Pages - Menu

Thursday, December 31, 2015

Terbang di Udara

Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit. —Matius 10:31
Terbang di Udara
Dalam bukunya yang berjudul On the Wing (Di Atas Sayap), Alan Tennant menceritakan usahanya untuk melacak migrasi burung alap-alap kawah (Peregrine Falcon). Pemangsa yang dikagumi karena keindahan, kegesitan, dan kekuatannya itu dahulu menjadi sahabat berburu bagi para kaisar dan bangsawan. Sayangnya, maraknya penggunaan pestisida DDT pada dekade 1950-an mengganggu siklus reproduksi burung tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu spesies yang terancam punah.
Karena tertarik untuk memulihkan spesies tersebut, Tennant memasang pemancar pada sejumlah kecil burung alap-alap untuk melacak pola migrasi mereka. Namun ketika ia dan pilotnya menerbangkan kapal terbang Cessna mereka di belakang burung-burung itu, mereka berulang kali kehilangan sinyal dari pemancarnya. Meskipun telah dilengkapi teknologi canggih, mereka tidak selalu dapat melacak burung-burung yang ingin mereka tolong.
Alangkah melegakan ketika menyadari bahwa Allah yang peduli kepada kita tidak pernah kehilangan jejak kita. Yesus bahkan berkata bahwa tidak seekor pun burung pipit “akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. . . . Sebab itu janganlah kamu takut; karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit” (Mat. 10:29-31).
Ketika kita sedang berada dalam keadaan yang sulit, rasa takut dapat menyebabkan kita bertanya-tanya apakah Allah menyadari keadaan kita. Perkataan Yesus meyakinkan kita bahwa Allah sangat peduli kepada kita dan Dia senantiasa memegang kendali. Hidup kita tidak pernah berada di luar pemantauan-Nya. —Dennis Fisher
Bapa, aku menyerahkan kerinduan dan bebanku kepada-Mu di penghujung tahun ini karena aku tahu Engkau peduli kepadaku dan sanggup berkarya dengan dahsyat. Terima kasih karena diriku dan orang-orang yang kukasihi berada di dalam perlindungan-Mu.
Jika Allah peduli pada burung di udara, tidakkah Dia akan peduli kepada anak-anak-Nya?

Wednesday, December 30, 2015

Undangan untuk Beristirahat

Aku akan memberi kelegaan kepadamu. —Matius 11:28
Undangan untuk Beristirahat
Ketika sedang mendampingi seorang sahabat di ruang Unit Gawat Darurat di sebuah rumah sakit, saya tergerak oleh suara rintihan pasien-pasien lain yang sedang kesakitan. Sembari berdoa bagi sahabat saya dan para pasien lain yang menderita, saya menyadari kembali betapa singkatnya kehidupan kita di bumi ini. Saya pun teringat pada sebuah lagu lama yang menyatakan bahwa dunia ini bukanlah kediaman kita—kita “hanya numpang lewat”.
Dunia kita ini dipenuhi dengan keletihan, penderitaan, kelaparan, utang, kemiskinan, sakit-penyakit, dan kematian. Karena mau tidak mau kita harus melewati dunia seperti itu, maka undangan Yesus begitu melegakan dan tepat waktu: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28). Kita sungguh memerlukan kelegaan yang ditawarkan-Nya.
Hampir tidak ada upacara pemakaman yang pernah saya hadiri yang tidak mengutip penglihatan Yohanes tentang “langit yang baru dan bumi yang baru” (Why. 21:1-5), dan ayat-ayat tersebut memang relevan untuk suatu upacara pemakaman.
Namun saya percaya bahwa bagian Alkitab tersebut lebih ditujukan bagi yang masih hidup daripada yang telah meninggal. Mengindahkan undangan Yesus untuk menerima kelegaan di dalam-Nya hanya bisa dilakukan ketika kita masih hidup. Setelah itu, barulah kita berhak menerima segala yang dijanjikan-Nya dalam kitab Wahyu. Allah akan diam bersama kita (ay.3). Dia akan menghapus air mata kita (ay.4). Dan “maut tidak akan ada lagi; . . . perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita” (ay.4).
Terimalah kelegaan yang ditawarkan Yesus dan masuklah ke dalam perhentian yang disediakan-Nya! —Lawrence Darmani
Bapa di surga, hidup ini terkadang indah, tetapi juga terkadang begitu berat. Terima kasih atas kehadiran Roh-Mu bersama kami sekarang ini. Terima kasih juga untuk kehidupan kekal yang pasti kami nikmati bersama-Mu.
Ketika kamu lelah menghadapi pergumulan hidup, terimalah kelegaan di dalam Tuhan.

Tuesday, December 29, 2015

Menolak Apatis

Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara- Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. —Matius 25:40
Menolak Apatis
Ruangan itu sudah dihiasi beragam warna mempesona yang ditata oleh sejumlah wanita berpakaian sari. Mereka sedang bergegas menyelesaikan persiapan untuk suatu acara penggalangan dana. Para wanita asal India yang kini tinggal di Amerika Serikat itu hendak menunjukkan kepedulian mereka terhadap negara asalnya. Ketika mendengar tentang keadaan keuangan sebuah sekolah Kristen untuk anak-anak autis di India, mereka tidak sekadar mengetahui kebutuhan itu, tetapi juga memilih untuk bertindak.
Nehemia tidak membiarkan kenyamanan hidup sebagai juru minum dan orang kepercayaan penguasa tertinggi waktu itu menghapuskan kepeduliannya bagi kaum sebangsanya. Ia menanyakan kabar kota dan penduduk Yerusalem kepada mereka yang baru kembali dari sana (Neh. 1:2). Ia dikabari bahwa “orang-orang . . . yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar” (ay.3).
Hati Nehemia hancur. Ia berkabung, berpuasa, dan berdoa. Ia memohon agar Allah bertindak atas kondisi yang menyedihkan itu (ay.4). Allah pun menolong Nehemia dapat kembali ke Yerusalem untuk memimpin upaya pembangunan kembali kotanya (2:1-8).
Nehemia bisa mengerjakan hal-hal besar bagi kaum sebangsanya karena ia meminta hal-hal besar dari Allah yang Mahabesar dan mengandalkan-Nya. Kiranya Allah membuka mata kita untuk menyadari kebutuhan orang-orang di sekitar kita, dan kiranya Dia menolong kita untuk mempunyai semangat dan kreativitas dalam memberikan solusi yang dapat memberkati sesama. —Poh Fang Chia
Bapa, di sekitar kami ada banyak yang membutuhkan pertolongan. Kami bertekad untuk tak ingin putus asa atau bersikap apatis, melainkan berharap kepada-Mu untuk menolong kami melakukan tugas yang Kau berikan.
Mereka yang berjalan bersama Allah tidak akan melarikan diri dari kebutuhan sesama.

Monday, December 28, 2015

Tempat Perlindungan

Biarlah aku berlindung dalam naungan sayap-Mu! —Mazmur 61:5
Tempat Perlindungan
Para tunawisma di Vancouver, British Columbia, Kanada, mempunyai cara baru untuk menemukan tempat bermalam. Sebuah badan amal lokal, RainCity Housing, telah menciptakan bangku-bangku khusus yang bisa diubah menjadi tempat perlindungan sementara. Bagian belakang bangku tersebut bisa ditarik ke atas hingga menjadi atap yang dapat melindungi seseorang dari terpaan angin dan hujan. Pada malam hari, tempat tidur ini mudah terlihat karena di atasnya terpampang tulisan yang berpendar dalam gelap dan berbunyi: INI KAMAR TIDUR.
Kebutuhan akan tempat perlindungan bisa bersifat fisik, tetapi bisa juga rohani. Allah adalah tempat perlindungan bagi jiwa kita di tengah kesusahan. Raja Daud menulis, “Aku berseru kepada-Mu, karena hatiku lemah lesu; tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi bagiku” (Mzm. 61:3). Ketika jiwa kita berbeban berat, kita menjadi lebih rentan terhadap siasat Si Musuh. Ketakutan, rasa bersalah, dan nafsu adalah sejumlah senjata favorit yang digunakan Iblis untuk menyerang kita. Kita membutuhkan tempat yang memberi kita keteguhan hati dan perlindungan.
Dengan berlindung di dalam Allah, kita bisa menaklukkan Iblis yang mencoba untuk mempengaruhi hati dan pikiran kita. “Sungguh Engkau telah menjadi tempat perlindunganku, menara yang kuat terhadap musuh,” seru Daud kepada Tuhan. “Biarlah aku berlindung dalam naungan sayap-Mu!” (ay. 4-5).
Di saat kita tak berdaya, damai sejahtera dan perlindungan kita temukan di dalam Yesus Kristus, Anak Allah. “Kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku,” kata Yesus. “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33). —Jennifer Benson Schuldt
Ya Allah, aku rapuh dan tak berdaya, tetapi Engkau mahakuasa dan perkasa. Tolonglah aku menemukan damai sejahtera dan perlindungan dalam-Mu pada saat aku tak sanggup lagi menanggung semuanya.
Allah adalah tempat perlindungan kita.

