ketidaktaataan nenek moyang kita di taman Eden. Selanjutnya, Paulus beralih kepada cara menghidupi keselamatan itu. Pertama, dengan menasihati setiap orang yang telah ditebus untuk menjadi “persembahan yang hidup” (ay.1), fokusnya adalah menjadi pribadi yang berkenan kepada Allah dengan melayani sesama. Selanjutnya, ada karunia-karunia rohani untuk memperlengkapi anak-anak Allah dalam pelayanan mereka kepada orang lain (ay.3-8). Daftar karunia rohani lain ada dalam 1 Korintus 12:7-11, dan peran kepemimpinan (karunia untuk gereja) terdapat di Efesus 4:11. Melalui setiap karunia tersebut, Roh Kudus memampukan kita untuk berfungsi dalam pelayanan rohani masing-masing. —Bill Crowder
Siapa yang dapat kamu dorong untuk memakai karunia, talenta, dan keterampilan yang mereka miliki untuk melayani orang lain dengan penuh sukacita? Bagaimana caramu memakai karuniamu secara unik untuk melayani-Nya?

Sunday, August 11, 2019

Sekalipun

Namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. —Habakuk 3:18
Sekalipun
Pada tahun 2017, kesempatan terbuka bagi kami untuk menolong para korban bencana Badai Harvey di Amerika Serikat di kota Houston. Awalnya kami hendak menguatkan mereka yang tertimpa musibah, tetapi dalam prosesnya, iman kami sendiri yang diuji dan dikuatkan saat kami mendampingi mereka di dalam gereja dan rumah mereka yang rusak oleh bencana.
Keteguhan iman yang ditunjukkan oleh sejumlah orang setelah mengalami musibah itulah yang kita lihat diungkapkan oleh Nabi Habakuk di akhir nubuatan yang diberikannya pada abad ke-7 SM. Ia menubuatkan bahwa akan datang masa-masa yang sukar (1:5-2:1); keadaan akan memburuk terlebih dahulu sebelum kemudian membaik. Di akhir nubuatannya, sang nabi merenungkan tentang kemungkinan hilangnya harta benda dan kata “sekalipun” muncul lebih dari sekali: “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang” (3:17).
Bagaimana sepatutnya kita menghadapi kehilangan yang tak terbayangkan seperti merosotnya kesehatan, kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dikasihi, atau bencana alam yang meluluhlantakkan semuanya? “Syair di Masa Sukar” yang dicatat Nabi Habakuk memanggil kita untuk kembali beriman dan percaya kepada Allah, sumber keselamatan (ay.18), kekuatan, dan keteguhan (ay.19) di masa lalu, masa sekarang, dan untuk selama-lamanya. Pada akhirnya, mereka yang percaya kepada-Nya tidak akan pernah dikecewakan. —Arthur Jackson
WAWASAN
Kitab Habakuk adalah salah satu dari dua belas kitab Nabi Kecil dalam Perjanjian Lama; disebut Nabi Kecil karena masa pelayanan kenabian mereka relatif pendek. Kitab Habakuk yang singkat ini hanya terdiri dari tiga pasal dan merupakan suatu percakapan antara sang nabi dengan Allah, berupa doa atau keluhan Habakuk dan jawaban-jawaban Allah. Karena pasal 3 diapit oleh catatan musik—(shigionoth—nada ratapan, ay.1; “Dengan permainan kecapi,” ay.19), ada kemungkinan Habakuk adalah seorang Lewi dan pemusik di Bait Allah. Seperti nabi-nabi lainnya, Habakuk meratapi kejahatan yang terjadi pada masanya. Walaupun Yehuda mengalami pembaharuan singkat di bawah pemerintahan Yosia, bangsa itu kembali berpaling dari Allah karena pengaruh buruk kekuasaan raja Manasye dan Amon. Dalam bacaan hari ini, Habakuk menegaskan kepercayaannya kepada Allah apapun yang terjadi (ay.17-19). —Alyson Kieda
Bagaimana cara Allah menjawab kebutuhanmu di masa-masa sulit? Bagaimana kamu dapat menguatkan orang lain pada saat mereka menghadapi krisis?
Bapa, di saat hidup terasa sulit dan tak menentu, jagalah imanku agar tetap teguh di dalam Engkau, sumber keselamatan dan kekuatanku.

