Pages - Menu

Sunday, May 31, 2015

Mencari Kambing Hitam

Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” —Yohanes 1:29
Mencari Kambing Hitam
Saya pernah disalahkan untuk banyak hal, dan saya memang layak disalahkan. Dosa, kegagalan, dan ketidakmampuan saya telah menyebabkan duka, kecemasan, dan ketidaknyamanan bagi sahabat dan keluarga (dan mungkin juga bagi orang yang tidak saya kenal). Saya juga pernah disalahkan untuk hal-hal yang bukan merupakan kesalahan saya, hanya karena saya tidak kuasa mengubah hal-hal tersebut.
Sebaliknya, saya juga pernah menjadi orang yang mencari “kambing hitam” pada diri orang lain. Dalam hati saya berpikir, andai saja mereka tidak melakukan ini atau itu, tentu saya tidak akan berada dalam masalah saya sekarang. Sikap menyalahkan itu menyakitkan. Entah memang ada yang bersalah ataupun tidak, akhirnya kita menyia-nyiakan banyak waktu dan pikiran untuk berusaha mencari “kambing hitam” yang mau menanggung kesalahan itu.
Yesus menunjukkan jalan yang lebih baik dalam berurusan dengan kesalahan. Meski Yesus tidak bersalah, di dalam tubuh-Nya Dia memikul dan menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29). Kita sering menyebut Yesus sebagai Anak domba yang dikorbankan, tetapi Dia juga menjadi “kambing hitam” yang menanggung seluruh dosa dan kesalahan di dunia (Im. 16:10).
Setelah mengakui dosa kita dan menerima pemberian Yesus untuk menghapus dosa itu, kita tidak perlu lagi dibebani oleh kesalahan kita. Kita bisa berhenti mencari orang lain untuk disalahkan atas keadaan kita, dan tidak lagi menanggung beban kesalahan yang dituduhkan oleh orang lain yang berusaha menyalahkan kita.
Karena apa yang telah Yesus perbuat, kita bisa berhenti untuk mencari “kambing hitam”. —Julie Ackerman Link
Tolong aku, ya Tuhan, untuk jujur saat aku melakukan kesalahan dan mengakuinya kepada-Mu—ketimbang mencari orang lain untuk kusalahkan. Terima kasih karena Engkau telah menanggung dosa dan kesalahanku.
Mengakui dosa dengan jujur akan membawa pengampunan.

Saturday, May 30, 2015

Karunia Air Mata

Maka menangislah Yesus. —Yohanes 11:35
Karunia Air Mata
Suatu hari saya menelepon seorang teman lama ketika ibunya meninggal dunia. Ibunya adalah teman dekat ibu saya, dan sekarang mereka berdua telah berpulang ke rumah Bapa. Sepanjang perbincangan itu, luapan emosi kami berdua mengalir bergantian dengan bebas—ada air mata kesedihan karena mengenang ibunya yang telah tiada, tetapi ada air mata tawa ketika kami mengingat kepribadiannya yang menyenangkan dan penuh perhatian.
Banyak dari kita pernah mengalami pergantian emosi dari air mata hingga tawa bahagia. Ketika emosi dukacita dan sukacita dapat disalurkan secara fisik dengan menangis, itu merupakan karunia yang luar biasa mengagumkan.
Karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26), dan humor adalah bagian yang tak terpisahkan dari setiap budaya, saya membayangkan Yesus pasti memiliki selera humor yang mengagumkan. Namun kita tahu bahwa Dia juga mengenal rasa sakit dari dukacita. Ketika sahabatnya Lazarus meninggal, Yesus melihat Maria menangis, dan terharulah hati-Nya. Tidak lama kemudian, Dia juga mulai menangis (Yoh. 11:33-35).
Kemampuan kita untuk mengungkapkan emosi dengan air mata adalah sebuah karunia, dan Allah memperhatikan setiap air mata yang kita keluarkan. Mazmur 56:9 berkata, “Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu . Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?” Namun kelak—kita telah dijanjikan—“Allah akan menghapus segala air mata”(Why. 7:17). —Cindy Hess Kasper
Tuhan, Engkau telah menciptakan kami untuk bisa tertawa, menangis, berseru, dan mengasihi, serta merindukan mereka yang telah pergi mendahului kami. Tolong kami untuk mengasihi lebih dalam lagi, dengan mempercayai kebaikan-Mu dan kebangkitan yang Engkau janjikan.
Bapa Surgawi yang penuh kasih telah menghapus dosa kita dan Dia juga akan menghapus air mata kita.

Friday, May 29, 2015

Jalan Misterius

KomikStrip-WarungSaTeKaMu-20150529-Jalan-Misterius
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. —Yesaya 55:9
Jalan Misterius
Saat putra saya mulai belajar dalam kelas bahasa Mandarin, saya takjub melihat isi makalah yang dibawanya pulang setelah sesi pertama. Sebagai orang yang bahasa ibunya bahasa Inggris, saya sulit memahami bagaimana karakter-karakter huruf dapat berkaitan dengan pengucapan kata. Bahasa Mandarin terlihat sangat rumit bagi saya dan tidak dapat saya mengerti.
Terkadang saya pun bingung dengan cara kerja Allah. Saya tahu Dia berkata, “Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes. 55:8). Namun, masih saja saya merasa bahwa saya seharusnya bisa memahami mengapa Allah mengizinkan terjadinya hal-hal tertentu. Lagipula, saya membaca firman-Nya secara teratur dan Roh Kudus berdiam dalam diri saya.
Ketika saya merasa berhak untuk memahami jalan Allah, saya mencoba untuk merendahkan hati saya. Saya ingat bahwa Ayub tidak mendapatkan penjelasan untuk segala sakit hatinya (Ayb. 1:5,8). Ayub berjuang untuk mengerti, tetapi Allah bertanya kepadanya: “Apakah si pengecam hendak berbantah dengan Yang Mahakuasa?” (39:35). Dengan menyesal, Ayub menjawab, “Jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu? Mulutku kututup dengan tangan” (39:37). Ayub diam terpaku di hadapan keagungan Allah.
Walaupun jalan Allah mungkin terlihat misterius dan terkadang tidak dapat dimengerti, kita bisa meyakini dengan pasti bahwa jalan itu jauh lebih baik daripada jalan kita sendiri. —Jennifer Benson Schuldt
Bapa, tolong aku untuk percaya kepada-Mu, bahkan di saat aku tak mengerti mengapa hal-hal itu harus kualami. Hiburkanlah hatiku dan ingatkan aku akan kebaikan dan kasih-Mu.
Karena tangan Allah bekerja dalam segala sesuatu, kamu bisa menyerahkan segala sesuatu ke dalam tangan Allah.

Thursday, May 28, 2015

Membingungkan

Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus. —2 Korintus 11:3
Membingungkan
Teka-teki ini membingungkan saya: Isilah dengan satu kata yang sama. _____ ada yang lebih hebat daripada Allah. _____ ada yang lebih jahat daripada Iblis. Orang miskin _____ memiliki apa-apa. Orang kaya _____ butuh apa-apa. Jika kamu _____ makan, kamu akan mati.
Saya tidak berhasil menjawabnya karena pikiran saya teralihkan dari jawaban yang sebenarnya sudah jelas. Kata itu adalah: “Tidak”.
Teka-teki itu mengingatkan saya akan sebuah ujian kecerdasan lain yang pasti jauh lebih sulit dipecahkan pada masanya. Seorang pria bijaksana di masa lampau bernama Agur pernah bertanya: “Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpulkan angin dalam genggamnya? Siapakah yang telah membungkus air dengan kain? Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi? Siapa namanya dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu!” (Ams. 30:4).
Hari ini, kita mengetahui jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu. Namun terkadang ketika pertanyaan, kekhawatiran, dan kebutuhan menghujani hidup kita, pandangan kita bisa teralihkan dari hal-hal yang sudah jelas. Pengalaman hidup bisa dengan mudahnya mengalihkan perhatian kita dari Pribadi yang menjawab teka-teki mahapenting: Siapakah Dia yang bersama dengan Allah; lebih berkuasa daripada Iblis; orang miskin bisa memiliki Dia; orang kaya membutuhkan Dia; dan jika kamu makan dan minum di meja perjamuan-Nya, kamu tidak akan pernah mati? Dialah Yesus Kristus, Tuhan. —Mart DeHaan
Bapa, dalam setiap pengalaman dan tantangan di sepanjang kehidupan iman kami, begitu mudahnya kami mengabaikan Engkau dan Anak-Mu. Kiranya kami melihat-Mu hari ini dengan cara yang baru dan segar.
Memusatkan perhatian kepada Allah akan menolong kita untuk mengalihkan pandangan kita dari keadaan yang sedang kita alami.