Sunday, December 27, 2015

Debu Intan

Basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju! —Mazmur 51:9
Debu Intan
Di suatu musim dingin yang sangat menusuk tulang di wilayah tempat tinggal kami di Michigan, ada perasaan campur aduk di antara warga tentang cuaca tersebut. Ketika musim dingin yang bersalju berlanjut hingga Maret, sebagian besar orang tidak lagi menyukai salju dan merasa jengkel pada ramalan cuaca yang memberitakan bahwa suhu rendah itu masih akan berlangsung lama.
Walaupun begitu, keindahan salju yang menakjubkan senantiasa membuat saya kagum. Sekalipun saya harus menyekopnya tanpa henti dari halaman rumah ke arah gundukan salju yang menjulang tinggi, saya tetap terpesona dengan benda berwarna putih itu. Suatu hari, kristal es turun dari langit dan jatuh di atas salju yang telah ada. Ketika saya dan istri sedang berjalan kaki di tengah peristiwa yang berkilauan itu, kami seperti melihat debu intan telah bertaburan di sepanjang salju yang membentang.
Dalam Kitab Suci, salju digunakan untuk beragam maksud. Allah menurunkan salju sebagai tanda bagi kebesaran kuasa penciptaan-Nya (Ayb. 37:6; 38:22-23). Pegunungan yang puncaknya tertutup salju mengairi lembah tandus di lerengnya. Namun yang jauh lebih bermakna, Allah menggunakan salju sebagai gambaran pengampunan kita. Kabar baik dari Yesus membuka jalan bagi kita untuk dibersihkan dari dosa dan hati kita dijadikan “lebih putih dari salju” (Mzm. 51:9; Yes. 1:18).
Bila kamu berkesempatan melihat salju, entah langsung atau melalui foto, ucapkanlah syukur kepada Allah atas pengampunan dan kebebasan dari hukuman dosa, yang digambarkan oleh fenomena alam yang indah itu bagi semua yang percaya kepada Sang Juruselamat. —Dave Branon
Tuhan, terima kasih karena Engkau mengampuni kami dan mengubah kenajisan kami menjadi karya pengampunan yang indah. Tolong kami untuk menunjukkan keindahan pengampunan itu kepada orang yang kami temui.
Pengampunan Kristus menjadikan hati kita sebersih salju yang baru turun.

Saturday, December 26, 2015

Pengorbanan Natal

Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya. —Galatia 4:4
Pengorbanan Natal
Cerita pendek klasik karya O. Henry yang berjudul The Gift of the Magi (Persembahan Orang Majus) mengisahkan tentang Jim dan Della, pasangan suami-istri muda yang mengalami kesulitan keuangan. Ketika Natal semakin dekat, masing-masing dari mereka ingin memberikan hadiah istimewa kepada pasangannya, tetapi dana yang tidak mencukupi membuat mereka melakukan tindakan yang ekstrem. Milik Jim yang paling berharga adalah jam saku emasnya, sementara milik Della yang paling berharga adalah rambut panjangnya yang indah. Jadi Jim menjual jam sakunya agar dapat membeli sejumlah sisir untuk rambut Della, sedangkan Della menjual rambutnya untuk membeli rantai bagi jam saku Jim.
Kisah tersebut begitu disukai orang, karena ceritanya mengingatkan kita bahwa pengorbanan merupakan hakikat sekaligus ukuran dari cinta sejati. Pemikiran itu sangat sesuai dengan makna Natal, karena pengorbanan menjadi penggerak utama dari kisah kelahiran Kristus. Yesus Kristus dilahirkan untuk mati, dan Dia dilahirkan untuk mati bagi kita. Itulah sebabnya malaikat memberitahukan kepada Yusuf, “Engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21).
Jauh sebelum kelahiran Kristus, Dia telah ditetapkan untuk datang menyelamatkan kita dari jurang dosa. Hal itu berarti bahwa kita tidak akan pernah sepenuhnya menghargai kelahiran Kristus di palungan jika kita tidak memandang jauh hingga kepada kematian-Nya di kayu salib. Natal sepenuhnya adalah tentang kasih Kristus, yang terbukti dengan sangat jelas dalam pengorbanan-Nya bagi kita. —Bill Crowder
Bagaimana caramu berterima kasih kepada Yesus atas segala sesuatu yang telah Dia lakukan?

Friday, December 25, 2015

Hadiah yang Mudah Pecah

Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu! —2 Korintus 9:15
Hadiah yang Mudah Pecah
Ketika kita memberikan sebungkus hadiah yang rapuh dan mudah pecah, kita akan menuliskan kata-kata “Mudah Pecah” dengan jelas pada kemasannya, karena kita tidak ingin seorang pun menjatuhkan atau merusakkan isinya.
Pemberian Allah bagi kita datang dalam kemasan yang sangat rapuh: seorang bayi. Terkadang kita membayangkan peristiwa Natal pertama itu sebagai adegan yang indah, tetapi setiap ibu yang pernah melahirkan akan mengatakan bahwa tidak demikian kenyataannya. Maria tentu merasa lelah, bahkan mungkin merasa khawatir. Bayi itu adalah anak pertamanya, dan Dia lahir dalam kondisi yang sangat tidak bersih. Bayi itu “dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Luk. 2:7).
Seorang bayi tentu membutuhkan perhatian terus-menerus. Bayi akan menangis, makan, tidur, dan bergantung penuh kepada orang yang merawatnya. Bayi tidak bisa membuat keputusan. Pada zaman Maria hidup, tingkat kematian bayi sangatlah tinggi, dan banyak ibu meninggal dunia pada saat melahirkan.
Mengapa Allah memilih cara yang sedemikian rapuh untuk mengutus Anak-Nya ke dunia? Karena Yesus harus menjadi sama seperti kita untuk dapat menyelamatkan kita. Pemberian Allah yang terbesar itu datang dalam rupa bayi yang rapuh. Allah mengambil risiko itu karena Dia mengasihi kita. Hari ini, marilah kita bersyukur kepada-Nya atas pemberian-Nya yang luar biasa! —Keila Ochoa
Ya Tuhanku, yang Mahakuasa dan Perkasa, aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau rela menjadi kecil dan rapuh pada hari Natal pertama di masa lampau itu. Aku sungguh kagum bahwa Engkau melakukannya bagiku dan bagi seluruh umat manusia ciptaan-Mu.
Kiranya kamu mengalami damai Natal setiap hari sepanjang tahun.

Thursday, December 24, 2015

Misteri Natal

Sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita. —1 Timotius 3:16
Misteri Natal
Di awal kisah karya Charles Dickens yang berjudul A Christmas Carol (Sebuah Gita Natal), terdapat semacam misteri seputar tokoh utamanya yang bernama Ebenezer Scrooge. Mengapa ia begitu kejam? Bagaimana ceritanya hingga ia menjadi begitu egois? Lambat laun, sembari roh Natal membawa Scrooge untuk melihat hidupnya sendiri, jawaban demi jawaban pun terkuak. Kita melihat peristiwa-peristiwa yang mengubah wataknya dari seorang pemuda yang periang menjadi seorang kikir yang egois. Kita memperhatikan kesendirian dan kehancuran hati yang dialaminya. Ketika misteri itu terpecahkan, kita juga melihat terbukanya jalan menuju pemulihan. Kepeduliannya pada sesama menarik Scrooge keluar dari kegelapan jiwanya yang egois menuju pada kehidupan baru yang penuh sukacita.
Misteri yang jauh lebih penting, dan jauh lebih sulit dijelaskan, adalah rahasia yang Paulus bicarakan dalam 1 Timotius 3:16, “Sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’” Luar biasa! Allah “telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia.”
Yang menjadi misteri dalam Natal adalah bagaimana caranya Allah bisa menjadi manusia sementara Dia tetap sepenuhnya Allah. Hal itu bertentangan dengan akal manusia, tetapi dalam hikmat Allah yang sempurna, itulah rencana yang sudah ada sejak kekekalan.
“Siapakah gerangan Bayi ini?” Dialah Yesus Kristus—Allah yang menjelma menjadi manusia. —Bill Crowder
Inilah Rajamu yang oleh malak dielu. Mari seg’ra pergi melihat Mukhalismu! —Lagu Natal Tradisional (Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 60).
Allah berdiam di antara kita agar kelak kita dapat berdiam bersama-Nya.

