Pages - Menu

Friday, September 30, 2016

Iman yang Benar

Terhadap janji Allah [Abraham] tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah. —Roma 4:20
Iman yang Benar
“Kamu harus punya iman,” kata orang-orang. Namun apa artinya itu? Apakah setiap iman adalah iman yang benar?
“Percayalah pada dirimu sendiri dan semua yang ada padamu,” tulis seorang pemikir positif seabad yang lalu. “Ketahuilah bahwa ada sesuatu dalam dirimu yang jauh lebih besar daripada masalahmu.” Meskipun terdengar indah, pernyataan itu tidak akan bertahan apabila dihadapkan dengan kenyataan. Kita harus beriman pada sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri.
Allah berjanji kepada Abram bahwa ia akan mempunyai banyak keturunan (Kej. 15:4-5), tetapi ia menghadapi satu rintangan besar—ia sudah tua dan tidak mempunyai anak. Ketika ia dan Sara sudah lelah menunggu penggenapan janji Allah, mereka berusaha mengatasi rintangan tersebut dengan cara mereka sendiri. Akibatnya, keluarga mereka retak dan timbul banyak pertikaian yang tidak perlu (lihat Kej. 16 dan 21:8-21).
Tidak satu pun upaya Abraham yang dilakukan dengan kemampuannya sendiri itu berhasil. Namun pada akhirnya ia dikenal sebagai orang dengan iman yang luar biasa. Paulus menulis tentang Abraham, “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu’” (Rm. 4:18). Iman itu, kata Paulus, “diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran” (ay.22).
Abraham beriman pada sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya sendiri, yaitu kepada Allah yang sejati dan satu-satunya. Allah adalah objek iman kita yang memberikan pengaruh kekal. —Tim Gustafson
Tuhan, aku ingin memiliki iman yang kuat di dalam-Mu, tidak beriman pada diriku, kemampuanku, atau orang lain. Tanpa-Mu, aku tidak berarti.
Iman kita benar jika kita beriman kepada Pribadi yang benar.

Thursday, September 29, 2016

Mendekat pada Anugerah-Nya

Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. —Yohanes 8:7
Mendekat pada Anugerah-Nya
Para ahli Taurat dan orang Farisi menyeret seorang wanita yang kedapatan berbuat zina ke hadapan Yesus. Namun mereka tidak tahu bahwa mereka justru membawa wanita tersebut mendekat pada anugerah. Yang mereka mau adalah menjelek-jelekkan Yesus. Jika Dia meminta mereka untuk membiarkan wanita itu pergi, mereka dapat mendakwa-Nya sebagai pelanggar hukum Musa. Namun jika Dia menghukum mati wanita itu, orang-orang yang mengikut Dia akan mengabaikan perkataanNya tentang belas kasihan dan anugerah Allah.
Namun Yesus membalikkan keadaan dan menantang para penuduh itu. Kitab Suci mengatakan bahwa bukannya menjawab mereka secara langsung, Yesus justru menulis sesuatu di atas tanah. Ketika para pemuka agama itu terus mencecar-Nya, Dia mengundang siapa pun di antara mereka yang tidak pernah berbuat dosa untuk terlebih dahulu melemparkan batu ke arah wanita itu, lalu Dia mulai menulis lagi di atas tanah. Kali berikutnya Dia mendongakkan kepala, semua penuduh itu telah pergi.
Sekarang satu-satunya pribadi yang dapat melemparkan batu—satu-satunya yang tanpa dosa—memandang wanita itu dan memberinya pengampunan. “Akupun tidak menghukum engkau,” kata Yesus, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yoh. 8:11).
Mungkin hari ini kamu membutuhkan pengampunan karena sikapmu yang suka menghakimi, atau kamu ingin mendapatkan kepastian bahwa tak ada dosa yang berada di luar jangkauan anugerah-Nya. Yakinlah akan hal ini: Tak seorang pun dapat menuduhmu; pergilah dan berubahlah oleh belas kasihan Allah. —Randy Kilgore
Bapa, sucikanku dari kebiasaan menghakimi dan lepaskanku dari ikatan dosa. Kiranya aku mengecap belas kasihan-Mu dan tolong aku untuk berubah.
Kita melayani Juruselamat yang rela mengampuni kita.

Wednesday, September 28, 2016

Mendoakanmu Hari Ini

Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah . . . [Kristus Yesus] menjadi Pembela bagi kita. —Roma 8:26,34
Mendoakanmu Hari Ini
Ketika menghadapi situasi yang sangat pelik atau masalah yang berat, kita sering meminta saudara-saudari seiman untuk mendoakan kita. Kita merasa begitu dikuatkan ketika mengetahui ada seseorang yang peduli dan mendoakan kita kepada Allah. Namun bagaimana jika kamu tidak mempunyai saudara seiman di sekitarmu yang bisa mendoakanmu? Mungkin kamu tinggal di suatu wilayah yang melarang pengabaran Injil. Siapa yang mendoakanmu?
Roma 8, salah satu pasal teragung dalam Alkitab, menyatakan, “Sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (Rm. 8:26-27). Roh Kudus sedang mendoakan kamu hari ini.
Lebih dari itu, “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita” (ay.34). Tuhan Yesus Kristus yang hidup sedang mendoakanmu hari ini.
Bayangkan! Roh Kudus dan Tuhan Yesus Kristus menyebut namamu dan membawa kebutuhanmu kepada Allah Bapa, yang mendengar dan bertindak demi kamu.
Di mana pun kamu berada atau sesulit apa pun keadaanmu, kamu tidak menghadapinya seorang diri. Allah Roh Kudus dan Allah Anak sedang mendoakanmu hari ini! —David McCasland
Ya Allah, aku sungguh bersyukur atas doa-doa yang dinaikkan Roh Kudus dan Anak-Mu hari ini bagiku. Alangkah menakjubkannya kebenaran itu!
Roh Kudus dan Tuhan Yesus selalu mendoakanmu.

Tuesday, September 27, 2016

Kekayaan Sejati

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. —Lukas 12:34
Kekayaan Sejati
Pada ibadah penghiburan untuk mengenang ayah dari seorang teman, seseorang berkata kepada teman saya itu: “Sebelum bertemu ayahmu, aku belum pernah mengenal seseorang yang merasa begitu senang saat menolong orang lain.” Ayahnya mengambil bagian dalam membangun kerajaan Allah dengan melayani sesama, membawa sukacita dan kasih, serta menjadi sahabat bagi orang-orang asing. Ketika meninggal dunia, beliau meninggalkan warisan kasih yang indah. Sebaliknya, bibi dari teman saya itu—saudari tertua dari sang ayah— memandang harta miliknya sebagai warisan. Ia menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dengan mengkhawatirkan siapa yang akan menjadi pewaris dari harta pusaka dan buku-buku langkanya.
Dalam pengajaran dan teladan yang diberikan Yesus, Dia memperingatkan para pengikut-Nya untuk tidak menimbun harta, melainkan membagikannya kepada orang miskin dan lebih menghargai harta surgawi yang tidak akan berkarat dan rusak. Yesus berkata, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Luk. 12:34).
Kita mungkin berpikir bahwa harta yang kita miliki memberikan makna bagi hidup kita. Namun ketika gawai (gadget) terbaru kita rusak atau kita kehilangan barang yang berharga, kita baru menyadari bahwa hanya hubungan kita dengan Tuhan yang dapat memberi kepuasan dan yang akan bertahan selamanya. Demikian juga kasih dan perhatian kita kepada sesama tidak akan pernah layu dan memudar.
Mintalah kepada Tuhan agar Dia menolong kita untuk melihat dengan jelas hal-hal apa yang kita hargai, menunjukkan di mana hati kita berada, dan menolong kita untuk mencari kerajaan Allah di atas segalanya (12:31). —Amy Boucher Pye
Apa yang kamu hargai? Bacalah kisah tentang manna di padang gurun dalam Keluaran 16. Perhatikan bagaimana kisah tersebut berhubungan dengan perkataan Yesus kepada orang banyak di Lukas 12.
Keadaan hati kita terlihat nyata dari apa yang kita hargai.

