Pages - Menu

Tuesday, December 31, 2013

Dalam TanganNya

Baca: Roma 8:31-39

Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. —Filipi 3:12

Ketika menyeberang jalan yang ramai bersama anak-anak kecil di belakang kita, biasanya kita mengulurkan tangan dan berkata, “Pegang tanganku erat-erat,” dan anak-anak yang masih kecil itu akan memegang tangan kita seerat mungkin. Namun kita tidak akan pernah mengandalkan pegangan mereka. Pegangan kitalah yang menggenggam erat tangan mereka dan menjaga supaya mereka aman. Demikianlah Rasul Paulus menegaskan, “Akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus” (Flp. 3:12). Atau lebih tepatnya, “Kristus yang memegangku erat-erat!”

Satu hal yang pasti: bukan pegangan kita kepada Allah yang menjaga supaya kita aman, melainkan kuasa dari pegangan Yesus. Tak seorang pun dapat melepaskan kita dari pegangan-Nya—setan tidak bisa, kita sendiri pun tidak bisa. Setelah kita dipegang-Nya, Dia tidak akan melepaskan kita.

Kami memiliki jaminan ini: “Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yoh. 10:28-29).

Inilah keamanan ganda: Bapa kita di satu sisi dan Tuhan dan Juruselamat kita di sisi lainnya, menggenggam kita dengan begitu erat. Tangan-tangan inilah yang membentuk pegunungan dan lautan serta menggantungkan bintang-bintang di angkasa. Tak ada satu pun dalam hidup ini atau di masa datang yang “dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 8:39). —DHR

Bapa, terima kasih karena tangan Kristus yang telah terpaku itu
mau meraihku dan menjagaku selalu. Engkau telah menuntunku
dengan tangan kanan-Mu di sepanjang hidupku. Aku percaya pada
pemeliharaan-Mu dan Engkau menjagaku tetap aman sampai akhir.

Pribadi yang telah menyelamatkan kita kini menjadi Pribadi yang menjaga kita.

Monday, December 30, 2013

Perasaan Campur Aduk

Baca: Wahyu 21:1-7

Di dalam tertawapun hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan. —Amsal 14:13

Bagi saya dan Marlene, “perasaan campur aduk” adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan hari pernikahan kami. Jangan salah sangka. Pernikahan kami merupakan suatu peristiwa yang luar biasa sehingga kami terus merayakannya hingga lebih dari 35 tahun kemudian. Namun pesta pernikahan itu sendiri terasa sendu karena ibunda Marlene meninggal dunia akibat kanker hanya beberapa minggu sebelumnya. Bibi Marlene telah menjadi pengganti yang luar biasa bagi peran “ibu dari mempelai wanita”. Namun di tengah kebahagiaan kami, ada sesuatu yang jelas-jelas hilang. Ibunda Marlene sudah tiada, dan hal itu mempengaruhi segalanya.

Pengalaman kami tersebut mewakili pengalaman kehidupan di tengah dunia yang telah rusak oleh dosa. Pengalamanpengalaman hidup kita di dunia merupakan percampuran antara yang baik dan yang buruk, sukacita dan derita—suatu realitas yang diungkapkan Salomo ketika menuliskan, “Di dalam tertawapun hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan” (Ams. 14:13). Hati yang riang pun bisa dilanda kesusahan, sebab memang itulah yang terkadang harus dijalani dalam kehidupan.

Namun syukurlah, kehidupan ini tak berakhir hanya sampai di sini. Dalam kehidupan yang akan datang, orang-orang yang mengenal Kristus telah memiliki janji: “[Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why. 21:4). Kelak pada hari yang agung tersebut, tidak akan ada perasaan campur aduk—yang ada hanyalah hati orang-orang yang dipenuhi oleh hadirat Allah! —WEC

Damai! damai! damai yang indah,
Dicurahkan oleh Bapa surgawi,
Basuhlah rohku selamanya, ku berdoa,
Dalam limpahan kasih tiada henti. —Cornell

Bagi orang Kristen, duka dan derita yang kelam di bumi kelak diubah menjadi puji-pujian yang indah di surga.

Sunday, December 29, 2013

Surat Untuk Seorang Anak

Baca: 3 Yohanes

Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran. —3 Yohanes 4

Bahkan menjelang akhir hidupnya, C. S. Lewis tetap menunjukkan minatnya untuk membangun pertumbuhan rohani orang Kristen yang masih muda. Meskipun dalam keadaan sakit keras, ia masih menyediakan waktu untuk menanggapi sepucuk surat dari seorang anak bernama Philip. Sambil memuji gaya penulisan yang baik dari anak itu, Lewis menyatakan sukacitanya karena Philip memahami bahwa sang singa Aslan dalam Hikayat Narnia itu melambangkan Yesus Kristus. Keesokan harinya, Lewis meninggal dunia di rumahnya di Kilns, Oxford, Inggris, satu minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-65.

Pada masa tuanya, Rasul Yohanes sempat mengirimkan sebuah surat kepada anak-anak rohaninya. Dalam surat itu kita melihat adanya sukacita dari seseorang yang telah dewasa rohani ketika menguatkan para muridnya yang masih muda dalam iman untuk terus hidup dalam kebenaran dan mengikut Kristus.

Yohanes menulis, “Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran” (3Yoh. 1:4). Sekalipun terbilang pendek menurut standar Perjanjian Baru, surat Yohanes ini menunjukkan sukacita yang muncul dari usaha membangun dan menyaksikan pertumbuhan rohani generasi mendatang.

Dorongan pada generasi mendatang untuk terus mengalami pertumbuhan rohani ini seharusnya menjadi kerinduan orang-orang yang telah dewasa dalam iman. Hal ini dapat dilakukan baik dengan memberikan penghargaan, perkataan yang menguatkan, doa, atau nasihat yang baik. Semua itu bisa menjadi cara untuk menolong sesama dalam perjalanan iman mereka bersama Allah. —HDF

Untuk menolong saudara seiman bertumbuh
Kita harus rela membayar harga
Diperlukan penyerahan diri kita
Dan itu berarti mau berkorban. —D. DeHaan

Perjalanan menjadi lebih menyenangkan jika dijalani bersama seseorang yang telah mengetahui jalannya.

Saturday, December 28, 2013

Penyajian

Baca: Kolose 1:21-23

Juga kamu . . . sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. —Kolose 1:21-22

Istri saya, Martie, adalah seorang koki yang hebat. Setelah menjalani satu hari yang berat, satu hal yang saya nanti-nantikan adalah menghirup aroma kaya bumbu yang menjanjikan terhidangnya makanan yang lezat. Martie tidak hanya tahu cara memasak makanan yang enak, ia juga seorang penyaji yang andal. Aneka makanan disajikannya di atas piring, lengkap dengan tatanan indah dari lauk-pauk, nasi putih, dan sayur-sayuran yang telah disiapkannya. Semua itu mendorong saya untuk segera duduk dan menikmati hasil karya tangannya. Namun sebelum Martie mengolah beragam bahan makanan itu, semuanya tampak tidak begitu menarik. Tadinya daging itu mentah dan lembek, berasnya masih keras dan rapuh, dan sayur-mayurnya perlu dibersihkan dan dipotong.

Hal ini mengingatkan saya pada karya mengagumkan yang telah Yesus lakukan bagi saya. Saya sangat menyadari kelemahan dan kecenderungan saya untuk berbuat dosa. Saya tahu bahwa diri saya sepenuhnya tidak layak menghadap Allah. Namun ketika saya diselamatkan, Yesus mengubah saya menjadi ciptaan baru (2Kor. 5:17). Dia menerima saya apa adanya dan membentuk saya supaya menjadi diri saya yang seharusnya, yakni “kudus dan tak bercela dan tak bercacat” (Kol. 1:22). Dia menempatkan saya sebagai suatu karya yang indah dan layak untuk berada di hadapan Bapa kita di surga.

Kiranya karya-Nya yang mengubah diri kita itu menggerakkan kita untuk menjalani hidup selayaknya sebagai ciptaan baru dan untuk sungguh-sungguh bersyukur kepada Kristus atas karya-Nya yang luar biasa dalam hidup kita! —JMS

Tuhan ingin kudapat memancarkan
Kasih-Mu indah penuh kemurnian
Budi bahasaku dihaluskan Roh-Mu
Hingga memancarkan keindahan-Mu. —Orsborn
(Buku Lagu Perkantas, No. 205)

Yesus menerima kita apa adanya dan membentuk kita supaya menjadi diri kita yang seharusnya.

