Pages - Menu

Thursday, December 31, 2020

Kembang Api Kehidupan

 

Dialah damai sejahtera kita. —Efesus 2:14

Kembang Api Kehidupan

Di malam Tahun Baru, ketika pertunjukan kembang api berkekuatan tinggi diselenggarakan di berbagai kota besar dan kecil di seluruh dunia, suara ledakannya sengaja dibuat sangat nyaring. Menurut pembuatnya, kembang api yang memancarkan cahaya gemerlap itu pada dasarnya memang dimaksudkan untuk “membelah atmosfer”. Ledakan-ledakan susulannya akan menghasilkan bunyi paling keras, apalagi jika diledakkan tidak jauh dari tanah.

Masalah juga dapat meledak dan mengacaukan hati, pikiran, serta keluarga kita. “Kembang api” kehidupan seperti pergumulan keluarga, keretakan hubungan, tantangan dalam pekerjaan, kesulitan keuangan, bahkan perpecahan dalam gereja dapat terasa bagai ledakan yang mengguncang suasana batin kita.

Namun, kita mengenal satu Pribadi yang mengangkat kita keluar dari kemelut tersebut. Kristus sajalah “damai sejahtera kita,” tulis Paulus dalam Efesus 2:14. Ketika kita berada di hadirat-Nya, damai sejahtera-Nya sanggup mengatasi kekacauan dan meredakan setiap kekhawatiran, kepedihan, serta perpecahan.

Itulah jaminan yang pasti bagi siapa saja, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi. Mereka pernah hidup “tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia” (ay.12). Sekarang mereka terancam oleh penganiayaan dan perpecahan di antara mereka sendiri. Namun, dalam Kristus, mereka telah didekatkan kepada Allah, dan oleh karenanya masing-masing pihak juga didekatkan oleh darah-Nya. “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan” (ay.14).

Saat kita memulai tahun baru, dengan masa depan yang mungkin diwarnai ancaman kekacauan dan perpecahan, marilah kita mengalihkan perhatian kita dari bisingnya persoalan hidup kepada Sang Damai yang selalu hadir bagi kita. Dia sanggup meredakan kemelut hidup dan memulihkan kita. —Patricia Raybon

WAWASAN
Proses membawa orang ke dalam keluarga Allah adalah karya ketiga Pribadi Tritunggal—Bapa, Anak dan Roh Kudus. Kitab Efesus dimulai dengan pujian tertinggi kepada Allah, “yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga” (1:3) dan telah memeteraikan orang-orang yang percaya kepada Yesus dengan Roh Kudus (ay.13-14). Karya Yesus dijelaskan dalam pasal 2. Ironisnya, kematian-Nya yang keji di atas kayu salib menjadi jalan pendamaian bagi orang Yahudi dan bukan Yahudi, serta cara bagi seluruh umat manusia yang berdosa untuk dapat diperdamaikan dengan Allah: “Sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (2:13). Perhatikan juga bahwa misi Sang Anak termasuk membawa kita kepada Bapa melalui karya Roh Kudus: “karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa” (ay.18). —Arthur Jackson

“Kembang api” apa saja yang mengoyakkan ketenangan hidupmu? Ketika kamu menyerahkan pergumulan tersebut kepada Allah dalam doa, damai sejahtera seperti apa yang kamu rasakan?

Ya Allah sumber penghiburanku, ketika kembang api kehidupan mengguncang hidupku dan menggoyahkanku, dekatkanlah aku kepada-Mu agar kualami damai sejahtera-Mu.

Wednesday, December 30, 2020

Keberhasilan Sejati

 

Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya. —Keluaran 34:6

Keberhasilan Sejati

Seorang tokoh yang sedang saya wawancarai telah menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan santun. Meski demikian, saya merasa ada sesuatu yang tidak ia ungkapkan. Komentar sepintas yang saya lontarkan berhasil memancingnya bicara.

“Kamu telah menginspirasi ribuan orang,” kata saya.

“Oh, bukan ribuan,” gumamnya. “Jutaan.”

Sang tamu lalu mengingatkan saya pada segala pencapaiannya—gelar-gelar yang dimilikinya, prestasi-prestasinya, majalah-majalah yang memuat kisah tentang dirinya. Suasana menjadi tidak mengenakkan.

Mengingat pengalaman tersebut, saya dibuat kagum oleh cara Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa di Gunung Sinai (Kel. 34:5-7). Dia Pencipta alam semesta dan Hakim atas umat manusia, tetapi Allah tidak menyebutkan gelar-gelar-Nya itu. Dialah yang membuat 100 milyar galaksi, tetapi Dia tidak memamerkan kehebatan-Nya itu. Sebaliknya, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (ay.6). Ketika Dia menyatakan diri-Nya, yang Dia tunjukkan bukan gelar atau pencapaian melainkan karakter-Nya.

Ini sangat penting karena manusia diciptakan segambar dengan Allah dan dipanggil untuk meneladani-Nya (Kej. 1:27; Ef. 5:1-2). Meraih prestasi tentu baik, demikian juga dengan memiliki sederet gelar, tetapi yang terpenting, sudahkah kita menyayangi sesama, penuh kasih, dan berlaku setia?

Seperti tamu saya tadi, kita pun bisa menganggap segala pencapaian kita sebagai yang terpenting. Saya juga pernah melakukannya. Namun, Allah kita telah memberikan teladan apa itu kesuksesan yang sesungguhnya. Pertanyaannya bukanlah apa yang tertulis pada kartu nama dan riwayat hidup kita, melainkan sudahkah diri kita semakin menyerupai Dia? —Sheridan Voysey

WAWASAN
Musa tinggal di atas gunung selama empat puluh hari dan empat puluh malam, bersekutu dengan Allah dan menerima hukum dari-Nya—hukum yang akan mengatur ikatan perjanjian antara Allah dan umat Israel (Keluaran 24:18; 31:18). Namun, di perkemahan di bawah gunung, bangsa Israel sedang menyembah anak lembu emas dan dengan itu memutuskan ikatan perjanjian tersebut. Pemutusan itu dilambangkan dengan tindakan Musa memecahkan dua loh batu yang berisi hukum Allah (32:19). Musa menengahi dengan memohon pengampunan Allah bagi umat itu atas dosa mereka dan agar Allah tidak meninggalkan mereka (ay.31-32; 33:12-17). Meski Allah mengampuni umat Israel, Allah juga memberikan penghukuman-Nya (32:31-35). Dalam pasal 34, hukum Allah diteguhkan kembali dan perjanjian itu diperbarui (ay.1). Allah juga menyingkapkan sifat-sifat diri-Nya kepada umat: Dia penyayang, pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih, setia, penuh pengampunan, dan adil (ay.6-7). —K.T. Sim

Seberapa besar godaan untuk menganggap pencapaianmu sebagai yang terpenting? Aspek mana dari karakter Allah yang masih perlu bertumbuh dalam dirimu hari ini?

Roh Allah yang hidup, jadikanku semakin penyayang, pengasih, panjang sabar, dan penuh dengan kasih setia!

Tuesday, December 29, 2020

Kenyataan yang Tidak Tampak

 

Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi . . . melawan roh-roh jahat di udara. —Efesus 6:12

Kenyataan yang Tidak Tampak

Pada tahun 1876, para pekerja tambang yang sedang mencari batubara di wilayah tengah Indiana, Amerika Serikat, mengira bahwa mereka telah menemukan pintu gerbang neraka. Sejarawan John Barlow Martin melaporkan bahwa pada kedalaman 180 meter, mengepul “asap berbau diiringi suara gemuruh yang menakutkan.” Karena takut kalau-kalau mereka tanpa sengaja telah merusak “atap gua tempat tinggal Iblis” para pekerja tambang itu pun menutup mulut sumur dan segera berlarian pulang.

Tentu saja, para pekerja tambang itu keliru—dan beberapa tahun kemudian, tempat itu kembali digali dan ditemukanlah gas alam yang melimpah. Walaupun mereka keliru, saya merasa sedikit iri pada mereka. Para pekerja tambang itu hidup dengan suatu kesadaran akan adanya dunia roh, sesuatu yang seringkali terlewatkan dalam hidup saya. Dengan mudah, saya menjalani hidup seolah-olah dunia roh dan dunia fana ini tidak saling bersinggungan dan lupa bahwa “perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi . . . melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:12).

Ketika melihat kejahatan merebak di mana-mana, kita tidak boleh menyerah atau mencoba melawannya dengan kekuatan kita sendiri. Sebaliknya, kita harus melawan kejahatan dengan memakai “seluruh perlengkapan senjata Allah” (ay.13-18). Mempelajari firman Tuhan, bertemu secara teratur dengan saudara seiman supaya dapat saling menguatkan, dan mengambil keputusan dengan mendahulukan kepentingan orang lain dapat menolong kita untuk “bertahan melawan tipu muslihat Iblis” (ay.11). Dengan kekuatan Roh Kudus, kita dapat tetap berdiri menghadapi segala sesuatu (ay.13). —Amy Peterson

WAWASAN
Pada zaman Paulus hidup, tentara Romawi biasanya membawa perisai besar dari kayu yang dilapisi kulit ketika berperang. Kulit perisai itu dibasahi agar dapat mematikan api dari ujung panah yang dilepaskan oleh pihak musuh. Dalam perang, para tentara di barisan pertama akan memegang perisai mereka di depan, sedangkan barisan-barisan di belakangnya akan memegang perisai mereka di atas kepala mereka, sehingga dengan demikian, unit itu akan berhasil terlindungi dari ancaman yang datang hampir dari semua arah. Cara itu disebut formasi testudo (atau kura-kura) karena menyerupai bentuk tempurung kura-kura. Dalam Efesus 6:10-20, Paulus secara halus memutarbalikkan gambaran militer itu untuk menggambarkan perlawanan orang percaya terhadap kuasa si jahat. Paulus mengandalkan perumpamaan dari Yesaya 59:17, yang menyatakan keadilan Allah yang memulihkan umat-Nya dari pembuangan. Metafora tersebut mengungkapkan bahwa satu-satunya cara bagi orang percaya untuk teguh bertahan melawan si jahat adalah dengan bergantung terus-menerus “di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya (Efesus 6:10). —Monica La Rose

Bagaimana kamu dapat memupuk kesadaran akan adanya dunia roh? Apakah Allah memanggilmu untuk menggunakan sebagian “senjata” yang digambarkan oleh Paulus? Menurutmu, seperti apa peperangan rohani yang terjadi di masa sekarang?

Ya Allah, tolonglah aku agar selalu ingat untuk hidup dan melayani dengan iman dan kuasa-Mu.

Monday, December 28, 2020

Membangun Kembali Reruntuhan

 

Dan kota ini akan menjadi pokok kegirangan: ternama, terpuji dan terhormat bagi-Ku. —Yeremia 33:9

Membangun Kembali Reruntuhan

Pada usia tujuh belas tahun, Dowayne harus meninggalkan rumah keluarganya di Manenberg, Cape Town, Afrika Selatan, karena kebiasaannya mencuri dan kecanduannya pada heroin. Ia tidak pergi jauh, hanya ke halaman belakang rumah ibunya. Di sana ia mendirikan pondok dari seng bekas, yang kemudian dikenal dengan julukan Casino, sebagai tempatnya menggunakan narkoba. Namun, pada usia sembilan belas tahun, Dowayne bertobat dan percaya kepada Yesus. Perjuangannya melepaskan diri dari narkoba begitu panjang dan melelahkan, tetapi akhirnya ia berhasil bebas berkat pertolongan Allah dan dukungan teman-temannya sesama orang percaya. Sepuluh tahun setelah Dowayne mendirikan Casino, ia bersama teman-temannya mengubah pondok itu menjadi sebuah gereja rumah. Tempat yang dahulu gelap dan menakutkan sekarang menjadi tempat untuk beribadah dan berdoa.

Para pemimpin gereja itu melihat Yeremia 33 sebagai rujukan bagaimana Allah sanggup membawa kesembuhan dan pemulihan bagi manusia dan tempat, seperti yang dilakukan-Nya kepada Dowayne dan tempat yang bernama Casino. Kepada umat Allah yang masih di pengasingan, Nabi Yeremia mengatakan bahwa meskipun kota mereka tidak akan diselamatkan, Allah akan memulihkan umat-Nya dan kembali “membangun mereka,” dengan menyucikan mereka dari segala dosa (Yer. 33:7-8). Sebagai hasilnya, kota mereka pun akan membawa kegirangan, kebanggaan, dan kehormatan bagi-Nya (ay.9).