Wednesday, May 27, 2015

Menyandang Nama-Nya

Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen. —Kisah Para Rasul 11:26
Menyandang Nama-Nya
Pada bulan Juli 1860, sekolah keperawatan pertama di dunia dibuka di Rumah Sakit St. Thomas di London. Saat ini sekolah tersebut menjadi bagian dari King’s College, dan para siswa jurusan keperawatan di dalamnya disebut Nightingales. Sekolah itu—sebagaimana praktek keperawatan modern—didirikan oleh Florence Nightingale yang mengubah dunia keperawatan pada masa Perang Krimea. Ketika calon perawat menyelesaikan pelatihan mereka, mereka harus mengucapkan “Ikrar Nightingale”, suatu cerminan dari pengaruh Florence Nightingale yang selalu mewarnai dunia keperawatan.
Ada banyak orang, seperti Florence Nightingale, yang telah memberikan dampak besar bagi dunia kita. Namun tidak ada yang memberi dampak lebih besar daripada Yesus. Kelahiran, kematian, dan kebangkitan-Nya telah membawa transformasi dalam hidup banyak orang selama 2.000 tahun.
Di berbagai penjuru dunia, nama Kristus menjadi penanda bagi orang-orang yang menjadi pengikut-Nya, sebagaimana demikian sejak masa-masa awal gereja. “Setelah [Barnabas] bertemu dengan [Saulus], ia membawanya ke Antiokia. Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen” (Kis. 11:25-26).
Mereka yang menyandang nama Kristus dijadikan serupa dengan- Nya karena kita telah diubah oleh kasih karunia-Nya. Kita pun menyatakan pada dunia bahwa Dia telah membawa perubahan abadi dalam kehidupan kita dan kita juga merindukan hal tersebut terjadi dalam diri orang lain. —Bill Crowder
Bapa, beriku anugerah dan hikmat untuk menghormati-Mu. Kiranya hidupku sungguh mencerminkan kepribadian Kristus agar keagungan nama-Nya—dan keselamatan dari-Nya—juga dapat diterima oleh orang lain.
Murid Kristus—orang Kristen—dikenal karena menyandang nama-Nya.

Tuesday, May 26, 2015

Menenangkan Badai

Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. —Markus 4:39
Menenangkan Badai
Ketika Badai Katrina mengarah ke pesisir Mississippi, seorang pendeta yang telah pensiun beserta istrinya memutuskan untuk meninggalkan rumah mereka dan menetap di suatu rumah penampungan. Putri mereka memohon supaya mereka mau pergi ke Atlanta agar ia bisa merawat mereka. Namun pendeta dan istrinya tidak dapat mengambil uang untuk membiayai perjalanan karena semua bank tutup. Setelah badai berlalu, mereka kembali ke rumah untuk mengambil beberapa barang dan hanya berhasil menyelamatkan beberapa foto keluarga yang mengapung di atas air. Lalu, ketika pendeta itu mengeluarkan foto ayahnya dari bingkai untuk dikeringkan, jatuhlah uang sejumlah $366—jumlah yang persis dibutuhkan untuk membeli dua tiket pesawat ke Atlanta. Pasangan itu belajar bahwa mereka bisa mempercayai Yesus untuk apa pun yang mereka perlukan.
Bagi para murid, mempercayai Yesus dalam badai adalah pelajaran yang harus mereka terima dalam narasi dramatis yang dikisahkan dalam Markus 4:35-41. Yesus telah meminta para murid untuk menyeberangi Danau Galilea, lalu Dia pergi tidur di dalam perahu. Ketika badai yang ganas dan dahsyat menerjang, para murid itu tidak hanya kepayahan karena ombak besar tetapi juga karena merasa takut dan cemas. Mereka membangunkan Yesus dan berkata, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (ay.38). Yesus bangkit berdiri dan dengan dua patah kata, “Diam! Tenanglah!” Dia membungkam badai tersebut.
Kita pun mengalami badai—penganiayaan, masalah keuangan, penyakit, kekecewaan, kesepian—Yesus tak selalu mencegah terjadinya semua itu. Namun Dia berjanji takkan membiarkan atau meninggalkan kita (Ibr. 13:5). Dia akan menenangkan kita dalam badai. —Marvin Williams
Apakah hidupmu sedang diterjang badai? Karakter Allah manakah yang kamu tahu bisa menolong untuk menenangkan hatimu?
Di tengah badai kehidupan, kita bisa melihat karakter Allah kita.

Monday, May 25, 2015

Kekuatan dan Pujian Kita

TUHAN memerintah kekal selama-lamanya. —Keluaran 15:18
Kekuatan dan Pujian Kita
John Philip Sousa adalah seorang komponis, pemimpin band, dan pencipta ternama dari lagu-lagu mars yang telah dimainkan oleh berbagai band di dunia selama lebih dari seratus tahun. Menurut Loras John Schissel, sejarawan musik dan dirigen dari Virginia Grand Military Band, “Sousa bagi lagu mars adalah seperti Beethoven bagi musik simfoni.” Sousa, yang sering dijuluki “Raja Lagu Mars”, sangat memahami kekuatan musik untuk memotivasi, membangkitkan semangat, dan menginspirasi orang.
Di masa Perjanjian Lama, orang Israel sering mendapat inspirasi untuk menggubah dan menyanyikan puji-pujian untuk merayakan pertolongan Allah di tengah masa-masa sulit yang mereka alami. Ketika Allah menyelamatkan umat-Nya dari ancaman yang diakibatkan oleh pasukan Firaun, “Musa bersama-sama dengan orang Israel menyanyikan nyanyian ini bagi TUHAN . . . ‘Baiklah aku menyanyi bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur, kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut. TUHAN itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allah bapaku, kuluhurkan Dia’” (Kel. 15:1-2).
Musik mempunyai pengaruh yang dapat membangkitkan semangat kita dengan cara mengingatkan kita pada kesetiaan Allah di masa lampau. Ketika kita kehilangan semangat, kita dapat menyanyikan mazmur dan pujian yang bisa mengalihkan pandangan kita dari tantangan sulit yang sedang dihadapi kepada kuasa dan kehadiran Tuhan dalam hidup ini. Kita diingatkan bahwa Allah itu kekuatan kita, mazmur kita, dan keselamatan kita. —David McCasland
Percayalah jangan bimbang—Dia setia tak berubah; Tiada yang memisahkanmu dari Tuhanmu. —Kelly (Kidung Puji-Pujian Kristen, No. 80)
Nyanyian pujian membuka mata kita untuk melihat kesetiaan Allah.

Sunday, May 24, 2015

Tupai yang Ketakutan

Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau. —Yesaya 41:13
Tupai yang Ketakutan
Saya telah menata jaring tanaman di halaman saya. Kemudian saya berniat untuk menyebarkan bebatuan hiasan di atasnya. Setelah pekerjaan tersebut hampir selesai, saya melihat ada seekor tupai yang terjerat di dalam jaring itu.
Saya pun mengenakan sarung tangan dan dengan hati-hati menggunting jaring tersebut. Akan tetapi tupai kecil itu tidak menyukai saya. Ia menghentak-hentakkan kaki belakangnya dan berusaha menggigit saya. Dengan tenang saya mengatakan padanya, “Aku tak akan menyakitimu. Santai saja.” Tentu saja tupai itu tak mengerti apa yang saya katakan, jadi ia terus melawan dengan ketakutan. Akhirnya saya menggunting simpul jaring terakhir yang menjerat tupai itu dan melepasnya pergi.
Terkadang manusia merasa dirinya terjerat dan berusaha melawan dengan rasa takut terhadap Tuhan. Selama berabad-abad, Dia telah menawarkan pertolongan dan harapan kepada manusia, tetapi kita justru menolak-Nya, karena kita tidak memahami pertolongan yang Dia sediakan. Dalam Yesaya 41, sang nabi mengutip sabda Tuhan, “Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: ‘Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau’” (ay.13).
Lihatlah keadaanmu. Bagaimana campur tangan Allah di dalamnya? Apakah kamu takut berserah penuh kepada-Nya—karena khawatir Allah akan menyakitimu? Allah itu baik dan selalu dekat. Dia ingin melepaskanmu dari jerat-jerat hidup ini. Kamu boleh mempercayakan hidupmu kepada-Nya. —Dave Branon
Area manakah dalam hidupmu yang memerlukan kelepasan? Mintalah kepada Allah agar Dia menunjukkannya dan memberimu iman untuk mempercayai bahwa Dia akan melepaskanmu.
Iman adalah penangkal paling manjur untuk segala ketakutan.