Saturday, August 10, 2019

Pengaruh Dorongan

Maka diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas menceriterakan segala tanda dan mujizat yang dilakukan Allah. —Kisah Para Rasul 15:12
Pengaruh Dorongan
Saat Benjamin West masih kecil, ia pernah mencoba menggambar kakak perempuannya tetapi tidak berhasil. Ibunya melihat hasil karyanya itu, mencium kepala Benjamin, lalu berseru, “Itu kan Sally!” Di kemudian hari, Benjamin berkata, ciuman ibunya itulah yang menjadikannya sebagai seniman—dan akhirnya menjadi pelukis terkenal di Amerika. Begitu besar pengaruh dorongan!
Seperti anak yang baru belajar menggambar, Paulus tidak punya cukup kredibilitas di awal masa pelayanannya, tetapi Barnabas meneguhkan panggilan Tuhan atas dirinya. Lewat dorongan Barnabas, jemaat mau menerima Saulus sebagai orang percaya (Kis. 9:27). Melalui dorongan Barnabas juga, jemaat yang baru bertumbuh di Antiokhia dapat menjadi salah satu gereja yang paling berpengaruh dalam kitab Kisah Para Rasul (11:22-23). Lalu, melalui dorongan Barnabas, dan juga Paulus, jemaat di Yerusalem mau menerima orang-orang percaya yang bukan Yahudi sebagai umat Allah (15:19). Jadi, dalam banyak hal, kisah jemaat mula-mula benar-benar menjadi kisah tentang pengaruh besar dari dorongan.
Demikian pula dalam kehidupan kita. Kita mungkin menganggap dorongan hanyalah soal mengucapkan kata-kata yang baik dan manis kepada seseorang. Namun, jika kita berpikir begitu, kita gagal menyadari pengaruh kekal dari dorongan. Sesungguhnya, dorongan adalah salah satu sarana yang dipakai Allah membentuk hidup kita masing-masing dan juga gereja.
Mari bersyukur kepada Allah untuk dorongan yang kita terima dan berusahalah meneruskannya kepada orang lain. —Peter Chin
WAWASAN
“Maka diamlah seluruh umat itu.” Keterangan dalam Kisah Para Rasul 15:12 ini tampak remeh, tetapi sangat penting. Ada pertentangan dan perbantahan keras (ay.2) antara Paulus dan Barnabas dengan beberapa orang percaya lain. Orang-orang ini bersikeras bahwa umat Kristen non-Yahudi harus mengikuti hukum Yahudi dan disunat. Menurut catatan Kisah Para Rasul, “Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka” (ay.7). Bisa dibayangkan betapa panas suasana diskusi itu, tetapi Petrus menyampaikan pembelaan yang masuk akal untuk iman orang-orang non-Yahudi (ay.7). Ia mengatakan bahwa mereka juga memiliki Roh Kudus, sama seperti umat percaya dari bangsa Yahudi (ay.8). Petrus menambahkan, “Kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita [umat percaya Yahudi] akan beroleh keselamatan sama seperti mereka [umat percaya non-Yahudi] juga. Tanggapan Petrus yang tenang terhadap perdebatan ini, serta kesaksian Paulus dan Barnabas, telah menjaga dan memperkuat kesatuan dalam gereja. —Tim Gustafson
Apakah kamu mengalami bagaimana dorongan telah mempengaruhi hidupmu? Siapa yang pernah mendorong kamu, dan bagaimana mereka melakukannya? Bagaimana kamu dapat mendorong seseorang dalam hidupmu minggu ini?

