Pages - Menu

Saturday, May 31, 2014

Seputih Salju

Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju. —Yesaya 1:18
Seputih Salju
Suatu hari ketika saya menjemput anak saya dari sekolah, salju pun mulai turun. Gumpalan-gumpalan seputih kapas itu turun dengan cepat dan terus-menerus. Akhirnya, kami memperlambat laju mobil dan berhenti karena terjebak kemacetan. Dari dalam mobil, kami menyaksikan ada perubahan yang terjadi. Tanah yang cokelat gelap berubah menjadi putih. Salju itu menyamarkan ketegasan garis bentuk bangunan; melapisi mobil-mobil di sekitar kami, dan juga menumpuk pada setiap pohon yang ada.
Salju yang turun itu mengingatkan kami tentang sebuah kebenaran rohani: Sebagaimana salju tadi menutupi segala sesuatu di sekitar kami, demikian juga kasih karunia Allah menutupi segala dosa kita. Namun, kasih karunia-Nya tidak hanya menutupi dosa, melainkan juga menghapus dosa. Melalui Nabi Yesaya, Allah menyerukan kepada bangsa Israel, kata-Nya, “Marilah, baiklah kita berperkara! . . . Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju” (Yes. 1:18). Ketika Allah memberikan janji itu, anak-anak-Nya sedang menghadapi masalah yang menyakitkan dengan dosa. Allah membandingkan keadaan mereka dengan keadaan tubuh yang terjangkiti “bengkak dan bilur dan luka baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak.”
Seburuk apa pun dosa mereka, Allah bersedia mencurahkan kasih karunia-Nya kepada mereka. Sebagai anak-anak-Nya saat ini, kita pun mendapat kepastian yang sama. Dosa mungkin telah menodai hidup kita, tetapi ketika kita bertobat dan mengakuinya, kita memperoleh “pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia [Allah]” (Ef. 1:7). —JBS
Tuhan, berilah kami keberanian untuk mengakui,
Untuk menyingkap hati yang berdosa ini kepada-Mu;
Sebab Engkau rindu menyatakan kasih ampunan-Mu
Dan membebaskanku dari segala dosaku. —D. DeHaan
Beratnya beban dosa kita hanya dapat diimbangi oleh darah Kristus.

Friday, May 30, 2014

Perjalanan Jordyn

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. —Filipi 4:13
Perjalanan Jordyn
Jordyn Castor terlahir buta. Namun hal ini tidak lantas menghalanginya untuk menjalani suatu hidup yang utuh dan produktif. Sebuah film dokumenter berjudul Can You See How I See? (Dapatkah Kau Melihat Sebagaimana Aku Melihat?) menceritakan tentang kisah hidupnya. Jordyn mencapai prestasi yang sangat baik di sekolah dan dengan hanya sedikit bantuan, ia juga bisa merasakan nikmatnya berjalan-jalan dengan sepeda dan menuruni bukit dengan ski.
Mengenai keterbatasan penglihatannya, Jordyn berkata: “Seandainya aku bisa memilih untuk tidak buta, aku tidak akan memilihnya. Aku berpikir Allah telah menciptakan kita sebagaimana adanya demi suatu tujuan . . . dan menurutku, kebutaanku ini menjadi bagian dari apa yang akan kukerjakan dengan hidupku ini.” Jordyn sekarang berkuliah di jurusan teknologi komputer. Ia berangan-angan dapat membantu merancang suatu perangkat lunak komputer yang akan menolong kaum tunanetra.
Bagaimana Jordyn dapat terus memandang hidupnya dengan positif? Sebagai pengikut Kristus, ia mengerti bahwa Allah memegang kendali atas segala situasi kehidupan. Hal itu memberikan keyakinan kepada Jordyn untuk mengejar kesempatan-kesempatan yang mungkin dianggap mustahil oleh orang lain. Yang pasti, hidup Jordyn menggambarkan kebenaran dari surat Filipi ini: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (4:13).
Apa pun kekuatan atau kelemahan diri kita, tangan pemeliharaan Allah dapat memampukan kita untuk memberikan pengaruh yang memuliakan Allah dalam dunia ini. Bersandarlah pada kuasa-Nya yang menolongmu dalam mengambil langkah iman. —HDF
“Aku akan menguatkanmu,” maka kuatkan hatimu,
Anak Allah yang begitu lemah dan rapuh;
Allah telah berfirman, jadi pasti terjadi,
Karena janji-Nya tak pernah gagal! —NN.
Ketika Allah memanggil kita untuk suatu tugas, Dia juga memberikan kuasa-Nya untuk menyelesaikan tugas itu.

Thursday, May 29, 2014

Pencarian Sesuatu Yang Berharga

Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” —Matius 4:19
Pencarian Sesuatu Yang Berharga
Dalam buku The Hobbit karya J. R. R. Tolkien, para kurcaci berkumpul untuk pergi melawan Smaug, seekor naga kejam, demi merebut kembali harta mereka yang dicuri si naga. Meskipun perjalanan mereka begitu berbahaya dan menakutkan, Balin, wakil dari kelompok para kurcaci itu, menyatakan keyakinannya kepada Thorin, pemimpin mereka: “Ada pribadi yang pantas kuikuti. Ada pribadi yang pantas kusebut Raja.” Komitmen Balin untuk menjalankan misi yang berbahaya itu didasari oleh keyakinannya kepada pemimpin mereka.
Pada awal masa pelayanan Yesus di dunia, Dia mengumpulkan sekelompok orang di sekitar-Nya yang akan bergabung dengan-Nya dalam tugas Kerajaan Allah untuk menyelamatkan harta berupa jiwa-jiwa yang terhilang karena musuh kita si Iblis. Ketika Yesus memanggil para murid-Nya, Dia berkata, “Ikutlah Aku” (Mat. 4:19). Bagi mereka pada saat itu, mengikut Yesus merupakan suatu perubahan radikal, dari yang sebelumnya sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia yang sedang terhilang dalam cengkeraman dosa. Namun tugas tersebut tidaklah selalu mudah; dan Yesus menyebut pelayanan ini sebagai tugas kita untuk memikul salib dan mengikut-Nya (lih. Mat. 16:24; Mrk. 8:34; Luk. 9:23).
Bagaimana caranya agar kita bisa tetap bertahan dalam perjuangan untuk merebut kembali harta Kristus yang terhilang itu ketika segalanya terasa begitu menakutkan atau janggal? Dengan cara tetap mengarahkan pandangan kita kepada Pemimpin kita. Dia memang layak—Pribadi yang pantas kita ikuti, Pribadi yang kita sebut sebagai Raja! —JMS
Tuhan, di hadapan gertakan atau ketakutan yang menghadang ketika
kami berusaha memberitakan Injil-Mu, ingatkan kami bahwa mereka
adalah milik-Mu yang berharga. Aku bersyukur diberikan hak
istimewa untuk mengikut-Mu dalam melayani hidup orang lain.
Ikutilah Pemimpinmu dalam melayani hidup orang-orang di sekitarmu.

Wednesday, May 28, 2014

Kejatuhan

TUHAN . . . membawa aku ke dalam terang, sehingga aku mengalami keadilan-Nya. —Mikha 7:9
Kejatuhan
Selama bertahun-tahun setelah Masa Depresi Besar, pasar saham menemui kesulitan untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor. Kemudian pada tahun 1952, Harry Markowitz menyarankan para investor untuk menyebarkan investasi mereka ke berbagai perusahaaan dan industri. Ia mengembangkan teori seleksi portofolio yang dapat membantu para investor di tengah masa-masa yang tidak menentu. Pada tahun 1990, Markowitz dan dua orang rekannya memenangi Penghargaan Nobel di Bidang Ilmu Ekonomi untuk teori mereka.
Seperti para investor yang gelisah di atas, kita sebagai pengikut Yesus juga mungkin merasa dicekam oleh ketakutan setelah hidup kita mengalami kejatuhan, dan tidak lagi yakin bagaimana kita dapat bangkit dan melanjutkan hidup kembali. Kita mungkin menghabiskan sisa hidup kita untuk menanti-nantikan “momen Markowitz”, yaitu suatu momen ketika tercetus ide atau tindakan cemerlang yang dapat membantu kita untuk bangkit dari kegagalan sebelumnya.
Kita lupa bahwa Yesus telah melakukan semuanya itu demi kita. Dia menutupi rasa malu kita, dan Dia membebaskan kita sehingga kita dapat bersekutu dengan Bapa dan melayani-Nya setiap hari. Karena Yesus telah memberikan nyawa-Nya, dan bangkit dari kematian, maka ketika kita “jatuh”, kita dapat “bangun” kembali bersama-Nya, karena Dia “berkenan kepada kasih setia” (Mi. 7:8,18).
Ketika kita menemukan Yesus, kekekalan kita bersama-Nya pun dimulai. Dia selalu menyertai kita agar Dia dapat mengubah kita menjadi pribadi yang kita rindukan dan yang sesuai dengan maksud kita diciptakan. —RKK
Ya Bapa, perbuatanku tidaklah cukup untuk bangkit dari
kegagalanku. Terima kasih Engkau telah memulihkan kami melalui
Anak-Mu, Yesus, yang menyerahkan diri-Nya bagi kami.
Tolong kami untuk bangkit kembali dan berjalan bersama-Mu.
Bangkitlah dari kegagalanmu, dan kamu akan melihat Allah yang siap untuk menerimamu kembali.