Saturday, May 23, 2015

Terjebak dalam Lumpur

Ia mengangkat aku dari . . . lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu. —Mazmur 40:3
Terjebak dalam Lumpur
Kami benar-benar terjebak! Ketika saya sedang menaruh rangkaian bunga di atas makam orangtua saya, suami saya menepikan mobil agar mobil lain bisa lewat. Hujan telah turun selama berminggu-minggu sehingga area parkir menjadi sangat basah. Ketika kami hendak meninggalkan tempat itu, kami baru menyadari bahwa mobil kami terjebak dalam lumpur. Semakin kencang roda berputar, semakin terbenam pula mobil kami ke dalam lumpur.
Mobil itu butuh untuk didorong, tetapi suami saya memiliki cedera bahu, dan saya baru saja keluar dari rumah sakit. Kami butuh pertolongan! Di kejauhan, saya melihat dua pemuda dan mereka menanggapi dengan ceria lambaian tangan dan teriakan saya. Berkat kekuatan mereka berdua, mobil kami dapat kembali ke jalan.
Mazmur 40 menceritakan tentang kesetiaan Allah ketika Daud memohon pertolongan. “Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa” (ay.2-3). Entah yang dimaksudkannya adalah sebuah lubang yang sesungguhnya atau suatu keadaan yang sangat sulit, Daud tahu bahwa ia selalu dapat berseru kepada Allah untuk membebaskannya.
Allah juga akan menolong ketika kita berseru kepada-Nya. Adakalanya Dia turut campur secara langsung, tetapi lebih sering Dia bekerja melalui sesama kita. Ketika kita mengakui kebutuhan kita kepada-Nya—dan mungkin juga kepada orang lain—kita percaya bahwa Dia setia. —Marion Stroud
Aku memuji-Mu, Bapa di surga, karena Engkau sanggup membebaskanku dari lubang sedalam apa pun. Tolong aku untuk menerima pertolongan orang lain dan siap sedia untuk menawarkan pertolonganku bagi mereka yang membutuhkan.
Harapan dari Allah diperoleh melalui uluran tangan orang lain.

Friday, May 22, 2015

Para Pencari Hikmat

KomikStrip-WarungSaTeKaMu-20150522-Para-Pencari-Hikmat
Berbahagialah orang yang mendapat hikmat. —Amsal 3:13
Para Pencari Hikmat
Pada setiap musim semi, berbagai perguruan tinggi dan universitas mengadakan upacara wisuda untuk merayakan keberhasilan para mahasiswa yang telah menyelesaikan studi dan memperoleh gelar mereka. Setelah menjalani wisuda mereka, para lulusan ini akan memasuki dunia yang menantang mereka. Memiliki pengetahuan akademis saja tidaklah cukup. Kunci meraih keberhasilan dalam hidup adalah dengan menerapkan segala sesuatu yang telah mereka pelajari dengan berhikmat.
Di sepanjang Kitab Suci, hikmat dijunjung sebagai sebuah harta yang layak dicari. Hikmat itu lebih baik ketimbang kekayaan (Ams. 3:13-18). Hikmat bersumber dari Allah, dan Dialah satu-satunya yang penuh hikmat (Rm. 16:27). Hikmat ditemukan dalam perbuatan dan perilaku Yesus, sebab di dalam diri-Nya “tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan” (KOL. 2:3). Hikmat diperoleh dari membaca dan menerapkan Kitab Suci. Kita mempunyai teladan akan hal ini dengan melihat cara Yesus menerapkan pengetahuan-Nya ketika Dia dicobai (Luk. 4:1-13). Dengan kata lain, seseorang yang sungguh berhikmat berusaha melihat kehidupan dari sudut pandang Allah dan memilih untuk menjalani hidup berdasarkan hikmat-Nya.
Apakah imbalannya untuk hidup dalam hikmat? Kitab Amsal menyatakan kepada kita bahwa hikmat itu bagaikan manisnya madu di langit-langit mulut (Ams. 24:13-14). “Berbahagialah orang yang mendapat hikmat” (3:13). Jadi carilah hikmat, karena hikmat lebih menguntungkan ketimbang perak atau emas! —Joe Stowell
Tuhan, kuatkan tekadku untuk hidup dengan hikmat yang hanya berasal dari-Mu. Beriku pemahaman untuk menjalani hidup dari sudut pandang-Mu sehingga aku menikmati berkat dari hidup yang dijalani dengan bijaksana.
Berkat datang dari mencari hikmat dan hidup menurut hikmat tersebut.

Thursday, May 21, 2015

Awal Baru untuk Hati yang Remuk

Ia telah mengutus aku untuk . . . merawat orang-orang yang remuk hati. —Yesaya 61:1
Awal Baru untuk Hati yang Remuk
The Museum of Broken Relationships (Museum dari Relasi yang Kandas) di Zagreb, Kroasia menyimpan benda-benda tanda kasih yang telah kandas dari orang-orang yang tidak disebutkan namanya. Di sana ada sebilah kapak yang digunakan oleh seseorang untuk menghancurkan perabotan milik pasangan yang telah menyakitinya. Beragam boneka hewan, surat cinta dalam bingkai kaca yang sudah pecah, dan gaun pengantin melukiskan pedihnya hati yang telah hancur. Sementara sejumlah pengunjung meninggalkan museum itu dengan berurai air mata karena terkenang akan peristiwa kehilangan yang mereka sendiri alami, ada juga pasangan-pasangan yang saling berpelukan dan berjanji untuk tidak menyakiti satu sama lain.
Nabi Yesaya dari Perjanjian Lama menulis, “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati” (Yes. 61:1). Ketika Yesus membaca dari Yesaya 61 di sebuah rumah ibadah di Nazaret, Dia berkata, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Luk. 4:21). Bukan sekadar pemulihan untuk batin yang terluka, perkataan Yesaya berbicara tentang perubahan hati dan pembaruan jiwa yang diperoleh dengan menerima karunia Allah berupa “perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar” (Yes. 61:3).
Kita semua pernah mengalami penyesalan dan janji yang tidak ditepati dalam kehidupan kita. Apa pun yang telah terjadi, Tuhan mengundang kita untuk menemukan pemulihan, pengharapan, dan kehidupan baru di dalam diri-Nya. —David McCasland
Tuhan, Engkau Allah yang menepati janji dan Engkau menjadikan baru segala hal. Hari ini kami menukarkan abu kami dengan keindahan-Mu, dan ratapan kami dengan sukacita penghiburan yang kami temukan di dalam-Mu. Terima kasih!
Allah sanggup mengubah kemalangan menjadi kemenangan.

Wednesday, May 20, 2015

Pusatkan Perhatianmu

Dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan. —Ibrani 12:2
Pusatkan Perhatianmu
“Itu muridku, lho,” demikian ujar seorang wanita tentang seseorang yang sedang dibantunya. Sebagai murid-murid Kristus, kita semua menerima tanggung jawab untuk memuridkan—membagikan kabar baik tentang Kristus kepada orang lain dan menolong iman mereka bertumbuh. Namun kita bisa dengan mudah memusatkan perhatian itu kepada diri kita dan bukan kepada Yesus.
Rasul Paulus mengkhawatirkan jemaat di Korintus yang telah mengalihkan perhatian mereka dari Kristus. Paulus dan Apolos adalah dua pengkhotbah paling terkenal di masa itu. Jemaat pun terpecah antara yang mengikuti Paulus dan yang mengikuti Apolos. Mereka memusatkan perhatian kepada pribadi yang salah, dengan mengikuti para pengajar dan bukan Sang JuruselaMat. Paulus menegur mereka. Kita ini “kawan sekerja Allah”. Tidak penting siapa yang menanam atau menyiram, karena hanya Allah yang bisa memberikan pertumbuhan. Umat Kristen adalah “ladang Allah, bangunan Allah” (1Kor. 3:6-9). Jemaat Korintus bukan milik Paulus ataupun Apolos.
Yesus memerintahkan kita untuk pergi dan memuridkan orang dan mengajar mereka tentang diri-Nya (Mat. 28:20). Penulis kitab Ibrani juga mengingatkan kita untuk terus memandang kepada Yesus yang memimpin dan menyempurnakan iman kita (12:2). Kristus dimuliakan ketika kita memusatkan perhatian kita pada-Nya; Dia jauh lebih agung daripada manusia mana pun dan Dia akan memenuhi kebutuhan kita. —C. P. Hia
Bapa, aku mengakui, begitu mudahnya perhatianku teralih dari-Mu kepada hal yang kurang penting. Terima kasih Engkau menempatkan orang-orang dalam hidupku yang mengarahkanku kepada-Mu. Tolong aku mengarahkan orang lain kepada-Mu sehingga Engkau semakin bertambah dan aku semakin berkurang.
Utamakan Yesus.