Monday, September 26, 2016

Menenangkan Jiwa

Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! —Mazmur 46:11
Menenangkan Jiwa
Sewaktu menghadiri sebuah konser, benak saya mengembara saat memikirkan kesulitan yang terus-menerus menyita perhatian saya. Syukurlah gangguan itu segera berlalu ketika saya mulai menghayati lirik dari sebuah himne pujian yang indah. Kelompok pria yang bernyanyi akapela itu sedang melantunkan himne “Be Still, My Soul” (Tenang dan Sabarlah). Air mata saya mengalir ketika saya mendengarkan lantunan liriknya dan merenungkan tentang ketenangan dari damai sejahtera yang hanya bisa diberikan oleh Allah.
Tenang dan sabarlah, wahai jiwaku; Tahan derita, jangan mengeluh; Serahkan sajalah pada Tuhanmu segala duka yang menimpamu. Allah setia, tak mengecewakan; yang di naungan-Nya ingin berteduh (Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 169).
Yesus pernah mengecam kota-kota yang tidak mau bertobat, padahal di sanalah Dia melakukan paling banyak mukjizat (Mat. 11:20-24). Namun Dia masih mengucapkan kata-kata penghiburan bagi mereka yang mau datang kepada-Nya. Dia berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, . . . belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (ay.28-29).
Sungguh pernyataan yang luar biasa! Segera setelah mengucapkan kecaman yang keras atas mereka yang menolak-Nya, Yesus mengulurkan undangan bagi semua orang supaya mereka datang mendekat kepada-Nya dan menemukan damai sejahtera yang selama ini selalu kita rindukan. Yesuslah satu-satunya yang dapat menenangkan kegelisahan dalam jiwa yang lelah. —Joe Stowell
Aku datang kepada-Mu saat ini, ya Tuhan, untuk menenangkan hatiku. Tolonglah aku untuk mempercayai-Mu dan meyakini kasih-Mu.
Ketika kita menaruh pikiran kita kepada Yesus, Dia menaruh damai sejahtera dalam pikiran kita.

Sunday, September 25, 2016

Kata-Kata yang Terpenting

Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, . . . tentang Firman hidup—itulah yang kami tuliskan kepada kamu. —1 Yohanes 1:1
Kata-Kata yang Terpenting
Di masa-masa awal saya bekerja sebagai editor bagi Our Daily Bread, saya bertugas memilih ayat yang akan dicantumkan pada sampul buku renungan. Setelah beberapa waktu, saya mulai bertanya-tanya apakah ayat-ayat tersebut ada pengaruhnya.
Tak lama sesudah itu, seorang pembaca menulis dan menceritakan bagaimana ia sudah berdoa lebih dari 20 tahun untuk putranya yang menolak untuk mengenal Yesus. Suatu hari ketika putranya itu mampir ke rumah, ia membaca ayat yang tertera di sampul buku renungan yang terletak di meja ibunya. Roh Kudus menggunakan kata-kata pada ayat tersebut untuk menegur putranya itu, dan saat itu juga ia menyerahkan hidupnya kepada Yesus.
Saya tidak ingat ayat ataupun nama wanita tersebut, tetapi saya tidak pernah melupakan pesan Allah yang begitu jelas ditujukan kepada saya hari itu. Allah berkehendak menjawab doa ibu itu melalui sepenggal ayat yang dipilih hampir setahun sebelumnya. Dari tempat yang tak terbatasi oleh waktu, Dia menyatakan keajaiban kehadiran-Nya dalam pekerjaan saya dan firman-Nya.
Yohanes adalah murid yang menyebut Yesus sebagai “Firman hidup” (1Yoh. 1:1). Ia ingin setiap orang mengetahui arti kata tersebut. “Kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami,” kata Yohanes tentang Yesus (ay.2). “Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami” (ay.3).
Sebenarnya kata-kata yang kita tuliskan sama sekali tidak istimewa. Namun perkataan dari Kitab Suci mengandung kuasa yang mengubahkan hidup karena kata-kata tersebut menuntun kita kepada Yesus, Sang Firman hidup. —Tim Gustafson
Terima kasih, Bapa, firman-Mu hidup dan berkuasa!
Kata-kata yang menuntun kita kepada Kristus adalah yang terpenting.

Saturday, September 24, 2016

Teruskan

Kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada Tuhan. —Mazmur 78:4
Teruskan
Saya suka menonton perlombaan lari estafet. Saya kagum dengan kekuatan fisik, kecepatan, keahlian, dan daya tahan yang dituntut dari para atlet yang berlomba. Namun saya selalu memperhatikan satu bagian penting dari perlombaan yang membuat saya berdebar-debar. Itulah momen ketika tongkat estafet diteruskan dari satu atlet ke atlet berikutnya. Jika tertunda sedikit saja dan tongkat itu terlepas, mereka akan kalah.
Orang Kristen dapat diibaratkan sedang mengikuti perlombaan lari estafet, dengan membawa tongkat iman dan pengenalan akan Tuhan dan firman-Nya. Alkitab menyatakan kepada kita pentingnya meneruskan tongkat itu dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Dalam Mazmur 78, Asaf menyatakan: “Aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala. Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami, . . . kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada Tuhan dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya” (ay.2-4).
Musa mengatakan hal yang serupa kepada bangsa Israel: “Jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu” (Ul. 4:9).
Kepada generasi yang akan datang, kita dipanggil untuk dengan penuh kasih dan keberanian melakukan apa pun yang kita bisa untuk meneruskan berita tentang “perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil [kita] keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1Ptr. 2:9). —Lawrence Darmani
Ya Bapa, tolong aku untuk setia meneruskan imanku kepada orang lain.
Kita mempengaruhi generasi mendatang dengan hidup bagi Kristus hari ini.

Friday, September 23, 2016

Perkataan bagi yang Letih

Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. —Yesaya 50:4
Perkataan bagi yang Letih
Beberapa hari setelah ayahnya meninggal dunia, C. S. Lewis yang saat itu berumur 30 tahun menerima sepucuk surat dari seorang wanita yang pernah merawat ibunya Lewis semasa sakit dan kematiannya lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Wanita tersebut mengungkapkan rasa bela sungkawanya dan bertanya apakah Lewis masih mengingatnya. “Suster Davison yang baik,” jawab Lewis. “Mengingatmu? Sudah tentu saya ingat.”
Lewis mengingat bagaimana kehadiran Suster Davison di rumah mereka sangat berarti baginya, saudaranya, dan ayahnya di tengah masa-masa sulit waktu itu. Lewis berterima kasih atas ungkapan bela sungkawa itu dan berkata, “Sungguh sangat melegakan dapat mengenang kembali masa-masa itu. Waktu saya masih kecil, saya merasa kamu selalu ada untuk menemani ibu saya dan kamu telah menjadi bagian dari keluarga kami.”
Ketika kita bergumul dalam beragam situasi kehidupan, perkataan orang lain yang menguatkan dapat membangkitkan semangat kita dan mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan. Nabi Yesaya dalam Perjanjian Lama menulis, “Tuhan allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu” (50:4). Ketika kita memandang kepada Tuhan, Dia akan memberikan kata-kata pengharapan dan terang di tengah kegelapan. —David McCasland
Bapa Surgawi, kiranya hari ini aku dapat mendengar perkataan-Mu yang memberikan pengharapan. Dan tolonglah aku untuk mengucapkan penghiburan dan semangat kepada orang lain, dengan mengarahkan mereka kepada-Mu.
Perkataan yang manis dapat menguatkan hati yang berbeban berat.