Friday, August 9, 2019

Cinta yang Tak Terpadamkan

Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. —Kidung Agung 8:7
Cinta yang Tak Terpadamkan
Saat pertama kalinya kami melihat parit di belakang rumah kami, bentuknya hanyalah aliran kecil air di sela-sela bebatuan di tengah teriknya matahari musim panas. Papan-papan kayu yang berat berfungsi sebagai jembatan yang memudahkan kami untuk menyeberang. Beberapa bulan kemudian, hujan deras turun di daerah kami selama beberapa hari berturut-turut. Parit kecil yang jinak itu tiba-tiba berubah menjadi sungai berarus deras dengan kedalaman kurang lebih 1 meter dan lebar 3 meter! Daya laju air sempat menyapu jembatan kayu di sana hingga berpindah tempat beberapa meter jauhnya.
Air yang deras memiliki kemampuan menghanyutkan hampir apa saja yang menghalanginya. Namun, ada yang tidak dapat dihancurkan oleh banjir atau kekuatan lain yang mengancamnya, yaitu cinta atau kasih. “Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya” (Kid. 8:7). Cinta yang teguh dan mendalam sering hadir dalam hubungan asmara, tetapi hanya dapat terungkap sepenuhnya dalam kasih Allah kepada umat manusia melalui Putra-Nya, Yesus Kristus.
Ketika hal-hal yang kita andalkan ternyata lenyap, wajarlah jika kita merasa kecewa. Namun, kekecewaan tersebut dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk memahami kembali makna kasih Allah kepada kita. Kasih-Nya lebih tinggi, lebih dalam, lebih kuat, dan lebih lama bertahan daripada apa pun yang ada di bumi ini. Apa pun yang kita hadapi, kita menghadapinya bersama Dia di sisi kita—Dia menopang, menolong, dan mengingatkan bahwa kita dikasihi oleh-Nya. —Jennifer Benson Schuldt
WAWASAN
Selama berabad-abad, Kidung Agung telah menyulitkan para pakar Alkitab sehingga timbullah beragam penafsiran terhadap kitab yang unik ini. Karena nuansa keintiman dalam puisi yang diinspirasikan oleh Allah ini, sejumlah pakar Yahudi memaknainya sebagai alegori yang menggambarkan relasi Allah dengan Israel. Itu sebabnya, hingga kini, beberapa bagian Kidung Agung dibacakan pada Paskah orang Yahudi—perayaan musim semi yang merayakan penyelamatan Allah terhadap Israel. Banyak teolog (sejak Origen, bapa gereja mula-mula) memahaminya sebagai kiasan dari Kristus dan gereja-Nya. Namun, dalam tafsiran modern, sejumlah pakar memahami Kidung Agung secara lebih literal—yakni sukacita kasih sepasang suami istri dalam pernikahan. Kitab ini merupakan sajak misterius yang merayakan keindahan cinta. —Bill Crowder
Bagaimana kamu yakin bahwa Allah akan selalu mengasihimu? Apa hasil dari kasih Allah dalam hidupmu?
Bapa Surgawi, terima kasih karena Engkau telah menghiburku dengan kasih-Mu di saat-saat aku ditolak atau mengalami kekecewaan. Tolonglah aku untuk percaya bahwa aku dapat bergantung kepada-Mu untuk menjawab setiap kebutuhan jiwaku.

Thursday, August 8, 2019

Warisan Iman

Aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike. —2 Timotius 1:5
Warisan Iman
Jauh sebelum Billy Graham memutuskan untuk beriman kepada Kristus di usia enam belas tahun, kedua orangtuanya sudah setia mengikut Tuhan Yesus. Masing-masing dari mereka beriman saat bertumbuh dalam keluarga yang sudah percaya kepada Yesus. Setelah menikah, orangtua Billy meneruskan warisan iman itu dengan terus membimbing anak-anak mereka di dalam Tuhan, dengan bersama berdoa, membaca Alkitab, dan setia beribadah di gereja. Teguhnya dasar yang diletakkan oleh orangtua Graham dalam hidup Billy menjadi bagian dari cara Allah membawanya beriman dan kemudian menerima panggilan sebagai penginjil.
Timotius, salah seorang anak muda yang dididik Rasul Paulus, juga merasakan manfaat dari adanya fondasi spiritual yang teguh. Paulus menulis, “Imanmu yang tulus ikhlas, . . . pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike.” Warisan iman itu membantu menyiapkan dan mengarahkan hati Timotius untuk beriman kepada Kristus.
Sekarang Paulus mendorong Timotius untuk meneruskan tradisi iman (ay.5), untuk “mengobarkan karunia Allah” yang ada pada dirinya melalui Roh Kudus, yang “membangkitkan kekuatan” (ay.6-7). Dengan kuasa Roh, Timotius dimampukan untuk bersaksi dan menderita demi Injil tanpa rasa malu (ay.8). Warisan rohani yang kuat memang tidak menjamin bahwa kita akan beriman, tetapi teladan dan bimbingan orang lain dapat membantu menyiapkan jalan kepada iman. Setelah kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Roh Kudus akan membimbing kita dalam pelayanan, dalam menjalani hidup bagi-Nya, dan juga dalam menolong pertumbuhan iman sesama. —Alyson Kieda
WAWASAN
Pada surat kedua Paulus untuk Timotius, terdapat beberapa perkataan terakhir menjelang ajalnya. Dalam keadaan dipenjara di Roma karena memberitakan Injil dan menyatakan bahwa bukan Kaisar melainkan Yesus adalah Tuhan, Paulus sedang menantikan waktu eksekusinya yang sudah dekat (2 Timotius 1:8; 11-12; 2:8-9; 4:6). Saat hari-hari hidupnya tinggal sedikit, perkataan Paulus justru mencerminkan kepercayaannya pada Allah, perhatiannya pada tubuh Kristus (jemaat), dan kasih sayangnya kepada anak rohaninya—Timotius—yang disebut Paulus sebagai rekan sekerja yang paling dipercayainya (Filipi 2:19-22). —Mart DeHaan
Siapa atau apa yang dipakai Allah untuk menolong meletakkan dasar imanmu? Dapatkah kamu melakukan hal yang sama dalam hidup seseorang hari ini?
Tuhan, terima kasih untuk orang-orang percaya yang telah menolong membentuk imanku. Tolonglah aku bersandar kepada Roh Kristus agar aku mempunyai kekuatan untuk bersaksi dengan berani bagi nama-Mu!