Friday, December 27, 2013

Tantangan Dari Batasan

Baca: Yeremia 29:4-14

Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. —2 Petrus 3:18

Pada usianya yang ke-86, Ken Deal mengakhiri lebih dari 3 dekade masa pelayanannya sebagai sukarelawan dalam pelayanan penjara dengan memberikan sebuah khotbah Minggu. Pesan yang Ken sampaikan kepada para narapidana adalah tentang melayani Tuhan meski berada di penjara. Banyak contoh yang disebutnya dalam khotbah berasal dari para narapidana yang diantaranya menjalani hukuman penjara seumur hidup. Di suatu tempat di mana setiap orang enggan untuk tinggal, Ken justru mendorong mereka untuk terus bertumbuh dan membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus kepada orang lain.

Setelah bangsa Yehuda ditawan Raja Nebukadnezar dan diasingkan ke Babel karena ketidaktaatan mereka kepada Allah, Nabi Yeremia mengirimkan pesan dari Tuhan ini kepada mereka: “Dirikanlah rumah untuk kamu diami; buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya; ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang!” (Yer. 29:5-6).

Kita mungkin menghadapi keadaan yang membatasi kita hari ini. Baik itu sebagai akibat dari kegagalan kita atau kesalahan yang dilakukan orang lain, kita bisa “menjalaninya” atau mencari kekuatan dari Allah untuk “bertumbuh” melalui keadaan itu. Tantangan dari setiap keterbatasan adalah untuk mengalami peningkatan dan bukan penurunan; untuk bertumbuh dan bukan berkurang. Tuhan bermaksud untuk memberi kita “hari depan yang penuh harapan” (ay.11). —DCM

Aku tahu, Tuhan, Engkau dapat menggunakan setiap keadaan
yang kualami demi kebaikanku. Ubahlah aku, dan tumbuhkanlah
pengenalanku akan Engkau dan kedekatan diriku dengan diri-Mu.
Berikanlah aku kekuatan yang berasal dari-Mu.

Keadaan yang terbatas mungkin justru memberikan kesempatan bagi jiwa untuk bertumbuh.

Thursday, December 26, 2013

Kehadiran

Baca: Ayub 2:3-13
Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya. —Ayub 2:13
Setelah 20 anak dan 6 karyawan terbunuh di sebuah sekolah di Connecticut, seluruh bangsa tertegun karena tidak pernah menyangka bahwa peristiwa mengerikan seperti itu bisa terjadi. Perhatian semua orang berfokus pada tragedi itu dengan pertanyaan-pertanyaan: Orang macam apa yang dapat melakukan hal seperti itu, dan apa alasannya? Bagaimana mencegah agar hal itu tidak terjadi lagi? Bagaimana cara menolong korban yang selamat? Di tengah kekacauan itulah sebuah kelompok yang tidak terduga telah melakukan aksi yang berpengaruh besar.
Sejumlah anjing golden retriever yang telah terlatih didatangkan dari Chicago. Anjing ini memang tidak bisa memberikan apa pun kecuali kasih sayang. Anjing tidak berbicara, mereka hanya hadir dan menemani. Anak-anak yang menderita trauma karena tindak kekerasan mau bersikap terbuka pada anjing-anjing tersebut dan mengungkapkan ketakutan serta emosi yang tidak mereka ceritakan kepada orang dewasa mana pun. Tim Hetzner dari Lutheran Church Charities mengatakan, “Bagian terbesar dari pelatihan anjing ini adalah belajar untuk diam.”
Seperti yang kita pelajari dari kitab Ayub, orang yang berduka tidak selalu membutuhkan kata-kata. Terkadang yang mereka butuhkan adalah seseorang yang mau duduk diam bersama mereka, mendengarkan, dan memeluk mereka ketika kesedihan tak tertahankan lagi.
Allah mungkin tidak turun tangan untuk mengubah keadaan yang ada. Dia mungkin juga tidak memberikan alasan atas penderitaan yang sedang kita alami. Namun Allah menghibur kita melalui kehadiran saudara seiman kita (Kol. 4:8). —JAL
Dia bersama kita di dalam lembah,
Di tengah pekatnya malam
Dalam kepedihan kita Dia menyatakan;
Iman akan menjadi kenyataan. —D. DeHaan
Mendengarkan sesama mungkin menjadi tindakan penuh kasih yang Kristus ingin Anda lakukan hari ini.

Wednesday, December 25, 2013

Christingles

Baca: 1 Yohanes 1:1-7

Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. —Yohanes 1:9

Di Republik Ceko dan di tempat-tempat lain, perayaan Natal melibatkan sesuatu yang disebut “Christingles”. Christingle merupakan sebuah jeruk yang melambangkan dunia dengan sebatang lilin yang ditempatkan di atasnya untuk melambangkan Kristus yang adalah Terang dunia. Pita merah pun dililitkan pada jeruk ini untuk melambangkan darah Yesus. Ada empat tusuk gigi dengan buah-buahan kering yang ditancapkan dengan menembus pita merah itu pada sisi-sisi dari jeruk tersebut, dan ini melambangkan segala buah yang ada di bumi.

Objek yang sederhana ini secara jelas menyatakan maksud di balik kedatangan Kristus—Dia datang untuk membawa terang ke dalam dunia yang gelap dan untuk menebus dunia yang telah rusak oleh dosa lewat pencurahan darah-Nya.

Dalam catatannya tentang kehidupan Kristus, Yohanes, sang murid, menyebut Yesus sebagai Terang dunia. Ia menulis demikian tentang Kristus: “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia” (Yoh. 1:9). Tidak hanya Kristus adalah Sang Terang yang datang untuk menembus kegelapan dunia kita, Dia juga adalah “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia!” (ay.29).

Renungkanlah! Bayi dari Betlehem itu kemudian menjadi Kristus yang bangkit dan hidup, yang telah membebaskan kita dari dosa. Maka Yohanes pun mendorong kita untuk “hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang” (1Yoh. 1:7). Kiranya semua orang yang telah mengalami penebusan-Nya menemukan kedamaian di dalam Yesus ketika mereka hidup dalam terang-Nya. —WEC

Hai kota mungil Betlehem, betapa kau senyap;
Bintang di langit cemerlang melihat kau lelap.
Namun di lorong g’lapmu bersinar T’rang baka:
Harapanmu dan doamu kini terkabullah. —Brooks
(Kidung Jemaat, No. 94)

Bayi Kristus yang lahir itu datang untuk menjadi Terang dunia dan Anak domba Allah.

Tuesday, December 24, 2013

Satu Malam Yang Sunyi

Baca: Lukas 2:1-14

Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. —Lukas 2:10

Simon telah beremigrasi dari Belanda ke Amerika Serikat. Istrinya, Kay, dan ketiga anak mereka, Jenny, Bill, dan Lucas, lahir di Amerika Serikat. Kemudian Jenny menikah dengan Roberto asal Panama. Bill menikahi Vania dari Portugal. Dan Lucas menikah dengan Bora dari Korea Selatan.

Di malam Natal, ketika seluruh keluarga berkumpul untuk merayakannya, mereka menyanyikan lagu “Malam Kudus” dalam bahasa ibu mereka masing-masing. Bagi Allah yang berkuasa atas seluruh bumi, betapa indahnya pujian yang mereka naikkan untuk merayakan kelahiran Anak-Nya itu.

Sekitar 2000 tahun yang lalu, kesunyian malam yang hening pun buyar ketika tiba-tiba seorang malaikat mengatakan kepada para gembala bahwa seorang bayi telah lahir: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa” (Luk. 2:10). Lalu sejumlah besar malaikat mulai memuji Allah, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!” (ay.14). Kristus Tuhan, Juruselamat dunia, telah lahir!

Anugerah Allah yang pengasih, yaitu Anak-Nya sendiri, yang diumumkan di malam yang sunyi ribuan tahun lalu itu, masih tersedia untuk setiap orang—“tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” (Tit. 2:11-14; Why. 5:9-10). “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). —CHK

Malam kudus, sunyi senyap. Kabar Baik menggegap;
Bala sorga menyanyikannya,
Kaum gembala menyaksikannya:
“Lahir Raja Syalom, lahir Raja Syalom!” —Mohr
(Kidung Jemaat, No. 92)

Paduan suara surgawi datang untuk memuji ketika Sang Raja surgawi datang untuk menyelamatkan.