Thursday, September 22, 2016

Pintu Gerbang Penyembahan

Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepadaNya dan pujilah nama-Nya! —Mazmur 100:4
Pintu Gerbang Penyembahan
Ketika kamu memasuki sejumlah kota besar di dunia, kamu akan bertemu dengan pintu-pintu gerbang yang terkenal seperti Gerbang Brandenburg (Berlin), Gerbang Jaffa (Yerusalem), dan gerbang-gerbang di Downing Street (London). Baik dibangun dengan maksud untuk pertahanan atau seremonial, gerbang-gerbang tersebut menggambarkan adanya perbedaan antara berada di luar atau berada di dalam suatu area tertentu dari kota tersebut. Sebagian gerbang itu dalam keadaan terbuka; sebagian lagi tertutup bagi umum dan hanya dibuka untuk orang-orang tertentu.
Pintu gerbang masuk ke hadirat Allah selalu terbuka. Mazmur 100 yang terkenal merupakan undangan bagi orang Israel untuk memasuki hadirat Allah melalui pintu-pintu gerbang Bait-Nya. Mereka diperintahkan untuk bersorak-sorak dan “[datang] ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai” (ay.1-2).
Bersorak-sorai dengan sukacita merupakan ungkapan yang pantas diberikan dalam menyambut seorang raja di zaman dahulu. Di sini, seluruh bumi hendak bernyanyi tentang Allah dengan penuh sukacita! Pujian yang penuh sukacita itu diberikan karena Allah telah memberikan identitas kepada mereka (ay.3). Mereka memasuki pintu gerbang-Nya dengan puji-pujian dan nyanyian syukur karena Allah itu baik, dan kasih serta kesetiaan-Nya yang kekal itu tetap turun-temurun (ay.4-5). Bahkan ketika mereka lupa akan identitas mereka dan menyimpang jauh dari-Nya, Allah tetap setia dan masih mengundang mereka untuk memasuki hadirat-Nya.
Pintu gerbang untuk memasuki hadirat Allah masih terbuka dan kita diundang untuk datang dan menyembah-Nya. —Marvin Williams
Motivasi apa yang seharusnya mendorong kita untuk menyembah Allah? Ungkapan pujian apa yang dapat kamu berikan kepada Allah hari ini?
Pintu gerbang untuk memasuki hadirat Allah selalu terbuka.

Wednesday, September 21, 2016

Pencobaan yang Hebat

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan. —Yakobus 1:2
Pencobaan yang Hebat
Api dapat menjadi musuh terbesar dari hutan, tetapi dapat juga bermanfaat. Para ahli mengatakan bahwa pembakaran yang kecil dan sering, yang disebut “pembakaran terkendali”, akan membersihkan bagian dasar hutan dari dedaunan dan ranting-ranting pohon yang telah mati, tetapi tidak akan menghancurkan pepohonannya. Pembakaran terkendali itu menyisakan abu yang sangat berguna bagi pertumbuhan benih pohon. Api dalam intensitas kecil ternyata sangat penting bagi pepohonan agar bertumbuh dengan sehat.
Demikian juga dengan pencobaan—digambarkan sebagai api dalam Alkitab—sangat penting bagi pertumbuhan dan kesehatan rohani kita (1Ptr. 1:7; 4:12). Yakobus menulis, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun” (Yak. 1:2-4).
Dalam masa pencobaan itulah maksud Allah sering digenapi, karena itulah keadaan yang tepat bagi kita untuk bertumbuh dewasa secara rohani. Pertumbuhan itu tidak hanya menolong kita dalam menjalani hidup, tetapi juga memampukan kita untuk mencerminkan Yesus dengan lebih sungguh di tengah dunia yang sangat membutuhkan-Nya.
Di tangan Bapa kita, segala pencobaan yang kita alami dapat menggenapi maksud yang dikehendaki-Nya demi kebaikan kita dan untuk kemuliaan-Nya. Pencobaan-pencobaan itu dapat membentuk kita menjadi semakin serupa dengan Anak-Nya. —Bill Crowder
Bapa, ajarku mempercayai-Mu untuk kekuatan yang kubutuhkan agar bertahan dalam kesulitan, dan iman untuk menanti maksud baik-Mu tergenapi dalamku.
Iman berarti melihat Allah saat gelap maupun terang.

Tuesday, September 20, 2016

Menghubungkan Titik

Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. —Lukas 24:27
Menghubungkan Titik
Pada dekade 1880-an, seniman Georges Seurat asal Prancis memperkenalkan suatu bentuk seni yang disebut sebagai pointilisme. Seurat tidak memakai sapuan kuas dengan campuran zat warna untuk membuat suatu lukisan, melainkan menggunakan titik-titik kecil yang berwarna-warni. Jika dilihat dari dekat, karyanya terlihat seperti sekelompok titik yang terpisah. Namun, setelah mundur beberapa langkah, mata manusia akan memadukan titik-titik tersebut menjadi sebuah gambar berwarna yang jelas dan cerah.
Demikian juga dengan gambaran besar dari Alkitab. Jika dilihat dari dekat, kepelikannya dapat membuat kita seperti melihat titik-titik di atas kanvas. Ketika kita membaca Alkitab, mungkin kita merasa seperti Kleopas dan temannya dalam perjalanan menuju Emaus. Mereka tidak dapat memahami peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi pada akhir pekan sebelumnya. Tadinya mereka berharap bahwa Yesus “datang untuk membebaskan bangsa Israel” (Luk. 24:21), tetapi mereka justru menyaksikan kematian-Nya.
Tiba-tiba saja, seseorang yang tidak mereka kenal datang dan berjalan bersama mereka. Setelah menunjukkan ketertarikan pada percakapan mereka, Dia menolong keduanya untuk memahami titik demi titik dari kesengsaraan dan kematian Sang Mesias yang telah lama mereka nantikan. Kemudian, ketika bersantap bersama mereka, Yesus membuat mereka dapat mengenali diri-Nya—lalu Dia pun meninggalkan mereka secara misterius seperti waktu Dia datang.
Apakah yang menarik perhatian mereka adalah tanda paku bekas salib di kedua tangan-Nya? Kita tidak tahu. Yang kita tahu, ketika kita menghubungkan titik-titik peristiwa dalam Kitab Suci dengan kesengsaraan Yesus (ay.27,44), kita akan melihat dengan nyata Allah yang mengasihi kita lebih daripada yang dapat kita bayangkan. —Mart DeHaan
Yesus menyerahkan nyawa-Nya demi menunjukkan kasih-Nya bagi kita.

Monday, September 19, 2016

Perlu Kalori Sebanyak Apa?

Semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. —Filipi 4:8
Perlu Kalori Sebanyak Apa?
Saya sangat suka roti prata telur, sejenis kue dadar yang populer di negara saya, Singapura. Maka saya tertarik ketika membaca bahwa seseorang dengan berat badan sekitar 57 kg harus berlari sejauh 8 km (5 mil) per jam selama 30 menit untuk membakar 240 kalori. Jumlah kalori itu setara dengan satu porsi roti prata telur.
Sejak saya mulai rajin berolahraga di pusat kebugaran, saya baru memperhatikan angka-angka seperti itu. Sebelum menyantap sesuatu, saya sering bertanya pada diri sendiri: Apakah saya patut menyantap kalori sebanyak ini?
Memang bijaksana untuk mengawasi makanan yang kita santap, tetapi yang lebih penting dari itu adalah mengawasi apa yang kita konsumsi dari media. Penelitian menunjukkan bahwa apa yang kita lihat dapat melekat dalam pikiran kita untuk kurun waktu yang lama dan mempengaruhi perilaku kita. Hal-hal yang kita saksikan memiliki “efek melekat”, yakni menempel pada diri kita seperti lemak pada perut yang susah untuk kita hilangkan.
Dengan beragamnya media yang ada di sekitar kita sekarang ini, kita perlu menjadi konsumen yang lebih bijaksana. Itu tidak berarti bahwa kita hanya boleh membaca literatur Kristen atau menonton film-film yang berhubungan dengan iman. Namun kita harus mewaspadai apa yang kita lihat dengan mata kita. Kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah waktuku patut dihabiskan untuk menonton ini?
Dalam Filipi 4:8, Rasul Paulus mengatakan kepada kita, “Isilah pikiranmu dengan hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik” (bis). Itulah “konsumsi” yang patut dan sesuai dengan apa yang telah dan sedang dikerjakan Kristus di dalam diri kita. —Poh Fang Chia
Apakah kebiasaan menontonku semakin meningkatkan kualitas hidupku atau justru membawaku menjauh dari hal-hal yang lebih penting? Tolonglah aku, Tuhan, untuk membuat pilihan-pilihan yang bijaksana.
Pikiran kita dibentuk oleh apa yang diserapnya. —Will Durant

