Pages - Menu

Tuesday, December 31, 2019

Buah yang Indah

Benih itu ialah firman Allah. —Lukas 8:11
Buah yang Indah
“Anak-anak seharusnya bisa melemparkan benih ke mana pun mereka mau [di taman] dan menyaksikan tanaman apa yang bakal tumbuh kemudian,” saran Rebecca Lemos-Otero, pendiri lembaga City Blossoms. Walaupun bukan menjadi contoh berkebun yang sempurna, kegiatan tersebut menjadi bukti bahwa setiap benih memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Sejak tahun 2004, City Blossoms telah membangun taman-taman bagi sekolah dan pemukiman di kawasan kumuh. Anak-anak belajar tentang nutrisi dan mendapatkan keterampilan kerja melalui berkebun. Kata Rebecca, “Memiliki ruang hijau yang segar di tengah kepadatan kota . . . memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berada di luar ruangan dan melakukan sesuatu yang produktif serta bermanfaat.”
Yesus pernah bercerita tentang penyebaran benih yang memiliki potensi “tumbuh berbuah seratus kali lipat” (Luk. 8:8). Benih itu adalah kabar baik Allah yang ditanamkan di “tanah yang baik”, yang dijelaskan Yesus sebagai “orang-orang yang mendengarkan firman Allah dan menyimpannya dalam hati yang jujur dan baik, serta berbuah dalam ketekunan” (ay.15 dalam versi Alkitab Yang Terbuka).
Yesus berkata, satu-satunya cara kita dapat berbuah adalah dengan selalu terhubung kepada-Nya (Yoh. 15:4). Ketika kita diajar oleh Kristus dan melekat kepada-Nya, Roh Kudus menghasilkan buah-Nya dalam diri kita berupa “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal. 5:22-23). Dia memakai buah yang dihasilkan-Nya dalam diri kita untuk menyentuh hidup orang lain yang kemudian berubah dan berbuah pula. Itulah gambaran indahnya kehidupan yang dihasilkan Tuhan.—Anne Cetas
WAWASAN
Ketika murid-murid Kristus meminta-Nya menafsirkan kisah tentang penabur (Lukas 8:9-10), pertama-tama Dia mengutip perkataan Nabi Yesaya untuk menjelaskan mengapa Dia menggunakan perumpamaan saat berbicara dengan orang banyak (Yesaya 6:1-10). Seperti di zaman Yesaya, Israel masih belum siap mengakui kabar baik macam apa yang mereka butuhkan. Dalam keadaan berharap dilepaskan dari tekanan politik dan memperoleh kekayaan jasmani, mereka tidak mampu membayangkan bahwa keselamatan dan kerajaan Allah itu datang dalam wujud seorang Mesias yang ditolak—dan bahwa anugerah damai sejahtera, sukacita, dan kebajikan yang berlimpah-limpah akan ditemukan di dalam dan oleh Roh-Nya. —Mart DeHaan
Bagaimana kamu dapat terus terhubung dengan Yesus? Buah apa yang kamu ingin Dia hasilkan dalam dirimu?
Ya Bapa, aku mendambakan hidup yang indah. Kiranya Engkau berkenan menghasilkan buah Roh-Mu dalam diriku, agar aku dapat menjalani hidup yang akan menuntun orang lain kepada-Mu.

Monday, December 30, 2019

Kekurangan yang Direncanakan

Kamu tidak memperhatikan Allah yang sudah lama merencanakan semua itu, dan yang menyebabkan itu terjadi. —Yesaya 22:11 BIS
Kekurangan yang Direncanakan
Di sisi timur kota Yerusalem terdapat sebuah mata air alami yang pada zaman dahulu menjadi satu-satunya sumber air bagi penduduk kota. Namun, karena letaknya di luar tembok kota, mata air itu justru menjadi kelemahan kota Yerusalem yang terbesar. Sumber air yang berada di tempat terbuka berisiko menjatuhkan kota yang tidak tertembus oleh musuh itu apabila musuh dapat mengalihkan atau menutup aliran airnya.
Raja Hizkia mengatasi kelemahan itu dengan membangun saluran air yang menembus lapisan bebatuan yang keras sepanjang 530 meter dari mata air ke dalam kota, sehingga air dapat mengalir ke dalam “kolam” (lihat 2 Raj. 20:20; 2 Taw. 32:2-4). Namun saat melakukan semua itu, Hizkia “kamu tidak memperhatikan Allah yang sudah lama merencanakan semua itu, dan yang menyebabkan itu terjadi” (Yes. 22:11 BIS). Merencanakan apa?
Allah sendiri “merencanakan” kota Yerusalem sedemikian rupa sehingga sumber airnya tidak terlindungi. Keberadaan mata air di luar tembok kota menjadi pengingat setiap saat bahwa penduduk kota harus bergantung hanya kepada Allah untuk keselamatan mereka.
Mungkinkah sejumlah kekurangan kita sebenarnya hadir untuk kebaikan kita sendiri? Rasul Paulus sendiri berkata bahwa ia akan “bermegah” atas kelemahannya, karena melalui kelemahan itulah, kuasa dan keindahan Yesus menjadi nyata (2 Kor. 12:9-10). Jika demikian, dapatkah kita memandang setiap kelemahan diri sebagai anugerah yang menunjukkan bahwa Allah adalah kekuatan kita?—David H. Roper
WAWASAN
Selama pemerintahan Raja Hizkia (tahun 728-686 SM), kerajaan Yehuda di Selatan menghadapi ancaman militer yang signifikan dari orang Asyur, yang telah menghancurkan kerajaan Israel di Utara (tahun 722 SM). Untuk mempersiapkan Yehuda melawan orang Asyur, Hizkia mengadopsi strategi bertahan dengan tidak memberikan akses ke persediaan air bagi tentara yang menyerbu (2 Tawarikh 32:1-8). Ia “menutup semua mata air dan sungai yang mengalir dari tengah-tengah negeri itu” (ay.4) dan pada saat yang sama menggali terowongan untuk mengalirkan air ke dalam kota untuk memastikan mereka memiliki air yang cukup untuk bertahan selama pengepungan yang berkepanjangan itu (2 Raja-Raja 20:20). Ia juga memperkuat tembok-tembok pertahanan yang melindungi kota dan persediaan air dan membuat sejumlah besar senjata dan perisai (2 Tawarikh 32:5). —K.T. Sim
Apa saja kekurangan dirimu? Bagaimana semua itu dapat mendorongmu untuk semakin mempercayai Allah?
Ya Allah, aku lemah. Aku berdoa kiranya orang lain dapat melihat bahwa Engkaulah sumber kekuatanku.

Sunday, December 29, 2019

Dibasuh dalam Kasih

Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. —Yakobus 2:24
Dibasuh dalam Kasih
Sebuah gereja kecil di California Selatan melihat kesempatan untuk menunjukkan kasih Allah dengan cara yang praktis. Jemaat gereja itu berkumpul di sebuah tempat cuci pakaian swalayan untuk membantu warga yang berkekurangan dengan cara mencucikan pakaian mereka. Mereka mencuci dan melipat pakaian bersama-sama, sambil membagikan makanan hangat atau sekantong sembako untuk mereka yang ikut dalam kegiatan itu.
Seorang relawan menyatakan bahwa upah terbesar diterimanya dari “hubungan yang terjalin dengan orang-orang . . . saat mendengarkan cerita mereka.” Karena sudah mengenal Yesus Kristus, para relawan ingin menunjukkan iman mereka lewat perkataan dan perbuatan kasih yang menolong mereka menjalin hubungan yang tulus dengan sesama.
Rasul Yakobus menegaskan bahwa setiap pelayanan kasih dari orang percaya adalah buah dari iman yang tulus. Ia berkata, “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak. 2:14-17). Kita menjadi anak-anak Allah lewat deklarasi iman, tetapi kita berlaku sebagai orang percaya yang mempercayai dan mengikut Yesus ketika kita melayani-Nya lewat pelayanan kepada sesama (ay.24). Iman dan pelayanan saling berhubungan erat seperti tubuh dan roh (ay.26), suatu gambaran indah tentang kuasa Kristus yang bekerja di dalam dan melalui kita.
Setelah menerima secara pribadi fakta bahwa pengorbanan Kristus di kayu salib telah membasuh kita dalam kasih yang sempurna, kini kita dapat memberikan respons iman secara tulus lewat pelayanan kasih kita kepada orang lain.—Xochitl Dixon
WAWASAN
Kitab Yakobus telah dibandingkan dengan kitab Amsal karena keduanya sama-sama memuat nasihat praktis untuk menjalani kehidupan beriman kepada Allah. Yakobus 2:14-26 adalah dasar untuk memahami hubungan antara iman kita dengan perbuatan kita. Yakobus memperkenalkan topik ini di awal suratnya (1:27) lalu memberitahu para pembacanya bahwa iman sejati dinyatakan lewat perbuatan. —J.R. Hudberg
Bagaimana seseorang pernah membantu kamu menjadi lebih terbuka untuk mengenal Yesus secara pribadi? Bagaimana kamu dapat menunjukkan imanmu pada Kristus melalui kata-kata dan perbuatan kasih?
Tuhan Yesus, limpahilah hidup kami dengan kasih-Mu yang sempurna dan menyucikan, agar kami juga dapat meneruskannya kepada sesama kami.

Saturday, December 28, 2019

Tidak Pernah Dilupakan

Aku tidak akan melupakan engkau. —Yesaya 49:15
Tidak Pernah Dilupakan
Setelah didesak anak-anak saya untuk membuktikan bahwa saya pernah bertahun-tahun mempelajari dasar-dasar bermain piano, saya pun duduk dan mulai memainkan kunci C Mayor. Karena sudah hampir dua puluh tahun jarang bermain piano, saya terkejut karena ternyata saya masih bisa! Dengan penuh keyakinan, saya lanjut memainkan satu demi satu tujuh kunci yang berbeda. Saya benar-benar kaget! Latihan bertahun-tahun telah membuat notasi dan teknik yang pernah saya pelajari terpatri begitu dalam pada “memori” jari-jari saya sehingga saya bisa langsung memainkan piano dengan lincah.
Memang ada sejumlah hal yang tidak akan kita lupakan. Namun, kasih Allah kepada anak-anak-Nya terpatri jauh lebih dalam daripada semua ingatan kita yang bisa memudar—bahkan, Allah tidak akan melupakan umat-Nya. Itulah yang perlu didengar bangsa Israel saat mereka berada di pengasingan dan merasa ditinggalkan Allah (Yes. 49:14). Jawaban-Nya melalui Nabi Yesaya sangat tegas: “Aku tidak akan melupakan engkau” (ay.15). Janji Allah untuk memelihara umat-Nya jauh lebih pasti daripada kasih seorang ibu untuk anaknya.
Untuk meyakinkan mereka akan kasih-Nya yang tidak berubah, Allah memberikan gambaran tentang komitmen-Nya: “Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku” (ay.16). Sungguh gambaran yang indah tentang perhatian Allah yang tak berkesudahan atas anak-anak-Nya; nama dan wajah mereka akan selalu diingat-Nya.
Meski demikian, kita masih bisa merasa diabaikan dan dilupakan. Kiranya hati kita terhibur ketika mengingat bahwa kita “terlukis” di telapak tangan Allah—kita selalu diingat, diperhatikan, dan dikasihi oleh Bapa kita.—Lisa M. Samra
WAWASAN
Kitab Yesaya adalah salah satu Kitab-Kitab Nabi Besar dalam Perjanjian Lama, dikategorikan demikian karena panjangnya. Terkadang disebut sebagai “Alkitab mini” karena memiliki 66 pasal yang dibagi menjadi 2 bagian utama yang terdiri dari 39 dan 27 pasal. Alkitab memuat 66 kitab dan dibagi menjadi Perjanjian Lama dengan 39 kitab dan Perjanjian Baru dengan 27 kitab. Yesaya adalah kitab Perjanjian Lama yang paling sering diacu dalam Perjanjian Baru, selain kitab Mazmur. —Arthur Jackson
Kapan kamu pernah merasa dilupakan dan diabaikan? Dengan cara apa Allah selalu hadir bersama kamu untuk mengingatkan tentang kasih-Nya yang tidak berubah?
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau tidak pernah melupakanku. Ketika aku merasa terabaikan, tolonglah aku mengingat dan mempercayai kasih-Mu yang tidak pernah berubah dan berakhir.