Tuesday, May 27, 2014

Kelupaan Yang Baik

Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat. —Yohanes 10:9
Kelupaan Yang Baik
Kantor saya terletak di lantai bawah, tetapi saya sering bolak-balik ke lantai atas ke sejumlah kamar di rumah saya untuk satu atau beberapa keperluan. Masalahnya, ketika sampai di lantai atas, saya sering kali lupa akan apa yang hendak saya lakukan. Seorang peneliti bernama Gabriel Radvansky menemukan satu penjelasan tentang fenomena itu. Ia mengemukakan pendapat bahwa sebuah pintu berfungsi sebagai suatu “pembatas antarperistiwa”.
Setelah melakukan 3 eksperimen yang berbeda, Gabriel mengajukan teori bahwa sebuah pintu memberikan sinyal pada otak bahwa informasi yang terdapat dalam memori boleh disimpan. Akan tetapi alangkah frustrasinya saya ketika harus berdiri terpaku dan berusaha mengingat-ingat tujuan saya naik ke lantai atas. Meskipun demikian, kelupaan juga dapat menjadi suatu hal yang baik. Ketika saya menutup pintu kamar tidur kami di malam hari dan bersiap untuk tidur, alangkah indahnya karena saya dapat melupakan segala masalah yang ada di sepanjang hari itu.
Ketika memikirkan perkataan Yesus yang menyebut diri-Nya sebagai “pintu” (Yoh. 10:7-9), saya kembali memperoleh penghayatan baru untuk metafora ini. Saat masuk ke dalam kandang, kawanan domba itu masuk ke dalam suatu tempat aman yang terlindung dari para pencuri dan pemangsa. Begitu pula bagi orang percaya, Sang Gembala yang Baik menjadi pintu antara kita dengan musuh. Ketika kita masuk ke dalam pemeliharaan-Nya, kita dapat “melupakan” segala bahaya dan ancaman. Kita dapat menikmati berkat kelupaan yang diberikan Allah dan mempercayakan diri dalam perlindungan Sang Gembala yang Baik. —JAL
Terima kasih, Bapa, untuk kedamaian hati yang kami alami
karena kami mengetahui bahwa Engkau memperhatikan segala
peristiwa yang terjadi dalam hidup kami. Tolong kami untuk
mempercayakan diri sepenuhnya dalam perlindungan-Mu.
Yesus adalah pintu yang menjaga kita dari segala bahaya di luar sana.

Monday, May 26, 2014

Ajakan Untuk Menghibur

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan. —2 Korintus 1:3
Ajakan Untuk Menghibur
Dalam buku Dear Mrs. Kennedy, Jay Mulvaney dan Paul De Angelis menuliskan bahwa selama beberapa minggu setelah terbunuhnya Presiden Amerika Serikat John Kennedy, jandanya, Jacqueline, menerima setidaknya 1 juta surat dari orang-orang di seluruh belahan dunia. Sebagian datang dari para kepala negara, selebritas, dan teman dekat. Yang lainnya dikirim oleh masyarakat umum yang mengirimkan surat mereka dengan mencantumkan alamat “Kepada Ibu Kennedy, Washington” dan “Ny. Presiden, Amerika”. Semuanya menuliskan surat untuk mengungkapkan rasa dukacita dan simpati atas peristiwa kehilangan besar yang dialami Ny. Kennedy.
Ketika ada seseorang yang menderita dan kita rindu menolongnya, ada baiknya kita mengingat kembali perkataan Paulus yang menggambarkan “Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” sebagai “Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan” (2Kor. 1:3). Bapa surgawi kita adalah sumber utama dari setiap belas kasihan yang lembut, perkataan yang baik, dan sikap suka menolong yang memberikan penguatan dan pemulihan. Ahli Alkitab W. E. Vine berkata bahwa paraklesis—kata dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan menjadi “penghiburan”—berarti “ajakan untuk mendampingi seseorang”. Kata penghiburan muncul berulang kali dalam bacaan Alkitab hari ini sebagai suatu pengingat bahwa Tuhan mendekap kita dan mengundang kita untuk bergantung pada-Nya.
Sebagaimana Tuhan menghibur kita dengan dekapan tangan-Nya yang penuh kasih, maka kita pun dapat menghibur sesama “dengan penghiburan yang [kita] terima sendiri dari Allah” (ay.4). —DCM
Bapa, terima kasih sudah mengizinkan kami berbagi kekhawatiran
dan persoalan dengan-Mu. Kami bersyukur karena Engkau menyertai
kami untuk menghibur dan menjaga. Tolong kami untuk menghibur
sesama seperti Engkau memperhatikan kami anak-anak-Mu.
Allah menghibur kita agar kita dapat menghibur sesama.

Sunday, May 25, 2014

Memperlambat Diri

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140525-Memperlambat-Diri
Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika! —Markus 6:31
Memperlambat Diri
Baru-baru ini saya mengalami masalah pada tubuh saya. Bahu dan lengan kiri saya terasa sakit. Saya menderita ruam yang menyakitkan pada lengan bawah dan jempol, serta saya merasa begitu lelah sepanjang hari. Ketika memeriksakan diri ke dokter, saya diberi tahu bahwa saya menderita penyakit cacar ular. Dokter pun memberikan obat-obatan antivirus dan mengatakan bahwa dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk sembuh total dari penyakit itu.
Karena penyakit itu, saya harus memaksakan diri untuk melakukan rutinitas baru. Saya harus tidur sebentar di pagi dan sore hari, karena kegiatan itu sangat penting untuk memberi kekuatan agar saya bisa bekerja. Sampai saya sembuh nanti, saya harus belajar untuk memperlambat diri.
Pada suatu waktu, ketika Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk mengajar dalam nama-Nya, mereka begitu bersemangat dengan apa yang sedang mereka lakukan, sampai-sampai mereka melalaikan waktu untuk makan dan beristirahat dengan cukup. Saat mereka kembali, Kristus berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” (Mrk. 6:31).
Setiap orang perlu beristirahat, dan apabila kita terus bekerja hingga melalaikan waktu istirahat, kita akan menderita secara fisik dan emosional. Kita juga tidak akan mampu menunaikan segala tanggung jawab kita sebagaimana seharusnya. Apakah Tuhan sedang menasihatkanmu untuk pergi “ke tempat yang sunyi . . . dan beristirahatlah seketika”? Ada saatnya kamu perlu mengambil waktu untuk beristirahat sejenak bersama-Nya. —HDF
Aku menyepi dari dunia yang penuh perselisihan
Dengan segala beban, cobaan, dan pergumulannya
Menuju ke tempat yang indah, hening, dan teduh
Tempatku bersekutu langsung dengan Yesus. —Brandt
Agar kamu tidak tumbang, beristirahatlah sejenak dan berdoa.


Saturday, May 24, 2014

Sebuah Nama Yang Sesuai

Engkau akan menamakan Dia Yesus. —Matius 1:21
Sebuah Nama Yang Sesuai
Nama negara Indonesia tersusun dari dua kata dalam bahasa Yunani yang ketika digabungkan berarti “kepulauan”. Nama itu sangat sesuai karena Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri lebih dari 17.500 pulau yang terbentang dalam wilayah seluas 1,2 juta kilometer persegi. Indonesia—nama yang sesuai untuk suatu negara kepulauan.
Dalam Alkitab, kita menjumpai bahwa orang sering dianugerahi nama—ada yang dinamai pada saat ia dilahirkan, ada yang dinamai pada kemudian hari—yang menjadi pernyataan tentang diri mereka atau karakter mereka. Barnabas, yang namanya berarti “anak penghiburan”, merupakan pribadi yang senang memberikan dorongan semangat dan penghiburan kepada orang-orang yang dijumpainya. Yakub, yang namanya berarti “penipu”, berulang kali memanipulasi orang dan situasi yang ada demi kepentingan dirinya sendiri.
Namun tidak seorang pun yang mempunyai nama yang begitu sesuai seperti nama Yesus. Ketika malaikat Tuhan berbicara kepada Yusuf tentang Anak yang akan segera dilahirkan oleh Maria, malaikat itu memerintahkan kepada Yusuf, “Engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21).
Yesus berarti “Tuhan menyelamatkan” dan nama itu menjelaskan tentang siapakah diri Yesus dan maksud dari kedatangan-Nya ke dunia. Dia juga disebut Imanuel, yang berarti “Allah menyertai kita” (1:23). Nama Yesus mengungkapkan pengharapan kita yang abadi! —WEC
Manisnya nama Penebus
Untuk yang beriman:
Pelipur lara hati yang sendu;
Yang takut pun tent’ram. —Newton
(Kidung Jemaat, No. 386)
Nama Yesus itu pusat dari iman dan pengharapan kita.