Sunday, September 18, 2016

Melakukan Persiapan

Apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. —Yohanes 14:3
Melakukan Persiapan
Pada saat kami memandangi jenazah ayah mertua saya dalam peti mati di rumah duka, salah seorang putranya mengambil palu milik ayah dan menyelipkannya di dekat tangan beliau. Beberapa tahun kemudian, saat ibu mertua saya meninggal, salah seorang anaknya menyelipkan satu set jarum rajut di bawah jari-jarinya. Tindakan yang manis itu menghibur kami saat mengingat betapa seringnya mereka menggunakan alat-alat tersebut semasa mereka hidup.
Tentu saja mereka tidak benar-benar memerlukan alat-alat tersebut di dalam kekekalan. Kita tidaklah seperti bangsa Mesir kuno yang menganggap peralatan, uang, atau senjata yang dikuburkan bersama seseorang itu akan lebih mempersiapkannya menyongsong kehidupan selanjutnya. Tidak ada satu hal pun yang bisa dibawa ke sana! (Mzm. 49:17-18; 1Tim. 6:7).
Namun kedua mertua saya memang membutuhkan persiapan untuk masa kekekalan itu. Dan itu sudah dilakukan bertahun-tahun sebelumnya ketika mereka percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
Perencanaan untuk kehidupan yang akan datang tidak bisa dimulai pada saat kita wafat. Setiap dari kita harus mempersiapkan hati kita dengan menerima anugerah keselamatan yang ditawarkan melalui pengorbanan Yesus di kayu salib.
Pada saat yang sama, Allah juga membuat persiapan: “Apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh. 14:3). Dia berjanji menyediakan tempat bagi kita untuk menikmati kekekalan bersama-Nya. —Cindy Hess Kasper
Bapa, kami bersyukur karena kami akan memiliki tempat bersama-Mu kelak. Terima kasih karena Engkau akan memberi kami sukacita lewat kehadiran-Mu.
Allah memberi kita waktu agar kita mempersiapkan diri untuk kekekalan.

Saturday, September 17, 2016

Mengapung

Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! —Mazmur 55:23
Mengapung
Cahaya matahari berkilau pada permukaan kolam renang di hadapan saya. Saya mendengar instruktur renang berbicara kepada salah seorang muridnya yang sudah cukup lama berada di dalam kolam. Instruktur itu berkata, “Sepertinya kamu mulai kelelahan. Jika kamu kelelahan saat berada di air yang dalam, cobalah teknik mengapung.”
Ada situasi-situasi tertentu dalam hidup ini yang menguras kekuatan mental, fisik dan emosional kita dan membuat kita tidak lagi sanggup bertahan. Daud melukiskan sebuah situasi ketika musuh-musuh mengancamnya dan ia merasakan luapan emosi dari kemarahan mereka. Ia perlu melepaskan diri dari tekanan yang sedang dihadapinya.
Saat menyelami perasaannya, Daud menemukan cara untuk menenangkan diri di tengah kegalauan pikirannya. Ia berkata, “Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau” (Mzm. 55:23). Daud menyadari bahwa Allah akan menopang kita ketika kita berani menyerahkan segala masalah kita kepada-Nya. Kita tidak perlu menangani setiap persoalan yang ada dan mereka-reka hasilnya—semua itu sangat melelahkan! Allah sendiri yang memegang kendali atas setiap aspek kehidupan kita.
Ketimbang berusaha melakukan segala sesuatu dengan kekuatan kita sendiri, kita bisa menemukan peristirahatan di dalam Allah. Terkadang kita hanya perlu meminta-Nya untuk mengatasi persoalan kita. Lalu kita bisa berhenti sejenak, bersikap tenang, dan bersyukur karena tahu bahwa Dia memelihara kita. —Jennifer Benson Schuldt
Allah, hari ini aku menyerahkan masalahku kepada-Mu. Aku tahu Engkau memegang kendali atas segala sesuatu dan aku percaya Engkau mau menolongku. Tolonglah agar aku menikmati damai sejahtera di dalam-Mu.
Allah adalah tempat peristirahatan yang aman.

Friday, September 16, 2016

Bau yang Harum

Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus. —2 Korintus 2:15
Bau yang Harum
Seorang pembuat parfum di New York menyatakan bahwa ia dapat mengenali kombinasi aroma tertentu dan menebak siapa pembuat wewangian tersebut. Dengan hanya sebuah endusan, ia dapat berkata, “Ini pasti karya Jenny.”
Di salah satu bagian dari tulisan Paulus kepada para pengikut Kristus di kota Korintus, ia memakai contoh yang tentu mengingatkan mereka tentang perbuatan pasukan Romawi yang biasanya akan membakar dupa setelah menaklukkan sebuah kota (2Kor. 2:14). Dalam arak-arakan kemenangan, sang jenderal akan muncul terlebih dahulu, diikuti oleh pasukannya dan kemudian tentara yang mereka kalahkan. Bagi bangsa Romawi, bau dupa itu melambangkan kemenangan; bagi para tahanan, bau itu berarti kematian.
Paulus mengatakan bahwa bagi Allah kita adalah bau yang harum dari kemenangan Kristus atas dosa. Allah telah memberikan keharuman Kristus kepada kita agar kita bisa menjadi korban puji-pujian yang berbau harum. Namun bagaimana caranya agar kita bisa menjalani hidup yang menyebarkan keharuman itu kepada sesama? Kita bisa menunjukkan kemurahan hati dan kasih, dan kita bisa membagikan Injil kepada mereka agar mereka bisa menemukan jalan keselamatan. Kita bisa mengizinkan Roh Kudus memperlihatkan melalui hidup kita buah yang dihasilkan-Nya berupa kasih, sukacita, dan kebaikan (Gal. 5:22-23).
Apakah orang lain yang memperhatikan kita akan berkata, “Itu pasti karya Yesus”? Apakah kita mengizinkan Yesus menyebarkan keharuman-Nya melalui hidup kita, dan hidup kita membawa orang lain kepada-Nya? Dialah sumber keharuman teragung yang membuat wewangian paling istimewa yang pernah ada sepanjang masa. —Keila Ochoa
Apakah orang lain dapat mengenali karya Allah dalam hidupku? Apakah aku menyebarkan keharuman Kristus? Bagaimana caranya?
Hidup saleh adalah bau harum yang memikat orang lain untuk datang kepada Kristus.