Friday, December 27, 2019

Dipimpin oleh Firman-Nya

Teguhkanlah langkahku oleh janji-Mu, dan janganlah segala kejahatan berkuasa atasku. —Mazmur 119:133
Dipimpin oleh Firman-Nya
Saat baru mulai bekerja untuk radio BBC di London, Paul Arnold ditugasi membuat “bunyi langkah orang berjalan” yang dipakai dalam drama-drama radio. Sementara aktor membacakan naskah yang menampilkan adegan jalan kaki, Paul harus membuat bunyi langkah-langkah kaki yang pas. Ia perlu memperhatikan kecepatan bunyi yang dibuatnya agar sesuai dengan suara dan kalimat-kalimat yang diucapkan sang aktor. Ia mengatakan bahwa tantangan utamanya adalah bagaimana menuruti sang aktor dalam cerita, “agar kami berdua bisa bekerja sama.”
Kerja sama seperti itulah yang dirindukan oleh penulis Mazmur 119, suatu mazmur yang menekankan hidup seturut firman Allah. Mazmur 119:1 berkata, “Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat Tuhan.” Kita bisa tetap bersih (ay.9), tabah menghadapi perlawanan (ay.23), dan lepas dari keserakahan (ay.26) jika kita dipimpin oleh Allah dan hidup mengikuti ajaran-Nya. Dia akan memampukan kita menolak dosa (ay.61), bersekutu dengan sahabat yang takut akan Tuhan (ay.63), dan hidup penuh sukacita (ay.111).
Teolog Charles Bridges berkomentar tentang ayat 133: “Ketika saya melangkah ke dunia, inilah yang saya tanyakan kepada diri saya—apakah ini diperintahkan oleh firman Allah, yang akan menyatakan Kristus sebagai teladan saya yang sempurna?”
Kita menyatakan Yesus kepada dunia lewat langkah hidup yang kita tempuh. Kiranya Dia menolong kita untuk berjalan semakin dekat dengan-Nya sehingga orang-orang dapat melihat sosok Pemimpin, Sahabat, dan Juruselamat kita itu dalam diri kita!—Patricia Raybon
WAWASAN
Mazmur 119 adalah mazmur dan bab terpanjang dalam Alkitab; 176 ayatnya berbicara tentang otoritas dan betapa memadainya ayat-ayat Kitab Suci itu digunakan dalam setiap segi kehidupan. Siapa penulisnya tidak diketahui. Menurut tradisi rabi Yahudi, dipercaya bahwa mazmur itu ditulis oleh Ezra, sebab kesetiaan Ezra terhadap Kitab Suci telah teruji (Ezra 7:10; Nehemia 8:1-9). Namun sebagian besar sarjana mengatakan Daud-lah yang menggubah mazmur tersebut karena nada dan ekspresinya kedengarannya khas Daud, dan mencerminkan pengalaman Daud sendiri. Tertindas dan dianiaya oleh banyak musuh yang kuat dan tangguh, pemazmur menulis tentang dorongan dan kekuatan yang ia terima karena mempercayai dan merenungkan ayat-ayat Kitab Suci (ay.11,15,23,27,48,78,97,99,148). Mengakui bahwa ayat-ayat Kitab Suci telah melindungi dan memelihara nyawanya, penulisnya berkomitmen untuk mematuhinya (ay.129). —K.T. Sim
Seberapa dekat kamu berjalan dengan Allah? Berdasarkan Mazmur 119, tentukan satu langkah penting yang dapat kamu ambil untuk mengikut Allah lebih dekat lagi. Berkat apa yang bisa kamu terima dari kedekatan itu?
Ya Allah, tuntunlah langkahku sesuai hikmat yang kuterima dari Kitab Suci dan tolonglah aku berjalan dekat dengan-Mu hari ini.

Thursday, December 26, 2019

Menarik Perhatian Allah

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. —Efesus 2:8
Menarik Perhatian Allah
Dalam buku The Call of Service, Robert Coles meninjau berbagai alasan orang melayani sesamanya. Ia bercerita tentang seorang wanita lanjut usia yang bekerja sebagai supir bus. Wanita itu sangat memperhatikan anak-anak yang diantarnya ke sekolah setiap hari dengan menanyai mereka tentang tugas sekolah dan ikut bersyukur atas keberhasilan mereka. Ia berkata, “Saya mau melihat anak-anak itu berhasil dalam hidup.” Namun, masih ada alasan lain.
Semasa mudanya, ia mendengar perkataan seorang kerabat yang membuatnya sangat terguncang. “Bibiku sering berkata bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk menarik perhatian Allah,” katanya kepada Coles. “Jika tidak, Dia tidak akan ingat kepada kita dalam pengadilan akhir!” Karena cemas akan masuk neraka, wanita ini merancang berbagai cara untuk “menarik perhatian Allah”—pergi ke gereja supaya “Dia melihat saya setia” dan bekerja keras melayani orang lain agar Allah “mendengar dari orang lain apa yang saya lakukan.”
Saya sedih membaca kata-katanya. Tidak tahukah wanita itu bahwa ia sudah mendapatkan perhatian Allah? (Mat. 10:30). Tidak pernahkah ia mendengar bahwa Yesus sudah menjamin hasil pengadilan akhir itu, yaitu kebebasan dari hukuman untuk selama-lamanya? (Rm. 8:1). Bagaimana mungkin ia tidak tahu bahwa keselamatan tidak bisa dibeli dengan perbuatan baik, melainkan diberikan cuma-cuma bagi siapa saja yang percaya kepada Yesus? (Ef. 2:8-9)
Kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus telah menjamin masa depan kita bersama Allah dan membebaskan kita untuk melayani orang lain dengan penuh sukacita.—Sheridan Voysey
WAWASAN
Sekitar tahun 60 atau 61 M, Paulus menulis surat kepada jemaat di Efesus–yang sangat ia kasihi–setelah tinggal bersama mereka selama tiga tahun (Kisah Para Rasul 20:17-31). Ia rindu mengadakan kunjungan persahabatan kepada mereka, namun yang terjadi, ia malah dipenjara di Roma “di rumah yang disewanya sendiri” (28:30). Namun, meski harus dipenjara, Paulus bebas menerima tamu, menulis, dan berkhotbah. Sesungguhnya, di sana “dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus” (ay.31). Sambil menunggu diadili di hadapan Kaisar, ia menulis surat kepada jemaat di Filipi, Kolose, dan Efesus. —Alyson Kieda
Mengapa kita mudah jatuh pada pemikiran bahwa perbuatan baik diperlukan agar kita dapat diterima oleh Allah? Bagaimana memahami Injil membantu kita untuk mengasihi orang lain dengan lebih sungguh?
Ya Allah, tolonglah aku untuk mempercayai bahwa Engkau telah melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan agar aku dapat diterima oleh-Mu.

Wednesday, December 25, 2019

Bertumbuh dalam Memberi

Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. —Matius 10:8
Bertumbuh dalam Memberi
“Aku punya hadiah untuk Kakek!” seru cucu saya yang berumur dua tahun, sambil menaruh sebuah kotak di tangan saya. “Ia sendiri yang memilih hadiahnya, lho,” kata istri saya sambil tersenyum. Saya membuka kotak itu dan menemukan sebuah ornamen Natal bergambar tokoh kartun kesukaan cucu saya. “Boleh aku lihat?” tanyanya gelisah. Lalu, ia bermain dengan hadiah “saya” itu sepanjang malam, dan saya tersenyum saat melihatnya bermain.
Saya tersenyum karena teringat pada hadiah-hadiah yang pernah saya berikan kepada orang-orang terkasih, seperti hadiah Natal dari saya yang masih bersekolah kepada kakak saya berupa album musik yang sangat ingin saya dengar (dan akhirnya saya juga yang menikmatinya). Saya pun menyadari hingga bertahun-tahun kemudian, Allah masih membentuk dan mengajar saya untuk memberi tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri.
Sikap rela memberi merupakan bagian dari pertumbuhan kita. Paulus menulis, “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu . . . demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini” (2 Kor. 8:7). Kasih menjadi semangat kita memberi karena kita mengerti bahwa semua yang kita miliki berasal dari Allah, dan bahwa Dia sudah menunjukkan kepada kita bahwa “lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kis. 20:35).
Allah telah mengaruniakan kepada kita hadiah yang paling jelas menunjukkan kepedulian-Nya: Anak-Nya yang tunggal, yang kelak mati di kayu salib demi dosa-dosa kita dan kemudian bangkit kembali. Siapa pun yang menerima hadiah terbaik itu sesungguhnya menjadi kaya dalam segala sesuatu. Dengan hati yang terus tertuju kepada-Nya, kita pun rela membuka tangan kita untuk mengasihi sesama.—James Banks
WAWASAN
Paulus memotivasi jemaat di Korintus dengan memberi contoh yang menginspirasi tentang orang-orang Makedonia. Ia juga meminta kemurahan hati yang akan menunjukkan kesatuan di antara jemaat. Banyak terjadi perpecahan antara orang Yahudi yang percaya kepada Yesus dengan orang bukan Yahudi yang percaya kepada Yesus, mewarnai jemaat mula-mula. Dengan memberi bagi jemaat di Yerusalem, berarti murid-murid Kristus yang bukan Yahudi di Korintus dan Makedonia memberi untuk jemaat Yahudi, mengirimkan pesan tersirat tentang kasih dan penerimaan. Paulus mencatat lebih lanjut bagaimana orang percaya di Makedonia menghadapi berbagai tantangan yang berat, namun tetap memberi dengan “sukacita meluap,” meskipun mereka “sangat miskin” (2 Korintus 8:2-3). Sukacita itu merupakan respons alamiah terhadap “kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia” (ay.1). Keadaan kita tidak lantas membuat kita tidak bisa memberi, dan tidak dapat mencuri sukacita kita yang meluap dari kasih karunia yang Allah berikan kepada kita. —Tim Gustafson
Dalam hal apakah kamu perlu bertumbuh dalam memberi? Apa yang dapat kamu berikan hari ini kepada orang lain?
Terima kasih, Bapa, untuk hadiah terbaik dari-Mu untukku: Anak-Mu! Tolong aku membagikan kemurahan-Mu dengan sesamaku hari ini.

Tuesday, December 24, 2019

Tamu Malam Natal

Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera. —Lukas 2:29
Tamu Malam Natal
Di Malam Natal tahun 1944, seorang pria tua yang dijuluki “Brinker” terbaring dalam kondisi sekarat di rumah sakit penjara. Ia menunggu dimulainya kebaktian Natal yang dipimpin oleh sesama tahanan di sana. “Kapan musiknya main?” tanyanya kepada William McDougall, sesama tahanan di penjara Muntok, Sumatra. “Sebentar lagi,” jawab McDougall. Pria yang sekarat itu pun membalas, “Bagus. Aku akan bisa membandingkannya nanti dengan nyanyian para malaikat.”
Walaupun pernah meninggalkan imannya, di akhir hidupnya Brinker mau mengakui dosa-dosanya dan berdamai dengan Allah. Sebelumnya ia selalu berwajah masam, tetapi setelah bertobat, ia suka tersenyum kepada orang-orang. “Perubahan hidup yang luar biasa,” kata McDougall.
Brinker meninggal dengan damai malam itu, setelah mendengarkan paduan suara tahanan menyanyikan lagu permintaannya, “Malam Kudus.” Dengan kesadaran bahwa Brinker sudah kembali percaya kepada Yesus dan dipersatukan dengan Allah di surga, McDougall berkata, “Mungkin kematian adalah tamu yang sangat dinantikan oleh Brinker.”
Cara Brinker menantikan kematiannya mengingatkan saya kepada Simeon, orang saleh yang telah menerima pernyataan Roh Kudus, yaitu bahwa “ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias” (Luk. 2:26). Ketika melihat Yesus di Bait Allah, Simeon berkata, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu” (Luk. 2:29-30). Seperti Brinker, hadiah Natal terbaik yang bisa kita terima atau bagikan adalah iman yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus.—Amy Boucher Pye
WAWASAN
Simeon (bahasa Yunani, yang berarti Simon) adalah nama yang umum dijumpai di kalangan orang Yahudi dan berarti “mendengarkan” atau “ia telah mendengar.” Ada sebelas orang dengan nama itu yang disebut dalam Perjanjian Baru (Matius 4:18; 10:4; 13:55; 26:6; 27:32; Lukas 2:25; Lukas 7:40; Yohanes 6:71; Kisah Para Rasul 8:9; 9:43; 13:1).
Tak ada lagi yang diketahui tentang Simeon dalam Lukas 2 selain apa yang ditulis dalam bacaan tersebut. Simeon, Zakharia dan Elisabet istrinya (orangtua Yohanes Pembaptis; Lukas 1:5-7), dan Hana (seorang nabi perempuan; 2:36) adalah beberapa dari sedikit orang Yahudi yang benar dan saleh, yang masih “menantikan penghiburan bagi Israel” (ay.25). Lukas mengatakan bahwa “Roh Kudus ada di atas [Simeon]” (ay.25), sebuah penggambaran yang dipakai untuk para nabi Perjanjian Lama yang berbicara bagi Allah (Bilangan 11:25; 1 Samuel 10:6,10; 19:20,23). Karena Hana adalah seorang nabiah dan sedang berada di bait suci “pada ketika itu juga” (Luke 2:36-38), para sarjana percaya bahwa Simeon juga seorang nabi. —K.T. Sim
Mengapa McDougall melihat kematian sebagai tamu yang dinanti-nantikan oleh Brinker? Bagaimana Yesus membawa kegembiraan dan perubahan dalam dirimu?
Ya Yesus, terima kasih karena Engkau telah membawa kedamaian melalui kematian dan kebangkitan-Mu. Tolonglah aku agar mampu membagikan anugerah keselamatan-Mu kepada seseorang yang kukenal atau kutemui.