Friday, May 23, 2014

Lebih Dari Selayaknya

Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita. —Mazmur 103:10
Lebih Dari Selayaknya
Terkadang saat orang menanyakan kabar, saya akan menjawab, “Baik, lebih dari yang selayaknya saya terima.” Saya ingat seseorang yang bermaksud baik membalas saya, “Tidak, Joe, kau layak mendapatkannya,” lalu saya menjawabnya kembali, “Sebenarnya tidak.” Saya bermaksud mengatakan bahwa yang benar-benar selayaknya saya terima adalah penghukuman Allah.
Kita dengan mudah melupakan betapa berdosanya seluruh diri kita. Sikap kita yang memandang diri lebih tinggi daripada yang seharusnya dapat mengurangi kesadaran akan besarnya utang budi kita kepada Allah atas anugerah-Nya. Jika demikian, kita telah merendahkan nilai pengorbanan yang telah diberikan-Nya demi menyelamatkan kita.
Kini saatnya menyadari kembali keadaan kita! Pemazmur mengingatkan kita tentang Allah dengan menyatakan, “Tidak dilakukan- Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita” (Mzm. 103:10). Ketika mengingat siapa diri kita di hadapan Allah yang adil dan suci, maka satu-satunya hal yang layak kita terima adalah neraka. Surga sama sekali tidak mungkin kita raih—kecuali oleh anugerah pengorbanan Kristus di kayu salib. Jika Allah hanya menebus kita dan tak melakukan apa pun lagi, itupun sudah lebih dari yang selayaknya kita dapatkan. Tak heran pemazmur pun berkata, “Setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia” (ay.11).
Setelah menyadari diri kita yang sebenarnya, pantaslah kita berseru, “Sangat besar anugerah-Nya, pembaru hidupku!” Allah telah memberi kita jauh lebih banyak dari yang selayaknya kita terima. —JMS
Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau tidak menghukumku
setimpal dengan dosaku. Aku berutang budi pada-Mu untuk kasih dan
anugerah yang Engkau tunjukkan di atas salib demi keselamatan dan
pengampunanku—semua itu jauh melebihi yang layak kuperoleh!
Jika Allah hanya menebus kita dan tak melakukan apa pun lagi, itupun sudah lebih dari yang selayaknya kita dapatkan.

Thursday, May 22, 2014

Mendengarkan

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140522-Teman-Curhat
Ah, sekiranya ada yang mendengarkan aku! —Ayub 31:35
Mendengarkan
Dalam buku Listening to Others (Mendengarkan Sesama), Joyce Huggett menulis tentang pentingnya belajar mendengar dan merespons secara efektif terhadap orang-orang yang mengalami kesulitan. Saat membagikan pengalamannya dalam mendengarkan orang yang menderita, Joyce berkata bahwa mereka sering mengucapkan terima kasih atas yang telah dilakukan Joyce. “Padahal kebanyakan waktu,” tulis Joyce, “saya tak ‘melakukan’ apa pun. Saya ‘hanya mendengarkan’. Saya menyimpulkan bahwa ‘mendengarkan’ sungguh menjadi cara yang efektif untuk menolong orang lain.”
Pertolongan inilah yang Ayub butuhkan dari para sahabatnya. Memang mereka duduk bersama Ayub selama 7 hari dalam keheningan, “karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya” (2:13), tetapi mereka justru tidak mendengarkan ketika Ayub mulai berbicara. Sebaliknya, mereka terus berbicara tetapi gagal untuk menghibur Ayub (16:2). Ayub pun berseru, “Ah, sekiranya ada yang mendengarkan aku!” (31:35).
Mendengarkan berarti, “Apa yang penting bagimu juga penting bagiku”. Terkadang orang memang membutuhkan saran atau nasihat. Namun sering kali yang mereka butuhkan hanyalah keinginan untuk didengarkan seseorang yang mengasihi dan mempedulikan mereka.
Mendengarkan itu butuh upaya dan waktu. Butuh waktu yang cukup lama untuk mendengarkan hingga dapat memahami maksud hati lawan bicara kita, sehingga andaikata kita perlu berbicara, kita dapat melakukannya dengan sikap penuh pengertian dan bijaksana.
Ya Tuhan, berilah kami hati yang mau mengasihi dan telinga yang mau mendengar. —HDR
Aku berseru, dan dari bukit-Nya yang kudus
Dia memberi telinga-Nya untuk mendengar,
Aku memanggil Bapaku, dan Allahku,
Dan Dia mengenyahkan ketakutanku. —Watts
Jika saya memikirkan jawaban ketika seseorang sedang berbicara,
itu berarti saya tidak mendengarkannya.

Wednesday, May 21, 2014

Sauh Di Tengah Badai

TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi. —Yosua 1:9
Sauh Di Tengah Badai
Ketika Matt dan Jessica sedang berusaha mengarahkan kapal layarnya masuk ke dalam sebuah teluk kecil di Florida yang sedang diterjang Badai Sandy, mereka gagal dan kapal mereka kandas. Ombak besar yang terus menerjang kapal memaksa mereka untuk segera menurunkan sauhnya. Sauh itu membuat kapal tersebut dapat bertahan di tempat sampai mereka berdua dapat diselamatkan. Mereka meyakini jika sauh tidak diturunkan, mereka pasti akan kehilangan kapal mereka. Tanpa sauh, ombak-ombak yang tidak henti-hentinya bergejolak itu akan menghempaskan kapal mereka sampai ke pantai.
Kita juga memerlukan sauh yang dapat menjaga kita tetap kokoh dalam kehidupan iman kita. Ketika Allah memanggil Yosua untuk memimpin umat-Nya setelah Musa wafat, Dia memberinya sauh berupa janji-Nya yang dapat selalu diandalkan Yosua di saat-saat sulit. Tuhan berfirman kepada Yosua, “Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. . . . TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi” (Yos. 1:5,9). Allah juga memberi Yosua dan umat-Nya “kitab Taurat” untuk direnungkan dan diterapkan sehari-hari (ay.7-8). Kitab tersebut, dan penyertaan Allah, merupakan sauh yang dapat diandalkan bangsa Israel ketika harus menghadapi banyak tantangan di hadapan mereka.
Ketika kita tengah mengalami penderitaan atau ketika keraguan-keraguan mulai mengancam keteguhan iman kita, apakah yang menjadi sauh bagi kita? Kita dapat memulai dari Yosua 1:5. Iman kita mungkin lemah, tetapi jika iman itu disandarkan pada janji Allah dan penyertaan-Nya, Dia akan menjaga kita tetap aman. —AMC
Kita punya sebuah sauh yang menjaga jiwa kita
Yang pasti tetap kokoh saat gelombang melanda,
Yang terpaut pada Batu Karang yang tak goyah,
Tersandar teguh dan kuat pada kasih Juruselamat. —Owens
Kekuatan sauh iman kita akan diuji ketika biduk hidup kita diterjang badai.

Tuesday, May 20, 2014

Pada Suatu Hari

Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya. —Yunus 1:17
Pada Suatu Hari
Sebagian orang berkata bahwa Alkitab hanyalah sekumpulan kisah dongeng. Ada kisah anak laki-laki yang membunuh seorang raksasa. Ada seorang pria yang ditelan seekor ikan besar. Ada kisah pembuatan bahtera oleh Nuh. Bahkan sebagian orang yang beragama berpikir bahwa segala peristiwa tersebut hanyalah cerita-cerita indah dengan pelajaran moral yang baik.
Akan tetapi, Yesus sendiri berbicara tentang Yunus dan ikan besar itu, serta Nuh dan air bah, sebagai peristiwa-peristiwa yang benar-benar pernah terjadi: “Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia” (Mat. 24:37- 39). Kedatangan-Nya kembali akan terjadi pada saat-saat yang tidak kita duga.
Yesus membandingkan masa 3 hari Yunus berada di dalam seekor ikan besar dengan masa 3 hari yang akan Dia alami di dalam kubur sebelum kebangkitan-Nya (Mat. 12:40). Dan Petrus berbicara tentang Nuh dan air bah ketika ia menyamakannya dengan suatu hari di masa mendatang ketika Yesus datang kembali (2Ptr. 2:4-9).
Allah memberikan firman-Nya kepada kita berupa Alkitab yang dipenuhi dengan kebenaran—bukan dongeng. Dan suatu hari nanti, kita akan hidup bahagia selamanya bersama Dia ketika Yesus datang kembali dan menyambut pulang anak-anak-Nya. —CHK
Kami menantikan kedatangan-Mu, Tuhan
Untuk membawa kami pulang bersama-Mu;
Janji-Mu untuk kembali menjemput kami
Memberi pengharapan karena kami tahu itu benar. —Sper
Kita boleh merasa optimis jika kita menantikan kedatangan Kristus kembali.