Ketika kita tergoda untuk menyerah terhadap dosa yang menyebabkan kita hancur dan menderita, teruslah memohon kepada Allah agar Dia membawa pemulihan dan pengharapan, seperti yang telah dilakukan-Nya di halaman belakang sebuah rumah di Manenberg. —Amy Boucher Pye

WAWASAN
Sang nabi mengucapkan kata-kata dalam Yeremia 33:6-11 ketika Yerusalem sedang dikepung oleh tentara Nebukadnezar, sementara ia sendiri menjadi tahanan raja Zedekia pada waktu itu. Karena tidak menyukai pesan-pesan Yeremia yang terus-menerus menghakimi Yehuda, raja Zedekia menahan Yeremia (lihat 32:2-5). Bayangkan menjadi tahanan di dalam kota yang kelaparan dan dikepung oleh tentara musuh. Demikian keadaan diri Yeremia. Meski demikian, Allah terus berbicara melalui nabinya. Pasal 33 dimulai dengan, “Datanglah firman TUHAN untuk kedua kalinya kepada Yeremia, ketika ia masih terkurung di pelataran penjagaan itu” (ay.1). Pesannya masih suram. Segala usaha kota itu untuk menyelamatkan diri pasti gagal, tetapi ayat 6 menandakan tibanya perubahan. Allah kelak akan membawa pembebasan. - Tim Gustafson

Pernahkah kamu mengalami pemulihan dari Allah dalam hidupmu dan orang lain? Kesembuhan apa yang kamu butuhkan dari-Nya hari ini?

Ya Allah, terima kasih karena Engkau telah menumbuhkan tunas baru dalam kehidupan yang kelihatannya sudah mati. Teruslah bekerja dalam diriku, agar aku dapat membagikan kasih-Mu yang menyelamatkan kepada sesamaku.

Sunday, December 27, 2020

Nyanyian di Malam Hari

 

Tuhan adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. —Mazmur 103:8

Nyanyian di Malam Hari

Matahari sudah lama terbenam ketika listrik di rumah saya tiba-tiba mati. Hari itu saya sedang bersama kedua anak kami yang masih kecil, dan ini pertama kalinya mereka mengalami pemadaman listrik. Setelah memastikan bahwa memang sedang ada pemadaman listrik, saya mengambil beberapa batang lilin, dan mengajak anak-anak duduk di dapur dengan hanya diterangi cahaya lilin yang berkedip-kedip. Mereka terlihat cemas dan gelisah, maka kami pun mulai bernyanyi. Tak lama kemudian, wajah-wajah khawatir mereka berganti menjadi senyuman. Terkadang, di saat-saat tergelap dalam hidup ini, yang kita butuhkan adalah nyanyian.

Mazmur 103 adalah salah satu mazmur yang kemungkinan besar didoakan atau dinyanyikan setelah umat Allah kembali dari pengasingan ke kampung halaman mereka yang porak poranda. Di masa-masa krisis, mereka merasa perlu bernyanyi. Namun, bukan sembarang nyanyian, melainkan nyanyian pujian tentang Allah dan perbuatan-Nya. Mazmur 103 juga menolong kita mengingat bahwa Dia itu “penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (ay.8). Jika kita bertanya-tanya apakah kita masih akan dihakimi karena dosa-dosa kita, mazmur ini menyatakan bahwa Allah tidak lagi marah, melainkan sudah mengampuni dan berbelas kasihan kepada kita. Semua ini sangat baik untuk dinyanyikan di tengah pengalaman hidup yang kelam.

Mungkin itulah yang sedang kamu alami—berada di tempat yang gelap dan sulit, dengan bertanya-tanya apakah Allah benar-benar baik dan mengasihimu. Jika demikian, berdoa dan bernyanyilah kepada Dia yang berlimpah dengan kasih setia! —Glenn Packiam

WAWASAN
Dalam Mazmur 103, Daud memuji Allah dan menyuruh pembacanya untuk tidak melupakan “segala kebaikan-Nya” (ay.2), yang jasmani maupun rohani, termasuk pengampunan dosa dan kesembuhan dari penyakit (ay.3). Daud memakai sejumlah gambaran untuk menerangkan kebaikan-kebaikan tersebut. Salah satu gambaran dari kebaikan jasmani tampak dalam ungkapan “sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali” (ay.5), yang sangat tepat karena burung rajawali adalah lambang vitalitas dan kekuatan. Sejumlah penafsir menyebut ungkapan itu mungkin mengacu kepada tindakan meranggas, yaitu ketika bulu burung luruh dan tumbuh yang baru, sehingga dapat dikatakan bahwa masa mudanya menjadi baru. Contoh kebaikan rohani dijelaskan melalui gambaran debu dan rumput (ay.14-16). Daud menyamakan kehidupan manusia yang sementara dengan bunga yang berbunga sesaat lalu diterbangkan angin, dan dikontraskan dengan “kasih setia TUHAN” yang kekal selamanya (ay.17). —Julie Schwab

Bagaimana karya penyelamatan Allah dalam Yesus memberikanmu gambaran yang lebih baik tentang diri-Nya? Apa yang dilihat-Nya pada dirimu?

Tuhan Yesus, tolonglah aku melihat kasih Allah yang disingkapkan lewat kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Mu. Tegakkan kembali kepalaku agar aku bisa bernyanyi tentang kebaikan dan kesetiaan-Mu.

Saturday, December 26, 2020

Siapa yang Masih Membutuhkan Saya?

 

Setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. —1 Raja-raja 19:15

Siapa yang Masih Membutuhkan Saya?

Dalam suatu penerbangan dinihari ke Washington, DC, penulis rubrik opini Arthur Brooks tidak sengaja mendengar seorang wanita lanjut usia berbisik kepada suaminya, “Siapa bilang tidak ada yang membutuhkanmu lagi?” Suaminya bergumam bahwa ia berharap untuk mati saja, dan istrinya membalas, “Sudahlah, jangan bicara seperti itu.” Setelah mendarat, Brooks menoleh dan langsung mengenali pria tua itu. Ia seorang pahlawan terkenal di dunia. Para penumpang lain menyalaminya, dan pilot pesawat itu mengucapkan terima kasih untuk keberaniannya di masa lalu. Bagaimana mungkin lelaki perkasa itu kini tenggelam dalam keputusasaan?

Nabi Elia dengan berani mengalahkan empat ratus lima puluh nabi Baal sendirian—atau begitulah sangkanya (1 Raj. 18). Padahal sebenarnya ia tidak benar-benar melakukannya sendirian; Allah menyertainya di sana! Namun kemudian, karena merasa kesepian, ia meminta Allah mencabut saja nyawanya.

Allah menguatkan semangat Elia dengan membawanya ke hadapan-Nya dan memberinya orang-orang baru untuk dilayani. Elia harus pergi dan “mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram”, Yehu menjadi “raja atas Israel”, dan Elisa “menjadi nabi menggantikan engkau” (19:15-16). Setelah diberikan tujuan baru ini, Elia kembali bersemangat untuk menemukan dan membimbing penerusnya.

Mungkin kamu pernah meraih prestasi besar di masa lalu, dan saat ini kamu merasa hidupmu telah mencapai puncak, atau bahkan tidak pernah sampai ke puncak sama sekali. Tidak masalah. Lihatlah sekelilingmu. Pertempuran yang kamu hadapi sekarang mungkin tak lagi sehebat dahulu, tantangannya tidak seberapa, tetapi masih ada orang-orang yang membutuhkanmu. Layanilah mereka dengan sungguh-sungguh demi nama Yesus, dan itu sangat berarti. Merekalah tujuan dan alasanmu masih ada hingga hari ini. —Mike Wittmer

WAWASAN
Ketika Allah memberitahukan Elia bahwa Dia telah meninggalkan tujuh ribu orang di Israel yang tetap setia kepada-Nya (1 Raja-Raja 19:18), Dia memperbaiki kesalahpahaman Elia bahwa ia satu-satunya orang yang masih benar-benar menyembah Allah (18:22; 19:10,14). Beberapa ahli memandang tujuh ribu sebagai lambang kepenuhan. Meskipun ada perlawanan dari raja Israel yang jahat, Ahab, dan istrinya Izebel, Allah masih memelihara sejumlah orang sebagai “sisa” umat-Nya. Gagasan tentang sekelompok umat “sisa” yang dipelihara Allah terlihat dengan keluarga Nuh (Kejadian 6—9), dengan mereka yang terluput dari pengepungan (2 Raja-Raja 19:4,30-31), dan di antara orang-orang Israel yang dibuang (Yesaya 10:20-22; 11:16; 46:3). Bagi Rasul Paulus, orang-orang Yahudi yang percaya kepada Yesus sekarang menjadi suatu umat “sisa” yang setia sebagai kegenapan dari pernyataan di 1 Raja-Raja 19:18 (Roma 11:2-5). —Con Campbell

Siapa yang dapat kamu layani bagi Kristus hari ini? Mengapa penting bagimu untuk membagikan kasih Allah kepada orang lain?

Allah Roh Kudus, bukalah mataku untuk melihat siapa saja yang dapat kulayani demi nama Yesus.

Friday, December 25, 2020

Kesukaan bagi Dunia

 

Begitu besar kasih Allah akan dunia ini. —Yohanes 3:16

Kesukaan bagi Dunia

Setiap Natal kami menghias rumah dengan diorama kelahiran Yesus (yang menggambarkan peristiwa dan tokoh di sekitar palungan) dari berbagai belahan dunia. Kami memiliki diorama Natal berbentuk piramida dari Jerman, pajangan yang dipahat dari kayu pohon zaitun Betlehem, dan diorama khas Meksiko yang berwarna cerah. Yang paling kami sukai adalah sebuah pajangan lucu dari Afrika. Tidak seperti diorama tradisional yang menggunakan domba dan unta, dalam hiasan ini terdapat seekor kuda nil yang ikut melihat bayi Yesus.

Merenungi satu per satu diorama kelahiran Yesus dari berbagai budaya yang unik itu menyegarkan hati sekaligus mengingatkan saya bahwa Yesus tidak lahir hanya untuk satu bangsa atau budaya. Kelahiran-Nya adalah kabar baik untuk seluruh dunia dan menjadi alasan bagi orang-orang dari segala bangsa dan etnis untuk bersukacita.

Bayi kecil yang digambarkan dalam setiap diorama itu mengungkapkan isi hati Allah yang sesungguhnya untuk seluruh dunia. Inilah yang ditulis Yohanes dalam perbincangan Kristus dengan seorang Farisi yang ingin tahu bernama Nikodemus, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).

Yesus Kristus yang dikaruniakan Allah adalah kabar baik bagi setiap orang. Dari mana pun kamu berasal, kelahiran Yesus adalah hadiah kasih dan pendamaian dari Allah untukmu. Semua orang yang memperoleh hidup baru di dalam Kristus, “dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” kelak akan merayakan kemuliaan Allah selama-lamanya (Why. 5:9). —Lisa M. Samra

WAWASAN
Nikodemus pertama kali disebut di Yohanes 3:1. Ia seorang Farisi dan anggota Sanhedrin (Mahkamah Agama), otoritas tertinggi sipil dan hukum Yahudi. Sanhedrin dipimpin oleh seorang imam kepala dan terdiri dari tujuh puluh anggota: “imam kepala, tua-tua dan ahli Taurat (Markus 14:53). Nikodemus disebut kembali dalam Yohanes 7:45-52 dan akhirnya dalam Yohanes 19:38-42. Yusuf dari Arimatea, seorang kaya sekaligus anggota mahkamah yang terkemuka, meminta kepada Pilatus agar mayat Yesus diturunkan dari kayu salib. Nikodemus dan Yusuf “mengapaninya dengan kain lenan . . ., lalu membaringkannya di dalam kubur yang baru” milik Yusuf (Matius 27:57-60; Markus 15:43; Lukas 23:50-53). —K.T. Sim

Cara unik apa saja yang kamu gunakan untuk merayakan kelahiran Yesus? Bagaimana pengingat tentang kasih Allah untuk seluruh dunia ini membawa sukacita bagimu di hari Natal ini?

Bapa, terima kasih karena Engkau menganugerahkan hadiah keselamatan bagiku, yaitu Anak-Mu sendiri.

Thursday, December 24, 2020

Saat Damai Hadir

 

Damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya. —Lukas 2:14

Saat Damai Hadir

Pada suatu malam Natal yang dingin di Belgia di tahun 1914, terdengar suara nyanyian berkumandang dari parit-parit tempat para prajurit berlindung. Alunan lagu Natal “Malam Kudus” terdengar dalam bahasa Jerman dan disusul kemudian dalam bahasa Inggris. Para prajurit yang hari itu sempat saling bertempur sekarang menanggalkan senjata mereka dan keluar dari parit untuk berjabat tangan di wilayah netral. Mereka saling mengucapkan selamat Natal dan spontan berbagi jatah makanan mereka sebagai hadiah. Gencatan senjata berlanjut hingga keesokan harinya, ketika para prajurit mengobrol dan bersenda gurau, bahkan mengadakan pertandingan sepak bola di antara mereka.