Monday, December 23, 2019

Untaian Ya

Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. —Lukas 2:19
Untaian Ya
Butir-butir mutiara pun jatuh berserakan ke mana-mana. Saya perlu merangkak, memunguti, dan mengumpulkan setiap butir mutiara yang terserak. Masing-masing mutiara itu begitu kecil, tetapi menjadi sangat memukau ketika semuanya diuntai menjadi satu!
Terkadang jawaban “ya” yang saya berikan kepada Allah terasa begitu kecil dan tidak berarti—bagai butir-butir mutiara yang terlepas dari untaiannya. Saya membandingkan diri saya dengan Maria, ibu Yesus, yang luar biasa taat. Maria menjawab “ya” ketika ia menerima panggilan Allah untuk mengandung Sang Mesias. “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan,” jawab Maria, “jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk. 1:38). Apakah Maria sudah mengerti seluruh aspek yang diminta Allah darinya? Apakah ia memahami bahwa kelak ia harus merelakan Anak itu mati di kayu salib?
Setelah para malaikat muncul dan para gembala mengunjunginya, Maria “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk. 2:19). Menyimpan berarti “meletakkan di satu tempat”. Merenungkan berarti “menguntai menjadi satu”. Kata-kata ini diulang di Lukas 2:51. Di sepanjang hidupnya, Maria terus tunduk dan mengiyakan semua yang diminta Tuhan darinya.
Seperti Maria, kiranya ketaatan kita terbukti dari jawaban “ya” yang kita berikan atas panggilan Allah, dari waktu ke waktu, hingga terangkai menjadi satu untaian indah dari hidup yang telah diserahkan penuh kepada-Nya.—Elisa Morgan
WAWASAN
Dalam Lukas 2:15-19, kita melihat beberapa respons terhadap Allah yang menyatakan diri-Nya di dalam Yesus. Para gembala menanggapi dengan percaya lalu dengan penuh semangat bergegas melihat apa yang telah dilakukan Allah (ay.15). Setelah melihat Yesus, mereka memberitakan kabar baik itu (ay.17), yang ditanggapi dengan rasa heran oleh orang-orang (ay.18). Namun, dari semua respons tersebut, boleh dikata respons Maria-lah yang lebih mendalam, dan kemungkinan diniatkan oleh Lukas untuk menjadi teladan iman. Ketika Maria “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (ay.19), Maria melanjutkan tradisi lama bagaimana umat Allah merespons penyataan-Nya dengan menyimpannya dalam hati dan merenungkannya (lihat Mazmur 119:11; Amsal 3:1-3). —Monica Brands
Untuk hal apa kamu perlu mengiyakan Allah saat ini? Bagaimana kamu dapat belajar lebih taat lagi kepada-Nya?
Ya Allah, tolonglah kami untuk selalu menuruti panggilan-Mu dan tunduk kepada karya-Mu yang terus berlangsung dalam hidup kami.

Sunday, December 22, 2019

Berkat Bapa

Lihatlah, betapa besar-Nya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita. —1 Yohanes 3:1
Berkat Bapa
Belum lama ini, beberapa orang di gereja kami meminta saya menjadi figur ayah yang penyayang dan berdoa memberkati mereka. Mereka semua mempunyai hubungan yang kurang baik dengan ayah mereka. Doa berkat itu memohonkan pengampunan atas perbuatan para ayah yang menyakiti anaknya dengan menaruh harapan yang terlalu tinggi, menjaga jarak, kurang perhatian, atau lalai memberikan dorongan semangat. Doa itu juga memohonkan sukacita, penerimaan, dan kasih yang melimpah atas mereka. Saya menangis saat mendoakan mereka, karena saya sadar betapa saya sendiri masih butuh mendengar kata-kata itu, dan anak-anak saya juga sangat membutuhkannya.
Kitab Suci berulang kali menyebut Allah sebagai Bapa kita dan kenyataan itu membentuk ulang gambaran kita yang rusak tentang sosok ayah. Allah, Bapa kita yang kekal, telah mengaruniakan kasih yang sempurna kepada kita, sehingga kita menjadi “anak-anak Allah” (1 Yoh. 3:1). Identitas kita sebagai anak-anak Allah memberi kita dasar yang kukuh di dunia yang serba tidak menentu dan menakutkan ini. Yohanes berkata, “Sekarang kita adalah anak-anak Allah,” walaupun “belum nyata apa keadaan kita kelak” (ay.2). Dalam menghadapi tantangan yang datang silih berganti, kita hanya dapat mengandalkan kepastian bahwa Allah Bapa takkan pernah berhenti mengasihi dan memelihara kita. Melalui Yohanes, Allah pun menyatakan bahwa ketika segalanya sudah usai, kita bisa yakin bahwa kita akan menjadi sama seperti Dia (ay.2).
Di tengah segala ketakutan, sakit hati, dan kegagalan kita, Bapa kita yang baik melimpahkan berkat berupa kasih yang tidak berkesudahan. Allah memastikan bahwa kita adalah milik-Nya, karena Dia sudah menjadikan kita anak-anak-Nya.—Winn Collier
WAWASAN
Kehidupan seorang percaya adalah hubungan anak-bapa, yang paling mendasar dan paling awal dari segala hubungan kasih. Allah mengasihi kita bukan karena kita layak Dia kasihi, melainkan karena pada dasarnya Allah adalah kasih dan penuh kasih terhadap manusia (Keluaran 34:6-7). Rasul Yohanes mengemukakannya dengan sederhana, “Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4:8,16). Yesus mengajar kita untuk berbicara dengan Allah yang adalah “Bapa kami yang di sorga” (Matius 6:9). Kita diberi keistimewaan dan diberdayakan oleh Roh Kudus untuk memanggil Dia “Abba, Bapa” (Roma 8:15-16; Galatia 4:6). Istilah ini adalah suatu sebutan sayang dan intim. Seorang penulis mengatakan bahwa Allah memiliki banyak nama namun Abba Bapa adalah nama favoritnya untuk Allah. Memanggil Dia “Abba, Bapa” itu membuktikan keselamatan kita, sebab kita menjadi anak-anak Allah melalui Yesus (Yohanes 1:12; Galatia 3:26). Status kita sebagai anak-anak-Nya menjadikan kita berhak atas warisan rohani sebagai ahli-ahli waris Allah (Roma 8:17; Galatia 4:7). —K.T. Sim
Apa yang muncul dalam pikiranmu ketika mendengar kata bapa? Bagaimana kasih Allah yang begitu besar membentuk kembali gambaran seorang ayah bagimu?
Ya Allah, ajarlah aku lebih lagi tentang Engkau sebagai Bapaku. Biarlah melaluinya aku mengalami dan mengenal kasih pemeliharaan-Mu.

Saturday, December 21, 2019

Sukacita Memberi

Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. —Lukas 2:11
Sukacita Memberi
Pernahkah kamu memberikan mainan sebagai hadiah Natal? Mainan apa saja yang pernah kamu hadiahkan? Jenis hadiah Natal yang paling populer antara lain adalah boneka, permainan elektronik, dan permainan papan untuk keluarga.
Kita semua senang memberikan hadiah Natal, tetapi kesenangan tersebut tidak terbandingkan dengan sukacita Allah saat Dia memberikan hadiah Natal yang perdana. Hadiah itu datang dalam rupa bayi yang lahir dalam palungan di kota Betlehem (Luk. 2:7).
Meski lahir di tengah kesederhanaan, kedatangan bayi Yesus diberitakan oleh malaikat yang berseru, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (ay.10-11). Setelah kabar luar biasa itu disampaikan, muncullah “sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: ‘Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya’” (ay.13-14).
Pada Natal kali ini, nikmatilah kegembiraan memberi hadiah untuk orang-orang yang kamu kasihi, tetapi jangan lupakan alasan utama kita memberi. Kita memberi karena Allah berkenan memberikan hadiah luar biasa untuk manusia ciptaan-Nya dalam wujud Anak-Nya yang tunggal demi menyelamatkan kita dari dosa. Kita memberi karena Tuhan sudah memberi terlebih dahulu. Marilah kita memuji-Nya dengan penuh ucapan syukur!—Remi Oyedele
WAWASAN
Para malaikat, utusan-utusan supernatural Allah, kerap muncul dalam beberapa peristiwa penting dalam kedua tulisan Lukas—Injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Apa saja yang dilakukan oleh para malaikat itu di seputar lahirnya Yohanes Pembaptis dan Yesus (Lukas 1 dan 2) sudah cukup banyak diketahui. Lukas juga mencatat bahwa ada malaikat yang muncul untuk menguatkan Yesus ketika Dia sedang menghadapi maut (Lukas 22:43). Perempuan-perempuan di makam Kristus melihat malaikat-malaikat yang memberitahu mereka bahwa Kristus tetap hidup (24:23). Dua orang berjubah putih dalam Kisah Para Rasul 1:10-11 kemungkinan besar adalah malaikat. Para malaikat diutus untuk melepaskan para rasul dari penjara (Kisah Para Rasul 5:17-21); memberikan petunjuk-petunjuk perjalanan kepada Filipus (8:26); memberikan petunjuk-petunjuk kepada Kornelius (10:1-8); melepaskan Petrus dari penjara (12:6-11); menghukum seorang penguasa yang sombong (12:23); dan membesarkan hati rasul Paulus (27:23-26). —Arthur Jackson
Mengapa Yesus merupakan hadiah Natal terbesar yang bisa kamu terima? Bagaimana kamu dapat meneruskan hadiah itu kepada orang lain dengan cara yang lebih efektif?
Ya Bapa, terima kasih untuk Yesus—hadiah terbaik sepanjang masa!

Friday, December 20, 2019

Mustahil Gagal

Pekerjaan itu dilaksanakan dengan bantuan Allah kami. —Nehemia 6:16
Mustahil Gagal
“Mustahil gagal!” Kalimat ini diucapkan oleh Susan B. Anthony (1820-1906), tokoh pembela hak-hak asasi perempuan di Amerika Serikat. Meski terus-menerus menghadapi kritik, bahkan ditahan, diadili, dan dinyatakan bersalah karena memberikan suara secara ilegal, Anthony bersumpah takkan menyerah berjuang agar kaum wanita mendapatkan hak pilih karena meyakini bahwa perjuangannya itu benar. Meski Anthony wafat sebelum melihat buah dari perjuangannya, pernyataannya terbukti benar. Pada tahun 1920, amandemen kesembilan belas terhadap Konstitusi Amerika Serikat memberi hak kepada wanita untuk memilih.
Nehemia juga mustahil gagal, terutama karena ia memiliki Allah sebagai Penolong yang Hebat. Setelah meminta Allah memberkati perjuangannya untuk membangun kembali tembok Yerusalem, Nehemia dan orang-orang yang kembali ke Yerusalem dari pembuangan di Babel bekerja keras untuk mencapai tujuan mereka. Tembok tersebut dibutuhkan untuk mengamankan penduduk kota dari serangan musuh-musuhnya. Namun, perlawanan terhadap perjuangan tersebut datang dalam bentuk penipuan dan ancaman. Nehemia menolak menyerah terhadap ancaman tersebut. Ia berkata kepada mereka yang menentang pembangunan tersebut, “Aku tengah melakukan suatu pekerjaan yang besar” (Neh. 6:3). Setelah itu, Nehemia berdoa, “Ya Allah, kuatkanlah aku!” (ay.9 BIS). Berkat kegigihannya, selesailah tembok itu (ay.15).
Allah memberikan kekuatan kepada Nehemia untuk bertahan terhadap perlawanan yang dialaminya. Adakah tugas yang membuatmu ingin menyerah? Mintalah kepada Allah untuk menyediakan apa pun yang kamu butuhkan untuk terus bertahan.—Linda Washington
WAWASAN
Nehemia menyadari bahwa musuh-musuhnya berusaha “mencelakakan” dia (Nehemia 6:2). Ketika upaya-upaya mereka untuk “berdiplomasi” itu gagal, mereka mencoba memancing dia dengan tuduhan-tuduhan palsu yang dinyatakan dalam sebuah surat yang tidak dimeteraikan (ay.5). Sebuah surat yang tidak dimeteraikan bisa dibaca oleh siapa saja dan kemungkinan besar dipakai untuk menyebarkan kabar burung bahwa Nehemia benar-benar berkomplot untuk menjadi raja. Nehemia menyanggah tuduhan tersebut (ay.8) dan berpaling kepada Allah dalam doa (ay.9). —Tim Gustafson
Bagaimana biasanya kamu menghadapi perlawanan yang kamu alami? Perjuangan apa yang rela kamu tempuh, berapapun beratnya tantangan yang kamu hadapi?
Ya Allah, aku butuh pertolongan-Mu untuk tetap melanjutkan pekerjaan yang Engkau percayakan, berapapun harga yang harus kubayar.