Wednesday, December 23, 2015

Satu Ukuran untuk Semua

Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. —Yohanes 3:16
Satu Ukuran untuk Semua
Waktu masih kecil, seperti kebanyakan anak, saya sangat menyukai Natal. Saya suka merangkak di bawah pohon Natal melihat-lihat hadiah yang ada sambil berharap isinya adalah mainan. Alangkah kecewanya saya apabila isinya baju dan celana. Hadiah orang dewasa itu tidak menarik! Pada Natal yang lalu, anak-anak memberi saya kaos kaki dengan warna dan corak yang cerah. Saya pun merasa seperti muda kembali! Orang dewasa sekalipun dapat memakai kaos kaki itu, seperti tertera pada labelnya, “Satu ukuran untuk semua.”
Pernyataan “satu ukuran untuk semua” mengingatkan saya akan hadiah Natal terbaik—kabar baik bahwa Yesus datang untuk semua orang. Kabar itu dibuktikan ketika undangan pertama diberikan oleh bala tentara malaikat kepada para gembala dari kelompok sosial yang terendah. Kabar itu semakin ditegaskan ketika para petinggi, yaitu orang majus yang kaya dan berkuasa, mengikuti bintang untuk datang dan menyembah Kristus yang masih kanak-kanak.
Setelah Yesus memulai pelayanan-Nya, seorang pemuka agama Yahudi mendatangi-Nya di malam hari. Di tengah pembicaraan mereka, Yesus mengundang “setiap orang yang percaya” untuk datang kepada-Nya. Tindakan sederhana untuk beriman kepada Kristus itu menganugerahkan hidup kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya (Yoh. 3:16).
Jika Yesus datang hanya bagi yang miskin dan terpinggirkan, atau hanya bagi yang terkenal dan kaya, banyak dari kita yang tidak akan menerima Dia. Namun Kristus datang bagi semua orang, terlepas dari statusnya, keadaan keuangannya, atau strata sosialnya. Dialah satu-satunya pemberian yang sungguh tepat bagi semua orang. —Joe Stowell
Tuhan, terima kasih karena semua orang dapat menerima kasih karunia-Mu. Ajarlah kami mensyukuri kenyataan bahwa kasih-Mu itulah yang memang kami perlu. Tolong kami untuk membagikan kasih itu pada sesama.
Pemberian Allah untuk dunia yang sekarat Padalah Juruselamat yang memberikan hidup.

Tuesday, December 22, 2015

Penabuh Drum Cilik

Janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya. —Lukas 21:4
Penabuh Drum Cilik
The Little Drummer Boy” (Si Penabuh Drum Cilik) adalah lagu Natal populer yang ditulis pada tahun 1941. Lagu aslinya berjudul Carol of the Drum dan ditulis berdasarkan sebuah lagu Natal yang populer dari tanah Ceko. Meski tokoh penabuh drum cilik tidak disebut sama sekali dalam kisah Natal di Matius 1-2 dan Lukas 2, lagu tersebut langsung menyentuh makna ibadah yang sejati. Dalam lagu itu digambarkan bagaimana seorang anak laki-laki dipanggil oleh orang majus dalam peristiwa kelahiran Kristus. Namun tidak seperti orang majus, penabuh drum cilik itu tidak mempunyai hadiah yang bisa ia berikan. Jadi, ia memberikan apa yang memang dimilikinya. Ia pun menabuh drumnya, sambil berkata, “Aku memberikan permainanku yang terbaik bagi-Nya.”
Hal tersebut mencerminkan makna ibadah yang Yesus gambarkan ketika Dia bercerita tentang seorang janda dan dua peser uangnya. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya” (Luk. 21:3-4).
Yang dimiliki penabuh drum cilik itu hanyalah drumnya dan yang dimiliki oleh janda miskin itu hanyalah dua keping uang. Namun Allah yang mereka sembah layak menerima semua yang mereka miliki. Dia juga layak menerima seluruh milik kita, karena Dia sendiri telah memberikan seluruh milik-Nya untuk kita. —Bill Crowder
Berserah kepada Yesus, tubuh, roh dan jiwaku, Kukasihi, kupercaya, kuikuti Dia t’rus. —Judson W. Van de Venter (Kidung Jemaat, No. 364)
Pemberianmu yang sedikit menjadi banyak apabila kamu menyerahkan seluruh milikmu.

Monday, December 21, 2015

Kasih yang Ajaib

Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. —Yohanes 6:38
Kasih yang Ajaib
Menjelang Natal pertama sejak suaminya meninggal, teman kami Davidene menulis sepucuk surat yang luar biasa. Di dalamnya ia membayangkan seperti apa suasana di surga ketika Yesus lahir ke dunia. “Allah sudah tahu itulah yang akan terjadi,” tulisnya. “Ketiganya adalah satu, dan Dia mengizinkan terjadinya keretakan dalam kesatuan-Nya yang mulia itu demi kita. Surga ditinggalkan oleh Allah Anak.”
Ketika Yesus mengajar dan menyembuhkan orang di bumi, Dia berkata, “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. . . . Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman” (Yoh. 6:38,40).
Kelahiran Yesus di Betlehem merupakan awal dari misi kedatangan-Nya ke dunia untuk menunjukkan kasih Allah dan memberikan nyawa-Nya di kayu salib untuk membebaskan kita dari hukuman dan kuasa dosa.
“Aku tak bisa membayangkan harus benar-benar melepas seseorang yang aku kasihi, yang telah menjadi satu denganku, demi orang lain,” Davidene menyimpulkan. “Namun Allah melakukannya. Dia rela surga yang mulia itu menjadi lebih sepi daripada rumahku, supaya aku bisa tinggal di surga-Nya bersama Dia selamanya.”
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16). —David McCasland
Bapa di surga, kami takjub akan kasih-Mu yang ajaib kepada kami. Terima kasih karena Engkau telah mengaruniakan Anak Tunggal-Mu untuk menyelamatkan kami dari dosa.
Kelahiran Kristus membawa Allah kepada manusia; salib Kristus membawa manusia kepada Allah.

Sunday, December 20, 2015

Pax Romana

Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya. —Yesaya 9:5
Pax Romana
Alangkah mahalnya harga suatu peperangan. Satu situs internet melaporkan bahwa saat ini ada 64 negara yang sedang terlibat dalam konflik bersenjata. Kapan dan bagaimana semua perang itu akan berakhir? Kita menginginkan kedamaian, tetapi tidak dengan mengorbankan keadilan.
Yesus lahir pada masa “kedamaian”, tetapi kedamaian itu merupakan buah penindasan yang keras. Pax Romana atau kedamaian di bawah kekuasaan Romawi itu terjadi hanya karena penguasa menindas semua perbedaan pendapat.
Tujuh abad sebelum masa yang relatif damai tersebut, ada sepasukan musuh yang sudah bersiap menyerang Yerusalem. Dalam bayang-bayang peperangan, Allah membuat pernyataan yang luar biasa. “Mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar,” kata Nabi Yesaya (Yes. 9:1). “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; . . . Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan” (ay.5-6). Matius menyatakan bahwa nubuat Yesaya tersebut digenapi dalam Kristus sang Putra (Mat. 1:22-23; Baca Juga Yes. 7:14).
Kita mengagumi sang Bayi mungil di palungan itu. Namun Bayi yang tak berdaya itu juga adalah Tuhan yang Mahakuasa, “TUHAN semesta alam” (Yes. 13:13). Suatu hari kelak, Dia akan berkuasa “di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran” (9:6). Pemerintahan tersebut tidak akan menjadi seperti Pax Romana yang kejam, karena yang berkuasa adalah Sang Raja Damai. —Tim Gustafson
Bapa, tiada kata-kata yang cukup untuk mensyukuri kedatangan Anak Tunggal-Mu yang mendamaikan kami dengan-Mu melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kami bersyukur kepada-Mu bahwa Dia akan memerintah selamanya dalam damai dan kebenaran.
Anak Domba Allah itu juga adalah Singa dari Yehuda. (Wahyu 5:5)

