Pages - Menu

Sunday, June 30, 2013

Yang Terlambat Pun Diterima

Baca: Matius 20:1-16

Aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. —Matius 20:14

Suatu malam saat saya mengunjungi suatu panti wreda, seorang penghuni bernama Tom diam-diam menyelinap keluar dari kamarnya dan berharap dapat menemui saya untuk berbincang-bincang. Setelah kami berbicara beberapa lama, ia bertanya, “Akankah Allah merasa terhina jika saya menjadi orang Kristen di usia yang sudah lanjut ini?” Pertanyaan Tom tidaklah mengejutkan. Sebagai pembina rohani, saya sering mendengar hal seperti itu dari para lansia, orang yang bergumul dengan kecanduan, dan para mantan narapidana. Mereka semua berpikir punya alasan kuat untuk percaya bahwa sudah terlambat bagi mereka untuk mengenal Allah atau untuk dipakai oleh-Nya.

Saya dan Tom lalu membahas tentang para tokoh di Alkitab yang punya masa lalu yang kelam dan bisa saja berpikir bahwa sudah terlambat bagi mereka untuk mengenal Allah. Namun Rahab, si pelacur (Yos. 2:12-14; Ibr. 11:31) dan Zakheus, si pemungut cukai (Luk. 19:1-8), memilih beriman kepada Allah kendati mereka punya masa lalu yang buruk.

Kami juga membaca perumpamaan Yesus tentang para pekerja di kebun anggur (Mat. 20:1-16). Semakin awal pekerja itu dipekerjakan, semakin banyak yang bisa mereka berikan kepada si pemilik kebun anggur (ay.2-7), tetapi mereka yang dipekerjakan belakangan ternyata punya nilai yang setara di mata si pemilik kebun dan diberikan upah yang sama (ay.8-16). Pemilik kebun anggur memilih untuk bermurah hati kepada mereka semua.

Bagaimanapun hidup kita di masa lalu atau di masa kini, Allah rindu untuk menunjukkan kasih karunia-Nya kepada kita dan membawa kita ke dalam persekutuan dengan-Nya. —RKK

Bapa, kami kagum pada kasih karunia-Mu! Terima kasih kami
dapat datang kepada-Mu kapan pun untuk diampuni dan hubungan
kami dengan-Mu dipulihkan. Terima kasih kami sekarang
dapat dipakai oleh-Mu untuk memberkati hidup orang lain.

Ketika Anda menyerahkan hidup Anda kepada Kristus, Anda akan memilikinya untuk selamanya.

Saturday, June 29, 2013

Kasih Dan Doa

Baca: Mazmur 92

Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar. —Mazmur 92:15

Dalam buku anak-anak yang terkenal, Winnie the Pooh menyaksikan Kanga melompat pergi. Seandainya saja aku bisa melompat seperti itu, pikirnya. Ada yang bisa melakukannya dan ada yang tidak bisa. Demikianlah adanya.

Kita melihat orang yang lebih muda dan cakap melakukan hal-hal luar biasa yang tak bisa kita lakukan. Mereka dapat melakukannya, tetapi kita tidak. Demikianlah adanya. Kita mudah merasa tak berguna pada saat kita tak bisa lagi melakukan hal-hal yang dahulu mampu kita lakukan.

Bisa jadi memang kita sudah tak bisa lagi “melompat” seperti yang dahulu pernah kita lakukan. Namun kini kita tetap bisa mengasihi dan berdoa. Kedua hal tersebut bisa kita lakukan dengan baik karena hidup kita telah kaya dengan pengalaman.

Kasih adalah pemberian terbaik yang patut kita berikan kepada Allah dan kepada sesama. Ini bukanlah perkara sepele, karena kasih merupakan sarana untuk memenuhi seluruh tanggung jawab kita kepada Allah dan sesama. Kasih kita kepada seseorang mungkin terlihat seperti suatu tindakan yang sepele, tetapi sesungguhnya kasih adalah pemberian yang paling besar dari semuanya (1Kor. 13:13).

Lalu kita bisa berdoa. Paulus mendorong jemaat di Kolose, “Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur” (Kol. 4:2). Doa kita punya kekuatan yang dahsyat!

Mengasihi dan berdoa memang merupakan tindakan yang dahsyat, bahkan yang terdahsyat bagi siapa saja. Mengapa demikian? Karena Allah yang ingin memakai kita adalah Allah yang Maha Pengasih dan Mahakuasa. —DHR

Mulailah harimu bersama Tuhan;
Berlutut di hadapan-Nya dalam doa;
Angkatlah hatimu ke hadirat-Nya,
Terimalah kasih-Nya untuk kau bagikan. —Dann

Allah melimpahkan kasih-Nya dalam hati kita agar kasih-Nya bisa mengalir dengan limpah kepada sesama.