Thursday, December 19, 2019

Tertulis dalam Hati

Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang. —2 Korintus 3:2
Tertulis dalam Hati
Sebagai dosen, saya sering diminta para mahasiswa membuatkan surat rekomendasi bagi mereka—untuk mengisi posisi kepemimpinan, mengikuti program belajar di luar negeri, mendaftar kuliah pascasarjana, bahkan melamar pekerjaan. Dalam setiap surat tersebut, saya mendapat kesempatan untuk memuji kecakapan dan karakter murid-murid saya.
Pada masa silam, orang-orang Kristen biasa membawa “surat pujian” dari jemaat asal mereka saat melakukan perjalanan. Surat tersebut memberikan kepastian bahwa mereka akan diterima dengan baik oleh saudara-saudari seiman mereka.
Rasul Paulus tidak memerlukan surat pujian tersebut ketika berbicara kepada jemaat di Korintus, karena mereka mengenal dirinya. Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat itu, Paulus menulis bahwa ia memberitakan Injil dengan maksud yang murni dan bukan untuk keuntungan pribadi (2 Kor. 2:17). Namun, Paulus bertanya-tanya apakah pembaca suratnya berpikir bahwa dengan membela motivasinya memberitakan Injil, Paulus berusaha menulis surat pujian untuk dirinya sendiri.
Ia tidak membutuhkan surat pujian tersebut, kata Paulus, karena jemaat Tuhan di Korintus itu sendiri yang menjadi surat pujiannya. Karya Kristus yang terlihat nyata dalam hidup mereka bagaikan surat yang “ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup” (3:3). Hidup mereka menjadi kesaksian dari Injil sejati yang diberitakan Paulus—hidup mereka adalah surat pujian “yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang” (3:2). Kiranya kebenaran yang sama juga berlaku dalam kehidupan kita sebagai pengikut Yesus, yaitu kehidupan yang menyaksikan kebenaran Injil.—Amy Peterson
WAWASAN
Pemberian surat rekomendasi untuk memperkenalkan dan memberikan dukungan atau otoritas kepada seseorang merupakan hal yang lazim dilakukan pada zaman dahulu (lihat Ezra 7:11-26; Nehemia 2:7-8; Kisah Para Rasul 18:27; Roma 16:1-2; 1 Korintus 16:3; Kolose 4:10; 3 Yohanes 1:9). Karena Paulus tidak memiliki surat semacam itu, lawan-lawannya mengatakan ia bukan rasul sejati. Dalam argumennya, Paulus berkata ia tidak membutuhkan surat rekomendasi atau otorisasi dari siapa pun, Paulus mengatakan bahwa jemaat di Korintus itu sendiri, sebagai orang yang percaya kepada Kristus, dapat mengenali keotentikan status kerasulan Paulus (2 Korintus 3:1-3). Paulus sempat menyatakan hal itu sebelumnya: “Bukankah aku rasul? Bukankah aku orang bebas? Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita? Bukankah kamu adalah buah pekerjaanku dalam Tuhan? Sekalipun bagi orang lain aku bukanlah rasul, tetapi bagi kamu aku adalah rasul. Sebab hidupmu dalam Tuhan adalah meterai dari kerasulanku” (1 Korintus 9:1-2). —K.T. Sim
Ketika orang membaca “surat” hidup kita, apa yang mereka lihat tentang Kristus? Siapa saja pribadi yang telah meninggalkan jejaknya yang baik dalam hidupmu?
Tuhan Yesus, aku rindu orang lain melihat Engkau dalam kehidupanku. Biarlah aku semakin kecil dan Engkau semakin besar.

Wednesday, December 18, 2019

Selalu Berjalan Bersama Allah

Anak hamba-hamba-Mu akan diam dengan tenteram, dan anak cucu mereka akan tetap ada di hadapan-Mu. —Mazmur 102:28
Selalu Berjalan Bersama Allah
Dalam Mere Christianity, C. S. Lewis menulis: “Allah tidak berada di dalam waktu. Hidup-Nya tidak terdiri dari momen demi momen. . . . Saat ini—dan setiap momen lainnya sejak penciptaan dunia—selalu merupakan masa kini bagi-Nya.” Meski demikian, masa-masa penantian kita seringkali terasa tidak berujung. Namun, saat kita belajar mempercayai Allah, Sang Pencipta waktu yang abadi, kita bisa meyakini bahwa keberadaan kita yang rapuh ini aman di tangan-Nya.
Dalam ratapannya di Mazmur 102, pemazmur mengakui bahwa hari-harinya bagai “bayang-bayang memanjang” dan layu seperti rumput, sementara Allah “tetap turun-temurun” (ay.12-13). Penulis yang digoyahkan oleh beban penderitaan itu berseru bahwa Allah “bersemayam untuk selama-lamanya” (ay.13). Ia menegaskan bahwa kuasa dan belas kasihan Allah yang tak berkesudahan sungguh melampaui pemikirannya (ay.14-19). Bahkan dalam keputusasaan (ay.20-25), sang pemazmur mengarahkan pandangannya kepada kuasa Allah Pencipta (ay.26). Walaupun ciptaan-Nya akan binasa, Dia akan tetap ada dan takkan berubah selamanya (ay.27-28).
Ketika waktu seolah tak beranjak atau terasa sangat lama, kita mungkin tergoda untuk menyalahkan Allah dan menuduh-Nya terlambat atau kurang tanggap. Kita bisa merasa tidak sabar dan frustrasi karena melihat tidak ada yang berubah. Kita cenderung lupa bahwa Dia telah merencanakan dan memilih setiap hal yang terjadi dalam jalan hidup kita. Namun, Dia tidak pernah membiarkan kita berjalan sendirian. Ketika kita hidup dalam iman di hadapan Allah, yakinlah bahwa sesungguhnya kita sedang berjalan bersama Dia.—Xochitl Dixon
WAWASAN
Mazmur 102 adalah sebuah doa yang ditulis oleh individu yang tidak disebutkan namanya. Mazmur ini dijabarkan menjadi beberapa bait dan mencerminkan seruan sang penulis kepada Allah (ay.2-3), menggambarkan situasi sesak (ay.4-12), mengakui bahwa Allah mendengar seruannya (ay.13-18), mendeklarasikan pujian kepada Tuhan di masa depan (ay.19-23), dan ditutup dengan sebuah rangkuman (ay.23-29). Mazmur ini tidak memuat acuan spesifik apa pun tentang pertobatan, namun belakangan menjadi salah satu mazmur penyesalan (pengakuan) (Mazmur 6; 32; 38; 51; 102; 130; 143) yang dipakai dalam jemaat mula-mula. —Julie Schwab
Bagaimana pengakuanmu akan Allah sebagai Pencipta waktu dapat menolongmu mempercayai Dia ketika waktu-Nya tidak sejalan dengan keinginanmu? Bagaimana keyakinan hidup bersama Allah dapat memberimu kedamaian?
Allah yang Maha Pengasih, ajar kami untuk menjalani hari ini tanpa mengkhawatirkan hari esok, karena Engkau senantiasa hadir bersama kami.

Tuesday, December 17, 2019

Allah atas Paku

Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata. —Mazmur 18:33
Allah atas Paku
Saya hendak naik ke mobil ketika mata saya menangkap sesuatu yang berkilau: sebuah paku tertancap di sisi luar ban belakang mobil saya. Saya mendengar suara mendesis tanda kebocoran. Syukurlah, lubang itu tersumbat—setidaknya untuk sementara.
Sambil mengemudikan mobil ke bengkel tambal ban, saya bertanya-tanya dalam hati: Sudah berapa lama paku itu berada di sana? Berhari-hari? Berminggu-minggu? Sudah berapa lama saya dilindungi dari ancaman bahaya yang tidak saya ketahui?
Terkadang kita mengira kita sedang memegang kendali atas hidup ini. Namun, paku tersebut mengingatkan saya bahwa sesungguhnya tidak demikian.
Akan tetapi, ketika hidup terasa berjalan di luar kendali dan goyah, kita mempunyai Allah yang dapat diandalkan. Dalam Mazmur 18, Daud memuji Allah yang memperhatikannya (ay. 35-36). Daud mengaku, “Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan . . . Kauberikan tempat lapang untuk langkahku, dan mata kakiku tidak goyah” (ay.33,37). Dalam mazmur pujian ini, Daud mensyukuri kehadiran Allah yang terus menopangnya (ay.36).
Saya pribadi tidak pernah ikut berperang seperti Daud, bahkan sedapat mungkin menghindari risiko yang tidak perlu. Namun, tetap saja hidup saya sering kacau balau.
Akan tetapi, saya bisa tenang karena saya tahu, bahwa sekalipun Allah tidak menjanjikan perlindungan dari semua kesulitan hidup, Dia selalu mengetahui keadaan saya. Dia tahu ke mana saya melangkah dan apa yang akan saya akan hadapi. Dialah Allah yang menguasai segalanya—bahkan “paku-paku” dalam hidup kita.—Adam Holz
WAWASAN
Karena kesuksesan dan popularitas Daud (1 Samuel 17; 18:15-16), Raja Saul sangat cemburu dan berusaha membunuh dia (18:10-11). Lari menyelamatkan diri, Daud berlindung di pegunungan dan goa-goa (22:1; 23:26; 24:2). Namun Daud sadar bahwa Allah-lah yang melepaskan, melindungi, dan menjaganya tetap aman. Dari pengalamannya sebagai orang yang pernah dikejar-kejar itulah Daud menulis Mazmur 18 (yang juga muncul dalam 2 Samuel 22) sebagai nyanyian syukur, sehingga diberikan catatan awal yang panjang: “Dari hamba TUHAN, yakni Daud yang menyampaikan perkataan nyanyian ini kepada TUHAN, pada waktu TUHAN telah melepaskan dia dari cengkermaan semua musuhnya dan dari tangan Saul.” Daud memakai tujuh metafora dalam mazmur ini untuk menggambarkan Allah: bukit batu, kubu pertahanan, penyelamat, tempat berlindung, perisai, tanduk keselamatan, dan kota benteng (ay.2)— semuanya gambaran tentang perlindungan, keamanan, kelepasan, dan keselamatan. —K.T. Sim
Pernahkah Allah melindungimu dari sesuatu yang bahkan tidak kamu ketahui sebelumnya? Bagaimana cara-Nya mengawasi jalanmu atau menolongmu terhindar dari ancaman itu?
Bapa, tolonglah kami selalu mengingat bahwa Engkau mengetahui setiap langkah hidup kami. Tolonglah kami untuk mempercayai pemeliharaan-Mu dalam setiap masalah atau hambatan yang mungkin kami hadapi hari ini.