Wednesday, August 7, 2019

Kembali Berperang

Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. —1 Yohanes 1:9
Kembali Berperang
Semasa kecil, seorang wanita pernah melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada kedua orangtuanya. Ia tidak mengira perkataan itu akan menjadi interaksi terakhirnya dengan mereka. Sampai sekarang, sekalipun sudah bertahun-tahun mengikuti konseling, ia masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Perasaan bersalah dan penyesalan membuatnya terpuruk.
Ada penyesalan-penyesalan yang kita rasakan dalam hidup ini, dan beberapa di antaranya cukup berat. Namun, Alkitab menunjukkan kepada kita cara untuk mengatasi rasa bersalah. Mari lihat salah satu contohnya.
Apa yang diperbuat Raja Daud memang sangat buruk. Pada waktu “raja-raja biasanya maju berperang, . . . Daud sendiri tinggal di Yerusalem” (2 Sam. 11:1). Jauh dari pertempuran, ia pun merebut istri orang lain dan mencoba menutupi perbuatannya dengan pembunuhan (ay.2-5,14-15). Allah turun tangan dan menghentikan Daud agar tidak terjerumus lebih jauh ke dalam dosa (12:1-13), tetapi sang raja akan terus hidup dengan kesadaran akan dosa seumur hidupnya.
Sementara Daud berusaha bangkit dari keterpurukan, Yoab, jenderal kepercayaannya, memenangi pertempuran yang seharusnya dipimpin oleh Daud (12:26). Yoab menantang Daud, “Kumpulkanlah sisa tentara, kepunglah kota itu dan rebutlah” (ay.28). Daud akhirnya kembali pada posisi yang ditentukan Allah baginya, yaitu sebagai pemimpin dari bangsa dan pasukannya (ay.29).
Ketika kita membiarkan masa lalu menghancurkan kita, itu seperti memberitahukan kepada Allah bahwa anugerah-Nya tidak cukup bagi kita. Namun, Allah Bapa menyediakan pengampunan penuh kepada kita. Seperti Daud, kita dapat menerima anugerah yang cukup dari Allah untuk bangkit dan kembali berperang. —Tim Gustafson

WAWASAN
Kitab 2 Samuel menceritakan bahwa kejahatan Daud terhadap Batsyeba dan suaminya, Uria, terkait dengan kegagalannya sebagai raja. Catatan ini menekankan kesalahan Daud serta menggambarkan Uria dan Batsyeba sebagai korban penyalahgunaan kekuasaan (2 Samuel 12:1-17). Kisah ini tampaknya hendak menunjukkan bahwa dosa Daud disebabkan karena kelalaiannya memimpin bala tentara sebagai raja. Daud malah tinggal dalam kenyamanan di Yerusalem dan mengutus Yoab (11:1-2)—sebuah tindakan yang dikritisi dengan keras oleh Yoab dalam pasal 12:27-28. Setelah Daud tahu bahwa Batsyeba adalah istri Uria—salah satu tentara kepercayaan raja—barulah ia menyuruh memanggil Batsyeba, mungkin merasa aji mumpung karena wanita itu sedang ditinggal berperang oleh suaminya dan tak ada yang menjaga. Raja Daud dipanggil untuk menggembalakan umat Allah (5:12), tetapi ia malah menggunakan kekuasaannya dengan keji dan khianat. —Monica Brands
Bukan dosa, melainkan kasih Allah, yang menentukan identitas kita.

Penyesalan apa yang menggerogoti jiwamu? Siapa orang dalam hidupmu yang bisa diajak bicara tentang kepastian dari anugerah Allah?

Tuesday, August 6, 2019

Akankah Kau Kembali?