Thursday, June 27, 2013

Sukses Dengan Menyedihkan

Baca: Lukas 9:18-27

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. —Lukas 9:23

Dalam apa pun yang dilakukan manusia tanpa melibatkan Allah, ia pasti gagal dengan menyedihkan—atau meraih sukses dengan lebih menyedihkan,” tulis George MacDonald (1824-1905), seorang penyair, penulis novel, dan pendeta asal Skotlandia. Pernyataan menarik ini seringkali dikutip oleh para pembicara dan penulis modern dan terdapat dalam buku karya MacDonald yang berjudul Unspoken Sermons (Khotbah yang Tak Terucapkan).

MacDonald sedang membicarakan suatu topik yang sulit tentang penyangkalan diri seorang Kristen dan bagaimana kita dapat menerapkan pengajaran Yesus ini: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” (Luk. 9:23-24).

Menurut MacDonald, penyangkalan diri bukan hanya berupaya memendam hasrat manusiawi kita, tetapi penyangkalan diri yang benar berarti “kita harus melihat segala sesuatu seperti [Kristus] melihatnya, memandang segala sesuatu sebagaimana Dia memandangnya; kita harus menghayati kehendak Allah sebagai jati diri kita . . . . Kita tak lagi berpikir, ‘Apakah yang ingin kulakukan?’ melainkan ‘Apakah yang dikehendaki oleh Allah yang Hidup itu untuk kulakukan?’”

Memperoleh hanya apa yang kita inginkan berarti meraih sukses yang menyedihkan. Kesuksesan yang sejati didapatkan dengan jalan menyerahkan hidup kita pada Yesus dan menjalani hidup itu sepenuhnya dalam kehendak-Nya. —DCM

Makin serupa Yesus, Tuhanku, ini selalu cita-citaku
Makin bertambah di dalam kasihku,
Makin bersungguh menyangkal diriku. —Gabriel
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 138)

Hubungan yang intim dan mendalam bersama Allah dimulai dengan sifat rendah hati dan menyangkal diri.

Wednesday, June 26, 2013

Mari Tetap Bersatu

Baca: 1 Korintus 12:12-27

Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota. —1 Korintus 12:14

Banyak wilayah di dunia ini yang mengalami fenomena salju yang luar biasa. Kepingan salju adalah potongan kristal es yang terukir dengan unik dan indah. Satu kepingan salju bersifat rapuh dan cepat mencair jika dipegang. Namun, jika digabungkan, kepingan-kepingan salju akan membentuk suatu kekuatan yang tidak main-main. Salju dapat menghentikan kegiatan di kota-kota besar namun juga menciptakan pemandangan yang indah pada pepohonan berlapis salju yang gambarnya menghiasi kalender dan menjadi inspirasi bagi karya seni. Salju memberi kegembiraan di tempat bermain ski dan sukacita bagi anak-anak sewaktu mereka membuat orang-orangan salju dan bola salju. Semua karena kepingan-kepingan salju itu bersatu.

Demikian juga dengan kita sebagai pengikut Kristus. Masing-masing dari kita sudah dikaruniai suatu kapasitas untuk memberi kontribusi kepada pelayanan Kristus. Kita tidak pernah dimaksudkan untuk hidup sendiri, melainkan untuk bekerja sama agar menjadi satu kekuatan yang luar biasa bagi Allah dan perluasan kerajaan-Nya. Ini seperti yang diingatkan oleh Paulus kepada kita, tubuh Kristus “tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota” (1Kor. 12:14). Setiap dari kita patut menggunakan karunia-karunia yang kita miliki untuk melayani satu sama lain sehingga bersama-sama kita dapat memberikan pengaruh yang berarti di tengah dunia ini.

Gunakan karunia Anda, lalu bekerjasamalah dengan orang lain di sekitar Anda yang juga diberi karunia, dan biarkan kuasa Roh Kudus memakai Anda untuk kemuliaan-Nya! —JMS

Tuhan, ajar kami untuk bekerja sama memadukan kekuatan kami
dengan kekuatan orang lain. Tolong kami untuk melayani dalam
kesatuan sehingga kami dapat mengalami sukacita dari kuasa,
kebersamaan kami demi nama-Mu dan perluasan kerajaan-Mu.

Bersama kita dapat mencapai lebih banyak daripada yang dapat dicapai seorang diri.