Genjatan Senjata pada Natal tahun 1914 di Front Barat dari Perang Dunia I memberikan gambaran sekilas dari damai sejahtera yang dikumandangkan para malaikat pada Natal pertama silam. Seorang malaikat meyakinkan gembala-gembala yang ketakutan dengan kata-kata penghiburan berikut: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk. 2:10-11). Kemudian muncul sejumlah besar malaikat “yang memuji Allah, katanya: ‘Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya’” (ay.13-14).

Yesus adalah “Raja Damai” yang menyelamatkan kita dari dosa kita (Yes. 9:5). Melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, Dia menawarkan pengampunan dan pendamaian dengan Allah kepada semua yang percaya kepada-Nya. —James Banks

WAWASAN
Dalam Lukas 2, kita mempelajari bahwa para gembala adalah orang-orang pertama yang mendengar pengumuman tentang kelahiran Yesus (ay.8-20). Gembala dianggap golongan kelas rendah, terutama mereka yang bertugas menjaga ternak di padang di waktu malam (ay.8), dan mereka sering dianggap najis. Para ahli berpendapat bahwa para gembala adalah orang-orang pertama yang melihat Yesus karena alasan berikut: Pertama, para gembala di padang mencerminkan mereka yang menjalani kehidupan biasa. Kedua, Yesus datang untuk menyelamatkan setiap orang, termasuk mereka yang rendah dan dikucilkan. Akhirnya, hal itu mengingatkan kita bahwa Yesus adalah Gembala Agung, Mesias yang datang untuk menyelamatkan yang hilang. —Julie Schwab

Bagaimana kamu mengalami damai sejahtera yang diberikan oleh Yesus Kristus? Bagaimana cara kamu membagikan damai sejahtera-Nya dengan orang lain hari ini?

Ya Raja Damai, berkuasalah dalam hatiku hari ini. Aku memuji-Mu untuk damai sejahtera-Mu yang sempurna dan yang takkan pernah dapat direnggut oleh dunia ini.

Wednesday, December 23, 2020

Tiada Kemewahan, Hanya Kemuliaan

 

Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. —Mazmur 63:4

Tiada Kemewahan, Hanya Kemuliaan

Hari itu, saat melihat dekorasi Natal kami yang dipenuhi hiasan-hiasan Natal yang dibuat sendiri oleh anak lelaki saya, Xavier, dan aneka ragam pernak-pernik buatan neneknya, ada perasaan tidak puas dalam diri saya. Saya tidak mengerti alasannya, karena sebelumnya saya selalu menghargai kreativitas dan kenangan yang melekat pada setiap hiasan tersebut. Lalu, mengapa ketika melihat dekorasi Natal di toko-toko, saya justru menginginkan pohon Natal dengan hiasan lampu-lampu indah yang serasi, ornamen bola-bola yang berkilauan, dan pita-pita dari kain satin?

Ketika saya berpaling dari dekorasi Natal kami yang sederhana, tanpa sengaja mata saya memperhatikan sebuah ornamen merah berbentuk hati dengan tulisan sederhana tercantum di atasnya—Yesus, Juruselamatku. Bagaimana mungkin saya telah lupa bahwa keluarga saya dan pengharapan yang saya miliki di dalam Kristus adalah alasan saya senang merayakan Natal? Pohon kami yang sederhana memang tidak seindah pohon-pohon di etalase toko, tetapi kasih yang ada di balik setiap hiasan itulah yang membuatnya indah.

Seperti pohon kami yang sederhana, Sang Mesias juga sama sekali jauh dari sosok yang dinantikan dunia (Yes. 53:2). Yesus “dihina dan dihindari orang” (ay.3). Meski demikian, untuk menunjukkan kasih-Nya yang luar biasa, Dia tetap memilih untuk “tertikam oleh karena pemberontakan kita” (ay.5). Dia dihukum supaya kita diselamatkan (ay.5). Tidak ada yang lebih indah daripada itu.

Dengan hati yang kembali bersyukur untuk dekorasi Natal kami yang tidak sempurna dan Juruselamat yang sempurna, saya berhenti merindukan kemewahan dan mulai memuji Allah untuk kasih-Nya yang mulia. Hiasan yang berkilau tidak akan pernah bisa menandingi indahnya karunia pengorbanan-Nya—Yesus Kristus. —Xochitl Dixon

WAWASAN
Kitab Yesaya adalah suatu penglihatan yang diberikan Allah dan dicatat oleh nabi Yesaya (1:1), yang namanya berarti “Yahweh adalah keselamatan.” Yesaya melayani di Yehuda selama pemerintahan Uzia, Yotam, Ahas dan Hizkia (1:1) dari sekitar tahun 740 sampai 680 SM. Agaknya ia tinggal di Yerusalem (7:1-3), anak Amos (1:1), menikah dengan seorang nabiah (8:3 TL), dan mempunyai dua anak yang diberi nama simbolis (7:3; 8:3). Tema pusat kitab Yesaya adalah Allah, yang melakukan segala sesuatu oleh karena Allah sendiri (48:11). Inti pesan Yesaya adalah maksud Allah yang penuh kasih karunia bagi orang-orang berdosa, seperti terlihat dalam bacaan kita hari ini dan di bagian-bagian lain dari Alkitab. —Alyson Kieda

Bagaimana kamu dapat menjadikan pujian kepada Tuhan Yesus sebagai bagian dari perayaan Natal yang kamu lakukan? Apakah arti pengorbanan-Nya di salib bagimu?

Allah yang penuh kasih, tolonglah aku untuk mampu melihat indahnya kasih yang tercermin lewat pengorbanan-Mu yang besar.

Tuesday, December 22, 2020

Menikmati Alkitab

 

Semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah. —2 Timotius 3:16 BIS

Menikmati Alkitab

Islandia adalah negara kecil dengan penduduk yang sangat gemar membaca. Setiap tahun rata-rata buku yang diterbitkan dan dibaca warganya jauh melebihi negara-negara lain. Pada malam sebelum hari Natal, orang Islandia mempunyai tradisi menghadiahkan buku kepada keluarga dan sahabat, lalu dilanjutkan dengan membacanya sampai larut malam. Tradisi ini bermula pada masa Perang Dunia II, ketika impor dibatasi tetapi harga kertas murah. Para penerbit buku di Islandia mulai membanjiri pasar dengan judul-judul baru di penghujung musim gugur. Biasanya katalog buku baru dicetak dan dikirimkan ke setiap rumah di negara itu pada pertengahan November. Tradisi ini kemudian dikenal dengan nama Banjir Buku Natal.

Kita patut bersyukur karena Allah telah mengaruniakan kemampuan kepada begitu banyak orang untuk menulis cerita yang indah dan juga mengajar, mengilhami, atau memotivasi orang melalui kata-kata mereka. Buku yang bagus sangatlah berharga! Buku terlaris sepanjang masa, Alkitab, merupakan kumpulan tulisan banyak orang yang menulis dalam bentuk puisi dan prosa—ada kisah-kisah yang hebat, ada juga yang biasa-biasa saja—tetapi semuanya diilhami oleh Allah. Inilah yang dikatakan Rasul Paulus kepada Timotius, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” dan memperlengkapi setiap anggota umat Allah “untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim. 3:16-17). Membaca Alkitab akan menegur, menguatkan, dan menolong kita hidup bagi Dia—dan menuntun kita kepada kebenaran (2:15).

Ketika kita membaca, jangan lupa untuk menikmati buku terbaik sepanjang masa, yaitu Alkitab. —Alyson Kieda

WAWASAN
Ketika berbicara mengenai “Kitab Suci” dalam 2 Timotius 3:15, yang dimaksud Paulus adalah apa yang sekarang kita kenal sebagai Perjanjian Lama. Namun, ia menyatakan bahwa tulisan-tulisan suci itu “dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.“ Dalam Lukas 24, pada dasarnya Yesus mengatakan hal serupa kepada murid-murid-Nya setelah Dia bangkit: “‘Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.’ Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci” (ay.44-45). Para rasul berkhotbah mengenai Yesus dari Kitab Suci yang sama. “[Paulus] menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan hukum Musa dan kitab para nabi ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus” (Kisah Para Rasul 28:23). —Arthur Jackson

Buku apa yang akhir-akhir ini menolongmu semakin mengenal Allah dan mendekat kepada-Nya? Apa yang kamu nikmati ketika kamu meluangkan waktu merenungkan Kitab Suci?

Ya Allah, terima kasih karena Engkau telah mengilhami para penulis Alkitab dengan kreativitas. Aku sungguh bersyukur kepada-Mu untuk Kitab Suci-Mu.

Monday, December 21, 2020

Siapa Namanya?

 

Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel. —Yesaya 7:14

Siapa Namanya?

Inilah percakapan yang tidak perlu dilakukan Maria dengan Yusuf ketika mereka menantikan kelahiran anak yang dikandungnya: “Yusuf, siapa nama anak kita nanti?” Tidak seperti kebanyakan orang yang menantikan kelahiran anak, Maria dan Yusuf tidak perlu memikirkan nama untuk anak mereka.

Malaikat yang menemui Maria dan Yusuf mengatakan bahwa mereka harus menamai anak itu Yesus (Mat. 1:20-21; Luk. 1:30-31). Malaikat yang menampakkan diri kepada Yusuf menjelaskan bahwa nama itu menyatakan anak tersebut akan “menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”

Dia juga akan disebut “Imanuel” (Yes. 7:14), yang berarti “Allah menyertai kita,” karena Dialah Allah dalam rupa manusia—Sang Ilahi terbungkus dengan kain lampin. Nabi Yesaya menyebutkan gelar-gelar lain yang disematkan pada Yesus, yaitu “Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (9:5), karena Dia akan menggenapi semua gelar itu.

Menamai bayi yang baru lahir memang menyenangkan. Namun, tidak ada bayi lain dengan nama yang begitu menggembirakan, berkuasa, dan mengguncangkan dunia seperti Dia, “Yesus yang disebut Kristus” (Mat. 1:16). Alangkah sukacitanya kita dapat “berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus” (1 Kor. 1:2)! Tidak ada nama lain yang dapat menyelamatkan kita (Kis. 4:12).

Marilah memuji nama Yesus dan merenungkan arti diri-Nya bagi kita di masa Natal ini! —Dave Branon

WAWASAN
Ketika terancam oleh tentara Israel dan Aram (Yesaya 7:1-7), Raja Ahas dari Yehuda menolak untuk mempercayai Allah dan justru meminta pertolongan Asyur (2 Raja-Raja 16:7-9). Namun, Allah menjanjikan kemenangan kepada Ahas dengan memberikannya bukti yang utama: “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel [Allah menyertai kita]” (Yesaya 7:14). Allah berjanji menyertai umat-Nya seandainya saja mereka mau percaya kepada-Nya. Beberapa ahli percaya bahwa tanda itu pertama kali digenapi pada zaman Ahas dan digenapi sepenuhnya dalam diri Yesus sekitar tujuh ratus tahun kemudian (Matius 1:23). Yesaya 9:5-6 menggambarkan anak itu dengan gelar kerajaan: “Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” Para raja sering memakai gelar-gelar yang menggambarkan peran mereka. Sebagai contoh, kita melihatnya dalam gelar “Pembela Iman” yang diberikan kepada monarki Inggris sebagai kepala Gereja Inggris. Nabi Yesaya menubuatkan bahwa seorang keturunan Daud kelak akan memerintah seluruh dunia “dengan keadilan dan kebenaran” (ay.6). —K.T. Sim

Bagaimana perenungan tentang nama Yesus dapat menguatkanmu? Manakah gelar Yesus dalam Yesaya 9:5 yang paling berarti bagimu di masa Natal saat ini? Mengapa?

Terima kasih, Bapa di surga, karena Engkau telah mengaruniakan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Penasihat Ajaib, Raja Damai, dan Mesias kami. Aku merayakan kelahiran-Nya karena aku tahu kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya telah memungkinkan kami untuk memperoleh hidup yang kekal.

Sunday, December 20, 2020

Diciptakan untuk Kemuliaan-Nya

 

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. —Efesus 2:10

Diciptakan untuk Kemuliaan-Nya

Sesudah menikmati hidangan malam Natal, menantu saya Ana menyajikan dang yuan untuk kami. Sajian wedang ronde warna-warni dari tepung ketan dengan kuah manis yang hangat ini merupakan hidangan penutup yang biasa disantap oleh masyarakat Tionghoa pada perayaan musim dingin yang selalu bertepatan dengan masa Natal. Pete, cucu saya yang berusia tiga tahun, dengan bangga berkata: “Ronde ini aku yang buat! Yang itu juga!” Saya tertawa—walaupun bentuk ronde yang dibuat Pete tidak beraturan, ia tetap menganggap buatannya sebagai hasil karya yang luar biasa.