Cintailah dia seperti Aku juga mencintai orang Israel sekalipun mereka meninggalkan Aku dan menyembah ilah-ilah lain. —Hosea 3:1 (BIS)
Akankah Kau Kembali?
Pernikahan Ron dan Nancy berada di ujung tanduk. Nancy pernah selingkuh, tetapi kemudian mengakui dosanya kepada Allah. Ia tahu apa yang Tuhan mau ia lakukan, tetapi itu sangat sulit baginya. Akhirnya Nancy menceritakan hal yang sebenarnya kepada Ron. Alih-alih minta cerai, Ron memilih untuk memberi Nancy kesempatan agar ia dapat dipercaya kembali dengan menunjukkan bahwa dirinya telah berubah. Dengan cara yang ajaib, Allah memulihkan pernikahan mereka.
Tindakan Ron adalah gambaran kasih dan pengampunan Allah kepada orang berdosa seperti kamu dan saya. Nabi Hosea memahami dengan baik hal ini. Allah memerintahkan Hosea untuk menikahi perempuan yang tidak setia sebagai cara untuk menunjukkan kepada bangsa Israel ketidaksetiaan mereka kepada Allah (Hos. 1). Tidak hanya sampai di situ, bahkan ketika istri Hosea meninggalkannya, Allah menyuruh Hosea untuk mengajak istrinya bersatu kembali. Kata-Nya, “Pergilah lagi dan cintailah seorang wanita yang suka berzinah” (3:1 BIS). Walaupun umat Allah memberontak dan tidak taat kepada Allah, Allah tetap merindukan hubungan yang akrab dengan umat-Nya. Sama seperti Hosea mencintai istrinya yang tidak setia, mengejarnya, dan berkorban baginya, demikianlah kasih Allah kepada umat-Nya. Kemarahan dan kecemburuan-Nya yang benar dimotivasi oleh kasih-Nya yang besar.
Allah yang sama juga merindukan kita mendekat kepada-Nya hari ini. Ketika kita datang dan beriman kepada-Nya, kita dapat meyakini bahwa di dalam Dia kita akan menemukan kepuasan total. —Estera Pirosca Escobar
WAWASAN
Hosea 14:2 merupakan jantung kitab Hosea, “Kembalilah kepada TUHAN Allahmu, hai bangsa Israel!” (BIS). Kata kuncinya terdapat pada kata kembali. Berulang kali dalam kitab Hosea kita melihat Allah—yang setia dan memegang perjanjian-Nya—memanggil Israel yang tidak setia untuk kembali kepada-Nya. Bahasa Ibrani untuk “kembali” adalah Å¡Å«b (dibaca syub). Kata kerja ini lazim dipakai dalam Perjanjian Lama, lebih dari 1.050 kali (kata ke-12 terbanyak dipakai dalam Perjanjian Lama). Delapan belas di antaranya ada dalam kitab Hosea. Makna teologis dari kata ini adalah pertobatan Israel kepada Tuhan, seperti tertulis dalam Hosea 3:5: “Tapi akan datang masanya bangsa Israel kembali kepada TUHAN Allah mereka, dan kepada raja mereka dari keturunan Daud” (BIS). —Arthur Jackson
Bagaimana kamu merespons kasih Allah kepadamu hari ini? Kepada siapakah kamu ingin dan dapat membagikan kasih Allah?
Allah Bapa, ajaib dan besar kasih-Mu bagi pendosa seperti aku! Aku tidak layak menerima kasih-Mu karena segala kesalahanku. Terima kasih Engkau mengampuniku, menebusku, dan memperbaiki hubungan-Mu denganku.

Monday, August 5, 2019

Roti dan Ikan

Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” —Matius 14:16
Roti dan Ikan
Seorang bocah lelaki pulang dari gereja dan bercerita dengan penuh semangat bahwa ia baru belajar tentang seorang anak laki-laki yang “bagi-bagi makanan.” Tentu saja yang ia maksud adalah seorang anak kecil yang memberikan roti dan ikannya kepada Yesus.
Yesus baru selesai mengajar orang banyak sepanjang hari dan murid-murid menyarankan agar Dia menyuruh orang-orang pergi ke desa untuk membeli roti. Jawab Yesus, “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan” (Mat. 14:16). Para murid kebingungan karena ada lebih dari 5.000 orang yang harus diberi makan!
Kamu mungkin sudah tahu kelanjutan ceritanya: seorang anak menyerahkan makan siangnya (Yoh. 6:9)—lima potong kecil roti dan dua ikan—dan dengan itu Yesus memberi makan orang banyak (Mat. 14:13-21). Ada yang berpendapat bahwa kebaikan hati anak itu menggerakkan orang-orang yang berkumpul saat itu untuk membagi juga makan siang mereka, tetapi Matius jelas ingin kita memahami bahwa peristiwa itu merupakan mukjizat, dan kisah tersebut muncul dalam keempat kitab Injil.
Apa yang dapat kita pelajari dari kisah itu? Keluarga, tetangga, teman, kolega, dan orang-orang yang ada di sekitar kita memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Haruskah kita mengirim mereka kepada orang-orang yang lebih mampu menolong daripada kita? Memang, kebutuhan beberapa orang melampaui kemampuan kita untuk menolong mereka, tetapi tidak selalu. Apa pun yang kamu miliki— pelukan hangat, perkataan yang lembut, telinga yang mau mendengarkan, doa singkat, atau sekadar nasihat—berikanlah itu kepada Yesus dan lihatlah apa yang sanggup Dia lakukan dengan pemberianmu. —David H. Roper
WAWASAN
Kristus yang memberi makan orang banyak dengan roti dan ikan adalah karya mukjizat sang Pencipta yang melampaui ciptaan-Nya. Inilah satu-satunya mukjizat Yesus (di samping kebangkitan-Nya) yang dicatat dalam semua kitab Injil (Matius 14:13-21; Markus 6:33-44; Lukas 9:12-17; Yohanes 6:10-14). Setiap penulis Injil mencantumkan detail yang berbeda. Catatan Yohanes menyoroti dua murid Yesus—Andreas dan Filipus—yang jarang diceritakan dalam Matius, Markus, dan Lukas. Pada versi Yohanes, Yesus menguji Filipus dengan memintanya menyediakan makanan bagi orang banyak itu (ay.5). Andreas diceritakan sebagai orang yang menawarkan jawaban—walaupun sebenarnya tidak cukup—dengan membawa seorang anak dengan makan siangnya kepada Yesus (ay.8-9). Keempat kitab Injil mengajarkan bahwa jumlah sekecil apapun sudah lebih dari cukup ketika diserahkan ke dalam tangan Kristus. —Bill Crowder
Adakah satu kebutuhan orang lain yang mungkin dapat kamu penuhi? Apa yang dapat kamu berikan kepada Yesus untuk dipakai-Nya memberkati orang lain?
Ya Yesus, berilah kami mata untuk melihat bagaimana kami dapat mengasihi dan mempedulikan orang lain. Bimbing dan pakailah kami.