Saturday, December 19, 2015

Bait Ketujuh

Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. —Lukas 2:11
Bait Ketujuh
Pada musim panas tahun 1861, Frances, istri Henry Wadsworth Longfellow, meninggal secara tragis dalam suatu kebakaran. Pada Natal pertama tanpa kehadiran istrinya, Longfellow menulis dalam buku hariannya, “Alangkah menyedihkannya masa Natal ini.” Tahun berikutnya keadaan tidak menjadi lebih baik, dan ia menulis, “Anak-anak mengucapkan ‘Selamat Natal’, tetapi itu tidak lagi berlaku bagiku.”
Tahun 1863, ketika perang saudara di Amerika masih berkecamuk, putra Longfellow masuk militer tanpa direstui ayahnya, dan kemudian terluka parah dalam perang. Pada hari Natal tahun itu, ketika lonceng gereja berdentang menandakan kedatangan Natal yang masih memedihkan hatinya, Longfellow menuliskan puisinya, “Aku Dengar Dentang Lonceng pada Hari Natal.”
Puisi itu dimulai dengan kalimat-kalimat riang dan indah, tetapi kemudian berubah menjadi kelam. Gambaran tentang kekerasan di bait keempat tidak sesuai dengan riangnya sebuah pujian Natal. Longfellow menulis, meriam “terkutuk” yang “bergemuruh” seakan menghina kabar kedamaian. Hingga bait kelima dan keenam, kesedihan Longfellow nyaris memuncak. “Bagai gempa yang mengoyak dasar lempengan benua,” tulisnya. Penyair itu nyaris putus asa: “Dalam nestapa, kutundukkan kepala; ‘Tiada lagi damai di bumi,’ keluhku.”
Namun demikian, dari pekatnya hari Natal yang suram itu, Longfellow mendengar bunyi pengharapan yang tidak dapat dibungkam. Ia pun menulis bait ketujuh berikut ini.
Lalu makin keraslah lonceng gereja berdentang: “Allah tidak mati, juga tak terlelap! Yang jahat akan kalah, yang benar akan menang. Damai sejahtera di bumi, di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!”
Perang masih terus berkecamuk, juga kenangan akan musibah di hidupnya. Namun semua itu tak dapat menghentikan Natal. Sang Juruselamat telah lahir! Dia berjanji, “Aku menjadikan segala sesuatu baru!” (Why. 21:5). —Tim Gustafson
Imanuel—Allah beserta kita!

Friday, December 18, 2015

Menggapai dalam Kegelapan

Maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang. —Mazmur 139:12
Menggapai dalam Kegelapan
Anjing tua kami—jenis terrier putih West Highland —suka tidur meringkuk di bawah tempat tidur kami. Di sanalah ia biasa tidur selama 13 tahun terakhir.
Biasanya ia tak bergerak atau bersuara, tetapi akhir-akhir ini, ia selalu menepuk kami dengan lembut di tengah malam. Awalnya, kami mengira ia ingin pergi keluar, jadi kami berusaha menemaninya. Namun, akhirnya kami sadar bahwa ia hanya ingin memastikan bahwa kami ada. Anjing kami hampir buta dan tuli total, jadi ia tak dapat melihat dalam gelap dan tak dapat mendengar gerakan atau napas kami. Tentunya, ia menjadi bingung dan menepuk-nepuk kami untuk mendapat kepastian. Maka dari itu, saya biasa mengulurkan tangan ke bawah tempat tidur dan menepuk kepalanya untuk menunjukkan padanya bahwa saya ada di situ. Hanya itu yang ingin ia ketahui. Ia akan berputar sekali-dua kali, kemudian tenang, dan kembali tidur.
“Ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?” tanya Daud kepada Allah (Mzm. 139:7). Kehadiran Allah menjadi penghiburan yang sangat besar bagi Daud. “Jika aku . . . membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku,” tulisnya. “Maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu” (ay.9-12).
Apakah kamu tersesat dalam kegelapan? Sedang berduka, takut, merasa bersalah, ragu, berkecil hati? Tidak yakin pada Allah? Bagi Allah, kegelapan tidaklah gelap. Meskipun Allah tidak terlihat, Dia selalu dekat. Dia telah berkata, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibr. 13:5). Ulurkanlah tanganmu kepada-Nya, dan Dia akan menyambutmu. —David Roper
Tuhan, Engkau berjanji takkan pernah membiarkan atau meninggalkan kami. Kami tahu firman-Mu benar, tetapi sering yang kami lihat adalah hambatan dan tantangan dan tidak memandang kepada-Mu. Tolong kami hari ini untuk lebih melihat-Mu dan mengalihkan pandangan dari masalah-masalah kami.
Rasa takut yang kelam akan sirna oleh terang kehadiran Allah.

Thursday, December 17, 2015

Istirahat Natal

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat. —Matius 11:28
Istirahat Natal
Saat masih kecil, saya pernah bekerja mengantar surat kabar untuk memperoleh tambahan uang saku. Karena yang diantar adalah surat kabar pagi, saya harus bangun setiap pukul 3 dini hari, tujuh hari dalam seminggu, agar 140 eksemplar surat kabar yang menjadi bagian saya sudah terkirim ke rumah para pelanggan sebelum pukul 6 pagi.
Namun, setiap tahun ada satu hari yang berbeda. Kami mengirimkan surat kabar pagi edisi hari Natal pada malam Natal. Itu berarti hari Natal merupakan satu-satunya pagi dalam setahun ketika saya dapat bangun dan beristirahat layaknya orang kebanyakan.
Setelah bertahun-tahun, saya telah menghargai Natal karena berbagai alasan, tetapi satu alasan istimewa dari setiap hari Natal itu adalah, tidak seperti hari-hari lainnya dalam setahun, Natal merupakan hari yang memberi kelegaan.
Pada waktu itu, saya tak sepenuhnya memahami makna kelegaan sejati yang diberikan Natal. Kristus datang agar semua orang yang bekerja keras untuk memenuhi tuntutan hukum yang sebenarnya tidak akan pernah dapat dipenuhi itu dapat menemukan kelegaan melalui pengampunan yang ditawarkan oleh-Nya. Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28).
Di tengah dunia yang menimpakan beban begitu berat hingga mustahil untuk kita tanggung sendiri, Kristus telah datang untuk membawa kita masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya dan memberi kita kelegaan. —Bill Crowder
Beban apakah yang kamu ingin Tuhan tanggung bagimu? Mintalah kepada-Nya hari ini
Jiwa kita menemukan kelegaan ketika kita bersandar kepada Allah.

Wednesday, December 16, 2015

Dikuduskanlah Nama-Mu

Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan. —Keluaran 20:7
Dikuduskanlah Nama-Mu
Suatu siang, saya berdiskusi dengan seorang sahabat sekaligus pembina rohani saya tentang penyebutan nama Allah dengan sembarangan. ”Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan,” demikian bunyi perintah Allah yang ketiga (Kel. 20:7). Kita mungkin berpikir bahwa hal itu hanya melarang kata umpatan yang menyebut nama Allah atau memakai nama-Nya dengan sembarangan atau tidak hormat. Namun, pembina rohani saya selalu punya cara untuk mengajarkan saya tentang iman yang sejati. Ia menantang saya memikirkan perbuatan lain yang dapat mencemarkan nama Allah.
Ketika saya menolak nasihat orang lain dengan berkata, “Allah yang menghendakiku melakukan hal ini,” itu berarti saya menyebut nama-Nya dengan sembarangan jika yang saya lakukan hanyalah mencari pembenaran atas nafsu diri saya sendiri.
Ketika saya mencomot ayat-ayat Alkitab untuk mendukung ide yang saya anggap benar, saya sedang menyebut nama Allah dengan sia-sia.
Ketika saya mengajarkan, menulis, atau mengkhotbahkan isi Kitab Suci secara gegabah, saya menyebut nama-Nya dengan sembarangan.
Penulis John Piper membagikan perenungannya tentang arti dari menyebut nama Allah dengan sembarangan: “Intinya ialah . . . ‘jangan menghampakan nama-Nya.’ . . . Jangan menghampakan bobot dan kemuliaan Allah.” Menurut Piper, kita menyebut nama-Nya dengan sembarangan, ketika kita “berbicara tentang Allah dengan cara yang membuat Allah menjadi hampa makna.”
Saya ditantang untuk menghormati nama Allah dan lebih berhati-hati dan saksama dalam menggunakan firman-Nya. Tidak berbuat demikian sama saja dengan merendahkan-Nya. —Randy Kilgore
Bapa Surgawi, tolong aku untuk selalu memuliakan nama-Mu dan menghormati-Mu dengan segala perkataan dan perbuatanku.
Perlakukanlah nama Allah dengan penuh hormat.