Tuesday, May 19, 2015

Maha Penyembuh

Aku TUHANlah yang menyembuhkan engkau. —Keluaran 15:26
Maha Penyembuh
Para dokter yang saya kenal adalah orang-orang yang cerdas, bekerja keras, dan penuh belas kasih. Mereka telah sering menolong saya terlepas dari penderitaan saya, dan saya bersyukur untuk keahlian mereka dalam mendiagnosis penyakit, meresepkan obat, membantu pemulihan tulang yang patah, dan menjahit luka. Akan tetapi itu semua tidak berarti bahwa saya lebih memilih untuk mempercayakan iman saya pada para dokter dibandingkan pada Allah.
Dalam kedaulatan-Nya, Allah menetapkan manusia menjadi mitra dalam memelihara karya ciptaan-Nya (Kej. 2:15), dan para dokter termasuk di dalamnya. Dokter mempelajari ilmu pengobatan dan seluk-beluk tubuh manusia yang diciptakan Allah. Mereka menggunakan pengetahuan itu untuk membantu pemulihan kesehatan kita. Namun satu-satunya hal yang membuat dokter dapat melakukan pekerjaannya untuk menolong kita sembuh adalah karena Allah menciptakan kita dengan kemampuan untuk sembuh. Ahli bedah tidak akan ada gunanya jika sayatan operasi tidak bisa sembuh.
Para ilmuwan dapat belajar tentang cara kerja tubuh kita dan merancang terapi untuk mendukung pemulihan atau penyembuhan kita. Namun bukan mereka penyembuhnya; melainkan Allah (Kel. 15:26). Dokter hanya menyelaraskan diri dengan maksud dan rancangan Allah.
Jadi saya berterima kasih untuk para ilmuwan dan dokter, tetapi pujian dan ucapan syukur saya ditujukan bagi Allah. Dialah yang merancang suatu alam semesta yang teratur dan memberi kita akal budi yang dapat memahami cara kerja alam tersebut. Oleh karena itu, saya percaya bahwa segala penyembuhan itu bersifat ilahi, karena tidak ada penyembuhan yang terjadi tanpa peran Allah. —Julie Ackerman Link
Allah Bapa, Engkaulah Tabib Agung, dan aku meminta kesembuhan, baik atas pikiranku, tubuhku, rohku, atau seluruhnya. Aku percaya Engkau akan memberikan yang terbaik. Terima kasih untuk kebaikan dan kasih-Mu dalam segala hal.
Ketika kamu terpikir akan segala yang baik, bersyukurlah kepada Allah.

Monday, May 18, 2015

Satu Langkah Lebih Dekat

Sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya. —Roma 13:11
Satu Langkah Lebih Dekat
Beberapa tahun yang lalu, saya dan seorang teman berusaha mendaki Gunung Whitney. Dengan ketinggian sekitar 4420 M, itulah gunung tertinggi di daratan Amerika Serikat. Kami tiba di perkemahan di daerah Whitney Portal pada tengah malam, jadi kami langsung mengeluarkan kantong tidur dan mencoba untuk terlelap sebelum kami memulai pendakian pada waktu fajar. Mendaki Gunung Whitney sebenarnya lebih berupa sebuah perjalanan menanjak yang sangat panjang dan melelahkan sejauh 17,7 km.
Sekalipun berat, pendakian itu terasa begitu menyenangkan dengan adanya pemandangan yang menakjubkan, danau biru yang indah, dan padang rumput yang rimbun di sepanjang jalan. Namun perjalanan itu seakan tidak ada habisnya dan semakin melelahkan, sehingga benar-benar menjadi ujian bagi daya tahan kaki dan paru-paru kami. Saya sempat terpikir untuk berbalik arah saat hari bertambah siang dan jalan itu tampaknya terentang tanpa akhir di depan kami.
Namun, sesekali waktu, saya memandang sekilas ke arah puncak gunung dan menyadari bahwa setiap langkah membawa saya satu langkah lebih dekat. Jika saya terus berjalan, saya pasti sampai di sana. Pemikiran itulah yang membuat saya terus melangkah.
Paulus meyakinkan kita, “Sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya” (Rm. 13:11). Setiap hari membawa kita satu hari lebih dekat pada hari agung ketika kita “mencapai puncak” dan bertemu muka dengan Juruselamat kita. Pemikiran itulah yang dapat membuat kita terus melangkah. —David Roper
Tuhanku, kiranya aku bisa dengan sabar bertahan menghadapi kesulitan dalam perjalanan demi sukacita yang telah menanti kami. Ketika perjalananku usai, aku akan bertemu muka dengan-Mu dan tinggal selamanya bersama-Mu.
Sekarang kita melihat Yesus di dalam Alkitab, tetapi kelak kita akan melihat-Nya muka dengan muka.

Sunday, May 17, 2015

Kuasa Pujian

Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya! —2 Tawarikh 20:21
Kuasa Pujian
Willie Myrick diculik di depan rumahnya saat ia berusia 9 tahun. Selama berjam-jam, ia menempuh perjalanan dalam mobil bersama penculiknya, dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya. Pada saat itu, Willie memutuskan untuk menyanyikan sebuah lagu berjudul “Every Praise” (Tiap Pujian). Ketika ia mengulang-ulang lagu itu, si penculik mengeluarkan sumpah serapah dan menyuruhnya untuk diam. Akhirnya, penculik itu menghentikan mobilnya dan menurunkan Willie—tanpa melukainya sama sekali.
Seperti yang ditunjukkan Willie, memuji Tuhan dengan sungguh-sungguh menuntut kita untuk memusatkan perhatian pada karakter Allah dan mengabaikan hal-hal yang kita takuti, masalah dalam hidup kita, dan sikap bergantung pada diri sendiri yang tersimpan dalam hati kita.
Bangsa Israel mencapai tahap penyerahan diri ini ketika berhadapan dengan musuh mereka. Saat mereka bersiap-siap untuk bertempur, Raja Yosafat mengatur agar sekelompok penyanyi berjalan di depan para tentara. Para penyanyi itu memuji, “Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!” (2TAW. 20:21). Ketika mereka mulai menyanyi, para musuh Israel dibuat bingung dan membinasakan satu sama lain. Seperti yang telah dinubuatkan Nabi Yahaziel, bangsa Israel tidak perlu bertempur sama sekali (ay.17).
Ketika kita menghadapi pergumulan atau dalam keadaan terjebak, kita bisa memuliakan Allah di dalam hati kita. Sungguh, “TUHAN maha besar dan terpuji sangat” (Mzm. 96:4). —Jennifer Benson Schuldt
Ya Allahku, Engkau kudus dan baik. Aku menyembah-Mu hari ini meskipun masalah menghalangi aku memandang-Mu dengan jelas. Kiranya jiwaku menyanyikan tentang kemuliaan-Mu selamanya.
Inti dari ibadah adalah hati yang melimpah dengan syukur kepada Allah.