Monday, May 19, 2014

Gangguan

Rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun. —Mazmur 33:11
Gangguan
Saya dan saudara perempuan saya tengah menantikan waktu liburan kami ke Taiwan. Kami telah membeli tiket pesawat dan memesan kamar hotel. Namun 2 minggu sebelum perjalanan tersebut, saudari saya diberi tahu bahwa ia tidak boleh ke mana-mana dan harus tinggal di Singapura untuk menangani sebuah keadaan darurat. Kami kecewa karena rencana kami terganggu.
Murid-murid Yesus sedang menemani-Nya dalam suatu pelayanan yang penting ketika perjalanan mereka terganggu (Mrk. 5:21-42). Anak perempuan Yairus, kepala rumah ibadat, sedang sekarat. Situasinya begitu mendesak, dan Yesus sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Yairus. Lalu, tiba-tiba, Yesus berhenti dan berkata, “Siapa yang menjamah jubah-Ku?” (ay.30).
Murid-murid terlihat kesal dengan gangguan itu dan berkata, “Engkau melihat bagaimana orang-orang ini berdesakan dekat-Mu, dan Engkau bertanya: Siapa yang menjamah Aku?” (ay.31). Akan tetapi Yesus melihat itu sebagai sebuah kesempatan untuk melayani seorang wanita yang tengah menderita. Penyakit wanita itu telah membuatnya dianggap terlalu najis untuk beribadah dan dikucilkan dari kehidupan bermasyarakat selama 12 tahun! (lih. Im. 15:25-27).
Sementara Yesus berbicara kepada wanita itu, anak perempuan Yairus pun meninggal. Semuanya seakan sudah terlambat. Akan tetapi, penundaan tersebut justru membuat Yairus semakin memiliki pengenalan yang mendalam akan diri Yesus dan kuasa-Nya—bahkan kuasa-Nya yang mengalahkan kematian!
Terkadang kekecewaan kita dapat menjadi sarana Allah untuk menyatakan maksud-Nya bagi kita. —PFC
Kekecewaan dan maksud-Nya
Hal yang baik takkan ditahan-Nya;
Dari penolakan sering kita menerima
Kekayaan kasih-Nya yang tak terhingga. —Young
Lihatlah maksud Allah dalam pergumulanmu.

Sunday, May 18, 2014

Suatu Daftar Permohonan Baru

Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. —Roma 12:10
Suatu Daftar Permohonan Baru
Seorang sahabat mengatakan kepada saya bahwa ia baru saja menyelesaikan salah satu hal dalam daftar permohonannya (daftar yang berisi hal-hal yang ingin dilakukan sebelum meninggal dunia) ketika ia berhasil mengajak saudarinya ke Eropa. Walaupun sahabat saya itu pernah berkunjung ke Eropa beberapa kali, saudarinya belum pernah ke sana. Yang membuat saya kagum adalah sikapnya yang tidak mementingkan diri sendiri dengan mencantumkan keinginan untuk saudarinya itu dalam daftar permohonan miliknya. Hal itu membuat saya bertanya-tanya ada berapa banyak kerinduan dan tujuan saya yang dimaksudkan untuk kebaikan orang lain, dan bukan untuk diri saya sendiri.
Roma 12:6-21 berbicara mengenai karunia-karunia dari Allah bagi kita sebagai anggota tubuh Kristus dan bagaimana seharusnya kita menggunakan segala karunia itu dalam kehidupan sehari-hari. Semua karunia itu haruslah digunakan untuk kepentingan sesama. Misalnya, mengajar tidak dilakukan untuk memuaskan diri si pengajar, tetapi demi kepentingan orang lain. Demikian juga dengan karunia-karunia lain dalam ayat 6-8. Paulus merangkum sikap murah hati semacam ini dengan dorongan agar kita “saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat” (ay.10).
Paulus meneladankan sikap ini dengan cara menyertakan orang lain dalam pelayanannya dan memberi hidupnya untuk membangun generasi orang percaya yang akan datang. Perilakunya dituntun oleh sifat murah hati, keramah-tamahan, pengampunan, dan belas kasihan.
Membagikan karunia yang telah Allah berikan kepada kita patutlah menjadi salah satu tujuan hidup kita. —DCM
Berikan kami karunia untuk memberi
Dengan semangat yang besar dan leluasa,
Hingga seluruh hidup dan penghidupan kami
Kami boleh persembahkan kepada-Mu. —Murray
Untuk kehidupan rohani yang lebih sehat, latihlah kerendahan hati dan kepedulian terhadap sesama.

Saturday, May 17, 2014

Muncul Ke Permukaan

Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. —Kolose 1:16
Muncul Ke Permukaan
Manusia hidup di dalam realitas yang kelihatan dan tidak kelihatan—yang natural dan supernatural. Saya terpikir tentang kedua realitas itu dalam suatu perjalanan di atas sebuah perahu untuk melihat ikan paus di lepas pantai Selandia Baru. Seekor paus biasanya beristirahat sebentar di permukaan laut, mengambil napas dalam-dalam untuk beberapa kali, lalu mengeluarkan hembusan napas yang menciptakan semburan yang menakjubkan, kemudian menyelam kembali ke dalam lautan untuk memangsa cumi-cumi.
Meski memiliki habitatnya sendiri yang penuh dengan tumbuhan dalam air dan makhluk laut, paus harus muncul ke permukaan laut untuk menghirup oksigen dari waktu ke waktu atau ia akan mati. Meskipun paus tidak tahu banyak tentang dunia di atas laut, ia perlu terus berhubungan dengan dunia itu agar dapat bertahan hidup.
Saya pun terkadang merasa seperti paus, karena saya perlu menghirup udara rohani secara teratur agar tetap hidup. Namun tak ada pembagian yang jelas antara dunia natural dengan supernatural. Kita tidak menempati salah satu dunia saja. Segala yang saya lakukan sebagai orang Kristen—berdoa, beribadah, meneruskan kasih Allah kepada mereka yang sakit, membutuhkan, dan terpenjara—bersifat supernatural sekaligus natural.
Allah yang menciptakan dunia yang kelihatan ini selalu aktif menopang ciptaan-Nya dan membuka jalan bagi kita untuk menghampiri Dia yang tidak kelihatan. Paulus menulis, “Kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya” (Kol. 1:21-22).
Setiap perbuatan kita berlangsung dalam dunia yang kelihatan, yang kita bisa raba, cium, dan lihat. Namun Sang Pencipta dan Penopang dari segala sesuatu telah memberi jalan bagi kita untuk dapat menghirup udara rohani yang kita butuhkan dan rindukan. —PDY
Takhta Allah selalu terbuka bagi anak-anak-Nya.

Friday, May 16, 2014

Banyak Penasihat

Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak. —Amsal 15:22
Banyak Penasihat
Thomas à Kempis, seorang teolog dari abad ke-15, berkata, “Adakah seseorang yang begitu bijak sehingga ia memiliki pengetahuan yang sempurna akan segala sesuatu? Oleh karena itu, janganlah terlalu bergantung pada pendapatmu sendiri, tetapi hendaklah kamu mau juga mendengar pendapat orang lain. Walaupun pendapatmu itu mungkin baik, tetapi apabila demi kasih Allah kamu melepaskan pendapatmu itu dan mengikuti nasihat orang lain, kamu pun akan lebih beruntung.” Thomas menyadari pentingnya meminta nasihat dari orang-orang yang dapat dipercaya dalam perencanaan hidup kita.
Untuk mengetahui jalan yang dikehendaki Allah bagi hidup ini, seorang yang bijak perlu membuka dirinya untuk memperhatikan sejumlah nasihat yang akan dipakai Allah untuk membimbingnya lewat hikmat-Nya. Ketika seseorang meminta nasihat yang bijak dari orang lain, ia sedang menunjukkan kesadaran bahwa mungkin saja ia telah melewatkan beberapa faktor penting yang perlu baginya untuk mengambil keputusan.
Salomo, pribadi yang paling bijak di Israel, menulis tentang arti penting dari meminta nasihat dari orang lain: “Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak” (Ams. 15:22).
Tuhan adalah Penasihat Ajaib (Yes. 9:5), dan Dia rindu melindungi kita melalui kehadiran para penasihat yang bijak. Mintalah nasihat dari mereka dan bersyukurlah kepada Allah karena keberadaan mereka. Perkenankan mereka menolongmu untuk melihat rancangan-Nya bagi hidupmu dengan lebih jernih. —MLW
Ajaib, sungguh ajaib, Yesus itu bagiku,
Penasihat, Raja Damai, Allah yang Perkasa;
Selamatkanku, menjagaku dari dosa dan malu,
Ajaiblah Penebusku, terpujilah nama-Nya! —Lillenas
Dengan meminta nasihat yang bijaksana, semakin besar kemungkinanmu mengambil keputusan yang tepat.