Monday, December 23, 2013

Allah Menyertai Kita

Baca: Matius 1:18-25
Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel—yang berarti: Allah menyertai kita. —Matius 1:23
Kehadiran sang pemuda di dalam ruangan itu jelas menjadi pusat perhatian. Semua orang berpakaian agak formal kecuali dirinya. Pemuda ini mengenakan celana jeans, kaos oblong, dan topi bisbol yang sudah pudar warnanya. Mata saya tidak bisa tidak memperhatikannya saat saya menyapa para mahasiswa pada suatu hari ketika saya melayani dalam sebuah kebaktian di sebuah seminari di Bukares, Rumania. Saya tidak tahu mengapa ia tidak menaati aturan berpakaian dalam seminari itu, tetapi namanya akan selalu saya ingat.
Setelah kebaktian itu usai, pria tersebut datang kepada saya untuk memperkenalkan dirinya. Ketika saya menanyakan namanya, ia menjawab, “Imanuel.” Saya terkejut mendengar jawabannya dan bertanya apakah ia tahu apa arti namanya. Tanpa malu-malu, pemuda ini menjawab, “Ya—’Allah menyertai kita!’”
Saya sering teringat kepada pemuda tersebut dan bagaimana ia terlihat menonjol di tengah kerumunan orang. Sama seperti Yesus datang untuk menyatakan kehadiran Allah di dalam dunia kita— “Imanuel . . . Allah menyertai kita” (Mat. 1:23)—demikianlah kita dipanggil untuk menyatakan kehadiran-Nya di tengah dunia kita. Dengan jelas Yesus berkata, “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh. 20:21).
Pada Natal kali ini, kita dapat memberikan anugerah keserupaan dengan Allah melalui diri kita. Ketika hidup kita mencerminkan Allah yang tinggal di dalam kita, kita pun berani untuk tampil berbeda dari dunia, dan perbedaan itu dapat memberkati orang lain lewat kasih dan anugerah-Nya yang sanggup mengubah hidup mereka. —JMS
Roh-Nya memuaskan laparnya jiwaku,
Kuasa-Nya kendalikan seluruh hidupku;
Inilah doa dan tujuanku yang terdalam,
Agar aku menjadi seperti Yesus. —Chisholm
Allah yang hadir melalui diri Anda adalah pemberian terbesar Anda pada dunia.

Sunday, December 22, 2013

Keajaiban Natal

Baca: 1 Tawarikh 16:7-13
Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya. —1 Tawarikh 16:12
Setelah melalui semester pertama saya di seminari, keluarga kami diberi tiket pesawat untuk pulang merayakan Natal. Pada malam sebelum penerbangan kami, kami menyadari bahwa uang yang kami miliki masih kurang $20 (±Rp. 200.000) untuk biaya parkir, transportasi, dan hal-hal tak terduga lainnya di sepanjang perjalanan. Dengan hati sedih, kami memutuskan untuk mendoakan hal ini. Meskipun anak-anak masih kecil (usia 6 dan 2 tahun), kami mengajak mereka untuk berdoa bersama.
Saat sedang berdoa, kami mendengar bunyi langkah kaki di lorong apartemen, lalu kami melihat ada sehelai amplop yang diselipkan di bawah pintu apartemen kami. Di dalam amplop tersebut, ada pemberian uang sebesar $50 dari seseorang yang tidak kami ketahui namanya.
Wajah putri kami yang berusia 6 tahun memancarkan kekaguman yang sama seperti kekaguman yang ada dalam hati kami. Pada saat itulah Allah yang Mahakuasa menorehkan nama-Nya pada hati seorang gadis kecil dengan cara mendengar dan menjawab langsung doa kami. Seperti pemazmur Daud, kami dapat menyaksikan “segala perbuatan-Nya yang ajaib” (1Taw. 16:9).
Itulah juga yang terjadi pada malam Natal yang pertama, ketika Allah yang agung, Mahakuasa, dan Mahatahu menorehkan nama-Nya pada hati umat manusia. Dia membuat kita takjub dengan kemurahan hati-Nya dalam mengampuni kita dan sukacita atas kasih-Nya yang tanpa syarat kepada kita. Kelahiran Kristus merupakan jawaban atas doa-doa kita yang sungguh-sungguh rindu menerima kasih dan pengampunan. Dapatkah Anda merasakan keajaiban itu? —RKK
Tuhan, perkenankan aku merasakan lagi keajaiban Natal,
yang kurasakan saat pertama kalinya aku bertemu Yesus;
karena aku rindu untuk menceritakan kisah ini dan
segala sukacita yang kurasakan pada saat itu.
Hidup penuh keajaiban akan menjadi milik kita ketika kita mengenal Kristus yang lahir di hari Natal.

Saturday, December 21, 2013

Sinar Dan Bayangan

Baca: Yesaya 8:23-9:6
Bangsa yang hidup dalam kegelapan melihat sinar cemerlang. Yang diam dalam bayangan kematian disinari cahaya terang. —Yesaya 9:1 BIS
Seymour Slive, seorang sejarawan dalam bidang seni, menyebut Rembrandt, sang seniman besar asal Belanda (1606-1669), sebagai pakar dalam penggunaan sinar dan bayangan. Rembrandt disebutnya sebagai seorang pencerita yang ulung dengan kanvas lukisnya. Lukisan Rembrandt yang bertajuk The Adoration of the Shepherds (Pemujaan oleh Para Gembala) menggambarkan sebuah kandang gelap di Betlehem di mana ada dua gembala berlutut di samping palungan sementara sejumlah orang lainnya berdiri di kejauhan. Salah seorang dari mereka terlihat memegang lentera, tetapi cahaya yang bersinar paling terang bukan bersumber dari lentera itu, tetapi datang dari Kristus sang bayi, cahaya terang yang menyinari setiap orang yang berada di dekat-Nya.
Tujuh abad sebelum kelahiran Yesus, Yesaya menggunakan gambaran sinar dan bayangan untuk menubuatkan kedatangan seorang Juruselamat bagi Israel: “Bangsa yang hidup dalam kegelapan melihat sinar cemerlang. Yang diam dalam bayangan kematian disinari cahaya terang. . . . Seorang anak telah lahir bagi kita; kita dianugerahi seorang putra” (Yes. 9:1,5 BIS).
Setiap orang mungkin melihat kisah yang berbeda-beda dalam lukisan Rembrandt tadi. Namun mungkin saja setiap dari kita terwakili oleh tokoh-tokoh yang digambarkan mengelilingi kandang tersebut. Apakah kita sedang berlutut menyembah Kristus, atau berdiri jauh-jauh dengan perasaan enggan, atau bersembunyi dari sinar cahaya yang menembus kegelapan jiwa kita?
Natal mengajak kita untuk melangkah keluar dari bayangan kegelapan dan mengizinkan terang Kristus menyinari hati kita. —DCM
Jika mengamati kasih Allah dari kejauhan
Kita hanya mendapat kesenangan sesaat;
Namun saat mengalami kehadiran Kristus,
Kegelapan kita berubah menjadi terang. —Hess
Beriman kepada Kristus bukanlah lompatan nekat dalam kegelapan, melainkan langkah menuju Terang.

Friday, December 20, 2013

Mencari Perlindungan

Baca: Amsal 18:1-10
Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat. —Amsal 18:10
Pada masa abad pertengahan, para petani biasanya menjaga hasil panen mereka sampai waktunya ketika serangan musuh sudah terlihat dari jauh, maka mereka beserta keluarga akan melarikan diri ke kota pertahanan yang berbenteng untuk melindungi diri dari para penjarah.
Kota Carcassonne telah menjadi tempat perlindungan dari generasi ke generasi. Dibangun pada abad ke-5 SM, kota yang dibentengi dengan tembok batu ini telah memberikan perlindungan bagi bangsa Romawi, Galia, Visigoth, Franka, dan Perancis. Dengan tanah yang terbentang luas dan menara pengawas serta menara penembak yang menjulang tinggi, kota itu memberi rasa aman bagi orang-orang yang bersembunyi di balik tembok-tembok perlindungannya.
Sebagai umat percaya, kita dapat menemukan perlindungan dalam hadirat Allah yang hidup. Kitab Amsal berkata: “Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat” (Ams. 18:10). “Nama TUHAN” mengacu kepada karakter Allah yang melimpah dengan kesetiaan, kuasa dan belas kasihan. Kata selamat berarti “terlindungi di tempat tinggi dan aman dari bahaya”.
Ada kalanya kita menghadapi ancaman yang membuat kita ingin lari mencari perlindungan. Ada yang mencari rasa aman dalam harta kekayaan atau hubungan dengan sesama. Namun pengikut Kristus memiliki perlindungan lebih aman. Karena keberadaan diri Allah dan apa yang dapat dilakukan-Nya bagi kita, maka perlindungan kita yang terbaik hanya ada di dalam Dia. Jika hari ini Anda sedang menghadapi suatu ancaman, datanglah kepada Tuhan, sang menara yang kuat. Anda akan mendapat perlindungan dalam pemeliharaan-Nya. —HDF
Dalam perjuangan yang paling berat,
Saat kesusahan melanda bertubi-tubi,
Aku selalu dapat menjumpai Juruselamatku,
Kristus, Pelindung bagi jiwaku. —Woodruff
Allah adalah tempat perlindungan kita yang aman di kala susah maupun senang.