Thursday, September 15, 2016

Saling Menolong

[Allah] menghibur kami . . . sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan. —2 Korintus 1:4
Saling Menolong
“Tubuh Kristus” adalah frasa misterius yang disebutkan berulang kali dalam Alkitab Perjanjian Baru. Rasul Paulus secara khusus menggunakan frasa itu sebagai gambaran tentang gereja. Setelah Yesus naik ke surga, Dia menyerahkan pelayanan-Nya kepada para pria dan wanita yang berdosa dan inkompeten. Sebagai kepala gereja, Dia memberikan tugas kepada murid-murid-Nya yang sering bimbang —juga kepadamu dan saya—untuk menjadi perpanjangan tangan, kaki, telinga, mata, dan suara-Nya.
Keputusan Yesus untuk berperan sebagai kepala yang tidak kasatmata dari sebuah tubuh yang besar dan terdiri dari banyak anggota itu berarti bahwa Dia sering mengharapkan kita untuk saling menolong di tengah penderitaan yang kita alami. Rasul Paulus mungkin membayangkan hal serupa ketika menulis, “[Allah] menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah” (2Kor. 1:4-5). Di sepanjang pelayanannya, Paulus benar-benar menerapkan prinsip itu, ketika ia mengumpulkan bantuan untuk korban kelaparan, mengutus rekan-rekan pelayanannya ke daerah-daerah yang bermasalah, dan mengakui karunia-karunia yang dimiliki orang percaya sebagai pemberian dari Allah sendiri.
Frasa “tubuh Kristus” mengungkapkan panggilan hidup kita dengan sangat baik—yakni untuk menjadi wakil Kristus di tengah dunia, terutama bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan. —Philip Yancey
Ya Tuhan, terima kasih Engkau selalu setia menghiburku saat aku terluka. Tunjukkanlah kepadaku siapa yang membutuhkan penghiburan dariku hari ini.
Kehadiran Allah menghibur kita; kehadiran kita menghibur sesama.

Wednesday, September 14, 2016

Sepanjang Masa

“Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” —Yohanes 6:68-69
Sepanjang Masa
Sepanjang tahun 2016, sejumlah kelompok teater di Inggris dan di seluruh dunia mementaskan pertunjukan-pertunjukan khusus untuk memperingati 400 tahun wafatnya William Shakespeare. Banyak orang telah menghadiri berbagai konser, ceramah, dan festival yang diadakan untuk memperingati karya abadi dari seseorang yang dipandang luas sebagai penulis drama terbesar dalam kesusastraan Inggris. Ben Jonson, penulis sezaman Shakespeare, menulis tentang rekannya itu, “Ia tidak hanya hidup pada satu zaman, melainkan tetap hidup sepanjang masa.”
Meskipun ada seniman, penulis, atau pemikir yang pengaruhnya dapat bertahan selama berabad-abad, Yesus Kristus adalah satu-satunya pribadi yang hidup dan karya-Nya bertahan sepanjang masa. Dia menyatakan diri-Nya sebagai “roti yang telah turun dari sorga . . . Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya” (ay.58).
Ketika orang banyak yang mendengar pengajaran Yesus merasa tersinggung oleh perkataan-Nya dan tidak lagi mengikut Dia (Yoh. 6:61-66), Tuhan bertanya kepada murid-murid-Nya apakah mereka juga ingin pergi (ay.67). Petrus menjawab, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (ay.68-69).
Saat kita mengundang Yesus menjadi Tuhan dan Juruselamat atas hidup kita, kita bergabung dengan murid-murid-Nya dan semua orang yang telah mengikut Dia, dalam kehidupan baru yang akan bertahan selamanya dan sepanjang masa. —David McCasland
Tuhan Yesus, terima kasih untuk karunia hidup kekal dalam persekutuan dengan-Mu hari ini dan sampai selamanya.
Yesus adalah Anak Allah, Pribadi yang kekal sepanjang masa, yang memberi kita hidup kekal.

Tuesday, September 13, 2016

Siap untuk Diubahkan?

Tetapi buah Roh ialah: . . . penguasaan diri. —Galatia 5:22-23
Siap untuk Diubahkan?
Penguasaan diri mungkin menjadi salah satu hal yang paling sulit untuk kita miliki. Seberapa sering kita dikalahkan oleh kebiasaan yang jelek, sikap yang buruk, atau pola pikir yang salah? Kita berjanji untuk memperbaikinya. Kita bahkan meminta seseorang untuk menolong kita mempertanggungjawabkan perbuatan kita. Namun dalam hati, kita tahu bahwa kita tidak mempunyai kemauan atau kemampuan untuk mengubahnya. Kita dapat membicarakannya, menyusun rencana, atau membaca buku tentang pengembangan diri, tetapi masih saja kita sulit mengalahkan dan mengendalikan banyak hal yang ada di dalam diri kita!
Syukurlah, Allah mengetahui kelemahan kita, dan Dia juga tahu bagaimana memulihkannya! Alkitab mengatakan, “Buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal. 5:22-23). Satu-satunya cara untuk memperoleh penguasaan diri adalah dengan mengizinkan Roh Kudus mengendalikan hidup kita.
Dengan kata lain, fokus utama kita bukanlah berusaha tetapi berserah—yakni menjalani momen demi momen dalam hidup kita dengan tunduk dan percaya kepada Allah daripada mengandalkan diri sendiri. Paulus mengatakan bahwa itulah makna dari “[hidup] oleh Roh” (ay.16).
Apakah kamu siap untuk diubahkan? Kamu dapat berubah, karena Allah hidup di dalammu. Pada saat kamu menyerahkan diri kepada-Nya, Dia akan menolongmu untuk menghasilkan buah berupa hidup yang serupa dengan-Nya. —Jaime Fernandez Garrido, penulis tamu.
Aku membutuhkan kuasa-Mu, Tuhan, agar aku bisa berubah dan bertumbuh. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu. Tolonglah aku untuk memahami bagaimana berserah kepada-Mu sehingga aku dapat dipenuhi oleh Roh Kudus.
Allah lebih mengutamakan penyerahan diri kita daripada kemampuan kita.

Monday, September 12, 2016

Siap Sedia untuk Pernikahan

Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya. —Matius 25:13
Siap Sedia untuk Pernikahan
“Aku lapar,” kata putri saya yang berumur delapan tahun. “Maaf Nak, Mama sedang tidak bawa makanan. Kita main tic-tac-toe saja yuk.” Sudah lebih dari satu jam kami menunggu kedatangan pengantin wanita di gereja untuk upacara pernikahan yang seharusnya diadakan pukul 12 siang. Sambil bertanya-tanya berapa lama lagi kami harus menunggu, saya mencoba menyibukkan putri saya sampai upacara pernikahannya dimulai.
Dalam penantian itu, saya merasa seperti berada dalam sebuah perumpamaan. Meskipun pastori yang menjadi tempat tinggal kami sangat dekat dengan gereja, saya tahu jika saya pulang sebentar untuk mengambil biskuit untuk putri saya, pengantinnya dapat datang kapan saja dan saya akan melewatkan saat-saat pengantin itu memasuki gereja. Ketika saya melakukan sejumlah usaha untuk mengalihkan perhatian putri saya dari rasa laparnya, saya juga teringat pada perumpamaan Yesus tentang sepuluh gadis (Mat. 25:1-13). Lima dari mereka datang dengan membawa cukup minyak supaya pelitanya tetap menyala selagi mereka menunggu kedatangan sang pengantin pria. Sementara itu, kelima gadis lainnya tidak menyiapkan minyak yang cukup. Seperti saya yang sudah terlambat untuk berlari pulang mengambil biskuit, demikian juga lima gadis itu sudah terlambat untuk membeli lagi minyak buat pelita mereka.
Yesus menceritakan perumpamaan itu untuk menekankan bahwa kita perlu selalu siap sedia. Karena pada saat Dia datang kembali, kita harus mempertanggungjawabkan keadaan hati kita. Apakah kita sedang dalam keadaan menanti dan siap sedia? —Amy Boucher Pye
Bagaimana caramu menantikan kedatangan Yesus kembali? Adakah urusan yang belum kamu kerjakan dan perlu segera kamu selesaikan?
Kita harus siap sedia menyambut kedatangan Kristus kembali.