Sunday, August 4, 2019

Tanyakan Pada yang Punya

Aku hendak menceritakan apa yang dilakukan [Allah] terhadap diriku. —Mazmur 66:16
Tanyakan Pada yang Punya
Pada permulaan era 1900-an, produsen mobil Packard Motor mengeluarkan sebuah slogan untuk memikat pembeli. “Tanyakan pada yang punya” menjadi slogan yang sangat kuat, hingga berkontribusi besar membangun reputasi perusahaan sebagai produsen mobil mewah yang mendominasi pasar pada masa itu. Packard mengerti bahwa kesaksian pribadi mempunyai daya tarik bagi pendengarnya: kepuasan seorang teman terhadap suatu produk bisa menjadi dukungan yang sangat berpengaruh.
Begitu juga ketika kita berbagi pengalaman pribadi tentang kebaikan Allah atas hidup kita kepada orang lain. Allah mengundang kita untuk mengungkapkan rasa syukur dan sukacita kita tidak hanya kepada-Nya, tetapi juga kepada orang-orang di sekitar kita (Mzm. 66:1). Dengan bersemangat pemazmur bercerita lewat pujian tentang pengampunan yang dikaruniakan Allah kepadanya ketika ia meninggalkan dosa-dosanya (ay.18-20).
Allah telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib di sepanjang sejarah, seperti membelah Laut Merah (ay.6). Dia juga melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan dalam hidup kita masing-masing: memberikan harapan di tengah penderitaan, mengaruniakan Roh Kudus agar kita memahami firman-Nya, dan menyediakan kebutuhan kita sehari-hari. Ketika kita membagikan pengalaman pribadi tentang karya Allah dalam hidup kita kepada orang lain, kita membagikan sesuatu yang jauh lebih bernilai daripada iklan, yaitu pengakuan akan kebaikan Allah sekaligus dorongan yang menguatkan sesama di sepanjang perjalanan hidup kita. —Kirsten Holmberg
WAWASAN
Pemazmur menuliskan dengan gamblang bahwa Allah terlibat dan memegang kendali atas hal-hal buruk yang menimpa umat-Nya (ay.10-12). Itu bukanlah tuduhan terhadap Allah, melainkan kesadaran akan kasih-Nya. Allah merancangkan hal-hal ini agar manusia berpaling kepada-Nya. Tanpa campur tangan ilahi itu, mereka akan terus melakukan perbuatan berdosa. Namun, sebelum pemazmur menyatakan rahasia tersebut, ia mengundang “seluruh bumi” (ay.1) dan “bangsa-bangsa” (ay.8) untuk menyanyikan pujian bagi Allah. Dengan kata lain, ia mengajak seluruh dunia untuk bersamanya memuji Dia, satu-satunya yang layak menerima segala pujian. Sejak semula, rencana Allah ialah supaya umat-Nya membawa segala bangsa kepada-Nya. —Tim Gustafson
Kepada siapa kamu dapat menceritakan karya Allah dalam hidupmu? Kisah apa yang akan kamu ceritakan?
Ya Allah, tolonglah aku menceritakan banyaknya karya indah yang telah Engkau perbuat dalam hidupku!