Tuesday, December 15, 2015

Pentingnya Sikap Kerja

[Tempatkan] mereka masing-masing di tempat tugasnya dekat barang yang harus diangkat. —Bilangan 4:19
Pentingnya Sikap Kerja
Sambil kuliah di Sekolah Tinggi Teologi, saya dan teman saya, Charlie, bekerja di sebuah toko perabot. Kami sering melakukan pengiriman dengan didampingi seorang desainer interior yang menangani dekorasi. Ia akan berurusan dengan pihak yang membeli perabotan tersebut sementara kami memindahkannya dari atas truk ke dalam rumah. Adakalanya kami harus mengangkat naik perabot tersebut melalui tangga di dalam sebuah gedung apartemen. Kami sering membayangkan enaknya bekerja sebagai desainer interior daripada menjadi tukang angkat barang!
Selama 40 tahun pengembaraan bangsa Israel di padang gurun, tiga bani dari suku Lewi—keturunan Kehat, Gerson, dan Merari—diberi tugas untuk mengangkut Kemah Pertemuan (tabernakel). Mereka memasangnya, membongkarnya, dan membawanya ke tempat berikutnya, kemudian mengulangi proses tersebut berkali-kali. Tanggung jawab mereka sangat sederhana: “Setiap orang ditugaskan membawa barang-barang tertentu” (Lihat Bil. 4:32 BIS).
Saya bertanya-tanya apakah para “pengangkut” itu pernah merasa iri kepada para “rohaniwan” yang mempersembahkan korban dan ukupan dengan memakai barang-barang kudus di Kemah Suci (ay.4-5,15). Pekerjaan para imam itu pasti tampak lebih mudah dan lebih bergengsi. Akan tetapi, kedua tugas tersebut sama-sama penting dan berasal dari Tuhan.
Sering kita tidak punya pilihan atas pekerjaan kita. Namun setiap orang dapat menentukan sikap atas tanggung jawab yang diterimanya. Pelayanan kita kepada Allah diukur dari sikap kita dalam mengerjakan tugas yang diberikan-Nya kepada kita. —David McCasland
Bapa Surgawi, kami sering bertanya-tanya apakah kami mengerjakan sesuatu yang bermanfaat. Berilah kami mata untuk melihat pentingnya tugas yang Engkau percayakan kepada kami sehingga kami dapat menghormati-Mu melalui sikap kami dalam mengerjakannya.
Pekerjaan yang sederhana sekalipun akan menjadi pekerjaan yang kudus jika dilakukan untuk Allah.

Monday, December 14, 2015

Mari Rayakan

Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujlah Dia dengan permainan kecapi dan seruling! —Mazmur 150:4
Mari Rayakan
Setelah pemain Ghana, Asamoah Gyan, mencetak gol dalam pertandingan melawan Jerman pada kejuaraan Piala Dunia 2014, ia dan rekan-rekan satu timnya melakukan tarian serempak. Ketika pemain Jerman, Miroslay Klose, mencetak gol beberapa menit kemudian, ia pun melakukan koprol. “Perayaan gol dalam sepakbola sangat menarik untuk diperhatikan karena aksi-aksi itu menunjukkan kepribadian, nilai, dan semangat sang pemain,” kata Clint Mathis, yang pernah mencetak gol untuk Amerika Serikat pada Piala Dunia 2002.
Di Mazmur 150, pemazmur mengundang “segala yang bernafas” untuk merayakan dan memuji Tuhan dalam berbagai cara. Ia mengajak kita untuk menggunakan sangkakala, gambus, kecapi, seruling, ceracap, dan tari-tarian. Ia mendorong kita untuk merayakan, menghormati, dan memuliakan Tuhan dengan kreatif dan penuh semangat. Karena Allah itu besar dan telah melakukan hal-hal luar biasa untuk umat-Nya, maka Dia layak menerima segala pujian. Ungkapan pujian yang ditunjukkan itu akan datang dari dalam hati yang meluap dengan ucapan syukur kepada Allah. “Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN!” seru pemazmur (150:6)
Walaupun kita mungkin memuji kebesaran Tuhan dalam cara yang berbeda-beda (omong-omong, saya tidak menyarankanmu untuk melakukan koprol pada saat kebaktian), pujian kita kepada-Nya patutlah diungkapkan dengan penuh semangat dan bermakna. Ketika kita merenungkan karakter Tuhan dan kebesaran karya-Nya bagi kita, tidak mungkin bagi kita untuk tidak merayakan Dia dengan pujian dan penyembahan. —Marvin Williams
Bagaimana Mazmur 150 telah menantangmu untuk lebih sungguh-sungguh mengungkapkan perasaanmu dalam memuji Allah? Luangkanlah waktu untuk memikirkan kebesaran karya Allah yang Mahabesar. Kemudian pujilah Dia.
Pujian adalah kidung yang keluar dari jiwa yang telah dimerdekakan.

Sunday, December 13, 2015

Cara Menjadi Sempurna

Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan. —Ibrani 10:14
Cara Menjadi Sempurna
Natal adalah suatu masa ketika tekanan untuk menjadi sempurna meningkat. Kita membayangkan adanya perayaan Natal yang sempurna dan berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkannya. Kita mencari-cari hadiah yang sempurna. Kita merencanakan jamuan yang sempurna di hari Natal. Kita memilih kartu ucapan yang sempurna atau menulis ucapan yang sempurna. Namun perjuangan keras kita itu hanya membuat kita kecil hati dan kecewa ketika kita tidak cukup mampu untuk mewujudkan semua impian itu. Hadiah yang telah kita pilih dengan cermat hanya dibalas dengan ucapan terima kasih yang setengah hati. Masakan yang kita siapkan ternyata agak gosong. Kartu ucapan Natal kita ternyata salah ketik, dan kita baru menyadarinya setelah kita mengirimkannya. Anak-anak ribut memperebutkan mainan, sementara orang dewasa meributkan lagi masalah lama.
Namun daripada merasa kecil hati, kita dapat menggunakan kekecewaan kita untuk mengingat kembali makna penting dari Natal. Kita membutuhkan Natal karena tidak seorang pun di antara kita yang sepenuhnya dapat menjadi seperti yang kita inginkan-tidak untuk satu bulan, satu minggu, bahkan satu hari sekalipun. Alangkah sangat berartinya perayaan kelahiran Kristus itu apabila kita menyingkirkan konsep kita yang sesat tentang kesempurnaan, dan sebaliknya memusatkan perhatian kita pada kesempurnaan Juruselamat kita, yang oleh-Nya kita telah dibenarkan (Rm. 3:22).
Jika perayaan Natal kamu tahun ini tidak sesuai dengan harapan, relakanlah itu dan jadikanlah sebagai pengingat bahwa satu-satunya jalan untuk dijadikan sempurna selama-lamanya (Ibr. 10:14) adalah dengan hidup beriman dalam kebenaran Kristus. —Julie Ackerman link
Apa harapanmu untuk Natal ini? Idealis atau realistis? Pikirkan apa yang dapat kamu lakukan untuk berfokus kepada Kristus dan makna kelahiran-Nya.
Hanya dengan mengenakan kebenaran-Nya, kita dapat berdiri tanpa cacat cela di hadapan takhta-Nya. —Edward Mote

Saturday, December 12, 2015

Haus akan Allah

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. —2 Timotius 3:16
Haus akan Allah
A-poe-la-pi adalah seorang tetua dari suku Akha, masyarakat yang tinggal di kawasan pegunungan di Provinsi Yunan, Tiongkok. Saat kami mengunjunginya dalam perjalanan misi baru-baru ini, A-poe-la-pi berkata bahwa ia tidak hadir dalam kegiatan penggalian Alkitab mingguan yang kami adakan karena hujan sangat deras. Ia memohon, “Dapatkah kalian membagikan firman Tuhan kepada saya?”
A-poe-la-pi buta huruf sehingga persekutuan mingguan itu penting baginya. Saat kami membacakan Alkitab, ia pun menyimak dengan sungguh-sungguh. Ketekunannya mengingatkan saya bahwa ketika kita sungguh-sungguh menyimak isi Kitab Suci yang diilhamkan Allah itu, kita sedang menghormati-Nya.
Di Ulangan 4, Musa mendesak bangsa Israel untuk mendengarkan baik-baik semua ketetapan dan peraturan yang diajarkannya kepada mereka (ay.1). Ia mengingatkan mereka bahwa sumber dan ilham di balik pengajaran itu tidak lain adalah Allah sendiri, yang telah berfirman kepada mereka “dari tengah-tengah api” di gunung Sinai (ay.12). Musa berkata, “Ia memberitahukan kepadamu perjanjian, yang diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan” (ay.13).
Kiranya kehausan A-poe-la-pi untuk mendengar firman Tuhan menimbulkan hasrat yang sama dalam diri kita. Sebagaimana Rasul Paulus mengingatkan kita dalam 2 Timotius 3:15-16, Kitab Suci yang diilhamkan Allah itu telah diberikan demi kebaikan dan pertumbuhan kita, yakni untuk membuat kita berhikmat dan menuntun kita kepada keselamatan dan kehendak Allah. —Poh Fang Chia
Tuhan, beri kami kehausan untuk mendengar dan mengerti kebenaran firman-Mu. Tolonglah kami untuk menunjukkan kasih-Mu kepada sesama dengan setia menerapkan tuntunan firman-Mu itu dalam hidup kami.
Untuk mengenal Kristus, Firman yang Hidup, kita perlu mencintai Alkitab, firman yang tertulis.