Pengalaman itu membuat saya merenungkan tentang cara Allah memandang kita. Ketika Allah menjadikan manusia pada puncak proses penciptaan-Nya, Dia “melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kej. 1:31). Walaupun manusia kemudian jatuh dalam dosa, pemazmur berkata bahwa “kejadian [kita] dahsyat dan ajaib” (Mzm. 139:14); kita tetaplah karya cipta Allah yang luar biasa, meskipun telah ternoda oleh dosa. Lebih dari itu, Allah tidak membiarkan kita terus dalam dosa. Dia menebus dan menciptakan kita dalam Kristus Yesus supaya kita melakukan pekerjaan baik untuk kemuliaan-Nya (Ef. 2:10).

Adakalanya saya lupa bahwa saya bukan saja telah diciptakan dengan penuh kasih, melainkan juga diciptakan kembali dengan penuh kasih dalam Kristus. Melupakan kebenaran tersebut membuat saya bergumul dengan perasaan rendah diri dan mengasihani diri sendiri. Bagaimana denganmu? Melihat betapa bangganya cucu saya pada ronde buatannya yang lucu, saya diingatkan bahwa kita perlu dibentuk sesuai cara pandang Allah, yaitu karya cipta luar biasa yang telah ditebus dalam Kristus. Jadi, marilah kita hidup dengan penuh sukacita sebagai buatan tangan Tuhan yang ajaib. —Goh Bee Lee

WAWASAN
Seperti tukang periuk, Allah membentuk manusia dari tanah (Yesaya 64:8) dan “menghembuskan nafas hidup” ke dalam hidungnya (Kejadian 2:7, Ayub 33:4, Pengkhotbah 12:7). Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diberikan “nafas Yang Mahakuasa”, sehingga ia berbeda dari makhluk-makhluk lain yang Allah ciptakan, karena hanya manusia yang diciptakan “menurut gambar Allah” (Kejadian 1:27). Setiap orang adalah individu yang unik, diciptakan dengan “dahsyat dan ajaib” (Mazmur 139:14), dengan kesadaran mental, emosi, dan rohani dari Sang Pencipta, dan dengan kemampuan untuk mempunyai hubungan pribadi dengan Pencipta (Ayub 32:8; 38:36). Ayub mungkin orang pertama yang mengakui bahwa “Tangan [Allah] yang membentuk dan membuat[nya] . . . mengenakan kulit dan daging kepada[nya], serta menjalin[nya] dengan tulang dan urat” (Ayub 10:8,11-12). Dalam Mazmur 8, dengan rendah hati Daud mengakui bahwa manusia diperhatikan Allah secara khusus (ay.5), dan menyatakan dengan indah bahwa Allah telah memahkotai manusia sebagai puncak karya cipta-Nya (ay.6-7). —K.T.Sim

Bagaimana kamu dapat terus meyakini bahwa kamu diciptakan dan dijadikan baru dengan penuh kasih dalam Kristus? Bagaimana kebenaran itu membentuk jalan hidupmu sekarang?

Terima kasih, Bapa, karena Engkau menciptakanku kembali dalam Kristus. Kuatkanlah aku untuk menjadi pribadi yang Kau kehendaki di dalam Dia.

Saturday, December 19, 2020

Siapa yang Kamu Kenakan?

 

Lihat, dengan ini aku telah menjauhkan kesalahanmu dari padamu! Aku akan mengenakan kepadamu pakaian pesta. —Zakharia 3:4

Siapa yang Kamu Kenakan?

Tim nasional bola basket putri Argentina datang ke pertandingan dengan mengenakan seragam yang salah. Kaus basket mereka yang berwarna biru gelap sangat mirip dengan kaus biru tua yang dikenakan tim Kolombia, dan sebagai tim tamu, seharusnya mereka mengenakan kaus berwarna putih. Karena tidak punya waktu untuk mencari kaus pengganti, mereka terpaksa dicoret dari pertandingan itu. Untuk pertandingan mendatang, tim Argentina itu pasti tidak akan lalai memeriksa ulang kaus yang harus mereka kenakan.

Pada zaman Nabi Zakharia, Allah memberinya penglihatan yang menunjukkan bagaimana imam besar Yosua berdiri di hadapan Allah dengan mengenakan pakaian yang kotor. Iblis pun mencemooh dan mendakwanya. Ia tidak pantas melayani! Habis sudah! Namun, ternyata masih ada waktu untuk berubah. Allah menghardik Iblis dan memerintahkan malaikat-Nya untuk mengganti pakaian Yosua yang kotor. Malaikat itu berkata kepada Yosua, “Lihat, dengan ini aku telah menjauhkan kesalahanmu dari padamu! Aku akan mengenakan kepadamu pakaian pesta” (Za. 3:4).

Kita datang ke dunia ini dengan mengenakan noda dosa Adam, yang kemudian kita tutupi dengan dosa kita. Apabila kita tetap mengenakan kekotoran itu, kita pasti akan kalah dalam pertandingan hidup ini. Namun, jika kita membenci dosa kita dan kemudian berpaling kepada Yesus, Dia akan mengenakan diri dan kebenaran-Nya pada seluruh diri kita. Inilah saatnya untuk memeriksa diri kita, Siapa yang sedang kita kenakan?

Bait terakhir kidung berjudul “Batu Karang yang Kukuh” menggambarkan bagaimana kita memperoleh kemenangan kita. “Bila nafiri berbunyi, aku menghadap pada-Mu, mengenakan jubah putih, ya, jubah kebenaran-Mu” (Kidung Puji-Pujian Kristen No. 389). —Mike Wittmer

WAWASAN
Perjanjian Lama mencatat lebih dari tiga puluh orang bernama Zakharia, nama yang berarti “Tuhan mengingat.” Namun, tidak ada yang lebih menonjol daripada pribadi yang menulis kitab Zakharia. Kitab tersebut adalah yang terpanjang dari kedua belas kitab nubuatan dari Hosea sampai Maleakhi, tetapi karena kitabnya lebih pendek dari Yesaya, Yeremia, dan Yehezkiel (Kitab Nabi-Nabi Besar), Zakharia digolongkan ke dalam Nabi-Nabi Kecil. Zakharia adalah seorang nabi pasca-pembuangan; pelayanannya berlangsung setelah pembuangan ke Babel (setelah 538 SM). Informasi di dalam kitab itu membantu kita menentukan masa pelayanannya. Zakharia 1:1 dan 7 menyebutkan Zakharia menerima firman Allah di tahun kedua zaman Darius. Zakharia 7:1 menyebutkan tentang tahun keempat pemerintahan Darius, raja Persia yang memerintah pada 522—486 SM. —Arthur Jackson

Siapa yang kamu kenakan? Apakah kamu mengandalkan kebaikanmu atau kebenaran Yesus? Manakah yang kamu ingin Allah dan orang lain kenali?

Tuhan Yesus, terima kasih Engkau telah membuka jalan untuk pengampunan dosaku dan menyelubungiku dengan kebenaran-Mu.

Friday, December 18, 2020

Pesan Salib

 

Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. —Roma 5:8

Pesan Salib

Pendeta Tim Keller pernah berkata, “Tak seorang pun belajar mengenali dirinya dengan cara diberi tahu. Hal itu harus ditunjukkan.” Ini sejalan dengan ungkapan, “Perbuatan lebih berbicara daripada kata-kata.” Pasangan suami-istri menunjukkan perhatian dengan cara mendengarkan dan mengasihi satu sama lain. Orangtua menunjukkan penghargaan kepada anak-anak dengan cara merawat mereka sepenuh hati. Pelatih menunjukkan kepada para atlet bahwa mereka berbakat dengan cara mengembangkan potensi mereka sebaik-baiknya. Masih banyak contoh lainnya. Sebaliknya, perbuatan menyakiti orang lain bisa menunjukkan pesan kebencian dan perseteruan.

Dari semua perbuatan yang mengandung pesan di alam semesta ini, ada satu yang paling penting. Kalau kita ingin ditunjukkan siapa kita sebenarnya di mata Allah, kita tinggal melihat perbuatan-Nya yang nyata di kayu salib. Dalam Roma 5:8, Paulus menulis, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Salib menunjukkan siapa kita sesungguhnya: orang-orang yang begitu dikasihi Allah sehingga Dia rela mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal bagi kita (Yoh. 3:16).

Di tengah maraknya pesan yang menyesatkan dan perbuatan yang membingungkan dari dunia yang telah berdosa ini, suara hati Allah terdengar jelas. Siapakah kamu? Kamu adalah orang yang begitu dikasihi Allah sehingga Dia rela mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal demi menyelamatkanmu. Renungkanlah harga yang dibayar-Nya bagimu dan kenyataan indah bahwa, bagi Allah, kamu layak untuk ditebus-Nya. —BILL CROWDER

WAWASAN
Dalam Roma 1-3, Paulus memulai suratnya dengan menunjukkan bahwa mereka yang menolak Yesus adalah musuh Allah yang akan dijatuhi murka-Nya (1:18; 2:5; 3:23). Kemudian ia menyatakan kabar baik tentang keselamatan Allah melalui Kristus: “Oleh kasih karunia [kita] telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya” (3:24-25). Dalam Roma 5, Paulus menegaskan kasih Allah yang berlimpah bagi kita. Pertama, kita tahu betapa besar Allah mengasihi kita “karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (5:5). Kedua, ketika kita masih menjadi musuh Allah (ay.6-10), Dia memperlihatkan kasih-Nya yang besar dengan memberikan Anak-Nya yang tunggal “sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” (1 Yohanes 4:10) dan membuat kita “menikmati hubungan . . . yang baik itu dengan Allah” (Roma 5:11 BIS). —K.T. Sim

Bagaimana kamu memandang harga dirimu selama ini? Apa saja pesan menyesatkan yang mungkin perlu kamu singkirkan atau tolak supaya dapat menerima penilaian Allah atas hidupmu?

Ya Bapa, aku tidak akan pernah bisa sepenuhnya memahami mengapa Engkau begitu mengasihiku hingga rela memberikan Anak-Mu untuk pengampunan dosaku. Kasih-Mu tidak terselami dan anugerah-Mu sungguh ajaib. Terima kasih, Engkau telah menjadikanku anak-Mu.

Thursday, December 17, 2020

Sungguh-Sungguh Dipuaskan

 

Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji. —Mazmur 63:6

Sungguh-Sungguh Dipuaskan

Banyak keluarga Filipina merayakan dengan meriah momen-momen penting seperti ulang tahun, pernikahan, pawai jalanan, dan Natal. Dalam perayaan-perayaan tersebut, para anggota keluarga duduk mengelilingi meja makan yang dipenuhi berbagai hidangan lezat yang istimewa. Mereka saling bertukar cerita, bersenda gurau, dan setelah semuanya kenyang, mulai bernyanyi-nyanyi dengan karaoke. Sebagian besar orang Filipina merasakan kepuasan tersendiri dengan makan-makan dan nyanyi-nyanyi!

Dalam Mazmur 63, Daud menulis bahwa jiwanya sungguh-sungguh dipuaskan seperti dengan makanan lezat. Bayangkan hidangan-hidangan mewah yang disajikan kepada seorang raja seperti Daud! Namun, mazmur ini tidak ditulis ketika Daud sedang berada di dalam istananya yang nyaman. Ia justru sedang berada di padang gurun Yehuda, bersembunyi dari kejaran Absalom, anaknya. Daud lapar, haus, dan letih. Ia menghadapi masa depan yang tidak pasti dan terancam kehilangan kekayaan, kekuasaan, dan keluarganya.

Namun, justru dalam situasi seperti itulah Daud menemukan apa yang paling penting baginya. Bukan anggur yang ia rindukan, melainkan Allah (Mzm. 63:2). Kerinduannya pada makanan digantikan dengan kerinduan untuk dikenyangkan oleh Allah. Bagi Daud, kasih setia Allah lebih baik daripada hidup (ay.4).