Monday, December 16, 2019

Nilai Diri Kita

Berfirmanlah Tuhan kepadaku: “Serahkanlah itu kepada penuang logam!” —Zakharia 11:13
Nilai Diri Kita
Caitlin, seorang penulis buku laris, menggambarkan perasaan depresi yang pernah dialaminya setelah melawan orang yang berusaha melecehkannya. Kekerasan emosional yang dialaminya menorehkan luka yang lebih dalam daripada pergulatan fisiknya, karena ia merasa itu membuktikan “betapa aku tidak diinginkan. Aku bukanlah wanita yang ingin orang kenal dengan dekat.” Ia merasa tidak layak dikasihi, karena menganggap diri hanya pantas diperalat dan dicampakkan begitu saja.
Allah mengerti perasaan tersebut. Dia telah menggembalakan umat Israel dengan penuh kasih, tetapi ketika Dia meminta upahnya pada mereka, “mereka membayar upahku dengan menimbang tiga puluh uang perak” (Zak. 11:12). Ini seharga seorang budak; jumlah yang harus diganti kepada seorang tuan bila budaknya tanpa sengaja terbunuh (Kel. 21:32). Allah terhina karena dihargai dengan harga terendah—“nilai tinggi yang ditaksir mereka bagiku!” kata-Nya dengan sarkastis (Zak. 11:13). Dia pun menyuruh Zakharia menyerahkan uang tersebut kepada penuang logam.
Yesus mengerti perasaan tersebut. Tidak hanya dikhianati oleh para sahabat-Nya, Dia bahkan dikhianati dengan penuh penghinaan. Para pemimpin Yahudi memandang rendah Kristus, jadi mereka menawarkan kepada Yudas tiga puluh keping perak—harga terendah yang dikenakan atas seseorang—dan Yudas menerimanya (Mat. 26:14-15; 27:9). Yudas memandang Yesus begitu rendah sehingga ia tega menjual-Nya dengan harga yang hampir tidak berarti.
Jika orang merendahkan Yesus, janganlah terkejut ketika mereka merendahkanmu. Nilai dirimu tidaklah didasarkan atas perkataan orang, bahkan tidak atas perkataanmu sendiri. Nilai dirimu semata-mata dan sepenuhnya didasarkan atas perkataan Tuhan. Bagi-Nya, kamu sangat berharga hingga Dia rela mati bagimu.—Mike Wittmer
WAWASAN
Zakharia adalah nama yang umum ditemui di Perjanjian Lama; ada hingga tiga puluh orang berbeda yang bernama Zakharia. Namun khusus bagi Nabi Zakharia, nama itu pantas untuknya karena nama tersebut berarti “Yahwe ingat.” Sebagai salah seorang mantan orang buangan yang pulang dari Babel, peran Zakharia adalah mengingatkan bangsa Israel bahwa Allah tidak pernah melupakan mereka selama mereka bertahun-tahun dibuang. —Bill Crowder
Bagaimana kamu memandang nilai dirimu? Siapa yang dapat kamu tolong untuk memahami nilai diri mereka yang sesungguhnya?
Ya Allah, aku bersyukur karena aku berharga di mata-Mu!

Sunday, December 15, 2019

Air Pembawa Harapan

Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! —Yohanes 7:37
Air Pembawa Harapan
Tom dan Mark telah membawa kesegaran dalam hidup anak-anak yang mereka layani. Itu tampak jelas dalam video yang menampilkan sekelompok anak berpakaian lengkap yang menari-nari kegirangan di bawah pancuran air. Mereka mandi di pancuran untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Tom dan Mark bekerja sama dengan gereja-gereja di Haiti untuk memasang penyaring air pada sumur-sumur, supaya warga lebih mudah menikmati air bersih yang tidak lagi tercemar oleh bibit penyakit. Akses kepada air bersih telah memberikan harapan baru bagi warga setempat.
Yesus menyebutkan tentang “air hidup” dalam Yohanes 4 untuk menjelaskan sumber kesegaran yang abadi. Dalam keadaan lelah dan haus, Yesus meminta minum kepada seorang perempuan Samaria (ay.4-8). Permintaan ini berlanjut kepada percakapan dan Yesus kemudian menawarkan “air hidup” kepada perempuan itu (ay.9-15)—air yang akan menjadi sumber kehidupan dan pengharapan, seperti “mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (ay.14).
Kita menemukan apa yang dimaksud dengan air hidup ini ketika kita lanjut membaca kitab Yohanes, yaitu ketika Yesus berkata, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum,” dan ini menyatakan bahwa siapa saja yang percaya kepada-Nya, “dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” Yohanes menjelaskan, “Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh” (7:37-39).
Melalui Roh Kudus, orang-orang percaya dipersatukan dengan Kristus dan mendapat akses kepada kuasa, pengharapan, dan sukacita yang tiada habis-habisnya di dalam Allah. Seperti air hidup, Roh Kudus hidup di dalam diri orang percaya, sehingga kita terus-menerus disegarkan dan diperbarui.—Alyson Kieda
WAWASAN
Sejak zaman para nabi, Israel telah menanti-nantikan zaman kemesiasan ketika air kehidupan rohani yang memperbaharui akan mengalir dari bait suci di Yerusalem (Yehezkiel 47:1-12; Yoel 3:18; Zakharia 14:6-9). Mengantisipasikan hari itu, pada perayaan Hari Raya Pondok Daun yang digelar setiap tahun, imam besar Israel menimba air dari kolam Siloam di luar Yerusalem dan memimpin prosesi ke dalam kota di mana ia mencurahkan air tersebut ke mezbah bait suci. Yesus menyatakan diri-Nya bukan saja sebagai sumber air hidup melainkan juga bait suci Allah yang hidup (Yohanes 2:18-21; 4:10-14). —Mart DeHaan
Bagaimana Yesus telah memuaskan dahagamu oleh Roh Kudus-Nya? Bagaimana kamu akan membagikan apa yang Yesus telah lakukan bagimu?
Ya Allah, terima kasih untuk karunia Roh-Mu yang kudus. Bekerjalah dalam diri kami agar hidup kami dapat menuntun orang lain kepada-Mu.

Saturday, December 14, 2019

Kisah yang Sebenarnya Luar Biasa

Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. —Efesus 2:10
Kisah yang Sebenarnya Luar Biasa
Seorang teman bermurah hati menawarkan diri menjaga anak-anak kami agar saya dan istri bisa pergi berduaan. “Pergilah ke tempat yang mewah!” katanya. Sebagai orang yang berpikiran praktis, kami memilih pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari. Ketika kami pulang, teman itu bertanya mengapa kami tidak melakukan sesuatu yang istimewa. Kami mengatakan kepadanya bahwa yang membuat kencan ini istimewa bukan apa yang dilakukan, melainkan dengan siapa itu dilakukan.
Kitab Rut tidak mencatat tentang perkataan atau perbuatan Allah secara langsung. Hal itu membuat sebagian orang menganggapnya kurang istimewa. Sebagian melihat kisah di dalamnya hanya sebagai drama manusiawi yang menyentuh tentang dua orang yang dipertemukan dalam sebuah hubungan.
Namun, sebenarnya sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. Di pasal terakhir kitab Rut, kita membaca bahwa perkawinan Rut dengan Boas menghasilkan seorang anak laki-laki bernama Obed, kakek Daud (4:17). Matius 1:1 menyatakan bahwa dari keluarga Daudlah Yesus lahir. Karena Yesus, kisah Rut dan Boas yang biasa saja tersingkap menjadi kisah yang luar biasa tentang rencana dan maksud karya Allah yang sedang digenapi.
Seringkali kita melihat kehidupan kita sendiri demikian: biasa saja dan tidak mempunyai maksud yang istimewa. Namun, ketika kita memandang kehidupan kita dengan sudut pandang Kristus, Dia dapat memberikan makna kekal di dalamnya, bahkan di dalam hal-hal yang kita anggap biasa sekalipun.—Peter Chin
WAWASAN
Untuk dapat memahami visi kitab Rut ke depan, kita harus melihatnya dalam konteks saat itu. Dalam visi ke depan, anak Rut akan menjadi kakek Daud–raja besar Israel. Hubungan itu juga menyiapkan jalan bagi kelahiran Yesus, yang akan datang dari keturunan raja Daud (lihat Matius 1:1-16). Bersatunya Rut dengan Boas menyiapkan penyelamatan dunia; dalam pengertian konteks saat itu, kelahiran Obed juga menyediakan semacam penyelamatan bagi Naomi. Di tengah kegetiran hidup karena kehilangan dan perkabungan, ia dilepaskan dari keputusasaan dan kesedihan berkat anugerah hidup yang baru ini (Rut 4:16-17). Sukacitanya dipulihkan, Naomi kembali dapat hidup sesuai arti namanya, yaitu “menyenangkan.” —Bill Crowder
Pernahkah Allah mengubah situasi yang biasa menjadi sesuatu yang luar biasa penting bagimu? Bagaimana Dia telah membuat seluruh momen dalam kehidupanmu menjadi sesuatu yang bersifat sakral dan ajaib?
Tuhan Yesus, Engkau yang memberikan maksud dan makna kekal di dalam hal-hal yang kami anggap biasa. Tolonglah aku untuk memandang semua keadaanku dan hubunganku dengan sesama dengan sudut pandang-Mu.

Friday, December 13, 2019

Memohon kepada Allah

Tuhan telah mendengar permohonanku, Tuhan menerima doaku. —Mazmur 6:9
Memohon kepada Allah
Ketika suami saya, Dan, didiagnosis mengidap kanker, saya tidak dapat menemukan cara yang “tepat” untuk memohon kesembuhannya kepada Allah. Dalam pandangan saya yang terbatas, saya merasa orang-orang di belahan dunia lain menghadapi bermacam masalah yang lebih serius—peperangan, kelaparan, kemiskinan, bencana alam. Lalu suatu hari, di waktu doa kami, saya mendengar suami saya dengan tulus memohon, “Ya Tuhan, sembuhkanlah penyakitku.”
Permintaan yang begitu sederhana tetapi sungguh-sungguh itu mengingatkan saya untuk berhenti merumitkan setiap permohonan doa, karena Allah mendengar jeritan hati kita yang tulus dengan sempurna. Daud pun pernah meminta, “Kembalilah pula, Tuhan, luputkanlah jiwaku, selamatkanlah aku oleh karena kasih setia-Mu” (Mzm. 6:5). Itulah yang Daud nyatakan dalam keadaan jiwa yang bingung dan putus asa. Masalah yang dihadapinya waktu itu memang tidak diterangkan dalam mazmur ini. Namun, permohonannya yang jujur menunjukkan kerinduan yang mendalam akan pertolongan dan pemulihan dari Allah. “Lesu aku karena mengeluh,” tulisnya (ay.7).
Meski demikian, Daud tidak membiarkan keterbatasannya, termasuk dosanya, untuk menghalanginya datang kepada Allah dengan membawa segala kebutuhannya. Oleh karena itu, bahkan sebelum Allah menjawab, Daud dapat bersukacita, “Tuhan telah mendengar tangisku; Tuhan telah mendengar permohonanku, Tuhan menerima doaku” (ay.9-10).
Di saat kita bimbang dan ragu, Allah mau mendengar dan menerima permohonan jujur dari anak-anak-Nya. Dia siap mendengarkan kita, terutama di saat-saat kita sangat membutuhkan-Nya.—Patricia Raybon
WAWASAN
Mazmur 6, yang ditulis oleh Daud, dianggap sebagai salah satu dari 7 mazmur penyesalan, atau mazmur pengakuan dosa (32; 38; 51; 102; 130; 143). Sebagaimana yang ditulis oleh F. B. Meyer dalam penjelasannya tentang kitab Mazmur, “Ayat-ayat lebih awal dari mazmur ini adalah ratapan; namun mazmur ini diakhiri dengan nyanyian. Seumpama hujan seharian yang berhenti menjelang malam.” Daud sedang “sengsara batin” karena dosanya dan kekurangan-kekurangannya dan berseru, “Berapa lama lagi, TUHAN, berapa lama lagi?” (Mazmur 6:4). Ia merasakan ketidak-senangan Allah menyangkut dosanya dan akibatnya sengsara batin–mengeluh, menangis, berduka, tidak dapat tidur, dan mungkin sakit. Namun tampaknya baru saja doanya dinaikkan, ia sudah merasakan belas kasihan dan pengampunan Allah: “TUHAN telah mendengar permohonanku” dan “menerima doaku” (ay.10). —Alyson Kieda
Apa yang menghentikan kamu berdoa meminta pertolongan Allah? Pertolongan seperti apa yang kamu butuhkan dari-Nya hari ini?
Ya Allah, saat Engkau memurnikan hati kami, curahkanlah juga keberanian untuk meminta pertolongan-Mu, karena kami percaya Engkau mendengar dan akan menjawab kami.