Saturday, May 16, 2015

Dimotivasi oleh Kasih

Sebab kasih Kristus yang menguasai kami. —2 Korintus 5:14
Dimotivasi oleh Kasih
Pada dekade 1920-an, Bobby Jones mendominasi dunia golf, meskipun ia hanyalah seorang pegolf amatir. Dalam sebuah adegan dari film tentang hidupnya, Bobby Jones: Stroke of Genius (Bobby Jones: Sang Pegolf Genius), seorang pegolf profesional bertanya kepada Bobby kapan ia akan melepaskan statusnya sebagai pegolf amatir dan mulai meraup uang sebagai olahragawan profesional. Jones menjawab dengan menjelaskan bahwa kata amatir berasal dari kata dalam bahasa Latin amo yang berarti mengasihi/mencintai. Jawabannya sangat jelas: Jones bermain golf karena ia mencintai permainan itu.
Perbedaannya terletak pada motivasi—alasan yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu. Hal itu berlaku juga bagi para pengikut Yesus Kristus. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus memberikan contoh tentang hal itu. Di sepanjang suratnya, ia membela tindakannya, karakternya, dan panggilannya sebagai rasul Kristus. Untuk menanggapi mereka yang mempertanyakan motivasi pelayanannya, Paulus berkata, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor. 5:14-15).
Kasih Kristus adalah motivator terhebat. Kasih itu mendorong seseorang yang mengikut Dia untuk mau menjalani hidup bagi-Nya, dan bukan untuk diri mereka sendiri. —Bill Crowder
Bagaimana pengenalanku akan Kristus dan kasih-Nya telah membentuk motivasi dan tindakanku? Apa sajakah yang kuharapkan dari Allah untuk dilakukan- Nya dalam diriku saat ini?
Kita dibentuk dan didorong oleh hal yang paling kita kasihi.

Friday, May 15, 2015

Pikiran Orang yang Selamat

ku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku. —Roma 9:3
Pikiran Orang yang Selamat
Setelah seorang wanita asal Korea Selatan yang telah berusia 71 tahun diselamatkan dari sebuah kapal feri yang sedang tenggelam, ia bergumul dengan rasa bersalah karena berhasil selamat. Saat masih berbaring di rumah sakit, ia mengatakan bahwa ia tidak merasa pantas selamat dari sebuah kecelakaan yang telah merenggut jiwa banyak orang yang lebih muda darinya. Ia juga menyesal karena tidak mengetahui nama seorang pria muda yang telah menariknya keluar dari air setelah ia merasa putus asa. Ia menambahkan, “Aku ingin membelikannya makanan, atau menggenggam tangannya, atau sekadar memeluknya.”
Wanita yang memiliki hati untuk memperhatikan orang lain tersebut mengingatkan saya akan Rasul Paulus. Paulus begitu peduli pada keadaan sesama dan kaum sebangsanya sehingga ia berharap bisa menukar hubungan pribadinya dengan Kristus demi keselamatan mereka. “Aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani” (Rm. 9:2-3).
Paulus juga mengungkapkan rasa syukurnya yang mendalam. Ia sadar bahwa ia tidak memahami jalan dan maksud Allah (ay.14-24). Jadi, di tengah usahanya untuk terus-menerus mengabarkan Injil kepada semua orang, ia juga menikmati damai sejahtera dan sukacita dalam mempercayai maksud hati Allah yang jauh mengasihi seluruh isi dunia melebihi kasih yang dapat kita berikan. —Mart DeHaan
Tuhan Allah, cara-cara-Mu jauh melampaui pemahaman kami. Namun kami tahu pasti bahwa Engkau mengasihi kami. Tolong kami untuk mempercayai maksud hati-Mu yang penuh kasih untuk hal-hal yang tidak kami mengerti.
Sikap yang penuh syukur kepada Allah membawa kita bertumbuh dalam
kekudusan.

Thursday, May 14, 2015

Mendengar dengan Kasih

Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. —Lukas 18:14
Mendengar dengan Kasih
Suatu malam di bulan Agustus di Vermont, seorang misionaris muda berbicara di gereja kecil kami. Negara yang dilayaninya bersama istri sedang mengalami konflik antar pemeluk agama, sehingga tempat itu dianggap terlalu berbahaya bagi anak-anak. Dalam kesaksiannya, ia bercerita tentang sebuah pengalaman yang memilukan saat putrinya memohon kepadanya agar tidak ditinggalkan di sebuah sekolah berasrama.
Saat itu saya baru menjadi seorang ayah dari seorang putri, dan kisah itu membuat saya kesal. Bagaimana mungkin orangtua yang penuh kasih dapat meninggalkan putrinya sendirian seperti itu? gerutu saya dalam hati. Seusai kebaktian itu, saya begitu marah sampai-sampai saya menolak untuk ikut mengunjungi misionaris itu. Saya pun langsung keluar dari gedung gereja, sambil berkata dengan suara keras: “Syukurlah, aku tidak seperti . . . .”
Saat itu juga, Roh Kudus menyentak saya. Saya bahkan tidak bisa menyelesaikan kalimat itu. Bayangkan, saya hampir mengucapkan kata-kata yang persis dengan apa yang diucapkan orang Farisi kepada Allah, “Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain” (Luk. 18:11). Saya begitu kecewa terhadap diri saya sendiri! Pasti Allah juga kecewa pada saya! Sejak malam itu, saya selalu memohon Allah membantu saya untuk mau mendengarkan orang lain dengan rendah hati dan mampu mengendalikan diri saat mereka bersaksi tentang pengakuan, pernyataan, atau penderitaan mereka. —Randy Kilgore
Tuhan, kiranya kami cepat untuk mendengar, lambat untuk berkata-kata dan untuk menghakimi. Sikap angkuh begitu mudah menjangkiti hidup kami. Berilah kami kerendahan hati yang mencerminkan hati-Mu dan kasih-Mu.
Menghakimi orang lain menghalangi kita untuk mendekat kepada Allah.

Wednesday, May 13, 2015

Kekayaan Berupa Ketaatan

Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta. —Mazmur 119:14
Kekayaan Berupa Ketaatan
Lotre yang terbuka untuk umum dapat dijumpai di lebih dari 100 negara. Dalam setahun terakhir, penjualan karcis lotre di Amerika Serikat dan Kanada mencapai lebih dari $85 miliar, dan itu hanya sebagian dari jumlah total penjualan di seluruh dunia. Daya tarik dari hadiah utama yang besar telah membuat banyak orang berpikir bahwa semua masalah dalam hidup ini akan dapat diselesaikan “jika aku menang lotre.”
Memang tidak ada yang salah dengan kekayaan itu sendiri, tetapi kekayaan dapat memperdaya hingga kita berpikir bahwa uang adalah jawaban untuk segala kebutuhan kita. Pemazmur mengungkapkan sudut pandang yang berbeda. Ia menuliskan, “Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta. . . . Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan” (Mzm. 119:14,16). Konsep harta rohani tersebut berfokus pada ketaatan kepada Allah dan berjalan “menurut petunjuk perintah-perintah-[Nya]” (ay.35).
Apakah jadinya apabila kita lebih senang dan bahagia untuk menuruti firman Tuhan daripada memenangi hadiah utama lotre senilai jutaan dolar? Marilah kita berdoa bersama sang pemazmur, “Berilah aku hasrat untuk mentaati peraturan-Mu, melebihi keinginan menjadi kaya. Jagalah aku supaya jangan mengejar yang sia-sia, berilah aku hidup menurut kehendak-Mu” (ay. 36-37 BIS).
Kekayaan sejati yang berupa ketaatan adalah milik semua orang yang berjalan bersama Tuhan. —David McCasland
Tuhanku, aku bertekad tiap hari untuk bersandar pada kebenaran firman-Mu yang tak berubah dan bertumbuh dalam persekutuanku dengan-Mu, satu-satunya ukuran keberhasilan dalam hidup ini dan hidup kekal yang akan datang.
Sukses berarti mengenal dan mengasihi Allah.

Tuesday, May 12, 2015

Ke Mana Kita Bersandar?

Aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu. —2 Samuel 9:7
Ke Mana Kita Bersandar?
Sungguh upacara pemakaman yang indah!” ujar Cindy saat kami berjalan pulang. Helen, sahabat kami, baru saja meninggal dunia. Sahabat-sahabatnya bergiliran mengenang dirinya dengan berbagi cerita tentang sifat Helen yang ceria. Namun kehidupan Helen tak hanya dihiasi canda dan tawa. Keponakannya menceritakan tentang iman Helen dalam Yesus dan kepeduliannya terhadap sesama. Keponakan itu pernah tinggal di rumah Helen saat ia masih muda dan menghadapi banyak masalah. Sekarang di usia dua puluhan, ia bercerita tentang Bibi Helen yang disayanginya, “Ia sudah seperti seorang ibu bagiku. Ia tak pernah meninggalkanku di masa-masa sulitku. Aku yakin, kalau bukan karena dirinya, aku mungkin telah kehilangan imanku.” Suatu pengaruh yang sangat dahsyat! Helen bersandar kepada Yesus dan rindu keponakannya dapat mempercayai Yesus juga.
Dalam Perjanjian Lama, kita membaca bahwa Raja Daud membawa Mefiboset untuk tinggal di rumahnya. Daud hendak menunjukkan kebaikan kepada Mefiboset karena ayah pemuda itu adalah Yonatan (sahabat Daud yang telah meninggal; lihat 2Sam. 9:1). Ketika masih kecil, Mefiboset pernah menjadi timpang saat pengasuhnya menjatuhkannya ketika mereka berusaha melarikan diri setelah mendapat berita bahwa Yonatan telah terbunuh (4:4). Ia merasa terkejut karena sang raja menghiraukannya; ia bahkan menyebut dirinya sebagai “anjing mati” (9:8). Namun raja memperlakukan Mefiboset seperti putranya sendiri (9:11).
Saya ingin menjadi orang seperti itu—seseorang yang peduli kepada sesama dan membantu mereka tetap berpegang pada iman dalam Yesus bahkan ketika mereka telah merasa putus asa terhadap hidup ini. Bagaimana denganmu? —Anne Cetas
Tuhan, Engkau menunjukkan kebaikan-Mu yang terbesar dengan menyelamatkan kami ketika kami tenggelam dalam dosa. Kiranya kehidupan kami ditandai dengan kebaikan agar orang lain bisa melihat Engkau di dalam diri kami.
Allah lebih sering berkarya dengan memakai manusia untuk melayani sesamanya.

Monday, May 11, 2015

Ceritakan Kisahmu

Kekuatan perbuatan-perbuatan-Mu yang dahsyat akan diumumkan mereka, dan kebesaran-Mu hendak kuceritakan. —Mazmur 145:6
Ceritakan Kisahmu
Michael Dinsmore, seorang mantan narapidana dan petobat baru, diminta untuk bersaksi di sebuah penjara. Setelah ia berbicara, sejumlah narapidana mendatanginya dan berkata, “Ini pertemuan paling menarik yang pernah kami hadiri!” Michael pun takjub karena Allah dapat memakai kisahnya yang sederhana.
Dalam 1 Timotius, setelah Paulus menugasi Timotius untuk tetap tinggal dan mengabarkan Injil (1:1-11), ia membagikan kesaksian pribadinya untuk menyemangati pemuda itu (ay.12-16). Ia berbicara tentang belas kasihan Allah yang dialaminya sendiri. Paulus berkata bahwa ia pernah menghujat Tuhan, tetapi Dia telah mengubah hidupnya. Dalam belas kasihan- Nya, Allah bukan saja menganggapnya setia dan mempercayakan pelayanan kepadanya, Dia juga memampukan Paulus untuk melakukan pelayanan itu (ay.12). Paulus memandang dirinya sebagai orang yang paling berdosa, tetapi Allah menyelamatkan dirinya (ay.15). Tuhan sanggup! Itulah yang Paulus ingin Timotius mengerti, dan yang perlu kita mengerti juga. Melalui kesaksian Paulus, kita melihat belas kasihan Allah. Jika Allah bisa memakai seseorang seperti Paulus, Dia juga bisa memakai kita. Jika Allah bisa menyelamatkan orang yang paling berdosa, tak seorang pun yang tidak terjangkau oleh-Nya.
Kesaksian tentang karya Allah dalam hidup kita dapat menguatkan orang lain. Kiranya orang-orang di sekitarmu tahu bahwa Allah yang tercatat dalam Alkitab itu masih berkarya hingga hari ini! —Poh Fang Chia
Bapa, terima kasih untuk keselamatan dari-Mu dan bahwa tak seorang pun, termasuk diriku, berada di luar jangkauan belas kasihan, anugerah, dan kuasa perubahan-Mu. Tolong aku untuk membagikan kisahku kepada orang lain agar mereka bisa melihat kasih-Mu.
Tak seorang pun yang berada di luar jangkauan kasih Allah.

Sunday, May 10, 2015

Tak Ada yang Terlalu Sepele

Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. —Mazmur 103:13
Tak Ada yang Terlalu Sepele
Beberapa ibu yang anak-anaknya masih kecil sedang berbagi pengalaman tentang doa-doa mereka yang terjawab. Salah seorang dari mereka berkata bahwa ia merasa agak egois karena telah mengusik Allah dengan urusan pribadinya. “Dibandingkan dengan besarnya urusan di dunia ini yang harus Allah pikirkan,” paparnya, “keadaanku tentu terlihat sepele bagi-Nya.”
Beberapa waktu kemudian, anak dari ibu itu mendatangi ibunya dengan berlari sambil menjerit-jerit karena jari kecilnya baru saja terjepit pintu. Ibu itu tidak mengatakan, “Kamu itu egois sekali, cuma karena jarimu terjepit pintu, kamu mengganggu Ibu!” Sang ibu justru memperhatikan masalah anaknya itu dengan kasih sayang dan kelemahlembutan.
Seperti diingatkan oleh Mazmur 103:13, inilah respons penuh kasih yang diberikan baik oleh manusia maupun oleh Allah. Dalam Yesaya 49, Allah mengatakan, sekalipun seorang ibu mungkin lupa memperhatikan anaknya, Tuhan tidak akan melupakan anak-anak-Nya (ay.15). Allah meyakinkan umat- Nya, “Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku” (ay.16).
Kedekatan dengan Allah seperti itu dimiliki oleh mereka yang takut akan Dia dan yang bergantung kepada-Nya daripada bergantung pada diri sendiri. Sama seperti anak yang jarinya terjepit tadi berlari kepada ibunya, demikian juga kita dapat berlari kepada Allah untuk menceritakan masalah kita sehari-hari.
Allah kita yang penuh belas kasihan tidak akan mengabaikan orang lain demi merespons permohonan kita. Dia memiliki waktu dan kasih yang tak terbatas bagi setiap anak-Nya. Tidak ada urusan yang terlalu sepele bagi-Nya. —Joanie Yoder
Engkau bersukacita karena aku, ya Tuhan, dan menenangkanku dengan kasih-Mu. Engkau bersukacita karena diriku, bagai seorang ibu menyanyikan lagu pengantar tidur untuk anaknya. Terima kasih untuk kasih-Mu yang lembut bagiku.
Allah menggenggam anak-anak-Nya dengan telapak tangan-Nya.

Saturday, May 9, 2015

Mengingatkan Orang Lain

Ingatkanlah [umat] supaya . . . mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Titus —3:1-2
Mengingatkan Orang Lain
Sepanjang satu minggu, biasanya ada banyak dari kita yang menerima sejumlah e-mail yang mengingatkan tentang janji atau acara mendatang atau permohonan doa. Semua hal itu merupakan pengingat yang baik dan perlu. Ketika menuliskan suratnya kepada Titus, Paulus mengakhirinya dengan berkata, “Ingatkanlah mereka . . .” (3:1). Kita bisa menduga dari kata yang digunakan Paulus bahwa ia sudah pernah menulis tentang hal-hal tersebut. Karena hal-hal itu begitu penting bagi jemaat di gereja, ia perlu menuliskannya kembali supaya mereka tidak lupa.
Perhatikan pesan yang ditekankan oleh Paulus supaya tidak dilupakan oleh mereka. Ia mengingatkan mereka, yang saat itu hidup di bawah penindasan pemerintahan Romawi, untuk “tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa” (ay.1). Adalah penting mereka dikenal sebagai orang-orang yang taat; bersedia melakukan pekerjaan yang baik; tidak memfitnah; tidak bertengkar; bersikap ramah dan lemah lembut; rendah hati dan tidak suka mengeluh. Perilaku mereka harus menunjukkan perubahan dalam hidup mereka setelah mengikut Kristus (ay. 3-5).
Bagaimana mereka—dan kita—dapat melakukannya? “Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus” akan memampukan kita untuk “sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik” (ay.5-6,8). Oleh anugerah keselamatan yang ajaib di dalam Yesus, kita dimampukan untuk mempengaruhi dunia ini demi kebaikan. Itulah pengingat yang kita semua perlukan. —Dave Branon
Tuhan, ingatkan betapa pentingnya kami menaati-Mu dan memperlakukan orang lain sebagaimana kami sendiri ingin diperlakukan. Ingatkan kami bahwa keselamatan-Mu memampukan kami menjalani hidup sebagai terang dalam dunia yang gelap.
Kehidupan seorang Kristen adalah jendela, yang melaluinya orang lain dapat melihat Yesus.