Thursday, December 19, 2013

Seorang Putra Telah Diberikan

Baca: Lukas 1:26-33
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita. —Yesaya 9:5
Salah satu bagian yang saya sukai dari oratorio Messiah karya Handel adalah irama sukacita dari pujian “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita” yang terdapat di bagian pertama. Saya paling suka ketika paduan suara menyanyikan, “Seorang putra telah diberikan untuk kita” dengan suara yang semakin keras. Kata-kata itu jelas diambil dari Yesaya 9:5, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita.” Karya musik Handel yang agung itu dipenuhi dengan pemujaan kepada Sang Putra Allah yang datang bagi kita dalam rupa manusia pada hari Natal yang pertama di masa lampau itu.
Perjanjian Baru menjelaskan lebih lanjut siapa Putra yang dimaksud ini. Di Lukas 1, malaikat pembawa kabar menampakkan diri kepada Maria dan memperkenalkan bayi Kristus yang akan lahir itu dalam empat cara. Dia akan menjadi putra Maria, ini berarti Dia adalah manusia seutuhnya (1:31). Dia akan menjadi Anak Allah yang Mahatinggi, ini berarti Dia adalah Allah seutuhnya (1:32). Dia juga menjadi Anak Daud, ini menjadikan Dia anggota keturunan raja (1:32). Dia akan disebut Anak Allah (1:35), ini membuatnya setara dengan Bapa-Nya dalam segala hal. Semua peran yang harus diemban Sang Mesias telah digenapi melalui setiap pernyataan yang berbeda mengenai status-Nya sebagai Putra Allah.
Ketika kita menyembah-Nya pada masa Natal ini, kiranya perayaan kita dipenuhi dengan rasa sukacita dan takjub akan makna Natal yang sejati. Bapa kita di surga telah memberi kita Putra-Nya yang sempurna seutuhnya. Sembah dan puji Dia, Tuhanmu! —WEC
Terang yang ilahi, Allah yang sejati,
T’lah turun menjadi manusia.
Allah sendiri dalam rupa insan!
Sembah dan puji Dia, Tuhanmu. —Wade
(Kidung Jemaat, No. 109)
Kasih Allah terwujud dalam rupa manusia di Betlehem.

Wednesday, December 18, 2013

Tidak Akan Merasa Hampa

Baca: Mazmur 107:1-9
Sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan. —Mazmur 107:9
Cucu kami, Julia, pernah menghabiskan musim panas dengan melayani di panti asuhan di Busia, Uganda. Di hari terakhirnya di sana, ia menemui setiap anak untuk mengucapkan salam perpisahan. Seorang gadis kecil bernama Sumaya menjadi sangat sedih dan berkata padanya, “Besok kau akan meninggalkan kami, dan minggu depan bibi-bibi (para pekerja) yang lain juga akan pergi.”
Ketika Julia mengiyakan kepergiannya, Sumaya berpikir sejenak dan berkata, “Kami merasa benar-benar hampa karena kalian semua akan pergi!” Sekali lagi, Julia mengiyakan ucapannya. Gadis kecil itu lanjut berpikir beberapa saat, lalu berkata, “Tetapi Allah akan menyertai kami, jadi kami tidak akan merasa benar-benar hampa.”
Bila jujur pada diri sendiri, kita juga tahu perasaan “benar-benar hampa” itu. Inilah kehampaan yang tak akan pernah dipuaskan oleh persahabatan, cinta, seks, uang, kuasa, ketenaran, atau kesuksesan. Inilah keinginan akan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sesuatu yang sangat berharga tetapi yang kini hilang. Setiap hal yang baik dapat mengingatkan, mengisyaratkan, dan membangkitkan kerinduan besar dalam diri kita untuk meraih “sesuatu yang lebih” itu. Yang bisa kita nikmati hanyalah bayangan, indahnya wajah seseorang, suatu lukisan, sebuah pemandangan yang dapat hilang dalam sekejap. C. S. Lewis berkata, “Kerinduan adalah milik kita yang terbaik.”
Kita telah diciptakan untuk Allah, dan pada akhirnya, tidak ada satu hal pun yang dapat memuaskan kita. Tanpa Dia, kita memang benar-benar hampa. Hanya Dia yang dapat memuaskan jiwa yang lapar dengan berbagai kebaikan (Mzm. 107:9). —DHR
Ya Tuhan, penuhilah aku dengan kebaikan dan kasih-Mu.
Tidak ada yang kuingini di bumi dan surga selain Engkau.
Tanpa Engkau, aku tidak memiliki apa-apa. Terima kasih untuk
kepuasan abadi yang dapat kami temukan di dalam Engkau.
Allah takkan memberi kita kebahagiaan dan damai terlepas dari diri-Nya, sebab hal itu memang tidak ada. —C. S. Lewis

Tuesday, December 17, 2013

Kasih Dan Dukungan

Baca: Filipi 4:10-18
Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini. —Filipi 1:5
Saya pernah menerima sepucuk surat dari seorang sahabat yang melayani di sebuah panti asuhan di suatu negara berkembang. Demikian tulisnya: “Ketika kemarin aku duduk di meja kerjaku, aku melihat ada barisan semut di lantai. Saat mengikuti jejak semut itu, aku kaget melihat ribuan semut telah memenuhi dinding kantor kami luar-dalam. Semuanya sudah mereka kerubungi. Untungnya salah seorang pekerja kami turun tangan untuk membereskannya. Kurang dari sejam kemudian, semua semut itu pun pergi.”
Setelah bercerita tentang semut itu, ia bertanya pada saya, “Bagaimana keadaanmu di tempat kerja hari ini?” Terkadang kita perlu diingatkan akan kebutuhan orang yang telah meninggalkan kenyamanan dan kemudahan hidup yang mereka nikmati selama ini. Allah memanggil setiap orang untuk melakukan pelayanan yang berbeda-beda, dan ada di antaranya yang memang sulit. Bekerja di kantor yang diserbu semut memang bukan hal yang menyenangkan, tetapi sahabat saya ada di sana bukan untuk mencari kesenangan.
Banyak orang percaya, termasuk sahabat saya, telah menyerahkan hidup mereka secara total kepada Kristus. Bagi mereka, melepaskan kenyamanan dan kemudahan hidup hanyalah perkara sederhana demi menghormati Dia yang begitu mengasihi kita. Mereka membutuhkan dukungan kita, sama seperti Paulus bergantung kepada para sahabatnya di Filipi—untuk persekutuan (Flp. 1:5), dukungan keuangan (4:16), dan pemeliharaan diri (4:18). Ketika kita mendukung sahabat-sahabat kita yang telah meninggalkan lingkungan terdekat mereka guna melayani Allah di tempat lain, kita sedang menunjukkan kasih kepada Dia yang telah mengutus mereka. —JDB
Ya Tuhan, berikanlah aku hikmat untuk mengetahui siapa di antara
pekerja-pekerja di ladang-Mu yang memerlukan bantuanku.
Tunjukkanlah kepadaku bagaimana keluargaku dapat menguatkan
mereka dengan dorongan semangat dan dukungan yang kami berikan.
Hidup ini indah jika kita rela mengasihi, bukan dikasihi; memberi, bukan menerima; melayani, bukan dilayani.