Saturday, August 3, 2019

Demi Kasih atau Uang

Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu. —Lukas 12:15
Demi Kasih atau Uang
Oscar Wilde, penyair asal Irlandia pernah berkata, “Waktu saya muda, saya pikir uanglah yang terpenting dalam hidup; sekarang setelah saya tua, saya tahu bahwa itu memang benar.” Ia mengatakan itu sebagai guyonan, sementara ia sendiri hanya hidup sampai umur empat puluh enam tahun, jadi belum benar-benar “tua”. Wilde mengerti sepenuhnya bahwa hidup bukanlah soal uang semata-mata.
Uang hanya bersifat sementara, sesuatu yang bisa datang dan pergi. Oleh karena itu, kehidupan ini harus lebih daripada hanya soal uang dan apa yang bisa dibeli olehnya. Yesus menantang orang-orang sezaman-Nya—kaya maupun miskin—untuk mengatur ulang sistem nilai yang mereka anut. Dalam Lukas 12:15, Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” Dalam budaya kita yang selalu mengejar lebih banyak, lebih baru, lebih bagus, ada berkat tersendiri ketika kita memiliki kepuasan batin dan sudut pandang yang benar terhadap uang dan harta benda.
Setelah bertemu dengan Yesus, seorang pemimpin muda yang kaya pergi dengan hati sedih, sebab ia tidak rela melepaskan harta bendanya yang banyak (lihat Luk. 18:18-25). Sebaliknya, Zakheus si pemungut cukai melepaskan dengan rela sebagian besar harta yang telah ia kumpulkan sepanjang hidupnya (Luk. 19:8). Perbedaannya terletak pada sikap mereka dalam memahami hati Kristus. Oleh anugerah-Nya, kita pun dapat memiliki sudut pandang yang benar terhadap harta benda yang kita miliki agar semua itu tidak berbalik menguasai kita. —Bill Crowder
WAWASAN
Sebagai kepala pemungut cukai, Zakheus adalah orang kaya (Lukas 19:2). Dalam dunia Perjanjian Baru, para pemungut cukai dianggap “orang berdosa” (ay.7) dan sangat dibenci oleh masyarakat karena banyak dari mereka menjadi kaya dengan cara mencurangi orang lain. Tawaran Zakheus untuk memberikan setengah dari harta miliknya kepada yang miskin dan mengembalikan empat kali lipat kepada orang yang ia peras (ay.8) membuktikan bahwa hatinya sungguh telah berubah. Hal ini menunjukkan apa yang ia rela serahkan demi Yesus. Kristus pun menghargai Zakheus di depan orang banyak dengan menyebutnya “anak Abraham,” menyatakan keselamatan baginya dan keluarganya (ay.9). Zakheus terhilang, tetapi ia ditemukan dan diselamatkan oleh Anak Manusia (ay.10). —Julie Schwab
Apa yang tidak bisa kamu lepaskan dalam hidup ini? Mengapa demikian? Apakah hal tersebut sesuatu yang bersifat kekal atau hanya sementara?
Bapa, berilah hikmat-Mu agar aku memiliki sudut pandang yang benar terhadap harta benda dan sistem nilai yang mencerminkan kekekalan.

Friday, August 2, 2019

Sampah Menjadi Harta

Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. —2 Korintus 4:7
Sampah Menjadi Harta
Rumah tukang sampah itu terletak di puncak sebuah jalan terjal di kawasan kumuh Bogota. Tidak ada yang istimewa dengan rumah itu. Namun, rumah yang tampak sederhana di ibu kota Kolombia tersebut merupakan perpustakaan gratis dengan koleksi 25.000 buku—buku-buku bekas yang dikumpulkan oleh Jose Alberto Gutierrez untuk dibagi dengan anak-anak miskin di lingkungan tempat tinggalnya.
Anak-anak menyesaki rumah tersebut setiap akhir pekan selama perpustakaan dibuka. Mereka yang mondar-mandir, dari satu ruangan ke ruangan lain yang penuh sesak oleh buku, menganggap rumah sederhana tersebut lebih dari sekadar kediaman Pak Jose—tetapi sebagai rumah dengan harta yang tak ternilai.
Hal yang sama juga berlaku bagi pengikut Kristus. Kita semua terbuat dari tanah liat yang sederhana—penuh retak dan sangat mudah pecah. Namun, kita dipercaya oleh Allah untuk menjadi kediaman bagi Roh-Nya yang penuh kuasa, yang memampukan kita untuk membawa kabar baik tentang Kristus kepada dunia yang terluka dan rusak oleh dosa. Tugas yang sangat besar bagi orang biasa yang rapuh seperti kita.
“Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami”(2kor. 4:7), kata Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Mereka datang dari berbagai wilayah di kawasan itu, jadi banyak dari mereka yang mungkin tergoda untuk memberitakan diri sendiri (ay.5).
Sebaliknya, kata Paulus, kita patut bercerita kepada sesama tentang Pribadi mulia yang berdiam dalam diri kita. Hanya Dia, Sang Mahakuasa, yang sanggup mengubah hidup kita yang biasa-biasa saja menjadi harta yang tak ternilai. —Patricia Raybon
WAWASAN
Gaya tulisan Paulus biasanya berupa kalimat-kalimat yang sangat panjang sehingga kita kadang kesulitan menangkap seluruh kaitannya dari awal sampai akhir. Dalam bacaan hari ini, ia menulis tentang terang Allah yang bersinar dalam hati kita dan bahwa Dialah yang membuat terang itu bercahaya (2 Korintus 4:6). Tujuannya supaya kita dapat melihat kemuliaan-Nya pada wajah Yesus. Apakah terang itu, dan bagaimana Allah membuatnya bersinar di dalam kita? Pada bacaan ini, Paulus tidak menjelaskannya secara spesifik. Namun, pada ayat sebelumnya (ay.4), ia mengatakan bahwa terang itu adalah cahaya Injil. Allah mewahyukan Injil (kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus) kepada kita. —J.R. Hudberg
Apa artinya memiliki Roh Kudus sebagai harta yang berdiam dalam dirimu? Apakah kamu terhibur saat mengetahui bahwa Dia akan memampukan kita untuk membagikan kabar baik?
Yesus, penuhi hidupku yang biasa ini dengan kuasa Roh-Mu yang luar biasa.