Hari Terburuk

Baca: Ayub 7:11-21

Aku akan berbicara dalam kesesakan jiwaku, mengeluh dalam kepedihan hatiku. —Ayub 7:11

Di bulan Mei 2011, seorang wanita muda berlindung di dalam bak mandinya selama terjangan tornado yang menghancurkan Joplin, Missouri, kota tempat tinggalnya. Sang suami melindungi tubuh wanita itu dengan tubuhnya dan menerima setiap hantaman dari puing-puing yang berterbangan. Suaminya itu pun meninggal, dan wanita ini diselamatkan oleh tindakan heroik sang suami. Wajar jika si wanita ini bergumul dengan pertanyaan, “Mengapa?” Namun setahun kemudian, ia bisa mengatakan dirinya terhibur oleh kenyataan bahwa di seburuk apa pun hari dalam hidupnya, ia sungguh dikasihi.

Saat berpikir tentang “hari terburuk”, saya segera teringat tentang Ayub. Sebagai seorang yang mengasihi Allah, Ayub kehilangan semua ternak, pelayan, dan kesepuluh anaknya dalam satu hari! (Ayb. 1:13-19). Ayub sangat berduka, dan ia juga mengajukan pertanyaan “Mengapa?” Ia berseru, “Kalau aku berbuat dosa, apakah yang telah kulakukan terhadap Engkau . . . ? Mengapa Engkau menjadikan aku sasaran-Mu?” (7:20). Sahabat-sahabat Ayub menuduhnya telah berbuat dosa dan berpendapat bahwa ia layak tertimpa segala masalah itu, tetapi Allah berkata kepada mereka: “Kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub” (42:7). Allah tidak menerangkan kepada Ayub mengapa ia menderita, tetapi Dia mendengarkan Ayub dan tak menyalahkan Ayub atas setiap pertanyaannya. Allah meyakinkan Ayub bahwa Dia tetap memegang kendali atas segala sesuatu, dan Ayub percaya kepada-Nya (42:1-6).

Tuhan mungkin tidak memberikan alasan mengapa kita menderita. Namun, syukurlah, di hari terburuk kita sekalipun, kita dapat meyakini dengan pasti bahwa kita dikasihi oleh-Nya (Rm. 8:35-39). —AMC

Kami bersyukur, Bapa, Engkau mengetahui hati kami saat suka
maupun duka. Terima kasih Engkau tidak pernah meninggalkan
kami atau mengabaikan kami, seperti yang dikatakan firman-Mu.
Tolong rangkul kami dengan erat dalam kesulitan yang kami jalani.

Kasih Allah tidak menghindarkan kita dari kesulitan, tetapi membimbing kita dalam melaluinya.

Tuesday, June 25, 2013

Dokter Dari Desa

Baca: Filipi 2:1-11

Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri. —Filipi 2:3

Novel karya Sinclair Lewis, Main Street (Jalan Utama), bercerita tentang Carol, seorang wanita berpendidikan asal kota yang menikahi seorang dokter dari desa. Ia merasa lebih pintar daripada orang-orang yang hidup di lingkungan kota kecil yang kini menjadi tempat tinggalnya. Namun respons suaminya terhadap sebuah krisis medis membuat Carol menyadari keangkuhannya. Seorang petani imigran terluka parah pada tangannya dan perlu diamputasi. Carol menyaksikan dengan kagum saat suaminya mengucapkan kata-kata yang menghibur hati orang yang terluka itu dan istrinya yang kebingungan. Sikap si dokter yang hangat dan rela melayani itu menantang pola pikir Carol yang sombong.

Di setiap hubungan kita dengan sesama sebagai pengikut Yesus, kita bisa memilih untuk berpikir bahwa kita lebih unggul, atau sebaliknya dengan rendah hati, kita bisa mengutamakan kepentingan orang lain. Paulus mendorong kita untuk “tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Flp. 2:3-4).

Kita dapat belajar untuk menganggap kebutuhan orang lain itu lebih penting daripada kebutuhan kita sendiri dengan cara memperhatikan teladan Yesus. Dia “mengambil rupa seorang hamba” dan memberikan diri-Nya bagi kita (ay.5-8). Saat kita gagal menghargai orang lain, pengorbanan-Nya bagi kita menunjukkan bahwa kerendahan hati merupakan pilihan yang lebih baik. —HDF

Makin serupa Yesus, Tuhanku
Inilah sungguh kerinduanku;
Makin bersabar, lembut, dan merendah,
Makin setia dan rajin bekerja. —Gabriel
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 138)

Sukacita dialami ketika kita menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan kita.

Monday, June 24, 2013

Simulasi Terbang

Baca: Yohanes 16:25-33

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. —Yohanes 16:33

Ketika para pilot pesawat terbang berlatih, mereka akan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di dalam simulator penerbangan. Simulator ini memberi mereka kesempatan untuk mengalami tantangan dan bahaya dari kegiatan menerbangkan pesawat terbang—tetapi tanpa risiko. Para pilot tak perlu lepas landas, dan jika mengalami tabrakan dalam simulator ini, mereka dapat meninggalkan simulator itu tanpa beban.