Apakah saat ini kamu sedang menghadapi masalah atau ancaman terhadap kesehatan, keuangan, atau hubunganmu dengan orang lain? Seperti Daud, kita dapat mempercayai Allah, bagaimanapun keadaan yang kita hadapi. Karena Allah kita lebih baik daripada hidup, kita dapat mengarahkan hati kita kepada-Nya dengan puji-pujian bagi nama-Nya. —YNA S. REYES

WAWASAN
Dari 75 mazmur yang mencantumkan nama Daud sebagai penulisnya, ada 14 mazmur (Mazmur 3, 7, 18, 30, 34, 51, 52, 54, 56, 57, 59, 60, 63, 142) yang memasukkan keterangan singkat tentang peristiwa spesifik dalam sejarah yang melatarbelakangi mazmur tersebut. Keterangan pembuka dari Mazmur 63 menyebutkan bahwa Daud menulis mazmur tersebut “ketika ia ada di padang gurun Yehuda”. Beberapa kali Daud harus melarikan diri ke padang gurun untuk menyelamatkan dirinya: Ketika ia melarikan diri dari Saul yang ingin membunuhnya (1 Samuel 23:14-15; 24:1) dan ketika Absalom anaknya sendiri berusaha merebut kekuasaan (2 Samuel 15:14-15,23,28). Karena Daud menyebut dirinya sebagai “raja” dalam Mazmur 63:12, sejumlah pengajar Alkitab percaya bahwa di sini Daud sedang melarikan diri dari anaknya. Alih-alih membiarkan kesulitan-kesulitannya menguasai dirinya, Daud benyanyi tentang kasih setia Allah (ay.4), merenungkan penyertaan Allah (ay.7), dan bersukacita dalam pembebasan Allah (ay.10-12). —K.T. Sim

Kapan terakhir kali kamu menikmati kehadiran Allah seperti menikmati hidangan lezat? Bagaimana rasanya?

Ya Tuhan, kenyangkanlah hatiku dengan kasih setia-Mu agar aku dapat memegahkan Engkau dengan bibir dan hidupku, bagaimanapun keadaanku.

Wednesday, December 16, 2020

Natal yang Menakjubkan

 

Semua malaikat Allah harus menyembah Dia. —Ibrani 1:6

Natal yang Menakjubkan

Suatu malam, saya sedang berada di London untuk menghadiri sebuah pertemuan. Hujan turun deras dan saya sudah terlambat. Saya berjalan tergesa-gesa, berbelok di tikungan jalan, tetapi mendadak langkah saya terhenti. Tampak lusinan malaikat melayang di atas jalan dengan sayap-sayap lebar berkilauan terbentang di tengah kepadatan lalu lintas. Figur malaikat-malaikat yang terbuat dari ribuan lampu kelap-kelip itu rasanya dekorasi Natal terindah yang pernah saya lihat. Ternyata bukan saya saja yang terkagum-kagum. Ratusan orang berdiri di pinggir jalan juga mendongak dan menatap dengan takjub.

Rasa takjub merupakan tema sentral dalam kisah Natal. Ketika malaikat mendatangi Maria untuk mengabarkan bahwa ia akan mengandung secara ajaib (Luk. 1:26-38), dan menampakkan diri kepada para gembala di padang untuk memberitakan kelahiran Yesus (2:8-20), setiap dari mereka merespons dengan perasaan takut, heran, dan takjub. Ketika melihat keramaian di sekitar saya, saya pun membayangkan seperti apa rasa takjub yang dialami oleh mereka yang dikunjungi pertama kalinya oleh para malaikat saat itu.

Sesaat kemudian, saya menyadari hal lain. Beberapa figur malaikat pada dekorasi itu mengangkat kedua tangan mereka, seperti sedang mendongak untuk melihat sesuatu juga. Seperti bala tentara surga yang memuji Allah karena kelahiran Yesus (ay.13-14), para malaikat juga bisa merasa takjub—sambil menatap-Nya dengan penuh kekaguman.

“[Sang Anak] adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah” (Ibr. 1:3). Yesus yang cemerlang menjadi pusat penyembahan setiap malaikat (ay.6). Apabila sebuah dekorasi Natal bertema malaikat saja dapat membuat para warga kota London yang sibuk itu berhenti sejenak dengan takjub, bayangkan seperti apa kelak ketika kita berhadapan muka dengan Dia! —SHERIDAN VOYSEY

WAWASAN
Di hadapan perlawanan dan godaan untuk kembali ke ajaran Yudaisme, penulis kitab Ibrani menuliskan pesan kepada saudara-saudari sebangsanya yang menderita karena kepercayaan mereka kepada Yesus (10:32-39). Beberapa dari mereka tergoda untuk kembali ke gaya hidup yang berpusat pada ibadat Bait Allah. Penulis tanpa nama itu, yang agaknya dikenal oleh para pembaca suratnya (13:18-25), memperingatkan mereka agar tidak mengikuti kecenderungan diri yang ingin kembali kepada cara lama dengan lebih menaati berbagai ketentuan dan peraturan daripada hidup dalam Roh dan kasih karunia Kristus (2:9; 4:14-16). Penulis kitab yang sangat mengenal Yesus dan peribadahan Yahudi itu berargumen bahwa seluruh bentuk ritus dan pewahyuan yang lebih rendah tingkatannya itu sesungguhnya merujuk kepada sesuatu yang lebih tinggi, yaitu keagungan Sang Anak—dan Firman Allah yang utama (1:1-3)—yang telah mengalami maut bagi semua manusia (2:9,15). —Mart DeHaan

Kapan terakhir kali kamu merasa takjub? Bagaimana kamu dapat merasakan kembali ketakjuban akan Yesus pada Natal kali ini?

Ya Bapa, kami menyembah-Mu. Terima kasih atas pemberian-Mu yang menakjubkan bagi kami, yaitu Anak-Mu sendiri.

Tuesday, December 15, 2020

Komentar yang Lemah Lembut

 

Seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar. —2 Timotius 2:24

Komentar yang Lemah Lembut

Saya pernah berdebat dengan seseorang di Facebook. Salah besar. Entah mengapa bahwa saya merasa berkewajiban “mengoreksi” pemikiran seseorang yang tidak saya kenal mengenai topik panas yang tidak ada habisnya. Yang tersisa hanyalah caci maki, sakit hati (setidaknya bagi saya), dan hilangnya kesempatan menjadi saksi yang baik bagi Tuhan Yesus. Hanya itu yang diperoleh dari “marah-marah” dan caci-maki yang dilontarkan orang setiap hari di dunia maya. Seorang ahli etika menjelaskan bagaimana banyak orang keliru dengan menyimpulkan bahwa “marah-marah” merupakan cara yang umum untuk berdebat.

Rasul Paulus menasihati Timotius dengan peringatan yang sama. “Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang” (2 Tim. 2:23-24).

Nasihat bijak Paulus, yang ditulis untuk Timotius dari penjara Romawi, diberikan untuk mempersiapkan seorang gembala muda dalam mengajarkan kebenaran Allah. Nasihat Paulus tersebut juga tepat untuk keadaan kita sekarang, terutama ketika pembicaraan yang berlangsung menjurus ke masalah iman. Kita perlu “dengan lemah lembut . . . menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran” (ay.25).

Berbicara dengan lemah lembut kepada orang lain bukan hanya menjadi tanggung jawab para hamba Tuhan. Kiranya semua orang yang mengasihi Allah dan rindu bersaksi tentang Dia kepada orang lain dapat menyatakan kebenaran-Nya dengan sikap penuh kasih. Kiranya setiap kata yang kita ucapkan dan tuliskan senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus. —Patricia Raybon

WAWASAN
Dalam suratnya yang kedua kepada gembala muda Timotius, Paulus memakai beberapa kata yang tidak asing dan perlu kita selidiki lebih dalam. Dalam 2 Timotius 2:22, Paulus memberi dorongan kepada Timotius, “jauhilah nafsu orang muda.” Kata yang digunakan Paulus untuk “jauhilah” adalah pheuge, yang berarti “membebaskan diri” atau “melarikan diri.” Paulus sedang memintanya untuk menjauhi bahaya secara fisik. Di tengah pencobaan, hal terbaik yang perlu dilakukan bukanlah memberanikan diri dan bergantung kepada daya kehendak kita sendiri, melainkan melarikan diri. Kata itu juga dipakai Paulus dalam surat pertamanya kepada Timotius (6:11) ketika ia memberitahukan anak muda itu untuk menjauhi cinta akan uang. Kita juga membacanya di Matius 2:13 ketika malaikat Tuhan memerintahkan Yusuf untuk membawa bayi Yesus dan Maria lari ke Mesir. —J.R. Hudberg

Mengapa penting sebagai orang percaya kita menjauhi perdebatan di Internet (dan di konteks lain juga)? Bagaimana Roh Kudus mengubah cara komentar—dan hatimu?

Allah Bapa, ketika aku berbicara kepada orang lain tentang kebenaran-Mu—atau tentang hal-hal lainnya—kiranya hati dan lidahku diwarnai oleh kasih-Mu.

Monday, December 14, 2020

Siapa Diri Kamu

 

Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? —Mazmur 8:5

Siapa Diri Kamu

Namanya Dnyan, dan ia menganggap dirinya mahasiswa dari dunia. “Suatu sekolah yang sangat besar,” katanya tentang berbagai kota dan desa yang pernah dilewatinya. Ia memulai perjalanan bersepedanya pada tahun 2016, dan selama empat tahun ia bertemu serta belajar dari banyak orang. Ketika menghadapi kendala bahasa, ia mendapati bahwa terkadang orang bisa memahami hanya dengan saling berpandangan. Ia juga mengandalkan aplikasi terjemahan di ponsel pintarnya untuk berkomunikasi. Ia tidak mengukur perjalanannya berdasarkan jarak yang sudah dijalaninya atau tujuan wisata mana saja yang pernah dilihatnya. Sebaliknya, ia mengukurnya berdasarkan berapa banyak orang yang telah meninggalkan jejak di dalam hatinya: “Mungkin aku tidak memahami bahasamu, tetapi aku ingin mengenal siapa dirimu.”

Dunia ini sangat besar, tetapi Allah tahu segala sesuatu dan mengenal semua orang di dalamnya. Daud sang pemazmur merasa kagum kepada Allah, ketika ia melihat semua benda buatan jari Allah: langit, bulan, dan bintang-bintang (Mzm. 8:4). Daud bertanya-tanya, “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (ay.5).

Jauh lebih daripada siapa pun, Allah mengenal dan mempedulikanmu. Satu-satunya respons yang patut kita berikan adalah berseru, “Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!” (ay.2,10). —ANNE CETAS

WAWASAN
Di ayat pembuka himne pujian yang indah ini, Daud menyatakan kebesaran Allah melalui kuasa dan kebesaran-Nya yang nyata di surga dan di bumi. Di Mazmur 8:3, ia menyatakan, “Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu.” Beberapa terjemahan Alkitab menyatakannya: “Pemerintahan-Mu teguh tak tergoyahkan” (BIS); “Engkau telah menetapkan kekuatan” (MILT). Di sini Daud merenungkan kuasa dan kemuliaan Allah yang dinyatakan melalui bayi dan anak-anak kecil. Gagasan itu menggemakan tema umum dalam Alkitab tentang bagaimana Allah memakai yang lemah untuk menyatakan kekuatan dan kemegahan-Nya (1 Korintus 1:27). Ayat-ayat selanjutnya dari Mazmur 8 merujuk kepada kisah penciptaan dalam Kejadian 1—2 dan kenyataan bahwa manusia adalah puncak dari karya cipta Allah. Alyson Kieda

Bagaimana perasaanmu mengetahui bahwa Allah mengenal segala sesuatu tentang dirimu dan mengasihimu? Bagaimana kamu menerapkan kebenaran ini dalam hidupmu hari ini?

Ya Allah, sungguh mengagumkan bagaimana Engkau tahu segala sesuatu tentang karya ciptaan-Mu. Aku mengasihi-Mu karena Engkau mengenalku secara pribadi.

Sunday, December 13, 2020

Karunia Berbicara di Hari Natal

 

Seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. —Lukas 1:64

Karunia Berbicara di Hari Natal

Serangan stroke yang dialami Tom pasca operasi telah merenggut kemampuan bicaranya dan ia pun harus menjalani rehabilitasi yang cukup panjang. Berminggu-minggu kemudian, kami terkejut sekaligus senang melihat kemunculannya kembali di gereja dalam kebaktian khusus hari Thanksgiving. Yang lebih mengejutkan lagi, Tom berdiri dan berbicara. Ia berbicara dengan terbata-bata, kata-katanya terbolak-balik, diulang-ulang, bahkan salah menyebutkan hari dan tanggal. Namun, satu hal yang jelas: ia memuji Allah! Adakalanya kita mengalami momen yang membuat kita sedih sekaligus diberkati. Melihat Tom dan mendengar kesaksiannya adalah momen seperti itu.

Dalam kisah “pra-Natal” kita bertemu dengan seorang laki-laki yang juga kehilangan kemampuan bicara. Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Zakharia, seorang imam, dan memberitahukan bahwa ia akan menjadi ayah dari seorang nabi besar (baca Luk. 1:11-17). Zakharia dan istrinya sudah tua, sehingga ia ragu. Saat itulah Gabriel mengatakan kepadanya, bahwa ia tidak akan bisa berkata-kata lagi “sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi” (ay.20).

Hari yang ditunggu itu benar-benar terjadi. Kemudian saat bayi itu akan diberi nama, terjadi keajaiban—Zakharia berbicara. Dengan kata-katanya yang pertama, ia memuji Allah (ay.64). Ia pun berkata, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya” (ay.68).