Thursday, August 1, 2019

Buldog dan Alat Penyemprot Air

Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah. —Efesus 3:19
Buldog dan Alat Penyemprot Air
Hampir setiap pagi di musim panas, ada pertunjukan menarik di halaman belakang rumah kami yang melibatkan sebuah alat penyemprot air dan seekor anjing buldog. Kira-kira pukul 6.30 pagi, sejumlah alat penyemprot air menyala secara otomatis. Biasanya, tak lama kemudian, muncullah Fifi (nama yang diberikan keluarga kami), si anjing buldog.
Pemilik Fifi sengaja melepaskannya dari tali pengikat. Buldog itu pun berlari sekencang-kencangnya ke alat penyemprot air terdekat, lalu menerjang air yang memancur sampai seluruh mukanya basah. Seandainya alat penyemprot itu bisa dimakan, mungkin Fifi sudah melakukannya. Alangkah luar biasanya kegembiraan yang terlihat dari seekor anjing yang tidak bosan-bosannya bermain dengan air hingga sekujur tubuhnya basah kuyup.
Memang Alkitab tidak menyebutkan tentang buldog atau alat penyemprot air. Namun, di satu sisi, doa Paulus di Efesus 3 mengingatkan saya pada Fifi. Sang rasul berdoa agar jemaat di Efesus dipenuhi dengan kasih Allah, “supaya [mereka] bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus.” Ia berdoa agar mereka “dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (ay.18-19).
Sampai hari ini, kita masih diundang untuk mengalami Allah yang kasih-Nya tak terhingga melebihi segalanya, supaya kita juga bisa mengalami curahan kebaikan-Nya sampai kita benar-benar terpuaskan oleh-Nya. Kita bebas menikmati hubungan yang gembira dengan satu-satunya Pribadi yang sanggup memenuhi hati dan hidup kita dengan kasih, makna, dan tujuan. —Adam Holz
WAWASAN
Efesus 3:14-21 adalah salah satu contoh doksologi dalam Alkitab. Kata doksologi berasal dari dua kata Yunani: doxa (kemuliaan) dan logia (perkataan). Doksologi adalah sebuah pernyataan atau deklarasi kemuliaan Allah. Pada ayat 21, Paulus berdoksologi, “Bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus.” Perhatikan pemakaian kata kemuliaan dalam doksologi Perjanjian Baru lainnya. Pada Roma 11:33-36, Allah diberi kemuliaan karena hikmat-Nya, bagian itu diakhiri dengan: “Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Dalam 1 Timotius 1:17, Allah diberi kemuliaan karena kekekalan-Nya: “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak Nampak, yang esa!” Dalam Yudas 1:24-25, kemuliaan Allah tampak karena Dia menjaga anak-anak-Nya: “Bagi Dia, yang berkuasa menjaga . . . bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa. . .” —Bill Crowder
Bagimu, hal apa yang melambangkan curahan kelimpahan kasih Allah atas hidupmu? Hal apa yang berpotensi merintangimu untuk mengalami kasih Allah?
Ya Allah, puji syukur untuk kasih-Mu yang tak terhingga dan memuaskan kami. Tolonglah kami mengenali dan mengalami kasih-Mu bagi kami.
 

Total Pageviews

Translate