Monday, December 16, 2013

Hidup Melawan Arus

Baca: Matius 16:21-28
Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. —Matius 16:25
Sungai Chicago tidaklah seperti sungai-sungai lainnya. Hal itu dikarenakan arusnya yang mengalir terbalik. Para insinyur memutar balik arusnya lebih dari seabad yang lalu, karena warga kota menggunakan sungai itu sebagai tempat membuang sampah. Semua limbah rumah tangga dan industri mengalir melalui sungai ini hingga kemudian bermuara ke Danau Michigan. Karena air danau tersebut merupakan sumber air minum bagi penduduk Chicago, ribuan orang jatuh sakit dan meninggal dunia, sebelum pemerintah kota akhirnya memutuskan untuk mengubah arus sungai ke arah yang berlawanan supaya air dapat mengalir ke luar dari danau.
Hidup Yesus selama di dunia mungkin terlihat berlawanan dari apa yang kita harapkan. Sebagai Raja yang mulia, Dia lahir ke dunia sebagai seorang bayi yang lemah.
Sebagai Allah yang menjadi manusia, Dia dituduh telah menghujat Allah. Sebagai satu-satunya manusia yang tidak berdosa, Dia disalibkan layaknya seorang penjahat. Namun Yesus menjalani hidup di dunia sesuai dengan kehendak Allah (Yoh. 6:38). Sebagai pengikut Kristus, sikap dan perilaku kita yang meneladani Yesus mungkin terlihat “melawan arus”. Memberkati musuh (Rm. 12:14), mementingkan kesalehan daripada kekayaan (1Tim. 6:6-9), dan bersukacita dalam pencobaan (Yak. 1:2) seakan bertentangan dengan nilai-nilai duniawi. Namun, Yesus berkata, “Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 16:25).
Janganlah khawatir bila dalam menjalani hidup, terkadang Anda harus melawan arus. Allah akan memberi Anda kekuatan untuk menghormati Dia, dan Dia akan mendorong Anda terus maju. —JBS
Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk berjuang
melawan arus dunia ini. Tolonglah aku untuk melawan
apa yang salah di mata-Mu dan bertingkah laku dengan
cara-cara yang menyenangkan-Mu, demi kemuliaan nama-Mu.
Mengenakan sikap dan perilaku Yesus akan menunjukkan kehadiran-Nya dalam hidup kita

Sunday, December 15, 2013

Natal Yang Dibatalkan

Baca: Lukas 2:36-38
Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang [Yesus]. —Lukas 2:33
Kami merasa seolah-olah Natal kami tahun lalu telah dibatalkan. Yang sebenarnya terjadi adalah dibatalkannya penerbangan pesawat yang semestinya kami tumpangi akibat hujan salju. Kami mempunyai tradisi yang sudah berjalan bertahun-tahun lamanya untuk merayakan Natal bersama keluarga di Missouri. Jadi alangkah kecewanya kami ketika hanya bisa sampai di Minnesota dan terpaksa pulang kembali ke Michigan.
Pada hari Minggu, dalam khotbahnya, pendeta kami berbicara tentang harapan yang orang-orang miliki pada hari Natal. Khotbah itu, yang sebenarnya tidak akan kami dengar jika perjalanan kami tidak dibatalkan, menarik perhatian saya ketika pendeta berkata, “Jika harapan kita pada hari Natal hanyalah menerima hadiah dan menikmati waktu bersama keluarga, harapan itu terlalu remeh. Semua hal itu memang menyenangkan dan patut disyukuri, tetapi Natal adalah perayaan penuh sukacita atas kedatangan Kristus dan penebusan-Nya.”
Simeon dan Hana bersukacita menyambut kedatangan Yesus dan penyelamatan-Nya saat Yusuf dan Maria membawa bayi Yesus ke bait Allah (Luk. 2:25-38). Simeon, seseorang yang telah menerima penyataan Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Mesias, menyatakan: “Mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu” (ay.30). Ketika Hana, seorang janda yang setia melayani Allah, melihat Yesus, ia “berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem” (ay.38).
Mungkin kita sedang mengalami kekecewaan atau sakit hati di masa Natal ini, tetapi Yesus dan keselamatan yang diberikan-Nya selalu memberi kita alasan untuk bersukacita. —AMC
Alangkah indahnya pada waktu pagi di hari Natal
Meskipun berabad-abad telah berlalu sejak Kristus lahir,
Kita masih dapat menyembah Dia, Tuhan yang Hidup
Yesus, Juruselamat kita, sang Bayi dari Betlehem. —Hutchings
Yesus selalu menjadi alasan untuk bersukacita.

Saturday, December 14, 2013

Janji-Nya Digenapi

Baca: Lukas 2:25-35
Sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa. —Lukas 2:30-31
Ketika Matteo Ricci pergi ke China pada abad ke-16, ia membawa beberapa karya seni Kristen untuk membantunya menyampaikan pesan tentang iman Kristen kepada orang-orang yang belum pernah mendengarnya. Tidak menjadi masalah bagi mereka ketika melihat gambar Maria yang menggendong bayi Yesus. Namun saat Ricci memperlihatkan lukisan tentang penyaliban dan berusaha menerangkan bahwa Anak Allah yang tadinya bayi itu telah datang untuk dihukum mati, para pendengarnya tiba-tiba berubah sikap menjadi jijik dan takut. Mereka tidak siap untuk menyembah Allah yang disalibkan.
Ketika melihat-lihat gambaran pada kartu-kartu Natal yang pernah saya terima, saya pikir kita juga melakukan hal yang sama. Dalam perayaan dan perenungan yang kita lakukan di masa Natal, mungkin saja kita tidak terpikir bagaimana kisah yang dimulai di Betlehem itu akan berujung di Kalvari.
Dalam kisah Natal yang dicatat oleh Lukas, hanya satu orang, yakni Simeon yang sudah sangat tua, yang tampaknya memahami rahasia dari apa yang sedang dikerjakan Allah. “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan,” kata Simeon kepada Maria. Ia lalu bernubuat bahwa suatu pedang akan menembus jiwa Maria sendiri (2:34-35).
Sekalipun kelihatannya tidak banyak hal yang berubah—Herodes masih berkuasa, tentara Romawi masih menduduki tanah Israel—Simeon tahu betul bahwa di balik semua itu, segala sesuatu telah berubah. Janji Allah bagi penebusan umat-Nya telah digenapi. —PDY
Ia dibawa ke bukit Kalvari,
Ia dipaku di kayu salib;
Ia menanggung sengsara dan nista,
‘Ku ditebus dari dosa keji. —Chapman
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 70)
Merenungkan palungan tanpa memikirkan salib-Nya akan mengurangi makna sejati dari kelahiran Kristus.

Friday, December 13, 2013

Upah Yang Kekal

Baca: 1 Korintus 9:24-27
Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal. —1 Timotius 4:8
Larisa Latynina, seorang pesenam asal Ukraina, memegang rekor sebagai peraih 18 medali Olimpiade. Ia memenangi medali-medali tersebut pada Olimpiade tahun 1956, 1960, dan 1964. Rekor yang bertahan selama 48 tahun ini terpecahkan ketika Michael Phelps memenangi medalinya yang ke-19 dalam perlombaan renang gaya bebas estafet 4×200 meter pada Olimpiade 2012 di London. “Tampaknya prestasi Latynina tidak lagi diingat oleh sejarah,” demikian ditulis redaksi majalah International Gymnast. Ketika negara Uni Soviet terpecah, “kita benar-benar sudah melupakan namanya.”
Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa terkadang kerja keras kita bisa terlupakan. Para olahragawan melatih tubuh mereka dengan penuh penguasaan diri demi memperoleh medali yang fana sebagai upah atas usaha mereka tersebut (1Kor. 9:25). Namun yang fana bukan hanya medali. Seiring berlalunya waktu, ingatan orang tentang prestasi yang mereka peroleh pun akan memudar dan hilang. Bila para olahragawan bisa berkorban begitu banyak demi memperoleh prestasi di dunia, prestasi yang akhirnya akan dilupakan oleh sejarah, tidakkah para pengikut Kristus sepatutnya berusaha jauh lebih keras demi memperoleh suatu mahkota yang abadi? (1Tim. 4:8).
Pengorbanan dan tekad para olahragawan itu dianugerahi medali, piala, dan uang. Namun Bapa kita di surga akan menganugerahkan upah yang lebih besar kepada anak-anak-Nya atas kesetiaan mereka (Luk. 19:17).
Allah tidak akan pernah melupakan pelayanan yang kita lakukan atas dasar kasih kepada Dia yang terlebih dahulu mengasihi kita. —CPH
Tuhan, terima kasih untuk kesempatan menggunakan karunia yang
Kau berikan untuk melayani-Mu hari ini. Tolonglah aku untuk
melakukannya dengan taat, dan tidak mengharapkan apa pun selain
menerima ucapan-Mu, “Baik sekali perbuatanmu itu” sebagai upah.
Selalu ada upah untuk pengorbanan yang diberikan demi Kerajaan Allah.

Thursday, December 12, 2013

Kostum Atau Seragam?