Seperti Zakharia, begitu bisa berbicara lagi, respons Tom adalah memuji Allah. Hati keduanya condong kepada Dia, yang menciptakan lidah dan pikiran mereka. Apa pun yang sedang kita hadapi saat ini, kita juga dapat merespons dengan cara yang sama. —Tim Gustafson

WAWASAN
Alkitab mewarisi banyak kisah tentang kehamilan yang tidak lazim. Abraham dan Sara sudah berusia lanjut, dan Sara mandul, tetapi kemudian ia melahirkan Ishak sebagai penggenapan janji Allah (Kejadian 17:15-19). Ribka, istri Ishak, tidak mempunyai anak sampai Allah menjawab doa Ishak, sehingga Ribka pun melahirkan Esau dan Yakub (25:21-26). Rahel, istri Yakub, mandul (29:31) sampai Allah campur tangan dan ia pun melahirkan Yusuf (30:22-24). Istri Manoah mandul, tetapi kemudian melahirkan Simson, sesuai janji Allah (Hakim-Hakim 13). Hana meminta anak kepada Allah dan kemudian melahirkan Samuel (1 Samuel 1:1-20). Dalam Lukas 1, malaikat mengabarkan bahwa Elisabet, yang telah tua dan mandul (ay.5-7), akan melahirkan anak laki-laki bernama Yohanes (ay.11-17,57-60). Kelahiran-kelahiran yang ajaib itu menghasilkan orang-orang yang penting bagi rencana Allah. Yohanes mempersiapkan jalan bagi yang paling penting—Yesus, yang lahir dari seorang perawan. —Con Campbell

Bagaimana kamu merespons krisis yang datang? Apa reaksimu, ketika kamu berhasil melalui hal sulit itu?

Terima kasih, ya Bapa, untuk kemampuan berbicara yang Engkau karuniakan. Saat timbul keragu-raguan, sertailah diriku agar imanku tetap teguh. Tolonglah aku belajar menggunakan kata-kataku untuk mendekatkanku kepada-Mu dan memuliakan-Mu.

Saturday, December 12, 2020

Bergumul dalam Doa

 

Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing. —Kejadian 32:24

Bergumul dalam Doa

Kehidupan Dennis berubah total ketika seseorang memberinya Alkitab Perjanjian Baru. Ia sangat tertarik membaca Alkitab itu dan selalu membawanya ke mana-mana. Dalam tempo enam bulan, dua perubahan besar terjadi dalam hidupnya. Dennis mempercayai Tuhan Yesus dan menerima pengampunan atas segala dosanya, dan kemudian ia didiagnosis mengidap tumor otak setelah sering merasa sakit kepala. Karena menderita kesakitan yang luar biasa, ia hanya dapat terbaring di tempat tidur dan tidak bisa bekerja. Suatu malam, karena kesakitannya, ia tidak bisa tidur dan terus berseru-seru kepada Tuhan. Ia baru bisa tidur sekitar pukul 4.30 pagi.

Sakit fisik dapat membuat kita berseru-seru kepada Allah, tetapi berbagai situasi hidup yang menyakitkan juga dapat mendesak kita untuk lari kepada-Nya. Berabad-abad sebelum Dennis bergumul dengan kesakitan, Yakub yang sedang putus asa juga bergumul dengan Allah (Kej. 32:24-32). Yakub tengah menghadapi persoalan keluarga yang tidak kunjung berakhir. Ia telah mencurangi Esau saudaranya (ps.27) dan takut Esau akan membalas dendam terhadapnya. Ketika mencari pertolongan Allah dalam situasi sulit ini, Yakub bertemu muka dengan Allah (Kej. 32:30). Perjumpaan itu lalu mengubahnya menjadi manusia baru.

Demikian juga dengan Dennis. Setelah memohon kepada Allah dalam doa, Dennis yang sempat terbaring lemah pun sanggup berdiri lagi dan pemeriksaan dokter tidak lagi menunjukkan adanya tumor. Meski Allah tidak selalu memilih menyembuhkan kita secara ajaib, kita yakin bahwa Dia selalu mendengar doa kita dan akan memberikan apa yang kita butuhkan untuk menghadapi keadaan yang ada. Di tengah keputusasaan, panjatkanlah doa yang tulus dari hatimu kepada Allah dan serahkanlah hasilnya kepada Dia! — Arthur Jackson

WAWASAN
Nama Yakub berarti “penggenggam tumit” dan mengacu kepada seseorang yang mencoba memajukan dirinya sendiri dengan menjegal orang lain dengan cara menipu atau manipulasi. Karakter Yakub pertama kali tampak dalam peristiwa yang memberinya nama itu. Setelah kelahiran saudara kembarnya, Esau, Yakub keluar dari rahim dengan memegang tumit saudaranya itu (Kejadian 25:26). Peristiwa itu juga menggambarkan karakter hidupnya kelak. Jadi, ketika Yakub memanipulasi Esau untuk mengambil hak kesulungannya (ay.29-34), dan kemudian menipu ayahnya, Ishak, untuk mencuri berkat Esau (Kejadian 27), ia menggenapi arti nama yang pernah digambarkan lewat perbuatan pertamanya tadi. Yakub kemudian tinggal dengan Laban, saudara ibunya, dan di sana ia menuai apa yang selama ini ditaburnya. Laban menipu Yakub dengan memberikan Lea, anak perempuan tertuanya, menjadi istrinya (Kejadian 29), dan bukan Rahel, anak Laban yang lain, yang sangat dikasihi Yakub. —Bill Crowder

Pergumulan apa yang sedang kamu hadapi dan dapat kamu bawa dalam doa kepada Allah? Apa keuntungan berdoa dari dalam hati kita, sekalipun Allah tidak mengubah keadaan yang ada?

Ya Bapa, tolonglah aku melihat bahwa beragam kesulitan dan tantangan yang kuhadapi menjadi kesempatan bagiku mencari Engkau di dalam doa dan bertumbuh dalam pemahamanku tentang diri-Mu.

Friday, December 11, 2020

Kabut Pagi

 

Aku telah menghapus segala dosa pemberontakanmu seperti kabut diterbangkan angin. —Yesaya 44:22

Kabut Pagi

Suatu pagi saya pergi ke kolam dekat rumah. Saya duduk merenung di atas sebuah perahu yang terbalik, sambil memandangi angin sepoi-sepoi bertiup mengejar lapisan kabut di atas permukaan air. Kepulan kabut naik berpusar-pusar, bagaikan “tornado” kecil yang merambat naik lalu hilang. Tidak lama kemudian, sinar matahari menembus awan dan kabut itu pun lenyap.

Pemandangan ini menenangkan hati saya karena saya mengaitkannya dengan ayat Alkitab yang baru saja saya baca: “Aku telah menghapus segala dosa pemberontakanmu seperti kabut diterbangkan angin“ (Yes. 44:22). Maksud saya datang ke tempat itu adalah untuk mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran berdosa yang mengusik saya beberapa hari terakhir ini. Meskipun sudah mengakui semua itu, saya sempat bertanya-tanya apakah Allah berkenan mengampuni saya ketika saya mengulangi dosa yang sama.

Pagi itu, saya tahu bahwa jawabannya adalah ya. Melalui nabi-Nya, Yesaya, Allah melimpahkan kasih karunia-Nya kepada bangsa Israel ketika mereka bergumul dengan dosa yang selalu mereka ulangi, yaitu penyembahan berhala. Meskipun Allah mengingatkan mereka untuk tidak lagi menyembah ilah-ilah palsu, Dia juga masih mengajak mereka untuk kembali kepada-Nya, dengan berkata, “Aku telah membentuk engkau, engkau adalah hamba-Ku; . . . engkau tidak Kulupakan” (ay.21).

Saya tidak sepenuhnya memahami pengampunan yang ajaib itu, tetapi saya mengerti bahwa kasih karunia Allah adalah satu-satunya yang dapat mengenyahkan dosa kita dan memulihkan kita sepenuhnya. Saya bersyukur karena kasih karunia-Nya indah dan tidak terbatas, seperti Allah itu sendiri, dan selalu tersedia kapan pun kita membutuhkannya. —Jennifer Benson Schuldt

WAWASAN
Nabi Yesaya adalah yang paling terkemuka di antara nabi-nabi Israel. Kitabnya terpanjang di antara kitab-kitab nubuatan dan mencakup secara luas pengalaman bangsa Israel di masa mendatang. Yesaya mengandung lebih banyak nubuatan mengenai Mesias daripada yang dinubuatkan nabi-nabi Perjanjian Lama lainnya. Kitab Yesaya juga merupakan salah satu kitab Perjanjian Lama yang paling banyak dikutip dalam Perjanjian Baru, dirujuk lebih dari enam puluh kali, dengan dua puluh lima di antaranya di dalam kitab-kitab Injil. Bagian kitab Yesaya yang paling banyak dikutip adalah keempat “nyanyian hamba TUHAN yang menderita” (42:1-4; 49:1-6; 50:4-7; dan terutama 52:13—53:12), yang dilihat oleh mereka yang percaya kepada Yesus telah dipenuhi di dalam Kristus dan penderitaan-Nya di kayu salib. Selain tentang pengorbanan Yesus lewat kematian-Nya, beberapa nubuatan Yesaya yang paling disukai adalah nubuatan mengenai kelahiran-Nya, termasuk Yesaya 7:14 dan 9:5. —Bill Crowder

Bagaimana kita bisa menyalahgunakan kasih karunia Allah? Langkah apa saja yang dapat kamu ambil untuk melepaskan diri dari kebiasaan berdosa dan menerima pengampunan dari-Nya?

Ya Allah, terima kasih atas kehadiran-Mu yang penuh kasih dalam hidupku. Aku tidak ingin hidup dalam kebiasaan yang berdosa. Tolonglah aku mengalami kemerdekaan yang kuterima ketika dosa-dosaku kuakui dan Kauhapus seluruhnya.

Thursday, December 10, 2020

Hamba yang Sejati

 

Dalam keadaan sebagai manusia, [Yesus] telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. —Filipi 2:8

Hamba yang Sejati

Pada tahun 27 SM, seorang penguasa Romawi bernama Octavianus menghadap Senat untuk menyerahkan kekuasaannya. Ia telah memenangi perang saudara, menjadi penguasa tunggal atas wilayah tersebut, dan berfungsi layaknya kaisar. Namun, ia tahu kekuasaan yang sedemikian besar dapat membuatnya dicurigai. Maka, Octavianus melepaskan kekuasaannya di hadapan Senat dan bersumpah hanya akan menjadi pejabat biasa. Bagaimana respons Senat? Mereka justru menghormati Octavianus dengan mengenakan mahkota daun kepadanya dan menjulukinya sebagai abdi rakyat Romawi. Ia juga diberi gelar Agustus—berarti “Yang Agung”.

Rasul Paulus menulis bagaimana Yesus mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba. Agustus tampaknya melakukan hal yang sama. Atau benarkah demikian? Agustus hanya seolah-olah menyerahkan kekuasaannya, padahal sebenarnya ia berbuat demikian untuk keuntungannya sendiri. Sementara Yesus “telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp. 2:8). Kematian di kayu salib bagi orang Romawi merupakan bentuk penghinaan dan aib yang terburuk.

Pada zaman sekarang, alasan utama orang memuji “gaya kepemimpinan yang melayani” adalah karena Yesus. Kerendahan hati bukanlah sifat yang dikagumi orang Yunani atau Romawi. Namun, karena Yesus mati di kayu salib bagi kita, Dialah Hamba yang sejati. Dialah Juruselamat yang sesungguhnya.

Kristus menjadi hamba dengan tujuan untuk menolong kita. Dia “telah mengosongkan diri-Nya sendiri” (ay.7) supaya kita memperoleh sesuatu yang mulia—anugerah keselamatan dan kehidupan kekal. —Glenn Packiam

WAWASAN
Dalam Filipi 2, Paulus menggunakan istilah merendahkan diri untuk menyebut tentang kematian Yesus (ay.8). Meskipun tindakan Kristus menjadi manusia memang adalah suatu perendahan diri, tetapi kematian-Nya secara khusus adalah puncak perendahan diri bagi Pribadi kedua dalam Tritunggal, yang kekal dan abadi itu. Paulus mengatakan bahwa Yesus “merendahkan diri-Nya” (ay.8). Yesus tidak direndahkan oleh kematian; Dia secara sukarela merendahkan diri-Nya sendiri dalam kepatuhan supaya Dia dapat mati. Karena Dia merendahkan diri-Nya, Allah mengembalikan-Nya kepada kedudukan asal-Nya yang terhormat. Kelak semua makhluk akan bertekuk lutut di hadapan Yesus Kristus. (ay.10). J.R. Hudberg

Benarkah kita tidak pernah jauh dari jangkauan Allah? Apa artinya bagi kamu ketika kamu tahu bahwa Yesus adalah Hamba sejati yang menderita dan mati untuk menyelamatkanmu?