Simulator adalah alat yang sangat berguna dalam pelatihan, karena simulator membantu dalam mempersiapkan calon pilot untuk mengendalikan sebuah pesawat terbang sungguhan. Namun alat-alat ini bukannya tidak mempunyai kekurangan. Simulator menciptakan pengalaman buatan dimana besarnya tekanan yang dialami ketika berada dalam kokpit yang sesungguhnya tidak mungkin dapat ditiru sepenuhnya.

Bukankah kehidupan nyata itu seperti demikian? Hidup ini tidak dapat disimulasikan. Tidak ada lingkungan yang aman dan bebas risiko di mana kita dapat mengalami pasangsurut kehidupan tanpa terkena dampaknya. Kita tidak dapat menghindari risiko dan bahaya dari hidup di dunia yang berdosa ini. Itulah sebabnya perkataan Yesus begitu meneduhkan hati. Dia berkata, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33).

Meski kita tidak dapat menghindari bahaya-bahaya dari hidup di tengah dunia yang berdosa, kita dapat memiliki damai sejahtera melalui hubungan kita dengan Yesus. Dia sudah memastikan kemenangan akhir kita. —WEC

Masalah di luar mungkin tidak berhenti
Tetapi biarlah ini yang menjadi sukacitamu:
“Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera,
Sebab kepada-Mulah ia percaya.”—NN.

Tiada hidup yang lebih aman daripada hidup yang diserahkan kepada Allah.

Sunday, June 23, 2013

Masalah Air

Baca: Roma 13:1-7

Sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. —Roma 13:1

Jemaat kami begitu bersemangat melihat dimulainya pembangunan ruang kebaktian baru di gereja kami. Tiap hari Minggu, dengan antusias kami memandangi lubang besar yang ada di tanah itu, tetapi perkembangan pembangunannya terasa begitu lambat.

Masalahnya ternyata soal air. Ada terlalu banyak air di satu tempat, sementara tidak cukup air di tempat lain. Sebuah mata air bawah tanah menjadi salah satu masalah. Pembangunan tak bisa dilanjutkan hingga para petugas inspeksi merasa yakin bahwa airnya bisa dialirkan keluar dari lokasi pembangunan. Sementara itu, pejabat kota berkata bahwa kami tak punya cukup air yang dialirkan ke dalam gedung untuk perangkat penyemprot air anti kebakaran sehingga perlu ada jalur aliran air baru yang ditambahkan. Tak seorang pun dari kami yang mau proyek ini terhambat karena peraturan ini, tetapi kami sadar bahwa jika peraturannya tidak ditaati, kami akan menghadapi banyak masalah serius di masa mendatang.

Terkadang kita menggerutu ketika menghadapi sikap pemerintah dan para pejabatnya. Namun rasa hormat yang tepat pada pihak yang berwenang juga berarti menghormati Allah. Walaupun Paulus juga menemui masalah dengan pihak pemerintah, ia menulis demikian, “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya (Rm. 13:1). Dan kemudian, “Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari [pihak yang berwenang]” (ay.3).

Ketika kita mengizinkan Roh Allah mengajar kita, kita dapat memiliki suatu sikap yang benar terhadap pemerintah. Sikap tersebut akan membawa kebaikan bagi kita, bagi kesaksian iman kita, dan yang terutama bagi kemuliaan Allah. —JDB

Terima kasih, Tuhan, untuk hak istimewa yang kami miliki
untuk melayani-Mu dengan jalan melayani orang lain.
Tolong kami untuk merasa puas di mana pun Engkau telah
menempatkan kami, sehingga Engkau bisa dimuliakan melalui kami.

Rasa hormat kepada pihak yang berwenang itu memuliakan Allah.

Friday, June 21, 2013

Bergantung Pada Kehampaan

Baca: Ayub 26:5-14

Allah membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan. —Ayub 26:7

Sebuah peta dunia yang diterbitkan oleh National Geographic Society mencantumkan catatan berikut: “Massa bumi adalah 6,6 sekstiliun (6,6×1021) ton.” Apa yang menopang benda seberat itu? Tidak ada. Planet yang kita huni ini berputar pada sumbunya dengan kecepatan 1.600 km per jam sambil melaju di angkasa dalam orbitnya mengelilingi matahari. Namun betapa mudahnya hal itu terabaikan dalam pergumulan yang kita alami sehari-hari seputar kesehatan, pergaulan, dan berbagai tagihan yang menuntut untuk diperhatikan.