Thursday, May 15, 2014

Penyembuhan Yang Lambat

[Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka . . . tidak akan ada lagi . . . dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu. —Wahyu 21:4
Penyembuhan Yang Lambat
Baru 4 minggu anak kami, Mark, bergabung dengan Angkatan Darat Amerika Serikat, ia menderita luka serius pada lututnya dalam suatu latihan. Alhasil, ia dibebastugaskan dari ketentaraan. Jadi, pada usia 19 tahun, ia sudah harus menggunakan sebatang tongkat untuk membantunya berjalan sementara waktu; dan karena cederanya yang parah itu, ia harus menjalani masa pemulihan, istirahat, dan rehabilitasi selama dua tahun penuh. Akhirnya, Mark dapat melepaskan penyangga lutut yang telah ia kenakan sejak kecelakaan tersebut. Walaupun ia masih merasakan sedikit nyeri yang tersisa, proses pemulihan yang lambat dan memakan waktu panjang tersebut telah membuatnya kembali dapat menggunakan kakinya secara utuh.
Penyembuhan fisik sering kali berjalan lebih lambat dari yang kita harapkan. Hal tersebut berlaku juga pada proses pemulihan rohani. Konsekuensi dari berbagai pilihan yang tidak bijaksana atau tindakan orang lain yang menyakitkan dapat menciptakan beban atau luka yang harus kita tanggung seumur hidup. Akan tetapi, selalu ada harapan bagi anak-anak Allah. Walaupun pemulihan total tidak selalu kita alami dalam hidup ini, tetapi janji akan penyembuhan itu pasti digenapi. Yohanes menulis, “[Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why. 21:4).
Di tengah masa-masa menyakitkan yang kita alami, betapa hati kita terhibur dengan mengetahui bahwa kelak, dalam hadirat-Nya yang menakjubkan, kita akan mengalami pemulihan total hingga selama-lamanya. —WEC
Bapa, aku bersyukur kepada-Mu karena dalam setiap derita dan
pergumulan, kami menemukan penghiburan di dalam-Mu. Tolong
kami untuk membawa tiap derita kami kepada-Mu—rohani maupun
jasmani—dan mempercayai Engkau akan memulihkan kami kembali.
Ketika kita datang kepada Kristus dengan hancur hati, Dia akan memulihkan kita kembali.

Wednesday, May 14, 2014

Terlihat Baik

Bersihkan dahulu sebelah dalam cawan itu. —Matius 23:26
Terlihat Baik
Rambutmu sungguh sehat,” ujar penata rambut saya setelah ia memotong rambut saya. “Saya harap ini karena kamu memakai produk kami.” “Sayang sekali, bukan,” jawab saya. “Saya menggunakan produk apa saja yang murah dan wangi.” Kemudian saya menambahkan, “Saya juga berusaha makan dengan baik. Saya rasa itu memberi pengaruh yang besar.”
Ketika saya memikirkan tentang hal-hal yang kita lakukan untuk membuat penampilan diri kita terlihat lebih baik, saya teringat akan beberapa hal yang kita lakukan dengan maksud untuk membuat kita terlihat lebih rohani. Yesus menegur para pemimpin agama di Yerusalem mengenai hal itu (Mat. 23). Mereka menaati serangkaian peraturan agama yang begitu rumit dan yang jauh melampaui peraturan utama yang telah Allah berikan kepada mereka. Mereka berusaha keras untuk terlihat baik di mata sejawat mereka, dengan tujuan untuk membuktikan bahwa mereka lebih baik daripada orang lain. Namun usaha mereka yang susah payah itu tidak membuat Allah terkesan. Yesus berkata kepada mereka, “Cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalam [dirimu] penuh rampasan dan kerakusan” (ay.25). Apa yang dilakukan orang Farisi untuk membuat diri mereka terlihat baik di depan orang justru menyingkapkan kebobrokan mereka yang total.
Setiap budaya menjunjung beragam tradisi dan kegiatan keagamaan, tetapi nilai-nilai Allah jauh melampaui budaya. Dan nilai-nilai yang dijunjung Allah tidaklah diukur dari penampilan luar seseorang. Allah menjunjung hati yang bersih dan motivasi yang murni. Kesehatan rohani seseorang terpancar dari dalam batinnya. —JAL
Tuhan, Engkau mengenal diriku seutuhnya.
Motivasiku dan isi hatiku terbuka seluruhnya di hadapan-Mu.
Bersihkanlah aku lahir dan batin. Dan tolonglah aku hidup seperti
Yesus hidup—dengan motivasi yang benar dan murni.
Mungkin saja penampilan kita baik, tetapi hati kita begitu bobrok.

Tuesday, May 13, 2014

Kelahiran Baru

Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku; menenun aku dalam kandungan ibuku. —Mazmur 139:13
Kelahiran Baru
Apakah yang dimiliki para bayi sehingga mereka dapat membuat kita tersenyum? Banyak orang akan rela berhenti melakukan sesuatu ketika mereka melihat atau mendengar suara seorang bayi, lalu berkerumun untuk memandangi makhluk mungil itu. Saya pun menyadari hal itu saat mengunjungi ayah di sebuah panti wreda. Walaupun hampir seluruh penghuni panti itu duduk di kursi roda dan menderita pikun, tetapi ketika ada satu keluarga yang membawa bayi datang berkunjung, mereka terlihat begitu bersukacita—walaupun pada awalnya ragu, tetapi pada akhirnya senyum pun menghiasi wajah mereka. Saya begitu takjub menyaksikan pemandangan indah tersebut.
Mengapa seorang bayi dapat membangkitkan senyuman kita? Mungkin karena kita merasa takjub pada sebuah kehidupan baru—begitu berharga, mungil, dan penuh dengan harapan. Memandang seorang bayi dapat mengingatkan kita akan keagungan Allah dan kasih-Nya yang teramat besar bagi kita. Allah begitu mengasihi kita sehingga Dia memberi kita hidup dan membentuk kita dalam rahim ibu kita. “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku,” ujar sang pemazmur, “menenun aku dalam kandungan ibuku” (Mzm. 139:13).
Allah tidak hanya memberi kita kehidupan jasmani, tetapi Dia juga menawarkan kepada kita kelahiran kembali secara rohani melalui Yesus (Yoh. 3:3-8). Allah menjanjikan kepada orang percaya bahwa mereka akan mempunyai tubuh yang baru dan kehidupan kekal ketika Yesus datang kembali (1Kor. 15:50-52).
Kehidupan jasmani dan kelahiran kembali secara rohani—keduanya anugerah Bapa kita yang patut disyukuri. —Alyson Kieda, staf editor RBC
Menurut gambar-Nya Allah menciptakan manusia,
Dia membentuk tubuh manusia itu dari debu tanah;
Namun lebih dari itu, bagi semua yang di dalam Kristus
Dia memberi kehidupan kekal melalui kelahiran baru. —Hess
Aku bersyukur kepada-Mu . . . ; ajaib apa yang Kaubuat. —Mazmur 139:14