Baca: Roma 13:11-14
Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya. —Roma 13:14
Eunice McGarrahan pernah memberikan ceramah yang luar biasa tentang hal pemuridan Kristen. Ia berkata, “Kostum adalah sesuatu yang Anda kenakan untuk berpura-pura menjadi seperti sosok yang Anda kenakan. Sedangkan seragam akan mengingatkan Anda pada jati diri Anda yang sebenarnya sesuai apa yang Anda kenakan.”
Perkataannya itu mengingatkan saya akan hari pertama saya dalam pelatihan dasar militer Amerika Serikat. Pada saat itu masing-masing dari kami diberi sebuah kotak dan diperintahkan untuk memasukkan semua pakaian sipil kami ke dalamnya. Kotak itu kemudian dikirim ke alamat rumah kami. Sejak saat itu, setiap hari kami mengenakan seragam yang mengingatkan bahwa kami telah memasuki masa-masa pelatihan penuh disiplin yang dirancang untuk mengubah sikap dan perilaku kami.
“Marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan,” kata Rasul Paulus kepada para murid Yesus di Roma, “dan mengenakan perlengkapan senjata terang” (Rm. 13:12). Selanjutnya Dia memerintahkan mereka, “Kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya” (ay.14). Tujuan dari tindakan “menanggalkan” dan “mengenakan” adalah untuk memiliki suatu jati diri yang baru dan hidup yang diubahkan (ay.13).
Saat kita memilih untuk mengikut Kristus sebagai Tuhan kita, Dia mulai membentuk kita untuk semakin menyerupai Dia dari hari ke hari. Ini bukanlah sikap berpura-pura menjadi sosok yang lain, tetapi proses yang menjadikan diri kita semakin matang di dalam Kristus. —DCM
‘Ku mau serupa, Tuhan yang mulia,
Inilah doa harapanku.
Rela buangkan semua hartaku,
‘Tuk mendapatkan Yesus Kristus. —Chisholm
(Kidung Puji-Pujian Kristen, No. 291)
Menjadi murid Kristus itu cuma-cuma . . . tetapi akan menuntut seluruh hidup Anda. —Dietrich Bonhoeffer

Wednesday, December 11, 2013

Harapan Bagi Yang Ragu

Baca: Yesaya 55:6-13
Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya. —Yesaya 55:11
Sebagai seorang pembina rohani di dunia kerja, saya punya kesempatan istimewa untuk berbincang-bincang dengan banyak orang. Beberapa dari mereka memandang iman Kristen dengan skeptis. Saya menemukan tiga kendala utama yang menghambat mereka untuk percaya kepada Kristus.
Yang mengherankan, kendala pertama mereka bukanlah ketidakmauan untuk percaya pada keberadaan Allah; mereka justru ragu apakah diri mereka cukup penting untuk mendapat perhatian Allah. Kedua, ada yang percaya bahwa mereka tidak layak menerima pengampunan Allah. Mereka sering menilai diri mereka sendiri terlalu buruk. Kendala yang ketiga? Mereka heran mengapa Allah tidak menyatakan diri-Nya kepada mereka jika memang Dia ada di luar sana.
Mari kita membahas kendala tersebut dimulai dari yang paling akhir untuk melihat apa yang dikatakan firman Allah. Pertama, Allah tak pernah mempermainkan kita. Dia berjanji jika kita membaca firman-Nya, Dia menjamin firman-Nya akan berhasil menggenapi maksud-Nya (Yes. 55:11). Dengan kata lain, jika kita membaca firman-Nya, kita akan tahu bahwa Allah memang menyatakan diri- Nya kepada kita. Inilah mengapa Alkitab sering berbicara mengenai belas kasihan dan pengampunan-Nya kepada semua orang (ay.7). Kesediaan-Nya untuk mengampuni jauh melebihi kesediaan kita sendiri. Ketika mengetahui bahwa kita mendengar Allah berbicara lewat Alkitab dan Dia melimpahkan rahmat-Nya, kita akan semakin yakin bahwa Dia memperhatikan pada saat kita berseru kepada-Nya.
Kisah kasih Allah memang luar biasa, karena hal itu dapat memberikan harapan bagi kita semua. —RKK
Ada kalanya pikiran kita dipenuhi keraguan,
Saat kita mempertanyakan apakah iman itu;
Namun kita dapat percaya pada-Nya, dan tahu Dia peduli—
Allah kita hidup, seperti dinyatakan oleh Alkitab. —Fitzhugh
Keraguan yang murni dapat menjadi langkah awal untuk mempunyai iman yang kuat.

Tuesday, December 10, 2013

Persaingan Memberi

Baca: 2 Korintus 9:6-15
Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!—2 Korintus 9:15
Sebuah iklan televisi di masa Natal yang saya sukai menampilkan dua orang tetangga yang saling bersaing secara baik-baik untuk melihat siapa yang paling banyak bisa menyebarkan sukacita Natal. Mereka berdua mengamati satu sama lain ketika menghias rumah mereka dan pohon-pohon dengan lampu yang berkelap-kelip. Kemudian mereka memperbaiki rumah masing-masing supaya yang satu lebih baik daripada yang lain. Selanjutnya, mereka mulai bersaing untuk melihat siapa yang bisa memberi paling banyak kepada tetangga-tetangga yang lain, dan mereka pun berlarian dengan riang gembira sambil membagi-bagikan hadiah.
Umat Allah tidaklah berada dalam suatu persaingan untuk melihat siapa yang bisa memberi paling banyak, tetapi kita dipanggil untuk “suka memberi dan membagi” (1Tim. 6:18). Rasul Paulus memerintahkan jemaat di Korintus: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor. 9:7).
Di masa Natal, ketika kita memberikan hadiah kepada orang lain, kita mengingat kemurahan Allah kepada kita—Dia telah memberikan Anak-Nya bagi kita. Ray Stedman berkata, “Yesus meninggalkan kekayaan-Nya dan masuk ke dunia ciptaan-Nya dalam kemiskinan untuk memperkaya kita semua dengan anugerah-Nya.”
Seberapa pun banyaknya hadiah yang kita bagikan, semua itu tidak akan bisa menandingi kemurahan Tuhan yang berlimpah ruah. Kita mengucap syukur kepada Allah untuk Yesus, karunia-Nya yang tak terkatakan itu! (ay.15). —AMC
Naikkan pujian pada Bapa, Pencipta dan Raja,
Yang rahmat-Nya memberi kita nyanyian baru;
Yang ciptakan kita, dan mengasihi kita yang berdosa,
Dan merancang penebusan kita dengan harga mulia. —Clarkson
Tiada pemberian yang lebih besar daripada Kristus itu sendiri.

Monday, December 9, 2013

Yang Baik Dan Yang Buruk

Baca: Yunus 4
Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya . . .[lalu] datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu. —Yunus 4:6-7
Kisah Nabi Yunus yang memberontak menunjukkan kepada kita bagaimana Allah rindu menggunakan baik berkat maupun ujian untuk menantang kita dan mengubah kita agar menjadi lebih baik. Lima kali dalam kitab Yunus disebutkan bahwa Tuhanlah yang merencanakan keadaan yang dialami Yunus—keadaan yang baik maupun yang buruk.
Dalam Yunus 1:4 dituliskan bahwa Tuhan mengirimkan badai. Dikatakan bahwa Dia “menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar.” Setelah awak kapal mengetahui bahwa Yunus menjadi penyebab dari badai tersebut, mereka membuangnya ke laut (1:15). Kemudian “atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus” supaya ia tidak tenggelam (1:17).
Kitab tersebut selanjutnya menceritakan bahwa “atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak” untuk menaungi Yunus (4:6). Kemudian kita melihat Allah mengirim seekor ulat untuk menghabiskan pohon tersebut, dan meniup angin yang panas, serta membiarkan sinar matahari yang seakan-akan menyakiti kepala Yunus (4:7-8). Serangkaian keadaan tersebut digunakan Allah untuk menyingkapkan sikap Yunus yang memberontak terhadap-Nya. Baru setelah penyingkapan itulah, Allah dapat menegur langsung masalah dalam hati Yunus.
Ketika kita menghadapi keadaan yang berbeda-beda, kita perlu mengingat bahwa Allah berdaulat atas berkat maupun masalah yang datang dalam hidup kita. Dia rindu menggunakan segala sesuatunya untuk membangun watak kita (Yak. 1:1-5). Dia menggunakan yang baik maupun yang buruk untuk mengubah diri kita dan membimbing kita dalam perjalanan hidup ini. —HDF
Sang Pencipta alam semesta
Tahu setiap kebutuhan manusia,
Dan memenuhi kebutuhan itu
Sesuai dengan rencana-Nya. —Crane
Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.