Sunday, September 11, 2016

Doa Darurat

Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku. —Mazmur 71:3
Doa Darurat
Tanggal 11 September 2001, Stanley Praimnath yang bekerja di lantai ke-81 dari Gedung Selatan World Trade Center, New York, tiba-tiba melihat sebuah pesawat sedang terbang ke arahnya. Stanley segera mengucapkan doa singkat sambil berlindung di bawah meja: “Tuhan, tolong aku! Kuserahkan hidupku kepada-Mu!”
Dampak mengerikan dari tabrakan pesawat dengan gedung itu membuat Stanley terjebak di balik reruntuhan. Namun saat ia berdoa dan berteriak minta tolong, seorang karyawan dari kantor lain bernama Brian Clark mendengar teriakannya dan berusaha menanggapi. Setelah mencari jalan di antara puing reruntuhan dan melewati kegelapan, keduanya berhasil menuruni tangga setinggi 80 lantai hingga tiba di lantai dasar dan keluar dari gedung itu.
Saat menghadapi ancaman yang mengerikan, Daud memohon pertolongan Allah. Ia ingin memastikan penyertaan Allah yang dekat dengannya ketika ia menghadapi musuh-musuhnya dalam pertempuran. Dengan sepenuh hati, Daud memohon, “Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku. . . . Ya Allah, janganlah jauh dari padaku! Allahku, segeralah menolong aku!”(Mzm. 71:3,12).
Allah tidak pernah berjanji melepaskan kita dari setiap kesulitan yang kita hadapi. Namun kita meyakini bahwa Allah mendengar doa-doa kita dan akan selalu menyertai kita dalam segala sesuatu. —Dennis Fisher
Apa pun yang kuhadapi, datanglah segera untuk menolongku, ya Tuhan. Aku tak bisa menghadapi apa pun tanpa Engkau. Terima kasih.
Dekat dengan Allah adalah jaminan perlindungan kita. Anak yang berada dalam kegelapan merasa aman saat ia menggenggam tangan ayahnya. —Charles Haddon Spurgeon

Saturday, September 10, 2016

Keputusan Evie

Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. —Markus 16:15
Keputusan Evie
Evie adalah salah seorang dari 25 anggota paduan suara remaja dari sekolahnya yang melakukan perjalanan ke Jamaika untuk bernyanyi, bersaksi, dan menunjukkan kasih Allah kepada orang-orang dari budaya dan generasi yang berbeda. Ada satu hari dari perjalanan itu yang sangat berkesan dan membawa sukacita bagi Evie.
Pada hari itu, paduan suara mereka mengunjungi sebuah rumah perawatan untuk bernyanyi dan melayani para penghuninya. Selesai bernyanyi, Evie duduk mendampingi seorang wanita muda berusia 30 tahunan yang tinggal di rumah itu. Saat mereka berbincang-bincang, Evie merasa tergerak untuk bercerita tentang Yesus dan apa yang sudah dilakukan-Nya untuk kita. Evie menunjukkan kepada wanita itu ayat-ayat Alkitab yang menjelaskan tentang keselamatan. Tak lama kemudian, wanita itu ingin menerima Yesus sebagai Juruselamatnya. Ia pun menyerahkan hidupnya kepada Tuhan.
Karena keputusan Evie untuk memulai percakapan tentang Yesus, kami semua merayakan satu jiwa yang terlahir kembali ke dalam keluarga Allah pada hari itu.
Markus 16:15 menyatakan kepada kita bahwa apa yang dilakukan Evie merupakan sesuatu yang diharapkan dari semua orang percaya. Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-Hari menuliskannya demikian: “Pergilah ke seluruh dunia dan siarkanlah Kabar Baik dari Allah itu kepada seluruh umat manusia.”
Kiranya kita tidak pernah mengecilkan arti dan keajaiban dari keputusan seseorang yang mendengar Kabar Baik dan bersedia menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. —Dave Branon
Tuhan, memang tidak mudah untuk memulai percakapan tentang Injil. Kiranya Roh Kudus bekerja di dalamku sehingga aku sungguh mau dan mampu menceritakan Kabar Baik itu kepada siapa pun yang membutuhkan-Mu.
Saksi Kristus yang efektif tak hanya beriman tetapi juga menunjukkan imannya.

Friday, September 9, 2016

Yang Terutama

Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. —1 Yohanes 4:9
Yang Terutama
Ketika Yohanes, murid yang Yesus kasihi, bertambah tua, pengajaran yang diberikannya dalam ketiga suratnya semakin terfokus sepenuhnya pada kasih Allah. Dalam buku Knowing the Truth of God’s Love (Mengetahui Kebenaran tentang Kasih Allah), Peter Kreeft mengutip sebuah hikayat kuno yang menceritakan bahwa salah seorang pemuda murid Yohanes pernah datang kepadanya dan mengeluh, “Mengapa kamu tidak pernah berbicara apa pun selain kasih Tuhan?” Yohanes menjawab, “Karena memang tak ada yang lebih penting untuk dibicarakan selain hal itu.”
Kasih Allah jelas merupakan pusat dari misi dan pesan Yesus. Dalam Injil yang pernah ditulis Yohanes, ia menuliskan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).
Rasul Paulus mengatakan kepada kita bahwa kasih Allah merupakan pusat dari jalan hidup kita. Ia mengingatkan kita bahwa “baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 8:38-39).
Karena kasih Allah begitu teguh, tiada habisnya, dan tak pernah berubah, kita sanggup menjalani hari demi hari dengan keyakinan bahwa segala sesuatu yang baik adalah pemberian tangan-Nya dan setiap tantangan yang ada dapat kita hadapi dengan kekuatan-Nya. Bagi seluruh hidup kita, kasih Allah adalah yang terutama. —Bill Crowder
Terima kasih, ya Tuhan, karena kasih-Mu melimpah dan murni, tiada bandingnya dan teguh mulia!
Kasih Allah tetap teguh ketika segala sesuatu runtuh.

Thursday, September 8, 2016

Semua Berasal dari Allah

Punya-Mulah segala-galanya. —1 Tawarikh 29:16
Semua Berasal dari Allah
Saya mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang pertama pada usia 18 tahun, dan saya telah belajar pentingnya menabung dengan tekun. Saya bekerja dan menabung hingga memiliki cukup dana untuk bersekolah selama satu tahun. Namun kemudian, ibu saya perlu menjalani operasi darurat, dan saya menyadari bahwa saya mempunyai cukup uang di bank untuk membiayai operasinya
Saat itu juga, saya menyadari bahwa kasih kepada ibu lebih utama daripada rencana masa depan saya. Saya menghayati ulang kalimat-kalimat dari buku Passion and Purity (Hasrat dan Kekudusan) karya Elisabeth Elliot berikut: “Jika kita memegang erat apa pun yang diberikan kepada kita, dan tak bersedia melepaskannya saat tiba waktunya atau tak bersedia untuk digunakan sesuai kegunaan yang dikehendaki Sang Pemberi, kita sedang menghambat pertumbuhan iman kita. Kita bisa dengan mudah mengatakan, ‘Jika Allah sudah memberikannya kepadaku,’ kataku, ‘maka itu menjadi milikku. Aku berhak melakukan apa pun yang kuinginkan dengannya.’ Itu salah besar. Yang benar adalah pemberian itu merupakan milik kita untuk disyukuri, milik kita untuk dipersembahkan kembali kepada-Nya, . . . milik kita untuk dilepaskan.”
Saya menyadari bahwa pekerjaan yang saya miliki dan ketekunan dalam menabung itu adalah pemberian dari Allah! Saya dapat memberikan bantuan kepada keluarga saya dengan sukarela karena saya yakin bahwa Allah mampu menolong saya bersekolah lagi dengan cara yang lain, dan memang itulah yang kemudian dilakukan-Nya. Hari ini, pikirkan bagaimana Allah menghendaki kita menerapkan doa Daud dalam 1 Tawarikh 29:14 (BIS) ini: “Karena segalanya adalah pemberian-Mu dan apa yang kami berikan ini adalah kepunyaan-Mu juga.” —Keila Ochoa
Ya Tuhan, kami tahu tiada yang kami miliki adalah karena usaha kami sendiri. Segalanya itu milik-Mu. Tolonglah kami untuk rela menerima pemberian-Mu dan rela melepaskan apa yang hendak Engkau ambil. Kuatkanlah iman kami!
Segala sesuatu adalah milik Allah.