Monday, May 12, 2014

Perkataan Yang Dilakukan

Perkataan Yang Dilakukan

Info Senin, 12 Mei 2014
Perkataan Yang Dilakukan

Baca: Ulangan 4:1-9

4:1 “Maka sekarang, hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu.
4:2 Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu.
4:3 Matamu sendiri telah melihat apa yang diperbuat TUHAN mengenai Baal-Peor, sebab TUHAN, Allahmu, telah memunahkan dari tengah-tengahmu semua orang yang mengikuti Baal-Peor,
4:4 sedangkan kamu sekalian yang berpaut pada TUHAN, Allahmu, masih hidup pada hari ini.
4:5 Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu, seperti yang diperintahkan kepadaku oleh TUHAN, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya.
4:6 Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi.
4:7 Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti TUHAN, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?
4:8 Dan bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh hukum ini, yang kubentangkan kepadamu pada hari ini?
4:9 Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu,
Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu . . . supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri. —Ulangan 4:5
Perkataan Yang Dilakukan
Selama bertahun-tahun, saya menyimpan sebuah map berkas yang diberi label “Ceramah”. Map tersebut telah menjadi tebal dan penuh dengan beragam artikel, kutipan, dan ilustrasi yang mungkin berguna bagi ceramah saya. Baru-baru ini saya menelusuri map itu kembali untuk membuang hal-hal yang sudah ketinggalan zaman. Saya mengalami kesulitan untuk membuang kebanyakan materi tersebut, bukan karena saya belum pernah menggunakannya dalam sebuah ceramah tetapi karena saya belum menerapkannya dalam hidup saya sendiri. Saya menutup map tersebut dan berpikir, “Perkataan-perkataan itu bukan untuk diucapkan saja, tetapi harus dilakukan.”
Setelah 40 tahun di padang gurun, Musa berbicara kepada bangsa Israel yang sedang bersiap-siap untuk memasuki Tanah Perjanjian: “Maka sekarang, hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu” (Ul. 4:1). Musa terus-menerus mengingatkan bangsa itu untuk taat melakukan perintah Allah (ay.1,2,5,6,9). Ia mengucapkannya dengan jelas, “Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu . . . supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri” (ay.5).
Lebih mudah mengucapkan niat untuk melakukan sesuatu daripada benar-benar melakukannya. Lebih mudah berbicara tentang kebenaran yang sebenarnya tidak kita terapkan sendiri. Mungkin saja kita lebih banyak berbicara daripada berbuat, karena kita lupa bahwa seluruh perintah Allah itu keluar dari hati-Nya yang mengasihi kita. —DCM
Tolong kami, Tuhan, untuk tidak hanya menjadi pendengar firman,
tetapi juga menjadi pelaku firman. Ajar kami untuk jujur
memahami siapa diri kami sesungguhnya. Kami mau berjalan
dalam jalan-jalan-Mu dan membimbing orang lain kepada-Mu.
Perbuatan kita harus sebanding dengan perkataan kita.

Sunday, May 11, 2014

Garis Akhir Bagi Ibu






Komik-Strip-WarungSateKamu-20140511-Meniru-Nyokap

Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. —2 Timotius 4:7
Garis Akhir Bagi Ibu
Ketika Jeff menyadari bahwa kesehatan ibunya menurun drastis, ia pun segera berangkat untuk dapat menemani ibunya. Ia duduk di sisi tempat tidur sang ibu sambil memegang tangannya, menyanyikan pujian, menghiburnya, dan mengungkapkan cintanya kepada beliau. Sang ibu pun meninggal dunia, dan pada pemakamannya banyak yang mengatakan kepada Jeff betapa ibunya telah menjadi berkat. Ibunya mempunyai karunia dalam mengajarkan Alkitab, memberikan konseling, dan memimpin kelompok doa. Hal-hal tersebut merupakan bagian penting dalam pelayanan ibunya bagi Kristus hingga menjelang akhir hidupnya. Ia telah mencapai garis akhir hidupnya dengan baik bagi Kristus.
Untuk menghormati perjalanan hidup ibunya, Jeff mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton sepanjang 42 km. Sepanjang perlombaan, ia bersyukur kepada Allah atas kehidupan ibunya dan berduka atas kepergiannya. Saat melewati garis akhir, Jeff menunjuk ke langit—“Di sanalah Ibuku berada,” katanya. Ibunya telah setia menjunjung nama Kristus sampai akhir hidupnya, dan teladannya mengingatkan Jeff akan perkataan Rasul Paulus: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan . . . pada hari-Nya” (2Tim. 4:7-8).
Kita sedang berlomba dalam sebuah “perlombaan lari jarak jauh”. Marilah berlari sedemikian rupa sehingga kita dapat memperoleh hadiah “suatu mahkota yang abadi” (1Kor. 9:25). Tiada hal yang lebih kita rindukan selain mengakhiri pertandingan dengan baik bagi Kristus dan bersama dengan Dia selamanya. —HDF
Berlarilah terus di dalam kasih karunia Allah,
Angkat wajahmu dan pandanglah wajah-Nya;
Jalan kehidupan terbentang di hadapan kita,
Kristuslah jalan dan Kristuslah hadiahnya. —Monsell
Seorang Kristen tidak berlomba lari jarak pendek—melainkan dalam perlombaan lari maraton.

Saturday, May 10, 2014

Jalan Keluar

Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar. —1 Korintus 10:13
Jalan Keluar
Ketika berada di London baru-baru ini, saya memutuskan untuk naik kereta bawah tanah menuju ke tempat tujuan saya. Lalu saya membayar ongkos tiket dan turun ke bagian bawah kota London untuk mengejar kereta saya. Namun perjalanan keluar dari stasiun kereta itu bisa menjadi pengalaman yang menakutkan bagi seseorang yang tidak terlalu mengenal sistem perjalanan yang ada. Apabila seseorang tidak menemukan jalan keluarnya, ia pun bisa tersesat di dalam terowongan itu.
Berada sendirian di dalam terowongan bawah tanah yang sepi sungguh membuat perasaan tidak tenang, sehingga tidak ada seorang pun yang ingin tersesat di sana. Bukan main leganya ketika saya menemukan sebuah tanda bertuliskan, “JALAN KELUAR” dan mengikuti arah yang ditunjukkannya hingga saya berhasil keluar.
Paulus mengingatkan kita bahwa ketika kita merasa lemah dan rentan untuk jatuh ke dalam dosa, “Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar” (1Kor. 10:13). Mudah sekali kita menganggap Allah tidak menyertai kita pada saat kita tergoda untuk berbuat dosa. Namun ayat ini meyakinkan kita bahwa Allah selalu hadir dan tidak hanya berdiam diri. Bukan sekadar hadir, Dia pun secara aktif memberikan jalan keluar sehingga kita dapat menanggungnya.
Jadi, ketika lain kali kamu merasa tergoda untuk berbuat dosa, ingatlah bahwa kamu bukannya tidak berdaya. Ada “jalan keluar” yang disediakan Allah! Carilah tandanya, dan ikutilah petunjuknya agar kamu selamat. —JMS
Tuhan, ingatkan kami bahwa kehadiran-Mu yang mendampingi kami
di tengah masa-masa pencobaan berarti kami tidak harus jatuh
kembali. Beri kami kerinduan untuk mencari jalan keluar dari-Mu
agar kami bersukacita menjalani hidup yang menyenangkan-Mu.
Allah terus bekerja untuk menjaga kita agar tidak tersesat dalam dosa.

Friday, May 9, 2014

Janji Yang Terjamin

Ketika matahari telah terbenam . . . kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu. —Kejadian 15:17

Janji Yang Terjamin
Pada zaman kuno di dunia Timur Dekat, suatu perjanjian antara pihak yang lebih tinggi (penguasa atau raja) dengan pihak yang lebih rendah (rakyat jelata) disebut perjanjian suzerain. Upacara pengesahannya mewajibkan adanya binatang yang dikorbankan dan kemudian dipotong menjadi 2 bagian. Kedua belah potongan binatang tersebut disusun menjadi dua baris di atas tanah dan membentuk sebuah jalur di tengah-tengahnya. Dengan berjalan di antara potongan-potongan tersebut, sang penguasa sedang menyatakan di depan umum bahwa ia akan menjamin kelangsungan perjanjian tersebut dan akan bernasib seperti binatang yang dipotong itu apabila ia gagal memenuhi janjinya.

Ketika Abram bertanya kepada Allah bagaimana ia dapat yakin bahwa Dia akan memenuhi janji-Nya, Allah menggunakan simbol budaya yang penting berupa perjanjian suzerain untuk meneguhkan janji-Nya (Kej. 15). Ketika suluh yang berapi itu melewati potongan daging, Abram mengerti Allah sedang menyatakan bahwa diri-Nya sendiri yang bertanggung jawab menjamin kelangsungan perjanjian tersebut.

Perjanjian Allah dengan Abram dan jaminan-Nya atas pemenuhan janji tersebut juga mencakup para pengikut Kristus. Itulah sebabnya dalam berbagai suratnya di Perjanjian Baru, Paulus berulang kali menyebut orang percaya sebagai keturunan Abraham (Rm. 4:11-18; Gal. 3:29). Begitu kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Allah menjadi pemelihara perjanjian iman kita (lih. Yoh. 10:28-29).

Karena Allah memelihara keselamatan kita, maka kita dapat mempercayakan kehidupan kita kepada-Nya dengan keyakinan yang diteguhkan di dalam Dia. —RKK

Dia takkan kecewakan kita, Dia takkan meninggalkan;
Perjanjian kekal-Nya takkan pernah dibatalkan-Nya.
Sebab itu majulah, dan jangan takut, anak-anak terang;
Karena firman-Nya kekal, takkan pernah berlalu. –Havergal

Keselamatan kita itu pasti karena Allah yang menjamin.