Seorang tokoh Perjanjian Lama bernama Ayub berulang kali melihat ciptaan Allah dalam pergumulannya untuk memahami makna di balik duka yang dialaminya ketika ia kehilangan kesehatan, harta, dan anak-anaknya. Ayub berkata, “Allah membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan” (Ayb. 26:7). Ayub kagum akan awan yang tidak robek karena beratnya air di dalamnya (ay.8) dan garis cakrawala yang membentang “sampai ujung perbatasan antara terang dan gelap” (ay.10), tetapi ia menyebut semua itu, “hanya ujung-ujung jalan-Nya” (ay.14).

Karya ciptaan itu sendiri tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Ayub, tetapi langit dan bumi itu membawanya memandang pada Allah sang Pencipta, satu-satunya Pribadi yang dapat menjawab semua pertanyaannya dengan memberikan pertolongan dan harapan.

Tuhan yang menopang alam semesta dengan “firman-Nya yang penuh kekuasaan” (Ibr. 1:3; Kol. 1:17) juga memegang kendali atas kehidupan kita sehari-hari. Hidup yang berisi beragam pengalaman yang terasa hampa ternyata sepenuhnya ditopang oleh kuasa dan kasih Bapa kita yang di surga. —DCM

Tuhan, kami memuji Engkau karena kuasa-Mu yang tidak terbatas.
Engkau menciptakan dunia dari kehampaan dan menopangnya
dengan firman-Mu. Tolong aku untuk mengingat bahwa
Engkau juga memegang kendali atas setiap bagian hidupku.

Saat merenungkan kuasa Allah dalam penciptaan, kita juga melihat kuasa-Nya dalam memelihara kita.

Burung-Burung Rakus

Baca: 2 Korintus 9:6-15

Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu . . . berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. —2 Korintus 9:8

Setiap tahun saat saya memasang tempat makan bagi burung, burung-burung kolibri kecil langsung sibuk memperebutkan posisi mereka. Meski ada empat celah untuk mendapatkan makanan, setiap burung berebut untuk menempati celah yang digunakan oleh burung di sebelahnya. Sumber makanan mereka sama, yaitu kolam sirup di bagian dasar tempat makan itu. Karena saya tahu bahwa setiap celah itu mengeluarkan makanan yang sama, saya hanya bisa menggelengkan kepala melihat kerakusan mereka.

Namun kemudian saya bertanya-tanya, Mengapa jauh lebih mudah melihat kerakusan burung-burung itu daripada melihat kerakusan saya sendiri? Saat menerima berkat Allah, saya sering kali menginginkan apa yang diterima oleh orang lain, meskipun saya mengetahui bahwa semua hal yang baik datang dari sumber yang sama, yaitu Allah— dan bahwa persediaan-Nya tidak akan pernah habis. Karena Allah dapat menyediakan hidangan bagi kita bahkan di hadapan musuh-musuh kita (Mzm. 23:5), mengapa kita khawatir kalau-kalau orang lain mendapatkan apa yang kita inginkan dalam hidup ini?

Allah sanggup untuk membuat kita “berkecukupan di dalam segala sesuatu” sehingga kita akan “berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2Kor. 9:8). Saat kita menyadari pentingnya panggilan kita sebagai pengurus dari kasih karunia Allah (1Ptr. 4:10), kita akan berhenti memperebutkan kedudukan orang lain dan bersyukur untuk tempat yang telah diberikan Allah kepada kita untuk melayani sesama demi nama-Nya. —JAL

Terima kasih, Tuhan, untuk hak istimewa yang kami miliki
untuk melayani-Mu dengan jalan melayani orang lain.
Tolong kami untuk merasa puas di mana pun Engkau telah
menempatkan kami, sehingga Engkau bisa dimuliakan melalui kami.

Kebencian dialami dari memandang orang lain, kepuasan dialami dari memandang kepada Allah.

Thursday, June 20, 2013

Gunung Batu Perlindungan

Baca: Mazmur 94:3-23

TUHAN adalah kota bentengku dan Allahku adalah gunung batu perlindunganku. —Mazmur 94:22

Suatu ketika dalam masa liburan, saya berjalan di sepanjang pantai dari sebuah danau yang besar. Ketika saya mendekati suatu bukit batu karang, saya memperhatikan ada celah kecil di antara bebatuan itu dan melihat ada suatu tumbuhan kecil yang berakar di sana. Tumbuhan itu agaknya menyerap sinar matahari dan air dalam kadar yang cukup, serta mendapatkan satu hal lainnya, yakni perlindungan. Tidak ada hujan lebat atau angin kencang yang dapat mengoyakkan daun-daunnya yang lembut.

Habitat tumbuhan yang terjaga baik itu mengingatkan saya akan lirik himne yang terkenal ini: “Batu Karang yang teguh, Kau tempatku berteduh.” Kata-kata tersebut mengungkapkan apa yang diinginkan oleh banyak dari kita pada saat kita bertemu dengan orang-orang yang bermaksud jahat—mereka yang mempunyai sifat sombong, kejam, dan tidak menghargai Allah (Mzm. 94:4-7). Ketika kita dijadikan sasaran dari niat buruk seseorang, kita bisa mengingat penyataan pemazmur: “TUHAN adalah kota bentengku dan Allahku adalah gunung batu perlindunganku” (ay.22).