Sunday, December 8, 2013

Ketakutan Yang Besar

Baca: Lukas 2:8-20
Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa.—Lukas 2:10
Setelah menjalani persiapan selama berminggu-minggu, akhirnya malam pertunjukan musikal tahunan oleh paduan suara anak untuk Natal tahun 1983 itu pun tiba. Anak-anak yang sudah memakai kostum mereka mulai memasuki auditorium ketika tiba-tiba kami mendengar bunyi gaduh di pintu belakang. Saya dan istri menengok dan melihat anak kami, Matt. Ia menangis dengan keras dan tampak sangat ketakutan. Ia memegang kencang-kencang pegangan pintu dan menolak untuk masuk ke dalam auditorium. Setelah berunding cukup lama, sang sutradara akhirnya memberi tahu Matt bahwa ia tidak harus tampil di panggung. Sebagai gantinya, Matt duduk bersama kami, dan ketakutannya pun segera berkurang.
Meskipun biasanya kita tidak memandang Natal sebagai saat-saat yang menakutkan, sebenarnya ada ketakutan besar yang dialami pada malam Kristus lahir. Lukas berkata, “Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan” (Luk. 2:9). Penampakan malaikat pembawa kabar itu tidak segera bisa dimengerti oleh para gembala. Namun sang malaikat menenangkan mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa” (ay.10).
Di tengah dunia yang dipenuhi ketakutan, kita perlu mengingat bahwa Yesus datang sebagai Raja Damai (Yes. 9:5). Kita sangat membutuhkan damai dari-Nya. Ketika kita memandang kepada-Nya, Dia akan meredakan ketakutan kita dan menenangkan hati kita. —WEC
Raja Damai yang besar,
Surya Hidup yang benar,
Menyembuhkan dunia
Di naungan sayap-Nya. —Wesley
(Kidung Jemaat, No. 99)
Ketika Allah datang dalam rupa manusia, lenyaplah ketakutan. —F. B. Meyer

Saturday, December 7, 2013

Lampu-Lampu Natal

Baca: Matius 5:13-16
Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.—Matius 4:16
Setiap bulan Desember tiba, ada 13 keluarga yang tinggal di dekat tempat tinggal kami yang akan memasang 300.000 lampu Natal untuk menampilkan suatu pertunjukan cahaya yang memukau. Orang-orang yang tinggal di tempat yang jauh rela datang dan mengantri berjam-jam untuk menyaksikan pertunjukan dari serangkaian lampu berwarna-warni dan mendengar musik yang telah diatur sesuai dengan kelap-kelip lampu-lampu tersebut. Paduan sinar dan musik tersebut begitu rumit sampai-sampai dibutuhkan 64 unit komputer untuk mengatur seluruh pertunjukan tersebut.
Ketika saya memikirkan tentang lampu-lampu Natal tersebut, saya teringat pada Sang Terang yang membuat Natal menjadi hari raya bagi banyak orang—satu-satunya Terang yang bersinar sedemikian cemerlang sehingga seluruh dunia disinari-Nya dengan kebenaran, keadilan, dan kasih. Terang ini—Yesus—adalah Pribadi yang selama ini telah dinanti dan dicari oleh dunia (Yes. 9:2,6-7). Dan Dia telah memerintahkan kepada para pengikut-Nya untuk memancarkan terang- Nya supaya orang lain melihatnya dan memuliakan Allah (Mat. 5:16).
Bayangkan seandainya orang Kristen berusaha dengan sungguh-sungguh memancarkan dan menunjukkan terang kasih Allah seperti halnya keluarga-keluarga tadi berusaha menerangi lingkungan mereka dengan pertunjukan lampu-lampu Natal. Mungkin usaha kita dapat mendorong jiwa-jiwa yang masih hidup dalam kegelapan untuk mau melihat Yesus, Terang yang besar itu. Ketika orang percaya bekerja bersama untuk memancarkan kasih Allah, kabar baik akan bersinar lebih terang dan menarik lebih banyak orang untuk datang kepada Yesus, Sang Terang dunia. —JAL
Kiranya aku dipenuhi dengan hidup ilahi-Nya;
Kiranya aku mengenakan kuasa dan kemuliaan-Nya;
Kiranya aku mencerminkan keagungan Juruselamatku—
Dengan senantiasa bersinar sebagai terang dunia! —NN.
Kesaksian kita tentang Kristus adalah terang di tengah dunia yang gelap.

Friday, December 6, 2013

Lebih Dari Cukup

Baca: Mazmur 103:1-11
[TUHAN] yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat.—Mazmur 103:4
Ketika menjamu sekelompok besar tamu di rumah saya, saya mengkhawatirkan kalau-kalau makanan yang saya siapkan tidak akan cukup untuk dinikmati oleh seluruh tamu. Namun seharusnya saya tidak perlu khawatir. Tanpa saya duga, beberapa orang teman membawa makanan tambahan dan kami semua dapat menikmati makanan yang tiba-tiba berlimpah itu. Kami punya makanan yang lebih dari cukup dan saling berbagi dari kelimpahan itu.
Kita melayani Allah sumber kelimpahan yang selalu memberi kita “lebih dari cukup”. Kita dapat melihat kemurahan hati Allah melalui cara Dia mengasihi anak-anak-Nya.
Dalam Mazmur 103, Daud menuliskan daftar yang berisi banyaknya berkat yang dianugerahkan Bapa kepada kita. Ayat 4 menyebutkan bahwa Dia menebus hidup kita dari lubang kubur dan memahkotai kita dengan kasih setia dan rahmat. Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa Allah “telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani” dan “dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan” (Ef. 1:3; 3:20).
Karena kasih-Nya yang besar, kita disebut anak-anak Allah (1Yoh. 3:1), dan kasih karunia-Nya membuat kita “senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu” supaya kita “berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2Kor. 9:8).
Kasih dan anugerah Allah yang melimpah atas hidup kita akan memampukan kita untuk membagikannya kepada sesama. Allah yang berkuasa dan memelihara hidup kita adalah Allah yang selalu memberi kita “lebih dari cukup”! —CHK
Mari, puji Raja sorga,
Persembahan bawalah!
Ditebus-Nya jiwa raga,
Maka puji nama-Nya. —Lyte
(Kidung Jemaat, No. 288)
Kita akan selalu berkecukupan
jika Allah menjadi sumber hidup kita.

Thursday, December 5, 2013

Perbaiki Nafsu Anda

Baca: Filipi 4:4-13
Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. —Filipi 4:11
Semasa istri saya masih muda dan tinggal di Austin, Texas, keluarganya bertetangga dan bersahabat dengan Carlyle Marney, gembala dari gereja yang mereka hadiri. Salah satu ujaran Dr. Marney tentang kecukupan diri telah menjadi semacam semboyan bagi keluarga istri saya. Beliau berkata, “Kita hanya perlu memperbaiki nafsu kita.”
Alangkah mudahnya bagi kita untuk mengingini sesuatu lebih dari yang sebenarnya kita butuhkan dan lebih memusatkan perhatian kita untuk meraih sesuatu daripada memberi kepada sesama. Jika terus demikian, tidak heran apabila nafsu kitalah yang akhirnya menentukan keputusan-keputusan yang kita ambil.
Ketika Rasul Paulus menulis suratnya kepada para pengikut Yesus di kota Filipi, ia berkata, “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan . . . baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam kelimpahan maupun dalam hal kekurangan” (Flp. 4:11-12). Dengan kata lain, Paulus hendak mengatakan, “Aku sudah memperbaiki nafsu saya.” Perhatikan bahwa rasa cukup itu tidak begitu saja hadir dalam diri Paulus. Ia “belajar mencukupkan diri” melalui berbagai kesulitan yang dialami dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam masa-masa menjelang Natal ini, ketika kegiatan berbelanja hadiah menjadi pusat perhatian banyak orang di mana-mana, mengapa tidak kita menetapkan hati untuk memusatkan perhatian kita pada belajar mencukupkan diri dalam keadaan yang kita alami sekarang? Kedengarannya mungkin sulit, tetapi ketika berbicara tentang belajar mencukupkan diri, Paulus berkata, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (ay.13). —DCM
Tolonglah kami, Tuhan, untuk belajar merasa cukup saat hidup terasa
sulit dijalani. Jagalah kami agar tak mempercayai dusta yang
mengatakan bahwa harta yang banyak akan membuat kami semakin
bahagia. Kiranya kami mencukupkan diri dengan pemberian-Mu.
Rasa cukup diawali dengan lebih sedikit mengingini.