Wednesday, September 7, 2016

Melakukan yang Dapat Dilakukan

Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. —Markus 14:8
Melakukan yang Dapat Dilakukan
Ketika teman-temannya menulis celotehan atau pesan yang tidak patut di media sosial mereka, Charlotte mengungkapkan keberatannya dengan lemah lembut tetapi tegas. Ia menghormati martabat setiap orang dan kata-kata yang digunakannya selalu bernada positif.
Beberapa tahun lalu, ia mulai berteman di Facebook dengan seorang pria yang memendam kemarahan terhadap orang Kristen. Pria itu menghargai kejujuran dan kebaikan Charlotte yang jarang ditemuinya pada diri orang lain. Perlahan-lahan hati pria itu melunak. Suatu hari Charlotte jatuh dan terluka cukup parah. Karena ia harus dirawat di rumah, Charlotte mencemaskan apa yang bisa dilakukannya. Pada saat yang hampir bersamaan, teman prianya itu meninggal dunia. Charlotte pun menerima pesan dari saudari pria itu: “[Karena kesaksianmu], aku tahu ia sekarang telah mengalami kasih Allah yang kekal dan total.”
Pada minggu menjelang kematian Kristus, Maria dari Betania mengurapi-Nya dengan minyak narwastu yang mahal (Yoh. 12:3; Mrk. 14:3). Sebagian orang yang hadir saat itu menjadi gempar, tetapi Yesus justru memujinya. “Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku,” kata Yesus. “Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. Tubuh-Ku telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburan-Ku” (Mrk. 14:6,8).
“Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya.” Perkataan Kristus itu sungguh melegakan. Dunia ini penuh dengan orang yang hatinya hancur dan terluka. Namun kita tidak perlu mengkhawatirkan apa yang tidak bisa kita lakukan. Charlotte hanya melakukan apa yang dapat dilakukannya. Kita juga dapat melakukannya. Selebihnya, percayakanlah kepada Kristus yang Mahakuasa. —Tim Gustafson
Ya Tuhan, tolong kami untuk tidak menilai diri kami dengan apa yang kami lakukan bagi-Mu, tetapi dengan apa yang telah Engkau lakukan bagiku. Tunjukkanlah bagaimana kami dapat menyatakan kasih-Mu kepada orang lain.
Lakukan tugasmu sebaik-baiknya; kepada Tuhan serahkan selebihnya. —Henry Wadsworth Longfellow

Tuesday, September 6, 2016

Karena Anugerah

Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. —Roma 5:8
Karena Anugerah
Mata putra saya bersinar-sinar ketika ia menunjukkan kepada saya selembar kertas yang dibawanya pulang dari sekolah. Kertas tersebut berisi ujian matematika, dan di atasnya tercantum tanda bintang berwarna merah dan nilai sempurna 100. Saat kami melihat lembar ujian itu, ia menceritakan bahwa masih ada tiga pertanyaan yang belum sempat dijawabnya ketika guru mengatakan waktu ujiannya sudah habis. Saya heran dan bertanya bagaimana ia bisa mendapatkan nilai sempurna. Ia menjawab, “Ibu guru memberiku anugerah. Aku boleh menyelesaikan ujian itu meskipun waktu sudah habis.”
Saat saya dan putra saya membahas arti anugerah, saya menjelaskan bahwa Allah telah memberi kita lebih daripada yang layak kita terima melalui Kristus. Kita layak mati karena dosa-dosa kita (Rm. 3:23). Namun demikian, “Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:8). Kita tidak layak, tetapi Yesus yang tidak berdosa dan suci menyerahkan nyawa-Nya supaya kita terbebas dari hukuman atas dosa kita dan kelak hidup selamanya di surga.
Hidup kekal adalah pemberian Allah. Itu bukanlah hasil usaha kita sendiri. Kita diselamatkan karena anugerah Allah, oleh iman dalam Kristus (Ef. 2:8-9). —Jennifer Benson Schuldt
Ya Allah, anugerah-Mu yang tak layak kuterima telah membuatku diselamatkan dari dosaku. Engkau telah membuktikan keajaiban anugerah-Mu kepada kami. Terima kasih atas pemberian-Mu. Pakailah aku untuk menceritakan tentang Engkau dan perbuatan-Mu kepada sesamaku.
Anugerah dan belas kasihan adalah berkat yang tak selayaknya kita terima.

Monday, September 5, 2016

Gelembung Sabun

Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan. —2 Korintus 4:18
Gelembung Sabun
Seorang anak laki-laki menghujani saya dan suami saya, Carl, dengan gelembung-gelembung sabun sewaktu ia berlari melewati kami di atas trotoar di Atlantic City. Itulah momen ceria yang menghibur kami di suatu hari yang berat. Kedatangan kami ke kota itu adalah untuk menjenguk saudara ipar kami yang dirawat di rumah sakit dan membantu saudarinya Carl untuk memeriksakan diri ke dokter. Kami mencoba beristirahat sejenak dan menyusuri pesisir pantai, karena kami merasa agak kewalahan menghadapi beratnya pergumulan yang dihadapi keluarga kami.
Lalu muncullah gelembung-gelembung sabun itu—ditiupkan iseng ke arah kami oleh seorang bocah di tengah hembusan angin laut. Gelembung-gelembung itu memiliki makna khusus buat saya. Saya suka gelembung sabun dan menyimpan cairannya dalam sebuah botol di kantor saya. Saya dapat memainkannya kapan saja saya ingin merasa ceria. Melihat gelembung-gelembung tersebut dengan latar Samudra Atlantik yang sangat luas mengingatkan saya akan apa yang dapat saya andalkan: kehadiran Allah yang selalu dekat. Dia Mahakuasa. Dia selalu peduli. Dan Dia dapat memakai momen sesederhana dan sesingkat apa pun untuk mengingatkan kita bahwa hadirat-Nya tercurah bagaikan lautan anugerah di tengah momen-momen berat yang kita alami.
Mungkin suatu hari masalah kita akan terlihat seperti gelembung— hanya sementara jika dibandingkan dengan kekekalan, “karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:18). —Anne Cetas
Anugerah apa yang dicurahkan Allah kepadamu di tengah masa yang sulit? Bagaimana pengalamanmu dapat menjadi berkat bagi orang lain?
Yesus mencurahkan anugerah-Nya di tengah kerasnya pencobaan.