Sebagai gunung batu kita, Allah itu kuat dan dapat diandalkan. Sebagai tempat perlindungan kita, Dia dapat menyediakan keamanan hingga masalah kita berakhir. Pemazmur mengingatkan kita: “Di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung” (Mzm. 91:4). Dengan Allah sebagai pembela kita, kita tak perlu takut pada apa pun yang akan diperbuat orang lain terhadap kita. Kita percaya bahwa Allah akan menopang kita ketika masalah datang. —JBS

Terima kasih, Allah, karena sifat-Mu yang tetap
dan tidak berubah. Tolong kami untuk berlindung
di dalam-Mu ketika masalah datang. Ingatkan kami bahwa
kami tidak perlu berperang dengan kekuatan sendiri.

Perlindungan dapat diperoleh pada Batu Karang yang teguh.

Tuesday, June 18, 2013

Bermain Di Tengah Rasa Sakit

Baca: Ratapan 3:1-3,25-33

Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya. —Ratapan 3:32

Gary Carter, seorang atlet bisbol terkemuka, adalah pengikut Yesus. Sepanjang 19 tahun karirnya, ia memperoleh kekuatan dan ketahanan dari imannya di dalam Allah untuk bertanding hari demi hari. Dalam artikel di surat kabar Wall Street Journal, tak lama setelah Carter meninggal karena kanker otak di usia 57 tahun, penulis Andrew Klavan menceritakan bagaimana Carter telah mempengaruhi hidupnya.

Di akhir dekade 1980-an, Klavan mengalami depresi yang mendalam hingga ia terus berpikir untuk bunuh diri. Lalu ia mendengar Carter diwawancarai setelah suatu pertandingan. Si penangkap bola yang sudah veteran ini menolong timnya New York Mets meraih kemenangan dengan usahanya berlari kencang pada saat-saat penting dalam pertandingan itu. Carter pun ditanya bagaimana ia dapat melakukannya, mengingat lututnya sedang sakit. Klavan mendengarnya kira-kira seperti ini: “Terkadang Anda harus bermain di tengah rasa sakit.” Pernyataan sederhana itu menolong Klavan keluar dari depresinya. Ia menyatakan, “Aku bisa melakukannya!” Ia merasa dikuatkan dan kembali menemukan harapan—hingga ia pun menjadi pengikut Kristus.

Di balik pernyataan Carter terdapat kebenaran yang menguatkan dari kitab Ratapan. Bisa jadi kita memang menghadapi kesedihan, rasa sakit, dan kesengsaraan, tetapi kita tidak perlu berkubang dalam sikap mengasihani diri sendiri. Allah yang mengizinkan penderitaan kita juga adalah Allah yang mencurahkan kasih setia-Nya kepada kita (Rat. 3:32). Oleh kasih Allah yang mengangkat kita, kita akan sanggup “bermain” di tengah rasa sakit yang tak terelakkan. —DCE

Masalah datang di sepanjang jalan hidup
Namun Allah akan tolong kita memikulnya;
Hingga kita bisa melihat melampaui derita
Dan menolong mereka yang perlu kasih kita. —Branon

Allah akan melepaskan kita dari penderitaan atau memberi kita sukacita untuk menanggungnya

Setiap Kata Berarti

Baca: Ulangan 4:1-10 Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu. —Ulangan 4:2 Kim Peek adalah seorang savant (orang dengan ingatan luar biasa) yang hafal akan semua isi drama karya Shakespeare. Pada suatu pertunjukan drama berjudul Twelfth Night (Malam Kedua Belas), Peek memperhatikan bahwa si aktor telah menghilangkan satu kata dari salah satu dialognya. Peek tiba-tiba berdiri dan berteriak, “Stop!” Si aktor pun meminta maaf dan berkata bahwa ia mengira tidak akan ada orang yang keberatan pada tindakannya itu. Peek menjawab, “Shakespeare pasti keberatan.” Perkataan memang berarti—apalagi jika itu adalah firman Allah sendiri. Musa memperingatkan bangsa Israel, “Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu” (Ul. 4:2). Musa sering kali mengingatkan umat Israel akan belas kasih dan kesetiaan Allah kepada mereka di masa lalu. Namun ia juga menekankan pentingnya ketaatan pada perintah Allah ketika mereka sedang bersiap-siap untuk masuk ke Tanah Perjanjian. Ia mengatakan kepada mereka bahwa ketaatan akan menghasilkan berkat dalam hidup dan warisan yang melimpah (ay.39-40). Setiap perintah dan ketentuan yang ada itu berarti bagi Allah. Sikap umat yang menghormati firman Allah menunjukkan bahwa mereka juga menghormati Allah. Hari ini, ketika kita menghormati firman Allah, membacanya dengan sangat teliti, dan mematuhi apa yang tercantum di dalamnya, kita sedang memberikan kepada Allah sikap hormat yang memang layak diterima-Nya. —MLW Alkitab tetap ada hingga selamanya Ketika dunia berlalu lenyap; Dengan inspirasi Alkitab diberi— Setiap hukumnya akan kupatuhi. —Lillenas Firman Allah tidak perlu ditambahi atau dikurangi.