Friday, May 8, 2015

Siap Berangkat

KomikStrip-WarungSaTeKaMu-20150508-Siap Berangkat
Tuhan . . . sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa. —2 Petrus 3:9
Siap Berangkat
Suatu hari ketika mengantar suami ke stasiun kereta di dekat rumah, saya memperhatikan petugas peron sedang memantau keadaan untuk memastikan tidak ada penumpang yang tertinggal. Seorang wanita dengan rambut yang masih basah berlari-lari dari tempat parkir dan melompat naik ke kereta. Kemudian, seorang pria yang mengenakan jas berwarna gelap berjalan menyusuri peron, lalu masuk ke kereta. Petugas peron itu menanti dengan sabar beberapa penumpang yang datang terlambat untuk bergegas naik tepat sebelum kereta berjalan.
Sama seperti petugas peron yang dengan sabar menanti para penumpang untuk naik ke kereta, Allah pun dengan sabar menanti orang-orang untuk datang kepada-Nya. Namun kelak Yesus akan kembali dan “langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur akan hangus dalam nyala api” (2Ptr. 3:10). Saat hal itu terjadi, atau ketika kita meninggal dunia, tidak ada waktu lagi untuk membangun hubungan dengan Allah.
“Tuhan . . . sabar terhadap kamu,” kata Petrus, “karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (ay.9). Jika kamu belum juga memutuskan untuk mengikut Kristus, ada kabar baik—kamu masih dapat menyerahkan dirimu kepada-Nya. “Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Rm. 10:9). Allah sedang memanggilmu. Maukah kamu segera datang kepada-Nya? —Jennifer Benson Schuldt
Sungguh lembut Tuhan Yesus memanggil, memanggil aku dan kau. Lihatlah Dia prihatin menunggu, menunggu aku dan kau. —Thompson (Kidung Jemaat, No. 353)
Sekaranglah saatnya untuk mempercayai Tuhan.

Thursday, May 7, 2015

Roda Berderit

Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. —Yakobus 5:16
Roda Berderit
Ketika masih kanak-kanak, saya biasa menaiki sepeda untuk pergi ke sekolah yang jaraknya jauh dari rumah. Apabila terdengar suara derit dari roda sepeda, saya pun diingatkan untuk segera memberinya pelumas.
Dalam Lukas 18, kegigihan si janda yang memohon kepada hakim untuk diberi keadilan terhadap lawannya mungkin terdengar seperti “roda berderit” yang baru berhenti setelah ia mendapatkan hasil yang diinginkannya. Lukas menjelaskan bahwa Yesus menceritakan kisah ini untuk mengajar kita tentang perlunya berdoa secara terus-menerus dan tidak menyerah, bahkan jika kelihatannya doa kita tak segera memperoleh jawaban (ay.1-5).
Tentu saja Allah bukanlah seperti hakim lalim yang harus diusik begitu rupa agar Dia menanggapi doa kita. Allah adalah Bapa kita yang penuh kasih, yang mempedulikan dan mendengarkan seruan kita kepada-Nya. Doa yang gigih dan terus-menerus mendekatkan kita kepada-Nya. Itu mungkin membuat kita terdengar seperti bunyi roda yang berderit, tetapi Tuhan menyambut doa kita dan mendorong kita untuk mendekat kepada-Nya dengan seruan kita. Dia mendengarkan kita dan akan memberi kita pertolongan dengan cara-cara yang mungkin tak pernah kita bayangkan.
Sebagaimana yang Yesus ajarkan dalam Matius 6:5-8, doa yang terus-menerus tidak berarti harus panjang hingga “bertele-tele”. Sebaliknya, saat kita menyatakan apa yang kita perlukan kepada Allah “siang malam” (Luk. 18:7) dan berjalan bersama Dia yang telah mengetahui apa yang kita perlukan itu, kita belajar untuk mempercayai Allah dan menanti jawaban-Nya dengan sabar. —Lawrence Darmani
Tuhan, kami tahu Engkau sungguh baik. Engkau rindu kami datang kepada-Mu dalam doa. Terima kasih untuk perhatian-Mu atas setiap aspek kehidupan kami. Tolonglah kami untuk menanti dengan sabar jawaban dari-Mu dan menerima apa pun yang Engkau berikan padaku.
Jangan menyerah—Allah masih mendengarkan doamu!

Wednesday, May 6, 2015

Belajar Melalui Penderitaan

Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukum-Mu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan. —Mazmur 119:75
Belajar Melalui Penderitaan
Dalam buku berjudul The Problem of Pain (Problema Penderitaan), C. S. Lewis menyatakan bahwa “Kepada kita, Allah berbisik dalam kesenangan kita, berbicara dalam kesadaran kita, tetapi berseru dalam penderitaan kita: Penderitaan adalah pengeras suara-Nya untuk membangkitkan dunia yang tuli.” Penderitaan sering menolong untuk mengembalikan fokus kita. Pikiran kita dialihkan dari situasi yang terjadi di sekitar kita supaya kita dapat mendengarkan Allah dan karya-Nya dalam hidup kita. Hidup kita sehari-hari diubah menjadi suatu pelajaran iman.
Di Perjanjian Lama, kita membaca bagaimana sang pemazmur menjaga hatinya agar senantiasa siap diajar, bahkan dalam situasi yang menyakitkan. Ia menerima keadaannya sebagai rancangan Allah, dan dalam penyerahan diri ia berdoa, “Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan” (Mzm. 119:75). Nabi Yesaya melihat penderitaan sebagai suatu proses pemurnian: “Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan” (Yes. 48:10). Dan Ayub, meskipun meratap, belajar tentang kedaulatan dan kebesaran Allah melalui kesulitannya (Ayb. 40-42).
Kita tidaklah sendirian dalam pengalaman penderitaan. Allah sendiri mengambil rupa sebagai manusia dan menderita dengan luar biasa: “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya” (1Ptr. 2:21). Kristus yang pernah dipaku pada kayu salib itu tidak jauh dari kita. Dia akan menghibur dan mengajar kita di tengah penderitaan kita. —Dennis Fisher
Tuhan, terkadang hidup ini sulit. Kuakui, aku tak selalu melihat maksud-Mu di dalam pencobaanku. Tolonglah aku untuk mempercayai-Mu, dan ajarlah aku untuk menjadi pribadi yang Engkau kehendaki.
Kita belajar untuk percaya di tengah pencobaan yang mendera.

Tuesday, May 5, 2015

Hati yang Bersukacita

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. —Yohanes 15:11
Hati yang Bersukacita
Sambil menunggu di ruang tunggu keberangkatan di Bandara Changi, Singapura, saya memperhatikan satu keluarga muda yang terdiri dari ibu, ayah, dan anak laki-laki mereka yang berusia kira-kira 6 tahun. Ruang tunggu itu penuh sesak, dan mereka sedang mencari tempat untuk duduk. Tiba-tiba anak kecil itu mulai menyanyikan “Joy to the World” (Kesukaan Bagi Dunia) dengan lantang. Mengingat usianya, saya sangat terkesan akan kemampuannya menghafal lirik lagu tersebut.
Yang lebih menarik perhatian saya adalah raut wajah anak laki-laki tersebut—senyumnya yang berseri-seri sungguh cocok dengan lirik lagu yang dinyanyikannya. Ia telah menyerukan sukacita dari Kristus yang telah datang kepada setiap orang di ruang tunggu itu.
Sukacita itu tidak hanya dimiliki oleh anak-anak yang ceria atau hanya terjadi pada masa-masa menjelang Natal. Luapan sukacita karena mengalami kehadiran Kristus dalam hidup kita menjadi salah satu tema dari pengajaran terakhir Yesus kepada para murid pada malam sebelum Dia mati di kayu salib. Dia mengungkapkan kasih-Nya yang berlimpah atas mereka—bahwa Dia telah mengasihi mereka, sama seperti Bapa telah mengasihi Dia (Yoh. 15:9). Setelah menjelaskan tentang bentuk dari hubungan yang abadi tersebut, Yesus berkata, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh” (ay.11).
Janji yang sangat menakjubkan! Melalui Yesus Kristus, hati kita dapat dipenuhi dengan sukacita—sukacita yang sejati! —Bill Crowder
Ya Tuhan, Engkau telah memilihku dan menebusku, serta melingkupiku dengan kasih dan sayang. Tiada yang dapat kulakukan selain meluap dengan sukacita karena kasih-Mu yang besar bagiku, bagi mereka yang kukasihi, dan bagi dunia.
Di tiap musim kehidupan, kita dapat mengalami sukacita di dalam Kristus.