Friday, December 11, 2015

Anjing Penerjun Payung

Sebab kepada- Mulah aku percaya! Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh, sebab kepada-Mulah kuangkat jiwaku. —Mazmur 143:8
Anjing Penerjun Payung
Saya sangat kagum dengan kisah tentang anjing-anjing penerjun payung (paradogs) dari masa Perang Dunia II. Dalam persiapan menjelang serangan D-Day (6 Juni 1944), pasukan Sekutu membutuhkan ketajaman indra penciuman dari anjing untuk mengendus letak ranjau dan memperingatkan pasukan akan bahaya yang mendekati mereka. Satu-satunya cara agar anjing-anjing itu dapat menyelinap ke garis pertahanan musuh adalah dengan terjun payung. Namun secara naluriah, anjing takut melakukannya, dan jujur saja, manusia pun demikian. Meskipun demikian, setelah dilatih berminggu-minggu, anjing-anjing itu belajar mempercayai pawang-pawangnya untuk berani melompat saat diperintahkan.
Saya membayangkan adakah di antara kita yang mempercayai Tuhan kita untuk mau melakukan hal-hal yang tidak akan pernah kita lakukan sendiri atau yang membuat kita takut. Secara natur, mungkin kita tidak mudah bermurah hati, bersikap sabar, atau rela mengampuni orang yang menjengkelkan kita. Namun, Yesus memerintahkan agar kita percaya kepada-Nya sedemikian rupa sehingga kita rela melakukan hal-hal yang mungkin sulit bagi kita, tetapi yang akan memperluas kerajaan-Nya. Kita mau untuk berkata, “Sebab kepada-Mulah aku percaya! Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh, sebab kepada-Mulah kuangkat jiwaku” (Mzm 143:8).
Anjing-anjing penerjun payung itu sering memperoleh medali penghargaan untuk keberanian mereka. Saya percaya kelak kita pun akan mendengar ucapan, “Baik sekali,” karena kita telah mempercayai Tuhan kita untuk melangkah saat Dia berkata, “Pergilah!” —Joe Stowell
Apakah Allah sedang memintamu untuk melakukan hal-hal yang kamu takuti? Maukah kamu mempercayai-Nya untuk memimpin dan menyertaimu?
Percayalah kepada Yesus untuk menunjukkan bagaimana kamu dapat dipakai oleh-Nya.

Thursday, December 10, 2015

Seperti Menembak Seekor Lalat

Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. —2 Korintus 5:14
Seperti Menembak Seekor Lalat
Kemampuan Macarena Valdes dalam memetakan tambang-tambang bawah tanah sangat berperan penting dalam upaya penyelamatan 33 penambang asal Cile yang terperangkap akibat ledakan di dalam tambang pada bulan Oktober 2010. Upaya pengeboran untuk menemukan titik persis tempat mereka terperangkap itu ibarat “mencoba menembak seekor lalat dari jarak 700 meter,” kata Valdes. Dengan pengalamannya, Valdes dapat mengarahkan alat pencarian untuk sampai ke tempat para penambang itu terkubur dan menolong berhasilnya penyelamatan yang dramatis itu.
Dalam upaya menyelamatkan jiwa, betapa mudahnya seseorang merasa patah semangat. Meski Paulus pernah menghadapi tantangan yang lebih besar, ia berkata, “Kami tidak tawar hati” (2Kor. 4:1). Meski “orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil”, Paulus terus memberitakan Injil Keselamatan (ay.4-5). Karena dikuasai oleh kasih Allah, yang telah memancarkan terang di dalam hatinya yang dahulu gelap (ay.6), Paulus tahu bahwa apa yang telah Allah perbuat baginya juga dapat Allah lakukan bagi orang lain.
Kamu dan saya mungkin mengalami hal serupa. Karena dikuasai oleh kasih Allah, kita juga memiliki alasan untuk tidak tawar hati. Seperti Valdes memimpin penyelamatan para penambang itu, Roh Allah dapat memancarkan terang kasih dan perkataan kita di dalam hati orang-orang yang membutuhkan keselamatan yang belum mereka terima. —C. P. Hia
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau telah datang menyelamatkan kami ketika kami tersesat dan tak berdaya di dalam dosa. Tolonglah kami yang telah diselamatkan untuk membagikan kasih-Mu yang menyelamatkan kepada orang-orang yang masih terperangkap dalam dosa.
Ketika kamu telah diselamatkan, kamu pun ingin menyelamatkan orang lain.

Wednesday, December 9, 2015

Hanya Sebuah Surat Tilang

Sebab di dalam Dia dan oleh darah- Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya. —Efesus 1:7
Hanya Sebuah Surat Tilang
Ketika seorang polisi menghentikan seorang pengendara wanita karena putrinya yang masih kecil ikut di dalam mobil tanpa duduk di kursi khusus anak-anak, ia dapat saja menuliskan surat tilang atas pelanggaran lalu lintas tersebut. Namun, ia justru meminta ibu dan putrinya itu untuk menemuinya di toko terdekat. Kemudian, dengan uangnya sendiri, polisi itu membelikan kursi khusus yang dibutuhkan. Wanita itu sedang mengalami masa-masa yang sulit dan tidak mempunyai cukup uang untuk membeli kursi khusus tersebut.
Alih-alih didenda karena kesalahannya, wanita itu bebas dan menerima sebuah hadiah sebagai gantinya. Setiap orang yang mengenal Kristus telah mengalami hal serupa. Setiap dari kita layak mendapatkan hukuman karena telah melanggar hukum Allah (Pkh. 7:20). Namun karena Yesus, kita menerima karunia yang tidak sepantasnya kita terima dari Allah. Karunia ini membebaskan kita dari akibat dosa yang terbesar, yaitu kematian dan keterpisahan dengan Allah selamanya (Rm. 6:23). “Di dalam [Yesus] . . . kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Ef. 1:7).
Kasih karunia sering disebut sebagai “kasih yang diwujudkan dalam tindakan”. Ketika ibu muda tadi mendapat pemberian itu, ia pun menyatakan, “Saya akan selalu berterima kasih! . . . Segera setelah saya mampu mencukupinya, saya akan membalasnya dengan terus berbuat baik kepada orang lain.” Respons yang penuh syukur dan besar hati dari sang ibu terhadap pemberian polisi itu merupakan contoh yang sungguh menginspirasi setiap dari kita yang telah menerima pemberian Allah berupa kasih karunia-Nya! —Jennifer Benson Schuldt
Allah Bapa, terima kasih karena Engkau memberikan kepada kami apa yang tidak layak kami terima. Engkau telah mengampuni dosa kami dan menyediakan jalan untuk berdamai dengan-Mu melalui karunia Anak-Mu. Tolong kami untuk selalu bersyukur atas anugerah-Mu.
Kasih karunia merupakan pemberian dari Allah.