Monday, June 17, 2013

Tidak Berisiko

Baca: Efesus 2:1-10 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu; tetapi pemberian Allah. —Efesus 2:8 Seorang rekan baru-baru ini berbagi pengalaman tentang sesuatu yang tak akan pernah saya coba sendiri, yaitu bungee jumping. Dari yang diceritakannya, saya merasa kegiatan itu menarik sekaligus mengerikan. Bagi saya, melompat dengan kepala lebih dahulu dari jembatan setinggi ratusan meter, tergantung di udara, dan hanya tersambung dengan seutas tali karet raksasa bukanlah hal yang menyenangkan. Namun lompatannya itu bukanlah tanpa perlindungan. Ia menjelaskan bahwa ada sepasang rompi pelindung berdaya tahan tinggi yang tersambung ke tali karet tadi dan berguna untuk perlindungannya. Rompi yang dirancang dengan teliti dan teruji itu memberinya keyakinan besar ketika ia melompat ke udara. Ketika mendengar ceritanya, saya menyadari bahwa bagi pengikut Kristus, hidup di dunia yang berdosa ini bukanlah suatu “lompatan iman” yang membabi-buta. Kita juga mempunyai sepasang pelindung yang dapat melindungi kita bahkan di saat-saat tergelap dalam hidup. Di Efesus 2:8-9, Paulus menulis kata-kata ini, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Kasih karunia Allah dan iman dalam karya Yesus yang telah genap itu menjadi sepasang pelindung yang menjamin hubungan kita dengan Allah. Karena kuatnya kedua hal itu, keselamatan bukan seperti suatu lompatan konyol yang hampa makna. Keselamatan justru menjadi langkah iman bagi kita untuk mempercayai firman Allah dan kasih perlindungan-Nya yang tidak pernah berakhir. —WEC Ketika insaf, ‘ku cemas, Sekarang ‘ku lega! Syukur, bebanku t’lah lepas Berkat anugerah. —Newton (Kidung Jemaat, No. 40) Kita dapat mengalami kedamaian Allah ketika kita menerima kasih karunia-Nya.

Saturday, June 15, 2013

Kekuatan Seorang Manusia

Baca: 1 Korintus 16:9-13 Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat! —1 Korintus 16:13 Beberapa tahun lalu saya berada di dalam lift bersama dua orang laki-laki. Malam telah larut, dan kami semua terlihat lelah. Lift pun berhenti, dan seorang laki-laki berpenampilan menyolok berjalan masuk dengan santai. Ia mengenakan pakaian koboi, topi yang lusuh, jaket kulit domba yang sudah bernoda dan tua, serta sepatu bot yang usang. Ia memandangi kami dari atas ke bawah, menatap kami, dan menyapa dengan geraman, “Selamat malam, saudara-saudara.” Kami semua langsung berdiri tegak dan menegapkan bahu kami. Kami berusaha tampil selayaknya laki-laki. Hari ini merupakan hari untuk menghormati kaum laki-laki, karena itu marilah membahas tentang apa artinya bersikap sebagai laki-laki. Sebagai laki-laki, kita berusaha untuk bersikap tangguh dan jantan, tetapi seringkali semua itu hanyalah dalam penampilan. Sekeras apapun usaha kita, kita sadar bahwa ternyata kita tidak setangguh itu. Di balik keberanian yang dibuat-buat itu, ternyata kita memendam banyak ketakutan, keraguan, dan kekurangan. Sebagian besar dari sikap jantan kita hanyalah gertak sambal belaka. Dengan berani Paulus mengakui hal ini: “Kami adalah lemah,” katanya (2Kor. 13:4). Ini bukanlah sikap sok saleh, melainkan suatu kesadaran yang nyata. Namun dalam pernyataan lain yang sepertinya bertolak belakang, Paulus dengan tegas mendesak kita untuk “bersikap sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!” (1Kor. 16:13). Bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang kuat seperti yang dikehendaki Allah? Hanya dengan cara menyerahkan diri kita ke dalam tangan Allah dan meminta-Nya untuk menguatkan kita oleh kuasa-Nya yang memberi kesanggupan. —DHR Mari, Tuhan, berikanku keberanian, Berikanlah Roh yang berkuasa; Jadikanku seorang pemenang— Hiduplah penuh kuasa di dalamku. —NN. Kekuatan sejati datang dari kuasa Allah di dalam jiwa.