Thursday, December 12, 2019

Mengalahkan Ketakutan

Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama Tuhan, Allah kita. —Mazmur 20:8
Mengalahkan Ketakutan
Ketakutan telah menguasai kehidupan seorang pria selama tiga puluh dua tahun. Karena takut ditangkap atas kejahatannya, ia bersembunyi di rumah pertanian milik saudara perempuannya, tidak pernah ke mana-mana dan tidak mengunjungi siapa pun, bahkan tidak menghadiri pemakaman ibunya. Di usia enam puluh empat tahun, barulah ia tahu bahwa tidak pernah ada tuntutan hukum yang diajukan terhadapnya. Pria itu sebenarnya dapat melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Ancaman hukuman itu memang nyata, tetapi pria itu membiarkan ketakutan atas hukuman itu mengendalikan hidupnya.
Seperti itu juga rasa takut yang menguasai bangsa Israel ketika mereka ditantang oleh orang-orang Filistin di Lembah Tarbantin. Ancaman itu nyata. Musuh mereka, Goliat, bertinggi badan 3 m dan berat baju zirahnya saja 57 kg (1 Sam. 17:4-5). Selama empat puluh hari, pagi-sore, Goliat menantang pasukan Israel untuk melawannya, tetapi tidak ada yang berani maju. Tak seorang pun berani sampai Daud berkunjung ke medan pertempuran. Ia mendengar dan melihat ejekan itu, lalu mengajukan dirinya untuk melawan Goliat.
Walaupun seluruh pasukan Israel menganggap Goliat terlalu besar untuk dilawan, Daud si gembala muda tahu bahwa Goliat tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan. Ia berkata, “Tuhan menyelamatkan . . . sebab di tangan Tuhanlah pertempuran” (ay.47).
Saat kita dicekam oleh rasa takut, marilah mengikuti teladan Daud dan mengarahkan mata kita kepada Tuhan untuk memperoleh sudut pandang yang benar mengenai masalah yang ada. Ancaman mungkin nyata, tetapi Dia yang bersama kita dan membela kita jauh lebih besar daripada lawan kita.—Albert Lee
WAWASAN
Daud mengalahkan Goliat dengan pengumban dan batu. Meski pengumban bukanlah senjata perang yang lazim digunakan, namun para gembala pada waktu itu biasa menggunakannya untuk menghadapi binatang-binatang buas. Dua kali dalam nas singkat hari ini disinggung bagaimana Daud mengalahkan Goliat tanpa pedang (1 Samuel 17:47,50). Apa yang mungkin kita baca sambil lalu dalam kisah yang sudah tidak asing lagi ini adalah apa yang ingin digaris-bawahi oleh sang penulis: Daud menang hari itu tanpa pedang karena Allah-lah yang menyerahkan Goliat ke tangannya. —J.R. Hudberg
Raksasa menakutkan apa yang sedang kamu hadapi saat ini? Bagaimana kamu dapat dengan sungguh-sungguh mengarahkan matamu kepada Allah yang hidup?
Terima kasih, ya Allah, karena Engkau lebih besar daripada segala raksasa dalam hidupku. Aku percaya hanya kepada-Mu.

Wednesday, December 11, 2019

Penghapusan Utang

Telah dimaklumkan penghapusan hutang demi Tuhan. —Ulangan 15:2
Penghapusan Utang
Pada tahun 2009, Los Angeles County tidak lagi membebankan biaya penahanan anak-anak yang dipenjara kepada keluarganya. Meski tidak lagi dikenakan biaya di masa mendatang, keluarga tahanan tetap harus melunasi biaya yang tertunggak sebelum berlakunya kebijakan baru tersebut. Baru pada tahun 2018, pemerintah wilayah menghapuskan semua tunggakan yang belum terbayar.
Bagi sejumlah keluarga, penghapusan utang itu sangat membantu mereka dalam bertahan hidup. Karena tidak perlu lagi menggadaikan rumah atau menghabiskan gaji mereka untuk menutup utang, kini mereka lebih mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk menjawab pergumulan hidup yang berat seperti itulah Allah menetapkan diadakannya penghapusan utang setiap tujuh tahun sekali (Ul. 15:2). Dia tidak ingin orang terikat selamanya oleh utang.
Karena orang Israel dilarang mengenakan bunga atas pinjaman kepada saudara sebangsanya (Kel. 22:25), motivasi mereka meminjamkan uang kepada sesamanya bukanlah untuk mencari untung, melainkan untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan, seperti masalah gagal panen. Segala utang harus dihapuskan setiap tujuh tahun, sehingga taraf kemiskinan di tengah masyarakat pun menurun (Ul. 15:4).
Saat ini, umat Tuhan tidak lagi terikat oleh hukum penghapusan utang tersebut. Namun, adakalanya Allah mendorong kita untuk membebaskan saudara-saudari kita dari utang agar mereka yang dibebani olehnya dapat bangkit dan kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif. Dengan menunjukkan belas kasihan dan kemurahan hati, kita menjunjung sifat Allah yang mulai dan memberikan pengharapan kepada orang lain.—KIRSTEN HOLMBERG
WAWASAN
Hukum Musa memberi Israel panduan hidup. Pertama, ada unsur-unsur liturgis yang mengatur bagaimana Israel harus terlibat dalam ibadah kepada Allah, termasuk rancangan kemah pertemuannya dan perabotannya; berbagai prosedur yang berkaitan dengan waktu-waktu perayaan khusus; dan berbagai persoalan tentang kemurnian acara-acara seremonial. Ada juga komponen masyarakatnya, yang berurusan dengan bagaimana bangsa Israel harus berinteraksi satu sama lain sebagai keluarga dan sebagai bangsa perjanjian di bawah satu Allah. Akhirnya, hukum Musa juga memiliki komponen nasional yang menggambarkan bagaimana Israel harus berhubungan dengan bangsa-bangsa di sekeliling mereka setelah tiba di tanah perjanjian. Secara keseluruhan, hukum Musa merupakan panduan hidup yang lengkap bagi umat Allah. —Bill Crowder
Penghapusan “utang” apa yang pernah kamu alami? Siapa yang bisa kamu tolong dengan menghapuskan utang atau kesalahan yang telah diperbuatnya kepadamu?
Tuhan Yesus, terima kasih Engkau mempedulikan beban keuangan kami.

Tuesday, December 10, 2019

Berharap kepada Tuhan Saja

Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu! —Markus 5:34
Berharap kepada Tuhan Saja
Sebuah patung karya seniman Doug Merkey dengan judul Ruthless Trust menampilkan sosok manusia perunggu yang berpegangan erat pada salib yang terbuat dari kayu kenari. Ia menulis, “Inilah ungkapan yang sangat sederhana dari sikap yang perlu selalu ada dan pantas dalam hidup ini—keintiman total dan tak terbatas dalam ketergantungan kepada Kristus dan Injil.”
Itulah kepercayaan yang kita saksikan dalam perbuatan dan perkataan seorang wanita yang tidak disebutkan namanya dalam Markus 5:25-34. Selama dua belas tahun, ia telah hidup menderita (ay.25). “Semua kekayaannya sudah habis dipakai untuk membayar dokter-dokter, tetapi tidak ada yang dapat menyembuhkannya, malahan penyakitnya terus bertambah parah” (ay.26 BIS). Akan tetapi, setelah mendengar kabar tentang Yesus, ia berjalan menghampiri-Nya, menyentuh-Nya, dan merasa “bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya” (ay.27-29).
Apakah saat ini kamu merasa kehabisan akal dan daya? Mereka yang gelisah, hilang harapan, hilang arah, dan tertekan tidak perlu berputus asa. Sampai sekarang pun, Tuhan Yesus masih menanggapi orang-orang yang datang kepada-Nya dengan penuh iman—seperti iman yang diperlihatkan oleh wanita yang sakit pendarahan tadi dan juga digambarkan oleh patung karya Merkey. Iman seperti itu pula yang terungkap dalam lirik pujian karya Charles Wesley: “Tanganku menadah Tuhan mengharap kasih-Mu.” Mungkin imanmu tidak seperti itu? Mintalah kepada Allah agar Dia menolong kamu mempercayai-Nya. Berdoalah seperti lirik pujian dari Wesley berikut ini: “Kuberharap dengan sungguh pada jasa Tuhan, anug’rahkanlah padaku kuasa-Mu ya Tuhan” (Nyanyian Rohani Methodist No. 96).—Arthur Jackson
WAWASAN
Perempuan dalam Markus 5:25-34 “yang sudah 12 tahun lamanya menderita pendarahan” mengambil risiko dengan mengulurkan tangannya untuk menjamah Yesus. Menurut hukum Yahudi, pendarahan menjadikan seseorang tidak tahir. Kemungkinan besar perempuan ini hidup sebagai orang buangan dari masyarakat karena mereka yang berhubungan dengannya juga akan menjadi tidak tahir. Kebenaran tentang iman besar perempuan ini diperkuat ketika kita menyadari bahwa banyak yang melihat tindakannya menjamah Yesus akan menjadikan Yesus tidak tahir dan bukannya Yesus menjadikan dia tahir.
Namun begitu perempuan ini mengakui menjamah Yesus, Yesus mengatakan kepada wanita itu di depan khalayak, “imanmu telah menyelamatkan engkau” (ay.33-34). Kata yang diterjermahkan “menyelamatkan” (sozo)mengindikasikan kesembuhan jasmani sekaligus pemulihan hubungan dengan Allah. Iman perempuan ini menyembuhkannya baik secara jasmani maupun secara kekal. —Julie Schwab
Pernahkah kamu berputus asa dan hanya dapat bergantung kepada Kristus? Bagaimana saat itu Allah menjawab kebutuhanmu?
Bapa, terima kasih atas kuasa-Mu yang menyelamatkan aku. Tolonglah aku untuk percaya bahwa Engkau sanggup memenuhi semua kebutuhanku.

Monday, December 9, 2019

Pelita Penuntun Kami

Karena Engkaulah pelitaku, ya Tuhan, dan Tuhan menyinari kegelapanku. —2 Samuel 22:29
Pelita Penuntun Kami
Di sebuah museum, saya cukup lama memperhatikan lampu-lampu kuno yang dipamerkan. Keterangan menyebutkan bahwa lampu-lampu itu berasal dari Israel. Wadah-wadah oval yang berukir dan berbahan tanah liat itu memiliki 2 bukaan—satu untuk memasukkan minyak, dan satu lagi untuk sumbu. Meskipun bangsa Israel biasa menaruhnya di ceruk dinding, tetapi lampu-lampu itu cukup kecil untuk bisa digenggam dan dibawa-bawa.
Mungkin pelita kecil seperti itulah yang mengilhami Raja Daud untuk menulis syair pujian yang berkata, “Karena Engkaulah pelitaku, ya Tuhan, dan Tuhan menyinari kegelapanku” (2 Sam. 22:29). Daud menyanyikan kata-kata ini setelah Allah memberinya kemenangan dalam pertempuran. Musuh-musuh, baik dari dalam atau pun dari luar bangsanya, telah membuntutinya ke mana-mana dengan maksud untuk membunuhnya. Daud tidak menjadi ciut karena ia dekat kepada Allah. Ia pun menghadapi musuh dengan keyakinan yang datang dari hadirat Allah. Dengan pertolongan Allah, Daud bisa melihat segala sesuatu dengan jelas sehingga ia mampu mengambil keputusan yang benar bagi dirinya, pasukannya, dan juga bangsanya.
Kegelapan yang dimaksud oleh Daud dalam pujiannya mungkin meliputi ketakutan terhadap kelemahan, kekalahan, dan kematian. Banyak dari kita yang hidup dengan kekhawatiran yang sama, sehingga kita menjadi gelisah dan sangat tertekan. Di saat kegelapan datang menghimpit, kita dapat mengalami damai sejahtera karena kita tahu Allah menyertai kita juga. Api Roh Kudus senantiasa hidup dalam diri kita untuk menerangi jalan kita, sampai kelak kita berhadapan muka langsung dengan Tuhan Yesus.—Jennifer Benson Schuldt
WAWASAN
Bacaan hari ini adalah bagian dari nyanyian lebih panjang yang Daud tulis “pada waktu TUHAN telah melepaskan dia dari cengkeraman semua musuhnya dan dari cengkeraman Saul” (2 Samuel 22:1). Nyanyian ini adalah perayaan penuh sukacita dari seseorang yang telah “dilepaskan” dari pelarian dan persembunyian selama bertahun-tahun—baik dari musuh-musuh di negara-negara lain maupun dari bangsanya sendiri. Sementara kita tidak tahu persis berapa lama Daud hidup dalam pelarian, kita tahu bahwa ia sempat hidup bersama orang Filistin selama enam belas bulan (1 Samuel 27:7). Sungguh menakjubkan jika kita ingat klaim awalnya terhadap ketenaran adalah lewat membunuh jagoan mereka (pasal 17). —J.R. Hudberg
Mengapa Allah bisa dipercaya untuk menolong kamu mengatasi ketakutan yang kamu alami? Apa yang bisa kamu lakukan untuk mencari tuntunan Allah bagi hidupmu?
Ya Tuhan, ketika aku takut, yakinkanlah aku akan penyertaan-Mu. Tolonglah aku mengingat bahwa Engkau telah mengalahkan kuasa kegelapan melalui kematian dan kebangkitan-Mu.