Monday, May 4, 2015

Pernikahan Terbaik Dalam Sejarah

Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. —Wahyu 19:7
Pernikahan Terbaik Dalam Sejarah
Sejak 800 tahun yang lalu, sebuah kebiasaan baru telah ditambahkan pada upacara pernikahan Yahudi. Pada bagian paling akhir, si pengantin pria akan menginjak sebuah gelas anggur sampai remuk. Salah satu alasan untuk kebiasaan itu adalah bahwa remuknya gelas melambangkan kehancuran bait suci pada tahun 70 M. Suami-istri baru itu perlu mengingat bahwa di saat mereka mulai membangun rumah tangga mereka, rumah Allah telah dihancurkan.
Meskipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa Allah itu tidak memiliki tempat tinggal. Dia telah memilih tempat tinggal baru, yaitu di dalam diri kita, para pengikut-Nya. Kitab Suci menggambarkan orang percaya sebagai mempelai Kristus sekaligus bait tempat Allah berdiam. Allah sedang mengumpulkan seluruh umat-Nya untuk membangun sebuah rumah baru yang akan menjadi tempat kediaman-Nya yang permanen. Sementara itu, Dia juga sedang menyiapkan sang mempelai dan merancang pernikahan yang melibatkan seluruh anggota keluarga Allah yang ada sejak permulaan zaman.
Kita mendapat peran yang mudah meskipun terkadang menyakitkan. Kita bekerja sama dengan Allah di dalam karya-Nya untuk membentuk kita agar semakin serupa dengan Anak-Nya, Yesus. Kemudian suatu hari nanti, dalam pernikahan terbaik di sepanjang sejarah, Tuhan akan menempatkan kita di hadapan diri-Nya tanpa cacat atau kerut. Kita akan menjadi kudus dan tidak bercela (Ef. 5:27). Pernikahan ini akan menghapus semua kesedihan dan penderitaan. —Julie Ackerman Link
Sempurnakan ciptaan-Mu; basuh noda dan cela; tunjukkanlah bumi baru yang penuh bahagia. —Wesley (Kidung Jemaat, No. 58)
Kedatangan Yesus kembali itu sudah pasti.

Sunday, May 3, 2015

Ia yang Melayani

Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. —Lukas 22:27
Ia yang Melayani
Aku ini bukan pembantu!” teriak saya. Pagi itu saya begitu kalut dengan banyaknya urusan rumah tangga. Selain berusaha untuk menemukan dasi biru milik suami, saya juga sedang menyuapi bayi yang terus-terusan menangis sekaligus mencari mainan milik anak kami, yang berusia 2 tahun, yang masuk ke kolong tempat tidur.
Beberapa waktu kemudian pada hari itu juga, saat saya sedang membaca Alkitab, saya menemukan ayat ini: “Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Luk. 22:27).
Yesus tidak harus membasuh kaki murid-murid-Nya, tetapi Dia tetap melakukannya (Yoh. 13:5). Pekerjaan itu bisa saja dikerjakan oleh para pelayan yang ada, tetapi Yesus memilih untuk melakukannya sendiri. Masyarakat dewasa ini menuntut kita untuk menjadi “seseorang”. Kita menginginkan pekerjaan dengan gaji terbaik, posisi tertinggi dalam perusahaan, pemimpin tertinggi dalam gereja. Namun demikian, apa pun posisi kita, kita dapat belajar dari Juruselamat kita tentang pelayanan.
Masing-masing dari kita mengemban peran yang berbeda-beda, baik sebagai orangtua, anak, teman, pekerja, pemimpin, atau pelajar. Pertanyaannya adalah: Apakah kita melaksanakan peran tersebut dengan sikap rela melayani? Sekalipun kesibukan rutin saya terkadang melelahkan, saya bersyukur Tuhan menolong saya karena saya ingin mengikuti teladan-Nya dan rela melayani sesama.
Kiranya Allah menolong kita melakukannya tiap hari. —Keila Ochoa
Tuhanku, aku tahu Engkau datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Terkadang aku gagal memikirkan tentang sesama, tetapi aku ingin menjadi seperti Engkau. Berikanlah kepadaku hati seperti hati-Mu.
Kita perlu memiliki sikap seorang hamba untuk menjadi serupa Yesus.

Saturday, May 2, 2015

Dalam Setiap Generasi

TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun temurun. —Mazmur 100:5
Dalam Setiap Generasi
Mungkin ada yang terkejut melihat adanya anak-anak yang tidak mengikuti teladan orangtua mereka untuk beriman kepada Allah. Yang sama mengejutkan dengan itu adalah ketika ada seseorang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus tetapi berasal dari suatu keluarga yang tidak hidup dalam iman. Dalam setiap generasi, masing-masing pribadi dihadapkan pada pilihan.
Samuel adalah seorang hamba Allah yang besar. Ia mengangkat kedua anak laki-lakinya, Yoel dan Abia, menjadi hakim atas orang Israel (1Sam. 8:1-2). Namun, tidak seperti ayahnya, “mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan” (ay.3). Akan tetapi bertahun-tahun kemudian, kita membaca bahwa Heman, putra Yoel, ditugaskan sebagai penyanyi di rumah TUHAN (1Taw. 6:31-33). Heman, cucu laki-laki Samuel—bersama Asaf, orang kepercayaannya dan penulis banyak mazmur—melayani Tuhan dengan menyanyikan lagu-lagu gembira (15:16-17).
Sekalipun seseorang tampaknya tidak menerima iman yang begitu dijunjung oleh orangtuanya, Allah tetap berkarya. Perubahan bisa terjadi pada tahun-tahun mendatang dalam hidupnya, dan benih-benih iman mungkin bertunas kembali dalam generasi-generasi mendatang.
Bagaimanapun keadaan keluarga kita saat ini, kita tahu bahwa “TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan- Nya tetap turun-temurun.” —David McCasland
Tuhanku, tolonglah aku untuk mengingat bahwa Engkaulah yang menumbuhkan benih iman. Kami menyerahkan orang-orang yang kami kasihi ke dalam pemeliharaan-Mu, karena kami tahu Engkau belum selesai bekerja dalam hidup mereka.
Kesetiaan Allah itu tetap turun-temurun.

Friday, May 1, 2015

Teguran yang Lemah Lembut

Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain. —Kolose 3:12-13
Teguran yang Lemah Lembut
Setelah berlangsungnya suatu konferensi di Nairobi, Kenya, kelompok kami kembali dari tempat acara ke penginapan guna menyiapkan diri untuk penerbangan pulang keesokan harinya. Begitu sampai di penginapan, seorang wanita dari kelompok kami mengabarkan bahwa kopernya tertinggal di tempat konferensi. Pada saat wanita itu pergi mengambilnya, pemimpin kelompok kami (yang selalu memperhatikan sesuatu dengan terperinci) mengkritik wanita itu dengan sangat tajam di depan kami.
Keesokan paginya ketika kami tiba di bandara, pemimpin kami itu terkejut saat mengetahui bahwa koper dan paspornya masih tertinggal di penginapan. Biaya untuk kembali ke penginapan dan mengambil koper tersebut pun lebih mahal. Setelah itu, ia meminta maaf dan mengatakan kepada kami semua, “Saya takkan mengeluarkan kritik setajam itu lagi!”
Karena kita semua memiliki kesalahan dan kelemahan, patutlah kita saling bersabar dan saling mengampuni ketika terjadi kesalahan (KOL. 3:13). Kita perlu memberikan kritik yang membangun dan mengenakan pada diri kita “belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (ay.12).
Ketika perbaikan atau koreksi memang perlu diberikan, lakukanlah dengan cara yang baik dan penuh kasih. Dengan demikian, kita akan meneladan Tuhan kita Yesus Kristus. —Lawrence Darmani
Ya Tuhan, Engkau tahu, kadang aku bersikap tidak sabar, tidak rendah hati, dan tidak lemah lembut. Pada masa-masa seperti itu, buah Roh-Mu seakan tidak lagi bertumbuh. Tolong mampukan aku untuk mengasihi sesamaku hari ini.
Keberhasilan suatu hubungan terletak pada sikap lemah lembut dan rendah hati.
 

Total Pageviews

Translate