Tuesday, December 8, 2015

Hadiah yang Istimewa

Berilah kepada Tuhan kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya! —Mazmur 96:8
Hadiah yang Istimewa
Tiap tahun kebun raya di kota kami menyelenggarakan perayaan Natal dengan tema dari berbagai negara di dunia. Pameran kesukaan saya adalah penggambaran kelahiran Yesus ala Prancis. Yang ditampilkan bukanlah suasana tradisional dengan para gembala dan orang majus membawa emas, kemenyan, dan mur berkumpul di sekeliling palungan, melainkan penduduk desa di Prancis yang membawa hadiah mereka untuk bayi Yesus. Mereka membawa roti, sari anggur, keju, bunga, dan hasil pertanian mereka lainnya. Saya pun teringat pada perintah di Perjanjian Lama untuk membawa hasil pertama dari pekerjaan kita ke rumah Tuhan (Kel. 23:16-19). Penggambaran di atas melukiskan bahwa segala yang kita miliki berasal dari Allah, sehingga satu-satunya hal yang patut kita berikan adalah apa yang telah Allah berikan kepada kita.
Saat Paulus menasihatkan jemaat Roma untuk memberikan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, ia mendorong mereka untuk menyerahkan kembali apa yang telah diberikan-Nya, yaitu diri mereka (Rm. 12:1). Hal itu mencakup segala anugerah yang diberikan Allah kepada mereka, termasuk kemampuan mereka untuk mencari nafkah. Kita tahu bahwa Allah memberikan karunia istimewa kepada manusia. Ada yang mahir bermain musik, seperti Daud (1Sam. 16:18). Yang lainnya ahli dalam membuat karya seni, seperti Bezaleel dan Aholiab (Kel. 35:30-35). Ada juga yang ahli dalam menulis, mengajar, berkebun, dan banyak hal lainnya.
Ketika kita memberikan kembali apa yang telah Allah berikan terlebih dahulu kepada kita, kita memberi-Nya hadiah yang terbaik, yaitu diri kita sendiri. —Julie Ackerman Link
Setelah perjuangan panjang melawan kanker, Julie Ackerman Link berpulang ke rumah Bapa pada 10 April 2015. Setiap bulan sejak tahun 2000, Julie telah menulis sejumlah renungan bagi Our Daily Bread. Jutaan pembaca di seluruh dunia telah diberkati oleh tulisan-tulisannya yang inspiratif dan cerdas.
Berikanlah seluruh dirimu kepada Kristus yang telah memberikan segalanya kepadamu.

Monday, December 7, 2015

Hamba yang Setia

Jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. —1 Petrus 4:11
Hamba yang Setia
Madaleno adalah seorang tukang bangunan. Tiap Senin sampai Kamis, ia membangun tembok dan memperbaiki atap rumah. Ia seorang yang pendiam, dapat diandalkan, dan pekerja keras. Kemudian tiap Jumat sampai Minggu, ia pergi ke kawasan pegunungan untuk mengajarkan firman Tuhan. Madaleno cakap berbicara dalam bahasa Nahuatl (salah satu dialek di Meksiko) sehingga ia dapat dengan mudah menceritakan kabar baik tentang Yesus kepada penduduk di wilayah itu. Di usia 70 tahun, ia masih menggunakan kedua tangannya untuk bekerja membangun rumah, sekaligus juga ia bekerja membangun keluarga Allah.
Nyawa Madaleno telah beberapa kali terancam. Ia pernah tidur beratapkan langit dan hampir mati karena kecelakaan mobil dan terjatuh. Ia juga pernah diusir dari beberapa kota. Namun Madaleno meyakini bahwa Allah telah memanggilnya untuk melakukan apa yang ia lakukan, dan ia melayani dengan senang hati. Dengan keyakinan bahwa ada jiwa-jiwa yang membutuhkan Tuhan, ia pun bersandar kepada Allah untuk memperoleh kekuatan yang ia perlukan.
Kesetiaan Madaleno mengingatkan saya akan kesetiaan Kaleb dan Yosua, dua dari sekelompok pengintai yang diutus Musa untuk mengintai Tanah Perjanjian dan melaporkan keadaannya kepada bangsa Israel (Bil. 13; Yos. 14:6-13). Para pengintai lainnya takut kepada penduduk yang tinggal di sana, tetapi Kaleb dan Yosua mempercayai Allah dan meyakini bahwa Dia akan menolong mereka untuk menaklukkan tanah tersebut.
Pekerjaan yang dipercayakan kepada kita mungkin berbeda dengan yang dipercayakan kepada Madaleno, atau kepada Kaleb dan Yosua. Akan tetapi, kita bisa mempunyai keyakinan yang sama teguhnya dengan mereka. Untuk menjangkau sesama, kita tidak mengandalkan diri kita sendiri, melainkan mengandalkan kekuatan dari Allah kita. —Keila Ochoa
Di mana Allah menempatkanmu untuk melayani? Apakah kamu setia?
Kita bertumbuh semakin kuat ketika kita melayani Tuhan.

Sunday, December 6, 2015

Lahirnya Natal

Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya. —Matius 1:24
Lahirnya Natal
Ketika malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Maria dan kemudian kepada para gembala untuk menyampaikan kabar baik bagi dunia (Luk. 1:26-27; 2:10), apakah itu benar-benar kabar baik bagi Maria yang masih remaja itu? Mungkin Maria berpikir: Bagaimana aku akan menjelaskan kehamilanku pada keluargaku? Akankah tunanganku, Yusuf, membatalkan pertunangan kami? Apa yang akan dikatakan orang-orang di desaku? Walaupun hidupku tidak terancam, bagaimana aku akan bertahan hidup sendirian sebagai seorang ibu?
Ketika Yusuf mendengar tentang kehamilan Maria, ia pun cemas. Ia mempunyai tiga pilihan. Melanjutkan rencana pernikahan, menceraikan Maria di muka umum dan membiarkannya dicemooh, atau membatalkan pertunangan mereka secara diam-diam. Yusuf memilih alternatif ketiga, tetapi kemudian Allah ikut campur tangan. Dia menyatakan kepada Yusuf dalam suatu mimpi, “Janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Mat. 1:20).
Bagi Maria dan Yusuf, Natal diawali dengan penyerahan diri mereka kepada Allah, walaupun pergulatan emosional yang tak terbayangkan akan menghadang mereka. Mereka mempercayakan diri mereka kepada Allah dan dengan berbuat demikian membuktikan kepada kita janji dalam 1 Yohanes 2:5, “Barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah.”
Kiranya kasih Allah memenuhi hati kita di masa Natal ini—dan di setiap hari—ketika kita taat berjalan bersama-Nya. —Albert Lee
Penuhi hatiku, ya Tuhan, dengan sukacita karena kasih karunia dan pengampunan-Mu yang tercurah melalui Anak-Mu Yesus.
Ketaatan kepada Allah mengalir leluasa dari hati yang mengasihi.

Saturday, December 5, 2015

Makna Natal yang Sejati

Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. —Lukas 2:8
Makna Natal yang Sejati
Lima puluh tahun lalu, suatu program berjudul A Charlie Brown Christmas (Natal Charlie Brown) pertama kalinya disiarkan di televisi Amerika. Sejumlah pihak di pertelevisian menganggap program itu tidak akan memikat banyak orang, sementara yang lain khawatir pembacaan Alkitab dalam tayangan itu akan menyinggung perasaan pemirsa. Ada pihak yang ingin agar Charles Schulz, pencipta tokoh kartun itu, untuk meniadakan kisah tentang Natal, tetapi Schulz berkeras untuk mempertahankannya. Program itu ternyata diterima luas dan selalu disiarkan ulang setiap tahun sejak tahun 1965.
Program tersebut bercerita tentang Charlie Brown, seorang sutradara pertunjukan drama Natal anak-anak, yang merasa frustrasi dan putus asa karena musim Natal yang terlalu berbau komersial. Ia pun bertanya, adakah yang dapat memberitahukannya makna Natal yang sejati. Linus pun mengutip Lukas 2:8-14, di antaranya, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan. Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: ‘Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya’” (ay.11-14). Kemudian Linus berkata, “Itulah makna Natal yang sejati, Charlie Brown.”
Di masa kini yang dipenuhi kebimbangan dan impian kita sendiri, ada baiknya kita merenungkan kembali kasih agung Allah yang dinyatakan dalam kisah yang sudah lazim kita dengar tentang Yusuf, Maria, sang bayi Yesus, dan malaikat-malaikat yang mengabarkan kelahiran Juruselamat.
Itulah makna Natal yang sejati. —David McCasland
Bapa Surgawi, menjelang hari Natal yang kian mendekat, kiranya kami semakin menghayati anugerah-Mu yang luar biasa bagi kami.
Allah masuk ke dalam sejarah umat manusia untuk menawarkan kepada kita anugerah keselamatan!