Sunday, December 8, 2019

Sikap Penuh Syukur

Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah. —Kolose 3:15
Sikap Penuh Syukur
Di negara bagian tempat saya tinggal, adakalanya musim dingin berlangsung sangat ekstrem, dengan suhu di bawah nol dan salju yang turun terus-menerus. Pada suatu hari yang sangat dingin, ketika saya sedang menyekop salju untuk kesekian kalinya hari itu, tukang pos kami mampir dan menanyakan kabar saya. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak menyukai musim dingin dan merasa jenuh menghadapi salju di mana-mana. Lalu saya berkomentar bahwa pekerjaan tukang pos pastilah sangat berat dalam kondisi cuaca ekstrem seperti ini. Ia menjawab, “Begitulah, tetapi setidaknya saya punya pekerjaan. Banyak orang tidak punya. Saya bersyukur bisa bekerja.”
Harus diakui, saya agak tertegur melihat sikapnya yang penuh syukur. Betapa mudahnya kita mengabaikan segala sesuatu yang sepatutnya disyukuri ketika situasi hidup terasa kurang menyenangkan.
Rasul Paulus mengatakan kepada para pengikut Kristus di Kolose: “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah” (Kol. 3:15). Ia menulis kepada jemaat di Tesalonika: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1 Tes. 5:18).
Bahkan di tengah pergumulan dan penderitaan, kita dapat mengalami damai sejahtera Allah dan mengizinkannya menguasai hati kita. Lewat damai sejahtera itu, kita akan diingatkan kembali kepada segala sesuatu yang telah diberikan kepada kita di dalam Kristus. Lewat hal itu, kita bisa benar-benar bersyukur.—Bill Crowder
WAWASAN
Kebajikan-kebajikan dan kelaliman-kelaliman yang disebut dalam Kolose 3:5-17 memberi ilustrasi dramatis yang kontras antara kehidupan yang dijalani dengan kekuatan sendiri dengan kehidupan yang dijalani dengan tuntunan Roh Kristus. Orang yang percaya kepada Yesus tidak mengalami transformasi rohani dengan “berusaha sendiri mati-matian” melainkan dengan menanggalkan identitas lama mereka dan menukarnya dengan “manusia baru” (ay.10) yang telah mati dan bangkit lagi bersama Kristus (ay.1-3). —Monica Brands
Hal apa yang perlu berhenti kamu keluhkan? Apa yang perlu kamu syukuri kepada Allah hari ini?
Ya Allah, betapa seringnya aku mengeluh tentang hal-hal yang membuatku kurang nyaman. Tolonglah aku agar tidak melupakan kebaikan-Mu. Berikanlah aku hati yang penuh syukur.

Saturday, December 7, 2019

Jangan Lupakan Pemberinya

Berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan Tuhan. —Ulangan 6:12
Jangan Lupakan Pemberinya
Saat itu Natal sudah dekat dan sang ibu merasa anak-anaknya sulit mengucap syukur. Ia tahu betapa mudahnya perasaan seperti itu menyelinap, tetapi ia juga ingin memberikan pelajaran berharga bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, ia mengitari rumahnya dan memasang pita-pita merah pada saklar lampu, ruang makan, pintu kulkas, mesin cuci, mesin pengering, dan keran air. Pada setiap pita, ia menuliskan catatan: “Kita sering lupa kepada berkat-berkat dari Allah, maka aku memasang pita ini. Allah sudah begitu baik kepada keluarga kita. Jangan kita lupa dari mana semua berkat itu datang.”
Dalam Ulangan pasal 6, kita melihat bahwa bagi masa depannya bangsa Israel harus menaklukkan tempat-tempat yang sudah terbangun. Mereka akan menempati kota-kota yang besar dan baik yang tidak mereka dirikan (ay.10), tinggal di rumah-rumah yang dipenuhi barang-barang baik yang tidak mereka isi, mendapat manfaat dari banyak sumur, kebun anggur, serta kebun zaitun yang tidak mereka gali atau tanami (ay.11). Semua berkat itu datang dari satu sumber—“Tuhan, Allahmu” (ay.10). Ketika Allah dengan penuh kasih sudah menyediakan semua itu dan banyak hal lainnya, Musa ingin memperingatkan bangsa Israel agar tidak melupakan-Nya (ay.12).
Adakalanya kita terlena dan mudah lupa. Namun, janganlah kita mengabaikan kebaikan Allah, karena Dialah sumber semua berkat yang kita nikmati.—John Blase
WAWASAN
Orang Yahudi Ortodoks menafsirkan perintah dari Ulangan 6:8 secara harfiah. Lelaki Yahudi yang taat akan mengikatkan wadah-wadah kulit yang dikenal sebagai tefillin (bahasa Yunani, yang berarti kotak kulit berisikan nas Ibrani) pada lengan atau tangan kirinya dan pada dahinya. Tefillin memuat bagian dari ayat Kitab Suci yang dikenal sebagai Shema (Ulangan 6:4-9). Dalam Markus 12:29-31, Yesus mengutip dari Shema dan Imamat 19:18 ketika Ia mengatakan “tidak ada hukum lain yang lebih utama” daripada “mengasihi Tuhan Allahmu… [dan] mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Tefillin biasanya mencakup ayat-ayat Kitab Suci dari Keluaran 13:1-16 dan Ulangan 11:13-21. Bagian dari kitab Keluaran mengacu kepada Paskah yang pertama ketika Allah mengatakan, “Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu, supaya hukum TUHAN ada di bibirmu” (Keluaran 13:9). Akan datang saatnya ketika mereka yang menolak Allah harus memiliki tanda entah pada tangan atau dahi mereka (Wahyu 13:16; 14:9). Iblis senang memalsukan cara-cara Allah. —Tim Gustafson
Sebutkan lima berkat yang kamu alami dalam kehidupan ini. Mengapa kamu bersyukur atas berkat-berkat tersebut? Bagaimana caramu berterima kasih kepada Allah atas semua berkat-Nya hari ini?
Bapa yang Pengasih, Engkaulah sumber setiap berkat dalam hidup kami. Ampunilah kami yang sering sombong dan menganggap berkat-berkat itu berasal dari kekuatan kami sendiri. Terima kasih atas semua pemberian-Mu.

Friday, December 6, 2019

Hadiah dari Atas

Anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel. —Matius 1:23
Hadiah dari Atas
Konon, pada zaman dahulu, seorang pria bernama Nicholas (lahir tahun 270 M), mendengar tentang seorang ayah yang sangat miskin. Saking miskinnya, ia tidak bisa memberi makan ketiga anak perempuannya, apalagi menyisihkan dana untuk pernikahan mereka di masa mendatang. Dalam upayanya membantu sang ayah, tetapi tanpa ingin diketahui oleh siapa pun, Nicholas melempar sekantong emas melalui jendela yang terbuka, dan kantong itu mendarat di dalam kaus kaki atau sepatu yang sedang dikeringkan di depan perapian. Pria itu dikenal sebagai Santo Nicholas, yang kemudian menjadi inspirasi bagi tokoh Sinterklas.
Ketika saya mendengar cerita tentang hadiah yang datang dari atas itu, saya terpikir tentang Allah Bapa, yang karena kasih dan belas kasihan-Nya mengirimkan hadiah terbesar, yaitu Anak-Nya sendiri, melalui sebuah kelahiran yang ajaib. Menurut Injil Matius, Yesus menggenapi nubuat Perjanjian Lama yang mengatakan bahwa seorang anak dara akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang dinamai Imanuel, yang berarti “Allah menyertai kita” (1:23).
Hadiah dari Nicholas sangatlah indah, tetapi Yesus yang diberikan dari surga itu jauh lebih menakjubkan. Dia meninggalkan surga untuk menjadi manusia, mati dan bangkit kembali, dan Dialah Allah yang tinggal bersama kita. Dia membawa penghiburan saat kita sedih dan terluka; menyemangati saat kita putus asa; menyingkapkan kebenaran saat kita kehilangan arah dan tersesat.—Amy Boucher Pye
WAWASAN
Nas hari ini memperkenalkan kita kepada Yusuf, seorang tukang kayu di Nazaret sekaligus ayah tiri Yesus. Yusuf tidak banyak disinggung dalam Kitab Suci dan tidak pernah menjadi orang yang berbicara; namun kehidupannya berbicara banyak tentang kesetiaannya kepada Allah. Ia memperhatikan hukum dan ingin bertindak taat (Matius 1:19), namun ia menyeimbangkan kepentingan tersebut dengan belas kasih yang tulus terhadap Maria. Fokusnya pada ketaatan juga diseimbangkan dengan kepercayaan bahwa pesan yang telah ia terima dari malaikat adalah dari Allah—memberinya kekuatan untuk taat (ay.22-25). —Bill Crowder
Bagaimana kamu dapat meneruskan anugerah Yesus kepada sesamamu hari ini? Bagaimana kehadiran-Nya memimpinmu untuk rela berbagi waktu, hikmat, dan kasih kepada orang lain?
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau sudah datang dari Bapa untuk lahir dalam keadaan yang sederhana. Kiranya aku tidak pernah menyia-nyiakan kehadiran-Mu dalam hidupku.

Thursday, December 5, 2019

Kebaikan yang Disengaja

Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah. —2 Samuel 9:3
Kebaikan yang Disengaja
Jessica, seorang ibu muda yang naik pesawat dengan anak-anaknya, mengalami kesulitan untuk menenangkan anak perempuannya yang berumur tiga tahun yang tiba-tiba menangis sambil menendang-nendang. Masalahnya bertambah ketika bayi laki-lakinya yang berusia empat bulan kelaparan dan mulai merengek.
Seorang penumpang yang duduk di sebelahnya segera menawarkan diri untuk menggendong bayinya sementara Jessica memasangkan sabuk pengaman untuk putrinya. Kemudian si penumpang yang mengingat kembali masa-masa baru menjadi ayah itu mengajak anak perempuan itu mewarnai bersama sementara Jessica memberi makan bayinya. Setelah transit dan berganti pesawat, penumpang itu kembali menawarkan bantuannya bila dibutuhkan.
Jessica mengenang, “Saya takjub melihat bagaimana tangan Tuhan bekerja dalam hal ini. [Kami] bisa didudukkan di mana saja, tetapi kami justru duduk di sebelah orang paling baik hati yang pernah saya temui.”
Dalam 2 Samuel 9, kita membaca contoh dari perbuatan yang saya sebut sebagai kebaikan yang disengaja. Setelah Raja Saul dan putranya Yonatan dibunuh, ada yang mengira Daud akan menyingkirkan orang-orang yang berpotensi merebut takhtanya. Namun sebaliknya, ia bertanya, “Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah” (ay.3). Mefiboset, putra Yonatan, kemudian dibawa kepada Daud. Daud mengembalikan warisan Mefiboset dan mengundangnya makan sehidangan sejak saat itu, layaknya salah seorang anak raja (ay.11).
Sebagai penerima kebaikan Allah yang begitu limpah ruah, kiranya kita mencari kesempatan untuk sengaja berbuat baik kepada sesama kita (Gal. 6:10).—Cindy Hess Kasper
WAWASAN
Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam 2 Samuel 9 berakar dalam hubungan perjanjian yang Daud adakan dengan Yonatan, anak Saul raja Israel yang pertama. Mengetahui bahwa Daud ditetapkan menjadi raja, Yonatan meminta komitmen Daud untuk memperlihatkan “kemurahan” kepada keturunannya (1 Samuel 20:14-17). Mefiboset, yang lumpuh karena kecelakaan ketika ia baru berusia lima tahun (2 Samuel 4:4), adalah orang yang merasakan hasil perjanjian yang penuh kemurahan tersebut. —Arthur Jackson
Kepada siapa kamu dapat menunjukkan kebaikan Allah? Perbuatan baik apa yang dapat kamu tunjukkan kepada seseorang yang sedang terluka atau kecewa?
Bapa di surga, terima kasih atas kebaikan yang telah Engkau tunjukkan kepadaku. Tolonglah aku mencurahkan kebaikan itu kepada sesamaku.