Wednesday, December 4, 2013

Batu Eureka

Baca: Matius 13:44-50
Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang,yang ditemukan orang,lalu dipendamkannya lagi.Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.—Matius 13:44
Pada tahun 1867, di sebuah ladang di Afrika Selatan, seorang anak 15 tahun bernama Erasmus Jacobs melihat sebuah batu yang memantulkan cahaya berkilauan di bawah sinar matahari. Ia bercerita tentang batu yang berkilau itu kepada seorang tetangga yang kemudian ingin membelinya dari keluarga Erasmus. Karena tidak mengetahui nilai dari batu itu, ibu Erasmus berkata kepada tetangganya, “Ambil saja batunya kalau engkau mau.”
Ternyata di kemudian hari, seorang ahli mineral menemukan bahwa batu tersebut adalah sebongkah intan dengan kadar 21,25 karat dan bernilai sangat tinggi. Batu itu kemudian dikenal sebagai “Intan Eureka”. (Dalam bahasa Yunani, eureka berarti “Aku menemukannya!”) Segera setelah itu, harga tanah di sekitar ladang Jacobs pun membubung naik, dan di bawah tanah tersebut ditemukan salah satu tambang intan terbesar yang pernah ada.
Yesus berkata bahwa menjadi anggota dari Kerajaan Allah mempunyai nilai layaknya harta karun: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu” (Mat. 13:44).
Ketika kita percaya pada Yesus, “momen eureka” rohani pun kita alami. Allah memberi kita pengampunan lewat Anak-Nya. Itulah harta terbesar yang bisa ditemukan manusia. Hidup kita kini bernilai mulia karena kita telah diangkat menjadi anggota kerajaan kekal Allah yang sungguh berbahagia. Alangkah sukacitanya kita dapat membagikan harta yang berharga tersebut kepada orang lain. —HDF
Betapa kita perlu menyadari betul
Sukacita yang ingin Allah berikan!
Harta tak ternilai di dalam Yesus—
Membuat kita kaya tiada tara! —D. DeHaan
Kerajaan Allah adalah harta karun yang harus dibagi dengan orang lain.

Tuesday, December 3, 2013

Satu Regangan

Baca: 1 Yohanes 2:24-3:3
Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita,sehingga kita disebut anak-anak Allah,dan memang kita adalah anak-anak Allah.—1 Yohanes 3:1
Selama bertahun-tahun, Sarah telah menderita sakit punggung bagian bawah yang makin memburuk. Dokter mendorongnya untuk menjalani terapi fisik, dan ia diminta untuk melakukan 25 kali peregangan setiap hari. Sakitnya memang berkurang tetapi tidak hilang sepenuhnya. Jadi dokter mengadakan pemeriksaan dengan sinar-X dan memintanya
untuk ke terapis yang lain. Sarah diminta berhenti melakukan peregangan seperti yang dianjurkan terapis sebelumnya dan cukup
melakukan satu kali peregangan saja dalam satu hari. Ajaibnya, justru satu kali peregangan sederhana itulah yang berhasil menolongnya.
Terkadang, kebenaran yang paling sederhana itulah yang terbaik. Ketika Karl Barth diminta untuk meringkas seluruh karya
hidupnya dalam bidang teologi ke dalam satu kalimat, ia menjawab singkat, “Yesus sayang padaku!” Ada yang berkata bahwa ia menambahkan, “Alkitab mengajarku.”
Kasih Allah bagi kita telah nyata. Dia memberikan Anak-Nya untuk menyelamatkan kita dari dosa kita sendiri. Kristus mati di kayu salib dengan menanggung dosa kita. Kemudian Dia bangkit dan memberi kita hidup baru di dalam diri-Nya. Ajaib benar kasih-Nya! Inilah yang dikatakan Yohanes, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh. 3:1)
Tentu kasih Yesus bagi kita bukanlah semacam plester atau obat serbabisa yang manjur menyembuhkan segala masalah hidup. Namun kasih itu menjadi satu kebenaran yang selalu bisa kita andalkan untuk memberi makna pada hidup kita dan damai dengan Allah. —AMC
Pada-Mu ya Bapa ‘ku bersyukur,
Kar’na bagi dunia Hu nyatakan
Pelbagai ajaib satu terbesar
Yang terindah yakni kasih-Mulah. —Bliss
(Nyanyian Kemenangan Iman, No. 287)
Alangkah luar biasanya menyadari bahwa Yesus mengasihi saya.

Monday, December 2, 2013

Berkelakuan Bersih

Baca: Mazmur 26
Siapa bersih kelakuannya, aman jalannya. —Amsal 10:9
Kami menyebutnya Liga Integritas, tetapi sebenarnya kami hanya sekelompok pria yang berkumpul saat makan siang untuk bermain bola basket. Kami sepakat untuk menghukum pelanggaran kami sendiri, berusaha untuk menghindari kemarahan yang meledak-ledak, dan sama-sama menjaga agar supaya permainannya berlangsung sportif dan menyenangkan. Kami bermain dengan gigih dan tidak mau kalah—tetapi kami semua sepakat bahwa kelakuan yang bersih dan jujur haruslah mewarnai semangat kami dalam bertanding.
Berkelakuan bersih. Kitab Suci dengan jelas menyebutkan pentingnya sifat ini. Dan kita menghormati Allah yang berkuasa atas hidup kita ketika kita menerapkannya dalam keseharian kita.
Melalui firman-Nya, Allah telah memberikan kepada kita alasan yang jelas untuk “hidup dalam ketulusan” (Mzm. 26:11). Seseorang yang berkelakuan bersih akan menjalani hidup yang aman, sesuatu yang tidak dapat dialami oleh orang yang “berliku-liku jalannya” (Ams. 10:9). Seorang pengikut Allah yang hidup dengan kelakuan bersih akan terlindungi oleh keyakinannya dalam Allah, karena ia menanti-nantikan campur tangan Allah dalam hidupnya dan tidak berusaha untuk mendahului-Nya dengan tergesa-gesa (Mzm. 25:21). Seseorang yang hidupnya bersih juga akan menerima tuntunan dan arahan yang jelas (Ams. 11:3).
Mengapa kita harus mementingkan kelakuan yang bersih dalam hidup ini? Karena menaati Allah dengan cara demikian menunjukkan bahwa kita memang mempercayakan hidup kita pada Allah dan kita ingin memancarkan kasih-Nya yang agung itu kepada sesama. —JDB
Bapa di surga, tolong aku agar aku selalu menyatakan kebenaran
dan berlaku jujur. Tolonglah agar hidupku mencerminkan
kekudusan-Mu dan memancarkan terang Allah yang bisa dilihat
semua orang. Tolong aku menjalani hidup yang bersih.
Kelakuan yang bersih merupakan wujud nyata
dari sifat yang serupa dengan Kristus.

Sunday, December 1, 2013

Allah Menanti

Baca: Yohanes 14:1-6
Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, . . . tetapi Ia sabar terhadap kamu,karena Ia menghendaki supaya jangan ada yangbinasa, melainkan supayasemua orang berbalik dan bertobat. —2 Petrus 3:9
Di masa Natal ini kita banyak menanti. Kita menanti di tengah kemacetan lalu lintas. Kita menanti dalam antrian di kasir untuk membayar hadiah yang kita beli. Kita menanti anggota keluarga kita untuk tiba dan berkumpul bersama. Kita menanti saatnya untuk berkumpul di sekitar meja makan yang dipenuhi dengan makanan kesukaan kita. Kita menantikan waktunya untuk membuka hadiah yang kita terima sebagai ungkapan kasih dari orang lain.
Semua penantian yang kita alami itu bisa menjadi pengingat bagi umat Kristen bahwa Natal sesungguhnya adalah perayaan bagi kita untuk menantikan sesuatu yang jauh lebih penting dari sekadar suatu tradisi hari raya. Seperti bangsa Israel di masa lalu, kita pun sedang menantikan Yesus. Meski Dia telah datang sebagai Mesias yang sudah lama dinantikan, Dia belum datang sebagai pribadi yang berkuasa penuh atas seluruh bumi. Jadi saat ini, kita menantikan kedatangan Kristus yang kedua kalinya.
Natal mengingatkan kita bahwa Allah juga menantikan orang untuk melihat kemuliaan-Nya, untuk mengakui diri mereka terhilang tanpa Dia, untuk menerima kasih dan pengampunan-Nya, dan untuk berbalik dari dosa. Kita menantikan kedatangan-Nya kembali, tetapi Dia menantikan pertobatan. Apa yang kita anggap sebagai kelalaian Allah, sebenarnya adalah kesabaran-Nya dalam menanti (2Ptr. 3:9).
Tuhan rindu menjalin hubungan dengan orang-orang yang dikasihi-Nya. Dialah yang berinisiatif ketika Dia datang sebagai bayi Yesus dan sebagai Anak Domba yang memberikan nyawa-Nya. Sekarang Dia menantikan kita untuk menyambut-Nya dalam hidup kita sebagai Juruselamat dan Tuhan. —JAL
Allah menanti dalam keheningan
Sementara dunia sibuk lalu lalang;
Tak adakah yang berdiam dan mendengar,
Untuk segera menjawab, “Ini aku Tuhan”? —Smith
Allah menepati janji-janji-Nya dengan sabar.
 

Total Pageviews

Translate