Thursday, May 8, 2014

Berbicara Tentang Yesus

Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. —1 Korintus 2:2

Berbicara Tentang Yesus
Tony Graffanino, seorang mantan pemain di liga utama bisbol, menceritakan tentang pelayanan yang berlangsung di sebuah negara di Eropa. Setiap tahun, lembaga pelayanannya mengadakan pelatihan bisbol selama seminggu penuh. Sepanjang minggu tersebut, mereka juga mengadakan kelas pendalaman Alkitab harian. Pada tahun-tahun sebelumnya, para pengajar berusaha mencari cara-cara yang masuk akal untuk meyakinkan para peserta tentang keberadaan Allah agar mereka mau beriman kepada-Nya. Setelah 13 tahun, hanya 3 peserta saja yang memutuskan untuk percaya dan mengikut Yesus.

Lalu para pengajar itu mengubah pendekatan mereka, kata Graffanino. Alihalih “berusaha menyajikan fakta atau memenangi argumen dalam suatu perdebatan”, mereka hanya membahas tentang “kehidupan dan pengajaran Yesus yang luar biasa”. Hasilnya, lebih banyak peserta yang datang untuk mendengarkan, dan lebih banyak peserta yang bersedia untuk mengikut Yesus.

Rasul Paulus berkata bahwa ketika kita membagikan Injil Yesus Kristus kepada orang lain, kita harus “menyatakan kebenaran . . . [sebab] bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan” (2Kor. 4:2,5). Itulah prinsip Paulus dalam pekabaran Injil: “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1Kor. 2:2).

Kita harus memiliki pengetahuan tentang Alkitab dan alasan-alasan mengapa kita percaya, dan terkadang kita perlu menjelaskan alasan-alasan tersebut. Namun kesaksian kita yang paling memikat dan efektif adalah kesaksian yang menempatkan Kristus sebagai pusatnya. —JDB

Allah Bapa, pakailah aku untuk mempengaruhi hidup orang lain.
Ingatkan aku untuk menceritakan tentang siapa Yesus serta
kehidupan-Nya dan pengajaran-Nya. Biarlah aku tak terseret dalam
perdebatan, melainkan membagikan kehidupan Yesus yang luar biasa.

Kristus yang bangkit adalah pusat kesaksian kita.

Wednesday, May 7, 2014

Orang-Orang Seperti Saya

Beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus. —1 Korintus 6:11

Orang-Orang Seperti Saya
Beberapa tahun yang lalu dalam sebuah kebaktian, Pendeta Ray Stedman naik ke mimbar dan membacakan bagian Alkitab yang menjadi dasar khotbahnya hari itu: “Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah, dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu” (1Kor. 6:9-11).

Lalu ia memandang kepada jemaat, dan dengan senyum yang tersungging di wajahnya, ia berkata, “Saya penasaran: Berapa banyak di antara Anda yang memiliki salah satu atau lebih dari dosa itu dalam hidup Anda di masa lalu? Jikalau ada, bolehkah Anda berdiri?”

Ada seorang pemuda yang sama sekali belum pernah beribadah di gereja. Beberapa waktu sebelumnya ia telah bertobat dalam kebaktian kebangunan rohani yang dilayani oleh Billy Graham. Pada hari Minggu itulah, pertama kalinya ia beribadah di gereja. Ia merasa gentar dan tidak yakin pada yang akan ia alaminya. Ia mengatakan kepada saya bahwa ketika mendengar pertanyaan pendeta itu, ia menengok sekelilingnya untuk melihat apakah ada jemaat yang mau berdiri. Awalnya tidak ada seorang pun yang beranjak, tetapi sesaat kemudian banyak jemaat yang berdiri. Ia pun berpikir, “Mereka semua juga seperti saya!”

Kita semua dapat melihat diri kita masuk dalam daftar yang dibuat Paulus di 1 Korintus. Namun ketika kita mengakui dosa-dosa kita dan menerima karunia hidup kekal yang telah lunas dibayar lewat kematian Yesus, kita pun menjadi ciptaan baru yang diselamatkan karena kasih karunia (Rm. 6:23; 2Kor. 5:17). —DHR

Dijamah, ‘ku dijamah!
Meluap sukacitaku!
Tuhan Yesus menjamahku;
Diriku ciptaan baru. –Gaither
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 199)

Tiada yang kuandalkan dalam diriku, aku berpegang hanya pada salib-Mu.

Tuesday, May 6, 2014

Masalah Hati

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. —Amsal 4:23

Masalah Hati

Jantung kita berdenyut sebanyak 70-75 detak per menit. Meskipun rata-rata beratnya hanya 300 gram, setiap hari sebuah jantung yang sehat memompa 7.500 liter darah lewat pembuluh darah sepanjang kurang lebih 96,5 km. Setiap harinya, jantung menghasilkan energi yang besar, cukup untuk mengemudikan sebuah truk sejauh 32 km. Jika hal itu berlangsung sepanjang hidup kita, jaraknya sama dengan perjalanan pulang pergi ke bulan. Sebuah jantung yang sehat dapat melakukan hal-hal yang luar biasa. Sebaliknya, jika jantung kita gagal berfungsi, seluruh tubuh kita akan mati.

Demikian juga “hati rohani” kita (dalam bahasa Indonesia, kata heart secara harfiah berarti jantung, tetapi dalam konteks Alkitab berarti hati. -red). Dalam Alkitab, kata hati mewakili pusat emosi, pikiran, dan nalar kita. Hati adalah “pusat komando” dari hidup kita.

Ketika kita membaca, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan” (Ams. 4:23), hal itu memang masuk akal, akan tetapi sangat sulit dilakukan. Beragam tuntutan hidup selalu menyita waktu dan energi kita, dengan desakan agar kita segera memperhatikannya. Di sisi lain, kita mungkin tidak merasa didesak untuk menyediakan waktu dalam mendengar dan melakukan firman Allah. Kita mungkin tidak segera menyadari akibat dari sikap kita yang mengabaikan firman-Nya, tetapi lambat laun, hal tersebut dapat membuat kita rentan untuk mengalami kejatuhan iman.

Saya bersyukur kepada Allah karena Dia telah memberikan firman- Nya kepada kita. Kita membutuhkan pertolongan Allah agar kita tidak mengabaikan firman-Nya, melainkan menggunakannya untuk menyelaraskan hati kita dengan hati-Nya dari hari ke hari. —PFC

Ya Yesus, kuasailah hati dan tanganku,
Dan kabulkanlah doaku ini:
Agar melalui indahnya kasih-Mu aku bertumbuh
Menjadi serupa Engkau hari lepas hari. –Garrison

Untuk menjaga imanmu tetap fit, periksakanlah kepada Sang Tabib Agung.

Monday, May 5, 2014

Siapa Yang Seharusnya Dipuji?

Siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku. —Yeremia 9:24

Siapa Yang Seharusnya Dipuji?
Nilai IQ Chris Langan lebih tinggi dari IQ Albert Einstein. Lingkar bisep Moustafa Ismail berukuran sekitar 79 cm dan ia dapat mengangkat beban seberat 272 kg. Bill Gates diperkirakan memiliki kekayaan milyaran dolar. Orang-orang yang berkemampuan luar biasa atau kaya-raya mungkin tergoda untuk memandang diri mereka lebih tinggi daripada yang sepantasnya. Namun tanpa perlu menjadi seseorang yang sangat pintar, kuat, atau kaya, kita bisa saja memuji diri sendiri atas semua prestasi yang kita raih. Setiap pencapaian mengandung pertanyaan: Siapa yang seharusnya dipuji?

Pada masa bangsa Israel dihukum, Allah berfirman kepada mereka melalui Nabi Yeremia. Dia berkata, “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya” (Yer. 9:23). Sebaliknya, “Siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku” (ay.24). Allah menghendaki umat-Nya untuk meninggikan Dia dan kemuliaan-Nya di atas apa pun.

Jika kita membiarkan pujian manusia itu untuk memegahkan diri sendiri, kita melupakan bahwa “setiap pemberian yang baik . . . diturunkan dari Bapa segala terang” (Yak. 1:17). Lebih baik kita memberikan pujian dan kemuliaan kepada Allah, tidak hanya untuk menjaga hati kita dari kesombongan, tetapi juga karena memang Dia layak menerima pujian itu. Dialah Allah, Pribadi yang “melakukan perbuatan-perbuatan yang besar . . . keajaiban-keajaiban yang tak terbilang banyaknya” (Ayb. 5:9). —JBS

Bukanlah ‘ku, tetapi hanya Kristus
Layak benar dipuji, disembah.
Bukanlah ‘ku, tetapi hanya Kristus
Patut tetap dimuliakanlah. —Whiddington
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 28)

Kita diciptakan untuk memberikan kemuliaan kepada Allah.