Friday, December 4, 2015

Bebas dari Kekhawatiran

Jangan marah karena orang yang berbuat jahat. —Mazmur 37:1
Bebas dari Kekhawatiran
Usaha untuk tetap mengikuti perkembangan berita terkini memiliki sisi negatifnya, karena kabar buruk lebih laku daripada kabar baik. Dengan mudah kita menjadi terlalu khawatir dengan tindak kriminal yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok massa, atau pemerintah yang berada di luar kendali kita.
Mazmur 37 memberikan sudut pandang terhadap berita sehari-hari. Daud memulainya dengan berkata, “Jangan marah karena orang yang berbuat jahat” (ay.1). Ia kemudian menguraikan beberapa pilihan yang dapat kita terapkan agar kita tidak menjadi terlalu cemas. Intinya, Daud menyarankan sebuah cara yang lebih baik dalam memikirkan tentang kabar buruk yang terjadi di sekitar kita.
Apa yang akan terjadi bila kita lebih memilih untuk “percaya kepada Tuhan” (ay.3) daripada mengkhawatirkan keadaan yang tidak bisa kita kendalikan? Bukankah lebih baik bagi kita untuk “bergembira karena Tuhan” (ay.4) daripada resah dan khawatir tanpa henti? Bayangkan betapa terbebasnya kita dari kekhawatiran bila kita mau menyerahkan hidup kita kepada Tuhan (ay.5). Ketenangan pun akan kita alami ketika kita belajar “berdiam diri di hadapan Tuhan” dan menantikan-Nya dengan sabar (ay.7).
Kabar buruk yang tidak dapat kita ubah memberikan kita kesempatan untuk memberikan batasan atas kekhawatiran kita. Ketika kita mempercayai Allah, menyerahkan jalan hidup kita kepada-Nya, dan bersandar penuh kepada-Nya, pandangan kita terhadap hidup ini akan menjadi lebih cerah. Pergumulan dan pencobaan mungkin tidak serta-merta lenyap, tetapi kita akan mendapati bahwa Dia memberi kita damai sejahtera-Nya di tengah segala pencobaan tersebut. —Dave Branon
Tuhan, kami melihat bahaya dan masalah di sekeliling kami. Tolonglah kami untuk tidak khawatir, melainkan percaya dan bersandar kepada-Mu. Tunjukkanlah kedamaian yang kami alami dari sikap kami yang menantikan Engkau dengan sabar.
Hambatan memberi kita kesempatan untuk mempercayai Allah.

Thursday, December 3, 2015

Saat untuk Tidak Bersukacita

Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh. —Amsal 24:17
Saat untuk Tidak Bersukacita
Suku Akan di Ghana mempunyai pepatah yang sepadan dengan ungkapan di Indonesia, yaitu “menari di atas penderitaan orang lain”. Bersukacita atas musibah yang menimpa seseorang sama saja dengan ikut serta menyebabkan musibah itu, atau bahkan mengharapkan sesuatu yang lebih buruk lagi terjadi atas orang tersebut.
Itulah sikap bani Amon yang dengan tega bergembira ketika Bait Allah di Yerusalem “kekudusannya dilanggar, dan mengenai tanah Israel, waktu itu dijadikan sunyi sepi, dan mengenai kaum Yehuda, waktu mereka harus pergi ke dalam pembuangan” (Yeh. 25:3). Karena bani Amon yang keji itu bersukacita merayakan musibah yang dialami Israel, mereka pun mengalami ketidaksenangan Allah dan menerima hukuman yang mengerikan (ay.4-7).
Bagaimana sikap kita ketika malapetaka atau kesusahan menimpa sesama kita? Jika ia seorang yang baik dan ramah kepada kita, tentu kita akan bersimpati dan rela menolongnya. Namun bagaimana apabila ia adalah seorang yang tidak ramah dan sering mencari-cari masalah? Mungkin kita cenderung untuk tidak mengacuhkannya atau bahkan diam-diam bergembira atas kesulitan yang menimpanya.
Kitab Amsal memperingatkan kita: “Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok” (Ams. 24:17). Sebaliknya, Yesus meminta kita untuk menunjukkan kasih-Nya dalam tindakan nyata dengan melakukan perintah-Nya, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:44). Dengan melakukan itu, kita sedang mencerminkan kasih Tuhan yang sempurna (Mat. 5:48). —Lawrence Darmani
Tuhan, bukalah mata dan hatiku untuk jujur mengakui sikapku terhadap mereka yang bersikap jahat atau tidak adil kepadaku. Penuhi hatiku dengan kasih-Mu, ya Tuhan, dan tolonglah aku untuk mendoakan mereka.
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Wednesday, December 2, 2015

Pantai Kaca

Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman Tuhan semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. —Maleakhi 3:17
Pantai Kaca
Di awal abad ke-20, para penduduk Fort Bragg, California, Amerika Serikat, biasa membuang sampah mereka dengan melemparnya lewat tebing ke pantai di dekatnya. Kaleng, botol, peralatan makan, dan sampah rumah tangga bertumpuk-tumpuk hingga membentuk gunungan sampah yang menjijikkan. Bahkan setelah penduduk menghentikan kebiasaan mereka membuang sampah di pantai, tumpukan sampah itu masih menjadi aib bagi daerah tersebut—suatu tempat pembuangan yang sepertinya tak mungkin diperbaiki kembali.
Namun demikian, tahun demi tahun berlalu dan ombak laut menghancurkan sampah kaca dan pecahan keramik serta menghanyutkan sampah yang ada ke laut. Ombak itu bergulung dan menghempaskan pecahan kaca pada pasir di dasar laut, sehingga permukaan sampah kaca dan keramik itu dibersihkan dan dihaluskan. Yang tercipta kemudian adalah semacam “kaca laut” yang berkilau seperti permata, yang dihempaskan kembali ke pantai. Gulungan ombak itu menciptakan keindahan aneka warna yang kini memukau pengunjung Pantai Kaca.
Mungkin saat ini, kamu merasa bagai hidup di tempat pembuangan—kacau balau tanpa harapan. Jika demikian, kamu perlu mengetahui bahwa ada Pribadi yang mengasihimu dan rindu menebus dan memperbaiki hidupmu. Berikan hatimu kepada Yesus dan mintalah Dia memurnikan dan membersihkanmu. Dia mungkin akan sedikit mengguncangkanmu, dan butuh waktu untuk menghaluskan sisi-sisimu yang kasar. Namun Dia tak pernah meninggalkanmu dan akan menjadikanmu sebagai permata-Nya yang indah! —David Roper
Tuhan, saat kami tak punya apa pun lagi selain Engkau, justru kami berada dalam keadaan yang Engkau kehendaki bagi kami. Engkau memakai tiap keadaan untuk kemuliaan-Mu dan kebaikan kami. Engkau tak pernah meninggalkan kami. Tolonglah kami untuk menikmati kasih-Mu.
Allah begitu mengasihi kita sehingga Dia tidak rela membiarkan kita tetap dalam keadaan kita.

Tuesday, December 1, 2015

Arti Sebuah Nama

a akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus. —Matius 1:21
Arti Sebuah Nama
Menurut artikel di surat kabar New York Times, anak-anak di Afrika sering diberi nama mengikuti nama tokoh terkenal, peristiwa khusus, atau keadaan yang bermakna penting bagi orangtuanya. Ketika dokter memberitahukan orangtua dari seorang bayi bahwa anaknya yang sakit tak dapat disembuhkan dan hanya Allah yang tahu apakah ia akan hidup, mereka pun menamai bayi mereka Godknows (Allah tahu). Seseorang berkata ia dinamai Enough (Cukup), karena ibunya telah melahirkan 13 anak dan ia anak terakhir! Ada maksud di balik setiap nama, dan bahkan dalam kasus-kasus tertentu nama mengandung arti khusus.
Sebelum Yesus lahir, malaikat Tuhan mengatakan kepada Yusuf, “[Maria] akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21). Yesus adalah nama dalam bahasa Yunani dari Joshua, yang berarti “Tuhan menyelamatkan”. Pada zaman dan budaya masa itu, ada banyak anak yang mungkin dinamai Yesus, tetapi hanya satu yang datang ke dunia ini untuk mati supaya setiap orang yang menerima-Nya akan hidup kekal, diampuni dan dibebaskan dari kuasa dosa.
Charles Wesley menuliskan kata-kata berikut ini dalam lagu yang sering kita nyanyikan menjelang Natal: “Kau yang lama dinantikan, Jurus’lamat, datanglah, agar kami Kausucikan dari dosa dan cela! Umat-Mu tetap Kautuntun, Kau Harapan kami pun!” (Kidung Jemaat, No. 76)
Yesus datang untuk mengubah kegelapan kita menjadi terang, mengubah keputusasaan kita menjadi pengharapan, dan menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita. —David McCasland
Bapa Surgawi, di dalam Yesus, kami melihat maksud hati-Mu yang penuh kasih dan anugerah-Mu yang tak terbatas. Dengan kerendahan hati, kami menerima Anak-Mu sebagai Pribadi yang datang untuk menyelamatkan kami dari dosa-dosa kami.
Arti nama dan misi Yesus adalah sama—Dia datang menyelamatkan kita.
 

Total Pageviews

Translate