Wednesday, December 4, 2019

Bebas dari Tuduhan

Jika kita dituduh oleh [hati kita], Allah adalah lebih besar dari pada hati kita. —1 Yohanes 3:20
Bebas dari Tuduhan
Sepasang suami-istri sedang mengendarai karavan melintasi kawasan utara California yang kering ketika tiba-tiba bannya meletus dan terdengar bunyi logam bergesekan dengan aspal. Percikan api dari gesekan itu menyulut terjadinya kebakaran hutan Carr pada tahun 2018 yang menghanguskan wilayah seluas 93.000 hektar, menghancurkan lebih dari 1.000 rumah, dan menewaskan beberapa jiwa.
Ketika mereka yang selamat mendengar pasangan tadi dilanda kesedihan dan perasaan bersalah, mereka pun membuat halaman Facebook untuk menunjukkan “kasih dan mengulurkan kebaikan . . . agar menghalau rasa malu dan putus asa” yang melingkupi mereka. Seorang wanita menulis: ”Saya memang kehilangan rumah, tetapi saya ingin kamu tahu bahwa kami tidak menyalahkanmu, begitu juga keluarga-keluarga lain. . . . Kecelakaan bisa terjadi kapan saja. Saya berharap pesan-pesan kami dapat meringankan bebanmu. Kita pasti bisa melewatinya bersama-sama.”
Tuduhan dan ketakutan atas perbuatan yang rasanya tidak termaafkan dapat menggerogoti jiwa manusia. Syukurlah, Alkitab mengatakan bahwa “jika kita dituduh oleh [hati kita], Allah adalah lebih besar dari pada hati kita” (1 Yoh 3:20). Apa pun aib kita, Allah lebih besar daripada semua itu. Yesus memanggil kita untuk dipulihkan dengan bertobat (apabila diperlukan) dan melepaskan rasa malu yang menggerogoti hati kita. Kemudian, lewat penebusan-Nya, kita ”boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah” (ay.19).
Apa pun penyesalan kita atas hal-hal yang pernah kita lakukan, Allah memanggil kita mendekat kepada-Nya. Yesus tersenyum kepada kita seraya berkata, “Aku telah membebaskan hatimu.”—Winn Collier
WAWASAN
Surat Yohanes yang pertama dimulai dengan cara yang serupa dengan awal Injil Yohanes (1:1-4). Dalam surat maupun Injilnya, Yohanes mencerminkan keheranan seseorang yang telah melihat Firman Allah yang kekal dengan matanya sendiri (Yohanes 1:1-3; 1 Yohanes 1:1-4). Dalam kedua kitab itu ia mengembangkan tema tentang syarat untuk hidup di dalam hadirat Dia yang adalah terang, kehidupan, dan kasih. Namun ada juga beberapa perbedaan penting. Injil Yohanes fokus pada cara-cara Yesus menyatakan diri-Nya kepada pria wanita yang takkan menyangka bahwa kehidupan, terang, dan kasih Allah bisa dinyatakan dari salib seorang yang terhukum. Di sisi lain, surat Yohanes yang pertama, berfungsi sebagai himbauan kepada mereka yang sudah mengetahui kisah Yesus namun berada dalam bahaya melupakan apa artinya tidak mengasihi Allah yang seperti itu dan tidak saling mengasihi sesama manusia. —Mart DeHaan
Pernahkah kamu merasa malu atau tertuduh oleh perasaan bersalah? Apa artinya bagimu saat mengetahui bahwa Yesus telah membebaskan hatimu?
Ya Allah, aku sangat menyesal. Andai saja aku bisa menghapus situasi menyakitkan ini dan mengulang kembali semuanya. Namun, aku berterima kasih, Engkau memberiku anugerah untuk belajar dan melangkah maju.

Tuesday, December 3, 2019

Amplop yang Hilang

Kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. —Matius 6:20
Amplop yang Hilang
Dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi kerabat di negara bagian lain, saya menemukan selembar amplop kotor dan tebal tergeletak di tanah dekat suatu pom bensin. Saya pun mengambil dan melihat isinya. Saya sangat terkejut karena amplop tersebut berisi uang seratus dolar.
Seseorang telah kehilangan uang seratus dolar dan mungkin saja ia sedang panik mencarinya. Saya memberikan nomor telepon kami kepada petugas di pom bensin tersebut, karena mungkin saja ada orang yang datang mencari amplop itu. Namun, tidak ada yang menghubungi saya.
Seseorang pernah memiliki uang tersebut tetapi kemudian uang itu hilang. Hal itu umum terjadi pada harta duniawi. Harta bisa hilang, dicuri, atau dihambur-hamburkan. Harta bisa hilang karena investasi yang gagal atau kandas di pasar moneter yang tidak bisa kita kendalikan. Namun, tidak demikian dengan harta surgawi yang kita punya di dalam Yesus, yakni hubungan yang dipulihkan dengan Allah dan janji hidup kekal. Harta surgawi tidak mungkin tercecer di pom bensin atau hilang di mana pun.
Itulah sebabnya Kristus menasihati kita untuk mengumpulkan “harta di sorga” (Mat. 6:20). Kita melakukannya ketika kita menjadi “kaya dalam kebajikan” (1 Tim. 6:18) atau “kaya dalam iman” (Yak. 2:5) lewat kerelaan membantu sesama dan membagikan kasih Yesus kepada mereka. Dengan pimpinan dan kekuatan Allah, kiranya kita terus mengumpulkan harta surgawi sambil menantikan keabadian bersama-Nya kelak.—Dave Branon
WAWASAN
Matius (atau Lewi, anak Alfeus; Markus 2:14) – pemungut cukai yang kemudian menjadi murid Yesus–diyakini sebagai penulis Injil Matius. Matius 6 adalah bagian dari Khotbah Kristus di Bukit (Matius 5–7), yang disampaikan di tepi bukit dekat Kapernaum. Khotbah ini dimulai dengan Yesus berbicara tentang kehidupan rohani orang yang percaya kepada Kristus (ay.1-18) dan beralih ke peringatan-peringatan terhadap kecintaan akan harta benda, kecemasan, dan sikap menghakimi (ay.19; 7:5). Peringatan terhadap kecintaan akan uang dan harta benda dalam bacaan hari ini adalah tema umum dalam Alkitab. Beberapa contoh adalah catatan tentang Akhan (Yosua 7:1), sang pemuda kaya (Matius 19:16-22), dan Ananias dan Safira (Kisah Para Rasul 5:1-11). —Alyson Kieda
Perbuatan apa yang bisa kamu lakukan minggu ini yang mempunyai dampak kekal? Bagaimana kamu dapat menggunakan harta duniawi kamu dengan lebih bijak sebagai investasi demi memperoleh harta surgawi?
Ya Allah, terima kasih untuk segala sesuatu yang telah Engkau berikan kepada kami di dunia ini—uang, rumah, dan masih banyak lagi. Tolonglah kami agar tidak terlalu erat memegang harta duniawi tersebut, sembari kami terus berupaya mengumpulkan harta surgawi yang kekal.

Monday, December 2, 2019

Sisi Lain Kasih

Kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa, dan dari Yesus Kristus, Anak Bapa, akan menyertai kita dalam kebenaran dan kasih. —2 Yohanes 1:3
Sisi Lain Kasih
Penginapan Romawi pada zaman Kristus memiliki reputasi yang sangat buruk sehingga para rabi Yahudi pun tidak mengizinkan ternak mereka dititip di sana. Kondisi yang begitu sulit membuat orang-orang Kristen yang bepergian biasanya mencari tumpangan dari saudara-saudari seiman mereka.
Di antara para pelancong tersebut ada guru-guru palsu yang menyangkali Yesus sebagai Mesias. Itulah sebabnya para pembaca surat 2 Yohanes diminta untuk menolak memberikan tumpangan kepada para guru palsu. Dalam suratnya yang terdahulu, Yohanes sudah mengatakan bahwa guru-guru palsu tersebut adalah “antikristus, . . . yang menyangkal baik Bapa maupun Anak” (1 Yoh. 2:22). Dalam 2 Yohanes, ia menjelaskan hal itu lebih lanjut dengan mengatakan kepada para pembacanya bahwa siapa saja yang percaya Yesus adalah Mesias, “ia memiliki Bapa maupun Anak” (1:9).
Kemudian ia mengingatkan, “Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya” (ay.10). Menampung seorang pengajar palsu sama dengan membuat orang-orang yang belum diselamatkan tetap terpisah dari Allah.
Surat Yohanes yang kedua ini menunjukkan kepada kita “sisi lain” dari kasih Allah. Kita melayani Allah yang menerima setiap orang dengan tangan terbuka. Namun, kasih yang tulus tidak akan mendukung orang yang menyesatkan dirinya sendiri dan juga orang lain. Allah merangkul orang-orang yang datang kepada-Nya dalam pertobatan, tetapi Dia tidak pernah menerima penyesatan.—Tim Gustafson
WAWASAN
Siapa penulis 1, 2, dan 3 Yohanes tidak secara eksplisit disebutkan. 1 Yohanes sama sekali tidak menyebutkan siapa penulisnya, 2 dan 3 Yohanes hanya mengacu kepada sang penulis sebagai “penatua” (2 Yohanes 1:1; 3 Yohanes 1:1). Namun banyak bukti yang mengaitkan ketiga surat ini dengan Yohanes murid Kristus. Misalnya, Injil Yohanes (yang dihubungkan dengan Yohanes murid Kristus) dan surat-surat Yohanes semuanya memiliki tema yang sama. Dalam bacaan hari ini dari 2 Yohanes, tiga ide kunci menggemakan tema-tema dalam Injil Yohanes: kebenaran (Yohanes 14:6), kasih (Yohanes 3:16), dan kasih yang menuntun kepada ketaatan (Yohanes 15:9-17). —J.R. Hudberg
Bagaimana kamu dapat mencerminkan kasih Allah kepada sesamamu hari ini? Saat ini, masalah apa yang perlu kamu selesaikan dalam hidupmu atau orang lain?
Bapa, Engkau mengasihi kami dalam kebenaran-Mu. Tolong kami menyalurkan kasih tersebut kepada sesama kami dengan anugerah tak tergoyahkan yang hanya berasal dari Roh-Mu.

Sunday, December 1, 2019

Masihkah Ada Harapan?

Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? —Roma 8:31
Masihkah Ada Harapan?
Edward Payson (1783-1827) pernah menjalani hidup yang sangat sulit. Kematian adik laki-lakinya membuatnya sangat terguncang. Ia bergumul dengan gangguan bipolar dan kerap didera sakit kepala migren yang parah selama berhari-hari. Tidak hanya itu, ia pernah jatuh dari kuda dan melumpuhkan tangannya, serta hampir mati karena tuberkulosa! Yang mengherankan, semua itu tidak membuatnya putus asa atau patah semangat. Teman-temannya mengatakan bahwa sebelum Edward meninggal dunia, sukacitanya justru begitu besar. Bagaimana mungkin?
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus menyatakan kepercayaannya yang penuh kepada kebenaran kasih Allah yang tidak tergantung pada situasi. Dengan berani ia bertanya, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? (Rm. 8:31). Jika Allah telah memberikan Yesus, Anak-Nya yang tunggal, untuk menyelamatkan kita, maka Dia pasti akan menyediakan segala yang kita butuhkan untuk menyelesaikan hidup ini dengan baik. Paulus mencantumkan tujuh situasi berat yang dialaminya sendiri: penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, dan pedang (ay.35). Ia tidak bermaksud mengatakan bahwa kasih Kristus akan mencegah terjadinya hal-hal buruk. Namun, Paulus berkata bahwa “dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita” (ay.37).
Di dalam dunia yang serba tak menentu ini, Allah dapat sepenuhnya dipercaya, karena kita tahu bahwa sama sekali tidak ada yang “dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (ay.39).—Estera Pirosca Escobar
WAWASAN
Dalam Roma 8, ada tiga hal penting yang memberikan kepastian dan pengharapan kepada anak-anak Allah. Ayat 1-4 mengingatkan kita bahwa “sekarang tidak ada penghukuman” bagi orang yang percaya kepada Kristus. Penegasan ini memberi kita keyakinan bahwa di dalam Kristus kita telah dibawa ke dalam hubungan yang benar dengan Allah dan aman dari penghakiman karena dosa-dosa kita. Sebagian besar isi pasal ini (ay.5-27) menegaskan peran Roh Kudus dalam memberdayakan kita untuk mengamalkan iman kita. Bagian terakhirnya (ay.28-39) meyakinkan kita bahwa kasih Allah kepada kita takkan pernah mati atau berkurang. Setelah tujuh pasal yang membicarakan kegagalan-kegagalan kita dan kebutuhan kita akan seorang Juruselamat, pasal 8 merekomendasikan keyakinan rohani kepada Kristus. Perlindungan-Nya, Roh-Nya, dan kasih-Nya telah datang kepada kita lewat salib, mengingatkan kita bahwa kita dikasihi dan dipelihara oleh Bapa. —Bill Crowder
Saat menghadapi situasi yang membuat putus asa, bagaimana biasanya respons kamu? Janji Allah apa yang bisa kamu pegang karena tahu Dia akan memenuhinya?
Bapa surgawi yang setia, terima kasih untuk kasih-Mu kepadaku. Terima kasih untuk pengorbanan Anak-Mu yang memberikanku hidup kekal. Terima kasih karena aku bisa mempercayai janji-janji-Mu sekalipun saat ini hidup mungkin terasa suram.
 

Total Pageviews

Translate