Sunday, May 4, 2014

Air Mata Syukur

Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. —1 Korintus 11:26

Air Mata Syukur
Dalam ibadah perjamuan kudus yang saya hadiri bersama istri, anggota jemaat diundang maju ke depan untuk menerima roti dan anggur dari salah seorang pendeta atau penatua. Mereka memberikan ucapan kepada satu demi satu anggota jemaat yang maju tentang arti pengorbanan Yesus bagi masing-masing dari mereka. Pengalaman tersebut sangat menyentuh sehingga meninggalkan kesan yang berbeda dari suatu kegiatan yang sudah dilakukan secara rutin. Setelah kami kembali ke bangku, saya menyaksikan jemaat berjalan kembali dengan perlahan dan hening. Mengharukan sekali melihat banyak jemaat yang matanya berkaca-kaca. Bagi saya, dan orang lain yang berbicara dengan saya kemudian, air mata itu adalah air mata syukur.

Alasan dari air mata syukur yang menetes itu dapat dilihat dari alasan berlangsungnya perjamuan kudus itu sendiri. Setelah mengajar jemaat di Korintus tentang makna perjamuan yang bersifat peringatan itu, Rasul Paulus menambahi tulisannya dengan kata-kata yang tegas berikut ini: “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1Kor. 11:26). Dengan roti dan anggur perjamuan yang mengacu langsung pada salib dan pengorbanan Kristus demi kita, ibadah perjamuan kudus mengandung makna lebih dari sekadar ritual–seluruhnya adalah tentang Kristus. Kasih Kristus. Pengorbanan Krisus. Salib Kristus. Demi kita.

Alangkah tidak cukupnya kata-kata manusia untuk menuturkan kemuliaan Kristus yang begitu agung! Terkadang air mata syukur lebih dapat mengungkapkan apa yang tak terucapkan oleh bibir kita. —WEC

Andaikan jagad milikku,
Dan kuserahkan pada-Nya,
Tak cukup bagi Tuhanku
Diriku yang diminta-Nya. —Watts
(Kidung Jemaat, No. 169)

Agungnya kasih yang Kristus tunjukkan kepada kita di kayu salib tidak dapat terungkapkan dengan kata-kata.

Saturday, May 3, 2014

Dia Mengubah Hidupku

Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan. —Mazmur 107:2

Dia Mengubah Hidupku
Semenjak wafatnya sang pelopor komputer Steve Jobs pada tahun 2011, lebih dari satu juta orang di seluruh dunia telah menulis pesan penghormatan kepadanya lewat dunia maya. Tema yang umumnya mewarnai pesan mereka adalah tentang bagaimana Jobs telah mengubah hidup mereka. Mereka berkata bahwa sekarang mereka menjalani hidup secara berbeda oleh karena inovasi-inovasi Jobs yang kreatif, dan mereka ingin menyatakan penghargaan sekaligus dukacita mereka yang mendalam lewat pesan tersebut. Pada layar sebuah komputer tablet tertulis dengan huruf yang besar: iSad (akuSedih).

Rasa syukur akan mendorong timbulnya ungkapan pujian, sebagaimana digambarkan dalam Mazmur 107: “Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan” (ay.2). Tema dari Mazmur itu adalah orang-orang yang berada dalam kesesakan dan telah dilepaskan oleh Allah. Beberapa darinya merupakan pengembara dan sangat membutuhkan pertolongan (ay.4-5); yang lainnya telah memberontak terhadap perintah Allah (ay.10-11); beberapa yang lain telah kehilangan akal hingga mereka berseru kepada Allah (ay.26-27). Semua diselamatkan Tuhan. “Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia” (ay.8,15,21,31).

Ketika kita mengingat kebesaran kasih Allah, anugerah-Nya dalam mengutus Yesus Kristus untuk mati demi kita dan bangkit kembali, dan keadaan kita yang mengenaskan sebelum kita dilepaskan oleh-Nya, kita tidak mungkin tidak memuji Dia dan rindu memberitahukan kepada sesama bagaimana Dia telah mengubah hidup kita. —DCM

Ya Allah, hatiku dipenuhi dengan pujian atas apa yang telah
Engkau lakukan bagiku. Engkau telah mengubah fokus dan
tujuan hidupku karena Engkau telah mengutus Anak-Mu.
Terima kasih, Tuhan.

Rasa syukur kepada Allah atas keselamatan mendorong kita rela bersaksi kepada sesama.

Friday, May 2, 2014

Pohon Peristirahatan

Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. —Roma 11:5

Pohon Peristirahatan
Awalnya saya tidak mengerti mengapa ada sebatang pohon tumbuh sendirian di ladang yang ada di seberang kantor saya. Berhektar-hektar pohon di sekitarnya telah ditebang agar para petani dapat menanam jagung di ladang itu. Namun sebatang pohon disisakan dan tidak ditebang, dengan ranting-ranting yang menjulang ke atas dan terbentang ke sana-kemari. Pertanyaan saya akhirnya terjawab saat saya tahu bahwa pohon itu tidak ditebang demi satu tujuan. Pada zaman dahulu, para petani biasanya menyisakan sebatang pohon untuk tetap berdiri agar mereka dan ternaknya memiliki suatu tempat teduh untuk beristirahat ketika terik sinar matahari di musim panas membakar kulit mereka.

Ada saatnya ketika kita menyadari bahwa kita sendiri pun telah diselamatkan dari sesuatu, dan kita tidak tahu alasannya. Para prajurit yang kembali dari pertempuran dan para pasien yang telah sembuh dari penyakit mematikan yang mengancam nyawa mereka sering bergumul untuk mengetahui mengapa mereka selamat dan yang lain tidak.

Perjanjian Lama berbicara tentang sekumpulan sisa bangsa Israel yang diluputkan Allah dari pembuangan. Mereka memelihara hukum Allah dan kemudian membangun kembali Bait Allah (Ezr. 9:9). Rasul Paulus menyebut dirinya sendiri sebagai bagian dari bangsa Israel yang tersisa ini (Rm. 11:1,5). Ia diluputkan untuk dipilih menjadi utusan Allah bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi (ay.13).

Jika kita tetap tegak berdiri sementara yang lain tumbang, itu adalah agar kita menaikkan pujian kepada Allah dan membuka lebar tangan kita menjadi naungan bagi mereka yang letih. Tuhan akan memampukan kita menjadi pohon peristirahatan bagi sesama kita. —JAL

Terima kasih, Bapa, karena Engkaulah tempat peristirahatanku.
Bersyukur untuk segala pengalaman yang telah Engkau perkenankan
terjadi dalam hidupku, dan kiranya dapat Engkau pakai untuk
menguatkan sesama. Kiranya Engkau dimuliakan melalui diriku.

Harapan dapat dikobarkan oleh sepercik dorongan semangat.

Thursday, May 1, 2014

Jika Tuan Mau

Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku. —Matius 8:2

“Jika Tuan Mau”
Molly ingin meminta bantuan ayahnya, tetapi ia takut untuk memintanya. Ia tahu bahwa ayahnya tidak mau diganggu apabila sedang bekerja dengan komputernya. Ayah mungkin akan marah padaku, pikir Molly, sehingga akhirnya ia tidak jadi meminta bantuan ayahnya.

Ketika kita datang kepada Yesus, kita tak perlu merasa ketakutan seperti yang Molly rasakan terhadap ayahnya. Dalam Matius 8:1-4, kita membaca tentang seorang penderita kusta yang tidak segan-segan menyela Yesus untuk mengungkapkan kebutuhannya. Penyakit kusta telah membuatnya putus asa. Ia telah dikucilkan dari masyarakat dan perasaannya begitu berkecamuk. Yesus sibuk dengan “orang banyak”, tetapi si penderita kusta berhasil melewati kerumunan orang itu hingga dapat berbicara dengan Yesus.

Injil Matius mencatat bahwa orang yang sakit kusta itu datang dan “sujud menyembah Dia” (ay.2). Ia mendatangi Yesus dalam sikap menyembah, dengan kepercayaan akan kuasa-Nya, dan dengan rendah hati, mengakui bahwa keputusan untuk menolong dirinya berada di tangan Yesus. Ia berkata, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku” (ay.2). Dalam belas kasihan-Nya, Yesus menjamahnya (menurut standar hukum Yahudi, penyakit kusta membuatnya “tidak boleh tersentuh”), dan ia menjadi tahir seketika itu juga.

Seperti si penderita kusta, kita tidak perlu segan mendatangi Yesus dengan kerinduan untuk memperoleh pertolongan-Nya. Ketika kita datang kepada-Nya dalam kerendahan hati dan sikap menyembah, kita dapat mempercayai bahwa Dia akan memberikan pilihan-pilihan yang terbaik untuk kita. —AMC

Tuhan, alangkah indahnya teladan si penderita kusta ini.
Berilah aku hati yang menyembah, yang yakin akan kuasa-Mu, dan
mempercayai bahwa saat kubawa pergumulanku kepada-Mu, Engkau
akan melakukan yang terbaik. Aku mau berserah pada kehendak-Mu.

Marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat. —Ibrani 4:16
 

Total Pageviews

Translate