Terima kasih, Tuhan Yesus, karena Engkau sudah menyerahkan nyawa-Mu bagiku. Penghambaan-Mu bukanlah suatu pertunjukan belaka melainkan bukti nyata dari kasih-Mu kepadaku. Penuhilah hatiku dengan kasih dan rasa syukur hari ini.

Wednesday, December 9, 2020

Tuntunan Allah

 

Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh. —Mazmur 1:1

Tuntunan Allah

Ketika sepasang suami-istri mendapati bahwa bank tempat mereka menabung secara tidak sengaja mengirim uang sebesar $120.000 ke rekening mereka, mereka pun langsung menghambur-hamburkannya. Mereka membeli sebuah mobil jip, sebuah mobil karavan, dan dua buah mini traktor sekaligus melunasi tagihan-tagihan. Begitu menyadari kesalahan itu, bank meminta pasangan tersebut mengembalikan uangnya. Sayangnya semua uang sudah habis terpakai. Pasangan itu lalu didakwa melakukan tindak pidana pencurian. Di pengadilan, sang suami berkata kepada wartawan, “Kami mengikuti nasihat hukum yang salah.” Mereka berdua mendapat hikmah bahwa mengikuti nasihat yang salah (dan menggunakan uang yang bukan milik mereka) dapat berujung pada masalah besar.

Sebaliknya, pemazmur membagikan nasihat bijak yang dapat menolong kita terhindar dari masalah. Ia menulis bahwa orang yang sungguh diberkati—“berbahagia”—tidak akan menuruti nasihat orang yang menolak Allah (Mzm. 1:1). Mereka tahu bahwa nasihat yang bodoh dan fasik dapat berujung pada bahaya yang tidak terlihat dan akibat yang fatal. Selain itu, motivasi (“kesukaan”) dan perhatian (“merenungkan”) mereka adalah kebenaran Kitab Suci yang tak tergoyahkan dan tak lekang oleh waktu (ay.2). Mereka tahu bahwa tunduk kepada tuntunan Allah akan membawa pada kestabilan dan keberhasilan (ay.3).

Ketika kita akan mengambil keputusan, baik besar maupun kecil, dalam soal karier, keuangan, hubungan, dan lain-lain, kiranya kita mencari hikmat Allah yang terdapat dalam Alkitab, nasihat yang bijak, dan pimpinan Roh Kudus. Tuntunan-Nya sangatlah penting dan dapat diandalkan dalam menjalani suatu kehidupan yang penuh berkat dan terhindar dari masalah. —MARVIN WILLIAMS

WAWASAN
Mazmur 1 sering digolongkan oleh para ahli sebagai Sastra Hikmat karena menggambarkan orang yang dianggap sempurna, yang integritasnya tidak mungkin dapat dicapai oleh siapa pun. Tujuannya adalah untuk mengilhami pembacanya dengan kerinduan mengejar hidup yang berhikmat. Dalam perbedaan yang sangat tajam dengan gaya hidup berhikmat, mazmur ini menggambarkan adanya arah yang lain, yaitu gaya hidup “kumpulan pencemooh” (1:1). Arti kata ’ashre (1:1) dalam bahasa Ibrani tidak mudah untuk diterjemahkan secara tepat. Meski sering diterjemahkan sebagai “berbahagia,” kata itu tidak mencakup pemahaman modern tentang kebahagiaan. Sebaliknya, “berbahagia” di sini meliputi gagasan tentang hidup berlimpah dan penuh sukacita yang berakar dalam Allah, menjalani kehidupan dalam damai (atau shalom) yang dikehendaki Allah bagi manusia. —Monica La Rose

Mengapa kamu percaya Kitab Suci sangat penting untuk dapat mengambil keputusan yang benar? Siapa saja penasihat yang dapat menolongmu dengan memberikan nasihat yang bijak?

Ya Allah, sebelum aku mencari petunjuk-Mu dalam hal-hal yang tidak kuketahui, tolonglah aku menaatimu dalam hal-hal yang kutahu dan untuk terus mengasihi-Mu serta sesamaku.

Tuesday, December 8, 2020

Dalam Satu Tim

 

Nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah. —1 Tesalonika 5:11

Dalam Satu Tim

Ketika Carson Wentz, pemain quarterback tim football Philadelphia Eagle, kembali merumput setelah sembuh dari cedera parah, quarterback penggantinya, Nick Foles, dengan rela kembali ke bangku cadangan. Meski bersaing memperebutkan posisi yang sama, keduanya memilih untuk saling mendukung dan tetap yakin dengan peran mereka masing-masing. Seorang wartawan melihat bagaimana kedua atlet itu memiliki “hubungan unik yang berakar pada iman mereka dalam Tuhan,” dan hubungan itu ditunjukkan lewat cara mereka mendoakan satu sama lain. Di hadapan orang lain yang menyaksikan mereka, keduanya memuliakan Allah dengan mengingat bahwa mereka berada di tim yang sama—tidak hanya sebagai sesama pemain quarterback Eagle, tetapi juga saudara seiman di dalam Yesus Kristus, yang sama-sama mereka wakili di lapangan.

Rasul Paulus mengingatkan orang-orang percaya untuk hidup sebagai “anak-anak terang” sambil menunggu kedatangan Yesus kembali (1 Tes. 5:5-6). Dengan pengharapan pasti bahwa keselamatan kita sudah dijamin di dalam Kristus, kita dapat mengenyahkan godaan untuk bersaing dengan orang lain yang didasari rasa cemburu, tidak percaya diri, takut, atau iri hati. Sebaliknya, kita dapat “[menasihati] seorang akan yang lain dan saling membangun” (ay.11). Kita dapat menghargai para pemimpin rohani yang menghormati Allah dan hidup “selalu dalam damai” sambil melayani bersama demi tujuan yang sama—mengabarkan Injil kepada orang lain dan mendorong mereka untuk hidup bagi Yesus (ay.12-15).

Saat kita melayani dalam satu tim yang sama, ingatlah perintah Paulus ini: “Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (ay.16-18). —XOCHITL DIXON

WAWASAN
Rasul Paulus menulis surat 1 Tesalonika kepada gereja muda di Tesalonika, suatu wilayah koloni Romawi. Tesalonika adalah kota terbesar dan terpenting di Makedonia yang menjadi ibukota provinsi tersebut. Karena pelabuhannya yang indah, lokasi yang strategis, dan akses yang mudah, kota itu menjadi pusat perdagangan yang sangat berkembang. Kemungkinan 1 Tesalonika adalah salah satu surat Paulus yang paling awal, ditulis dari Korintus sekitar tahun 51 atau 52 M. Dua atau tiga tahun sebelumnya, Paulus, bersama Silas, mengunjungi Tesalonika dalam perjalanan misinya yang kedua dan membangun gereja di sana. Menurut Kisah Para Rasul 17:1-4, Paulus mengajar di sana selama “tiga hari Sabat” saja sebelum para penentang memaksanya untuk melarikan diri keluar dari kota itu. Paulus menulis surat ini untuk memberi semangat kepada orang-orang yang baru percaya dan menyakinkan mereka akan kedatangan Kristus kembali. —Alyson Kieda

Siapa yang pernah menyemangatimu saat melayani dalam tim yang sama? Bagaimana kamu dapat menyemangati orang lain yang saat ini melayani bersamamu?

Tuhan Yesus, berilah aku kesempatan hari ini untuk menyemangati orang lain yang sedang melayani bersamaku.

Monday, December 7, 2020

Kesalahan Telah Dihapus

 

Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni. —Yesaya 6:7

Kesalahan Telah Dihapus

Selama bertahun-tahun, Deepika menanggung beban rasa bersalah atas caranya memperlakukan adik perempuannya sewaktu mereka berdua masih kecil. Walaupun sudah meminta maaf kepada sang adik yang juga sudah memaafkannya, ia masih terus merasa bersalah.

Yesaya 6:1-5 mencatat bagaimana Yesaya mendapat penglihatan akan Allah dan ia dikuasai rasa bersalah atas dosa-dosanya. Namun, ketika malaikat menyentuhkan bara dari atas mezbah pada bibirnya, Yesaya mendengar kata-kata yang menghibur: “Kesalahanmu telah dihapus” (ay.7). Bara di atas mezbah Bait Suci sering diselimuti oleh darah anak domba yang baru disembelih, yang menggambarkan pengorbanan Tuhan Yesus kelak. Ketika Dia, Sang Anak Domba Allah, mati di kayu salib, dosa dan kesalahan kita ditimpakan kepada-Nya (1 Ptr. 2:24).

Kita bersalah ketika kita melakukan kejahatan atau dosa, dan untuk itu kita patut dihukum. Kesalahan itu juga mendatangkan perasaan bersalah. Orang Kristen yang paling saleh sekalipun bisa bergumul dengan perasaan tersebut ketika mereka berbuat salah.

Rasa bersalah itu sehat apabila itu mendesak kita untuk mengakui dosa dan membawa kita kepada pertobatan. Namun, jika kita terus-terusan memendam rasa bersalah setelah kita diampuni, kebebasan kita menjadi terhalang. Kebenaran Injil yang indah menyatakan bahwa Kristus menghapus penghukuman atas kita, sehingga kita dapat sepenuhnya terbebas dari beban rasa bersalah. Marilah bersukacita bahwa karena Yesus, kita tidak perlu lagi menyimpan rasa bersalah atau terus menanggung aib. Kita sudah diampuni! —ASIRI FERNANDO

WAWASAN
Uzia, yang juga dikenal sebagai Azarya, adalah seorang raja yang baik (2 Raja-Raja 14:21; 15:1-3; 2 Tawarikh 26:1-4). Selama 52 tahun masa pemerintahannya, Yehuda menjadi kuat dan makmur. Ketika Uzia mati, bangsa Yahudi merasa sangat kehilangan. Dengan ancaman serangan dari Mesir, Aram, dan Asyur, Yehuda menghadapi masa depan yang tidak menentu. Pada masa itulah Yesaya “melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang” (Yesaya 6:1). Raja Israel di dunia memang meninggal, tetapi Raja Yehuda yang sebenarnya hidup selama-lamanya, dan Dia masih mengendalikan dunia. Beberapa ribu tahun setelah itu, Rasul Yohanes juga diberikan penglihatan besar dari Allah: “sebuah takhta terdiri di sorga, dan di takhta itu duduk Seorang” (Wahyu 4:2). Kepada dunia yang akan mengalami bahaya besar dan ketidakpastian, Yohanes meyakinkan kita bahwa Allah duduk di atas takhta-Nya, dan sekumpulan besar orang banyak akan menyatakan, “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Wahyu 7:10). K.T. Sim

Adakah dosa yang membuatmu merasa bersalah? Jika kamu sudah mengakuinya dan bertobat, bagaimana kamu dapat mengingatkan dirimu sendiri bahwa Allah telah sungguh-sungguh mengampunimu lewat pengorbanan Yesus?

Tuhan Yesus, berilah aku iman untuk percaya bahwa pengorbanan-Mu di kayu salib telah menghapus dosaku, sehingga aku tidak perlu lagi merasa bersalah. Terima kasih atas anugerah pengampunan-Mu.

Sunday, December 6, 2020

Cara Tante Betty

 

Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya. —1 Yohanes 5:2

Cara Tante Betty

Waktu saya masih kecil, setiap kali Tante Betty datang berkunjung, saya merasa hari itu seperti hari Natal. Ia senang membawakan mainan dan memberi uang kepada saya sebelum pulang. Kalau saya menginap di rumahnya, kulkasnya penuh dengan es krim dan saya tidak pernah dipaksa makan sayur. Tidak banyak aturan dan saya diperbolehkan tidur larut malam. Tante Betty menjadi cermin kemurahan hati Allah. Namun, agar tumbuh sehat, saya butuh sesuatu yang lebih dari cara Tante Betty memanjakan saya. Saya juga butuh mengikuti aturan dan harapan orangtua saya atas diri dan perilaku saya, dan saya bertanggung jawab menaati semua itu.

Allah juga mengharapkan lebih dari diri saya ketimbang Tante Betty. Meski Dia melimpahi kita dengan kasih-Nya yang tak pernah berkesudahan dan tak berubah, bahkan ketika kita menolak atau menjauhi-Nya, Allah tetap menuntut sesuatu dari kita. Ketika Allah mengajar bangsa Israel bagaimana mereka harus hidup, Dia memberikan Sepuluh Perintah, bukan sepuluh saran (Kel. 20:1-17). Karena tahu bahwa kita cenderung menipu diri sendiri, Allah menyatakan harapan-Nya atas kita dengan sangat gamblang: kita harus “mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya” (1 Yoh. 5:2).