Sunday, September 4, 2016

Melakukan yang Dia Katakan

Segenap jalan, yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, haruslah kamu jalani. —Ulangan 5:33
Melakukan yang Dia Katakan
Saya memerlukan tangki air bawah tanah dan tahu persis konstruksi tangki yang saya inginkan, maka saya memberikan instruksi yang jelas kepada tukang yang mengerjakan. Keesokan hari ketika memeriksa pekerjaannya, saya dibuat jengkel saat menyadari bahwa tukang itu tidak mengikuti petunjuk yang saya berikan. Ia telah mengubah rancangan awal sehingga hasilnya tidak seperti yang saya kehendaki. Saya dibuat jengkel tidak saja oleh kegagalan-nya mengikuti petunjuk saya tetapi juga oleh alasan yang ia kemukakan.
Saat mengawasi si tukang mengerjakan ulang konstruksi itu, dan rasa frustrasi saya perlahan berkurang, saya pun diliputi perasaan bersalah. Saya membayangkan, entah berapa kali saya harus mengulang lagi hal-hal tertentu dalam hidup saya hingga akhirnya saya taat kepada Tuhan?
Seperti bangsa Israel zaman dahulu yang sering gagal melakukan perintah yang diberikan Allah kepada mereka, kita juga sering berjalan menuruti keinginan kita sendiri. Namun ketaatan seharusnya menjadi hasil dari hubungan kita dengan Allah yang semakin erat. Musa mengatakan kepada bangsanya, “Lakukanlah semuanya itu dengan setia, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu. . . . Segenap jalan, yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu, haruslah kamu jalani” (Ul. 5:32-33). Berabad-abad setelah Musa, Yesus pun memerintahkan murid-murid-Nya untuk percaya kepada-Nya dan saling mengasihi satu sama lain.
Itulah bentuk penyerahan hati kepada Tuhan yang memberikan kita damai sejahtera. Dengan ketaatan yang dimampukan oleh Roh Kudus, ingatlah bahwa “Allahlah yang mengerjakan di dalam [kita] baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Flp. 2:13). —Lawrence Darmani
Tuhan, terima kasih untuk kesempatan yang berulang kali Engkau berikan. Tolonglah kami untuk rindu dan taat mengikuti jalan-jalan-Mu.
Semakin dekat kita berjalan bersama Allah, semakin jelas kita melihat tuntunan-Nya.

Saturday, September 3, 2016

Tiruan yang Baik

Kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan. —1 Tesalonika 1:6
Tiruan yang Baik
“Hari ini kita akan melakukan permainan Meniru,” kata guru Sekolah Minggu kepada anak-anak yang telah berkumpul untuk mendengarkan khotbahnya. “Aku akan menyebutkan sesuatu dan kalian memperagakannya. Siap? Ayam!” Anak-anak itu mengepak-ngepakkan lengan mereka, sambil berkotek dan berkeruyuk. Selanjutnya adalah kata gajah, kemudian pemain sepakbola, dan penari balet. Kata terakhir yang disebut adalah Yesus. Ketika banyak anak merasa bingung mendengar kata itu, seorang anak berusia 6 tahun dengan wajah yang berseri-seri segera merentangkan tangannya lebar-lebar dengan sikap menyambut. Semua orang yang ada di ruangan itu pun bertepuk tangan.
Betapa mudahnya kita lupa bahwa kita dipanggil untuk menjadi seperti Yesus dalam kehidupan kita sehari-hari. “Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah” (Ef. 5:1-2).
Rasul Paulus memuji para pengikut Yesus di Tesalonika yang telah menunjukkan iman mereka di tengah situasi-situasi sulit yang mereka alami. “Kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan,” tulis Paulus, “sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya” (1Tes. 1:6-7).
Yesus yang hidup di dalam kita menguatkan dan memampukan kita untuk menjalani hidup di dunia ini seperti yang Dia lakukan—yakni dengan membawa kabar baik tentang kasih Allah dan menyambut setiap orang dengan tangan terbuka. —David McCasland
Tuhan Yesus, kiranya hidup kami sepanjang hari ini memperlihatkan keterbukaan dan sambutan-Mu yang berkata, “Datanglah kepada-Ku.”
Tangan Yesus senantiasa terbuka untuk menyambut kita.

Friday, September 2, 2016

Cara Memahat Bebek

Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya. —Roma 8:29
Cara Memahat Bebek
Saya dan istri saya, Carolyn, pernah bertemu dengan Phipps Festus Bourne pada tahun 1995 di tokonya di Mabry Hill, Virginia. Bourne yang wafat pada tahun 2002 adalah seorang pemahat kayu yang ulung. Pahatannya sangat persis dengan kenyataan. “Memahat bebek sangatlah mudah,” katanya. “Saya melihat sebongkah kayu, membayangkan bentuk seekor bebek, lalu mengerat bagian kayu yang tidak menyerupai bebek.”
Begitu juga Allah melihatmu dan saya—bagaikan bongkahan kayu—dengan membayangkan gambaran tentang pribadi serupa Kristus yang masih tersembunyi di dalam diri kita. Dia memahat dan mengerat bagian-bagian diri kita yang tidak sesuai dengan gambaran itu. Kita akan tercengang melihat keindahan karya yang dibuat-Nya dalam diri kita.
Namun sebelum itu, kita harus menerima keberadaan kita sebagai bongkahan kayu dan memperkenankan Sang Pemahat Agung untuk memangkas, membentuk, dan menghaluskan kita sesuai kehendak-Nya. Itu berarti kita perlu melihat segala keadaan kita—yang menyenangkan maupun yang tidak—sebagai alat Allah untuk membentuk kita. Dia membentuk kita, bagian demi bagian, menjadi makhluk yang indah sesuai gambaran yang dibayangkan-Nya sebelum kita dibentuk-Nya.
Terkadang proses pembentukan itu terasa indah, tetapi adakalanya menyakitkan. Namun pada akhirnya, semua alat yang digunakan Allah akan menjadikan kita “serupa dengan gambaran Anak-Nya” (Rm. 8:29).
Apakah kamu merindukan keserupaan tersebut? Serahkanlah dirimu untuk dibentuk Allah, Sang Pemahat Agung. —David Roper
Ya Bapa, Engkaulah pembentuk hidupku. Engkau saja yang tahu seperti apa bentuk yang harus kumiliki. Terima kasih karena Engkau telah membentukku sesuai rancangan-Mu. Tolong aku mempercayai bahwa bagian yang Engkau pangkas dariku adalah bagian yang sudah seharusnya kulepaskan
Pertumbuhan di dalam Kristus berasal dari hubungan yang semakin mendalam bersama-Nya.

Thursday, September 1, 2016

Telah Kaudoakan Kepada-Ku

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. —Filipi 4:6
“Telah Kaudoakan Kepada-Ku”
Apa yang kamu lakukan untuk mengatasi kekhawatiranmu? Akankah kamu memendamnya, atau justru mengungkapkannya? Ketika raja Asyur yang kejam, Sanherib, sedang bersiap untuk menghancurkan Yerusalem, ia mengirimkan pesan kepada Raja Hizkia. Sanherib mengatakan bahwa Yehuda akan mengalami nasib yang sama seperti semua bangsa lain yang telah ditaklukkannya. Hizkia membawa pesan itu ke rumah Tuhan di Yerusalem dan “membentangkan surat itu di hadapan Tuhan” (Yes. 37:14). Kemudian ia berdoa dan memohon pertolongan dari Allah yang Mahakuasa.
Segera setelah itu, Nabi Yesaya mengirimkan pesan dari Tuhan kepada Hizkia: “Tentang yang telah kaudoakan kepada-Ku mengenai Sanherib, raja Asyur, inilah firman yang telah diucapkan Tuhan mengenai dia” (Yes. 37:21-22). Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa doa Hizkia dijawab malam itu juga. Allah turun tangan secara ajaib dan menaklukkan kekuatan musuh di luar pintu-pintu gerbang kota. Pasukan Asyur bahkan tidak “menembakkan panah” (ay.33). Lalu Sanherib meninggalkan Yerusalem dan tidak pernah kembali.
Perkataan dalam pesan Allah kepada Hizkia—“Telah kaudoakan kepada-Ku”—menunjukkan kepada kita tempat terbaik untuk mengungkapkan segala kekhawatiran kita. Karena Hizkia berpaling kepada Allah, Dia menyelamatkan Hizkia dan bangsanya. Ketika kita mengungkapkan kekhawatiran kita dalam doa, kita akan menemukan bahwa Allah menyatakan kesetiaan-Nya dengan cara-cara yang tak terduga. —James Banks
Bapa, tolonglah aku untuk mengungkapkan segala kekhawatiranku dalam doa. Aku menyerahkan semua masalahku ke dalam tangan-Mu, karena itu lebih baik daripada kuatasi sendiri dengan kekuatanku.
Doa menggerakkan Tangan yang menggerakkan dunia. —E.M. Bounds
 

Total Pageviews

Translate