Syukurlah, “perintah-perintah-Nya itu tidak berat” (ay.3). Dengan kuasa Roh Kudus, kita dapat menaatinya dalam kasih dan sukacita Allah. Kasih-Nya bagi kita tak berkesudahan. Namun, Kitab Suci memberikan satu pertanyaan untuk menolong kita mengetahui apakah kita sungguh-sungguh membalas kasih-Nya: Apakah kita menaati perintah-perintah-Nya sesuai tuntunan Roh Kudus?

Bisa saja kita berkata bahwa kita mengasihi Allah, tetapi kebenarannya perlu dibuktikan lewat apa yang kita lakukan di dalam kuasa-Nya. —Winn Collier

WAWASAN
Dalam 1 Yohanes 5, Yohanes membicarakan dua topik favoritnya dan hubungan antara keduanya: kasih dan perintah Allah. Ayat 2 dapat dianggap sebagai rangkuman dari teologi Yohanes. Kasih dan ketaatan begitu terkait satu sama lain, sehingga yang satu dianggap sebagai kesaksian, atau bukti, dari yang lainnya. Yohanes menghubungkan kasih Allah dengan kasih sesama, dan dengan itu ia menyerupai Yesus yang menyatakan bahwa perintah yang terpenting itu bukan hanya satu, melainkan dua (lihat Matius 22:34-40; Markus 12:28-33). Ia berkata bahwa setiap orang yang mengasihi Bapa, “mengasihi juga Dia yang lahir dari pada-Nya” (1 Yohanes 5:1). Ketaatan dalam melakukan perintah-perintah-Nya bukan semata-mata menunjukkan kasih kita kepada Allah, tetapi juga menyatakan kasih kepada anak-anak Allah (ay.2-3). Dalam Injil Yohanes, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa jika mereka mengasihi-Nya, mereka akan menuruti perintah-perintah-Nya (14:15,21; 15:10)—salah satunya adalah kita harus mengasihi satu sama lain. J.R. Hudberg

Kapan kamu merasa paling sulit menaati Allah? Bagaimana hubungan antara kasih dan ketaatan kepada Allah memperbarui caramu memandang hidupmu dalam Kristus?

Ya Allah, aku berkata bahwa aku mengasihi-Mu. Namun, sulit bagiku untuk sepenuhnya mengasihi dan menaati-Mu. Tolonglah aku melihat kebenaran-Mu supaya aku rela mengasihi-Mu lewat perbuatanku.

Saturday, December 5, 2020

Obral Natal

 

Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. —1 Timotius 6:6

Obral Natal

Seorang ibu merasa sudah terlalu banyak mengeluarkan uang untuk membeli hadiah Natal bagi keluarganya, oleh karena itu pada tahun berikutnya ia memutuskan mencoba hal yang berbeda. Selama beberapa bulan sebelum Natal, ia mengunjungi sejumlah kegiatan penjualan barang bekas untuk mencari-cari barang bekas yang dijual murah. Ia pun berhasil membeli lebih banyak barang daripada biasanya, tetapi dengan harga yang jauh lebih murah. Pada malam sebelum hari Natal, anak-anaknya sangat bersemangat membuka hadiah-hadiah itu. Keesokan harinya, masih ada hadiah yang belum dibuka! Karena merasa bersalah tidak memberikan barang-barang baru sebagai hadiah, si ibu menyiapkan hadiah-hadiah tambahan. Anak-anaknya sempat membuka hadiah-hadiah itu tetapi mereka segera memprotes, “Kami capek membuka hadiah terus! Hadiahnya begitu banyak, Ma!” Tumben sekali anak-anak mengeluh seperti itu di hari Natal!

Allah sudah memberkati kita dengan begitu berlimpah, tetapi rasanya kita selalu menginginkan lebih dan lebih lagi: rumah yang lebih besar, mobil yang lebih bagus, tabungan di bank yang lebih banyak, atau [isi sendiri]. Rasul Paulus mendorong Timotius untuk mengingatkan jemaatnya bahwa “kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah” (1 Tim. 6:7-8).

Allah telah memberikan kepada kita napas kehidupan—selain menyediakan segala kebutuhan kita. Betapa bahagia rasanya bila kita dapat menikmati segala pemberian-Nya dengan rasa cukup, sehingga kita berkata, Pemberian-Mu begitu banyak, Tuhan! Tidak ada lagi yang kami butuhkan! “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar” (ay.6). —Anne Cetas

WAWASAN
Timotius pertama kali muncul dalam Kitab Suci di Kisah Para Rasul 16:1: “Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani.” Perkenalan singkat itu menunjukkan mengapa Timotius (yang berarti “memuliakan Allah” atau “dimuliakan Allah”) menjadi anak didik yang ideal bagi sang rasul. Paulus, seorang Yahudi yang menerima panggilan Allah menjadi rasul “untuk orang-orang yang tidak bersunat” (Galatia 2:8), sekarang mempunyai rekan muda dari keturunan campuran, baik secara etnis maupun rohani, untuk membantu pelayanannya. Dengan ibu Yahudi dan ayah Yunani, Timotius tentu tumbuh dalam dua dunia dengan warisan dan nilainya masing-masing. Selain itu, karena agaknya sang ayah bukan orang yang percaya kepada Yesus, Timotius kemungkinan besar mendapat pengaruh dari dua pihak, iman sang ibu dan kebutuhan rohani sang ayah. —Bill Crowder

Apa yang kamu syukuri kepada Allah hari ini? Bagaimana caramu belajar untuk merasa cukup?

Ya Bapa, Engkau sudah memberikan begitu banyak berkat. Ajarlah aku mengucap syukur kepada-Mu setiap hari.

Friday, December 4, 2020

Kasih yang Rela Melayani

 

Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. —1 Yohanes 3:18

Kasih yang Rela Melayani

Setelah menyelesaikan penugasan di suatu negara beriklim tropis, Heidi dan Jeff kembali ke Amerika Serikat dan tinggal selama beberapa bulan tidak jauh dari keluarga mereka di Michigan. Karena mereka tiba tepat pada musim dingin, itulah kesempatan pertama bagi sebagian besar anak-anak mereka untuk melihat keindahan salju yang asli.

Namun, untuk menjalani musim dingin yang keras, mereka membutuhkan banyak pakaian hangat, mantel, sarung tangan, dan sepatu bot. Bagi keluarga dengan sepuluh anak, membeli perlengkapan musim dingin sebanyak itu jelas membutuhkan biaya yang sangat besar. Namun, Allah menyediakan semuanya. Pertama, seorang tetangga membawakan sejumlah sepatu, celana musim dingin, topi, dan sarung tangan. Kemudian seorang teman dan beberapa anggota jemaat mengumpulkan baju-baju hangat agar setiap anggota keluarga dapat memilikinya dalam ukuran mereka masing-masing. Ketika salju turun, keluarga Heidi dan Jeff sudah mempunyai semua yang mereka butuhkan.

Salah satu cara kita melayani Tuhan adalah dengan melayani mereka yang membutuhkan. 1 Yohanes 3:16-18 mendorong kita untuk menolong orang lain dengan membagikan harta yang kita miliki. Melayani orang lain menolong kita untuk semakin menyerupai Yesus, karena kita memandang dan mengasihi orang lain sebagaimana Dia memandang dan mengasihi mereka.

Allah sering kali memakai anak-anak-Nya untuk memenuhi kebutuhan dan untuk menjawab doa seseorang. Ketika kita melayani orang lain dan menguatkan hati mereka, hati kita pun ikut dikuatkan. Sebagai hasilnya, iman kita akan bertumbuh dan Allah semakin memperlengkapi kita untuk melayani dengan cara-cara yang baru (ay.18). —Cindy Hess Kasper

WAWASAN
Dalam surat pertama dari ketiga surat Yohanes, ia menyebutkan tiga ciri iman Kristen yang istimewa. Satu adalah kehidupan Yesus sebagai kebenaran sejarah (1 Yohanes 1:1-3). Yohanes sangat menekankan fakta bahwa ia (dan banyak orang lain) melihat dengan mata sendiri keberadaan Yesus di dunia dan mukjizat-mukjizat yang diperbuat-Nya. Kedua adalah panggilan (dan motivasi) untuk hidup dalam kebenaran yang Yesus berikan kepada kita (1:6—2:2). Ketiga adalah kasih, dan ini mulai disebutkan Yohanes di 2:3 dan berlanjut hingga bacaan hari ini. Kasih itu adalah “kasih akan Bapa” (ay.15) dan bukan bagi dunia atau segala yang ada di dalamnya. Ketika kasih itu mendorong kita, tidak mungkin kita tidak saling mengasihi sebagaimana disebutkan dalam 3:16-18. Kasih seperti itu akan memberikan kesaksian yang bersinar kepada dunia yang belum mengenal kasih-Nya. —Tim Gustafson

Saat menyadari banyaknya kebutuhan di sekitarmu, bagaimana kamu dapat menunjukkan kasih Allah lewat cara yang praktis? Bagaimana pelayananmu menolong imanmu bertumbuh?

Ya Bapa, penuhi hatiku dengan kerelaan untuk menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan. Tolonglah aku untuk memberi dengan sukacita dan melayani Engkau dengan penuh ucapan syukur.

Thursday, December 3, 2020

Hak Istimewa untuk Berdoa

 

Kepada Salomo, anakku, berikanlah hati yang tulus sehingga ia berpegang pada segala perintah-Mu dan peringatan-Mu dan ketetapan-Mu. —1 Tawarikh 29:19

Hak Istimewa untuk Berdoa

Lagu country yang dinyanyikan Chris Stapleton, ”Daddy Doesn’t Pray Anymore” (Ayah Tak Lagi Berdoa) terinspirasi dari doa-doa sang ayah baginya. Liriknya yang pedih mengungkapkan alasan sebenarnya mengapa ayahnya tidak lagi berdoa: bukan karena kecewa atau bosan, tetapi karena sang ayah meninggal dunia. Stapleton membayangkan bagaimana saat ini ayahnya tidak lagi berbicara dengan Yesus dalam doa, melainkan berjalan dan berbicara secara langsung dengan Yesus.

Kenangan Stapleton atas doa-doa sang ayah untuknya mengingatkan saya pada doa seorang ayah bagi anaknya di dalam Alkitab. Menjelang kematiannya, Raja Daud menyiapkan sejumlah hal bagi anaknya, Salomo, yang akan menggantikannya sebagai raja Israel.

Setelah mengurapi Salomo di hadapan seluruh bangsa, Daud pun memimpin doa bersama seperti yang sudah sering ia lakukan. Saat menceritakan kembali kesetiaan Allah kepada Israel, Daud berdoa agar bangsa itu tetap setia kepada-Nya. Kemudian ia menyelipkan sebaris doa pribadi untuk anaknya, dengan meminta Allah memberikan Salomo “hati yang tulus sehingga ia berpegang pada segala perintah-Mu dan peringatan-Mu dan ketetapan-Mu” (1 Taw. 29:19).

Kita juga memiliki hak istimewa yang luar biasa untuk setia mendoakan orang-orang yang ditempatkan Allah dalam hidup kita. Teladan kesetiaan kita dapat meninggalkan dampak dan jejak indah yang akan tinggal tetap setelah kepergian kita. Seperti Allah terus menggenapi doa Daud bagi Salomo dan bangsa Israel lama setelah ia mangkat, demikian juga doa kita dapat memberi dampak melampaui masa hidup kita sendiri. —LISA M. SAMRA

WAWASAN
Ketika semua yang dibutuhkan untuk pembangunan Bait Allah telah terkumpul, Daud menaikkan doa pengucapan syukur kepada Allah (1 Tawarikh 29:10-19). Dalam doanya, ia menyatakan kebesaran dan keagungan Allah (ay.10-13). Ia kemudian memusatkan perhatiannya kepada kemurahan hati umat Allah dan mengakui bahwa pada akhirnya segala sesuatu berasal dari Allah dan umat hanya memberikan kembali milik-Nya (ay.14-17). Dengan memandang ke masa depan, Daud mengakui bahwa Allah yang menyertai nenek moyangnya juga menyertai mereka. Ia memohon agar Allah menjaga hati mereka tetap setia kepada-Nya dan memberi Salomo “hati yang tulus” (ay.19). —J.R. Hudberg

Bagaimana doa seseorang telah memberi dampak besar pada kehidupanmu? Bagaimana kamu dapat menguatkan sesama lewat doa-doamu?

Bapa di surga, aku membawa orang-orang yang kucintai ke hadirat-Mu dan memohon agar kiranya Engkau terus berkarya menggenapi rencana-Mu dalam hidup mereka.

 

Total Pageviews

Translate