Terpujilah Allah

Baca: 1 Tawarikh 25:1-8 Kenanya dipilih untuk mengepalai para pemain musik dari suku Lewi itu, sebab ia ahli musik. —1 Tawarikh 15:22 BIS Ketika Jason diminta untuk menyanyi di suatu kebaktian gereja yang sedang dihadirinya, ia sangat senang dapat berperan serta walaupun ia baru diminta beberapa menit sebelum kebaktian dimulai. Ia memilih satu pujian yang tidak asing, “Terpujilah Allah,” karena lagu itu sangat berarti baginya secara pribadi. Ia berlatih beberapa kali di lantai bawah tanah gereja dan kemudian menyanyikannya tanpa iringan musik dalam kebaktian itu. Beberapa minggu kemudian, Jason mengetahui bahwa ada sejumlah anggota jemaat di gereja tersebut yang tidak menghargai pelayanannya. Mereka mengira ia hanya mau pamer. Karena tidak mengenal Jason, mereka telah salah dengan menganggapnya telah bernyanyi untuk mencari pujian bagi diri sendiri dan bukan untuk memuliakan Tuhan. Dari Perjanjian Lama kita belajar bahwa Allah menetapkan orang-orang dengan keahlian tertentu untuk terlibat dalam ibadah di bait-Nya. Orang-orang pun dipilih berdasarkan keahliannya—dari pekerja pembangunan hingga pemimpin pujian (1Taw. 15:22 BIS; 25:1,7). Tuhan memberi setiap orang beragam talenta dan karunia rohani yang berbeda-beda dengan maksud untuk dipakai memuliakan nama- Nya (Kol. 3:23-24). Ketika kita melayani dengan maksud tersebut dan bukan untuk meninggikan diri, kita tidak perlu mempedulikan yang dipikirkan orang lain. Allah memberikan milik-Nya yang terbaik untuk kita—Yesus Anak-Nya—dan kita menghormati Dia dengan memberikan milik kita yang terbaik bagi-Nya. —JAL Sang Tuan memerlukan yang bisa kau berikan, Tidak jadi soal jika itu kecil di matamu; Dia berkarya di dunia lewat anak-anak-Nya, Jadi berikan kepada-Nya seluruh yang terbaik darimu. —Hess Kita melakukan yang terbaik ketika kita melayani Allah dengan kesungguhan.

Friday, June 14, 2013

Teman Khayalan?

Baca: Roma 1:18-25 Percayalah Abraham kepada Allah . . . Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” —Yakobus 2:23 Belum lama ini, saya mendengar tentang tulisan suatu papan iklan yang terpampang di pinggir jalan raya: “Tuhan itu cuma teman khayalan. Demi kebaikan bersama, percayai sesuatu yang nyata.” Jelas-jelas, pernyataan yang sengit itu mengumpamakan orang Kristen sebagai anak-anak yang dengan imajinasinya dapat menciptakan sesosok teman khayalan. Namun apakah Allah hanya sesosok teman khayalan? Justru sebaliknya, banyak bukti yang mendukung bahwa Allah itu nyata. Cobalah kaji pemikiran-pemikiran ini: Penciptaan dunia menunjukkan adanya Perancang Agung di balik alam semesta ini (Rm. 1:18-20). Suara hati menandakan adanya Pemberi Hukum di balik rasa benar dan salah dalam hati setiap manusia (Rm. 2:14-15). Kreativitas yang kita ungkapkan melalui karya musik dan seni mencerminkan sifat yang juga dimiliki Penciptanya (Kel. 35:31-32). Kristus menyingkapkan wujud Allah dalam rupa manusia (Ibr. 1:1-4). Dan kesatuan atau persekutuan dengan Roh Kudus di dalam hati seorang Kristen mewujudnyatakan keberadaan Allah (Gal. 5:22-23). Alkitab memberi tahu kita bahwa akan ada orang-orang yang menyangkal keberadaan Allah (2Ptr. 3:4-6). Namun Yakobus mengingatkan kita akan keberadaan-Nya dan bagaimana seorang beriman di Perjanjian Lama bersahabat dengan Dia: “‘Percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.’ Karena itu Abraham disebut: ‘Sahabat Allah’” (Yak. 2:23). Sudahkah Anda bertemu dengan Allah yang hendak menebus Anda? Dia memberikan Anak-Nya untuk menjadi Sahabat Anda yang sejati dan abadi (Yoh. 15:15). —HDF Kutemukan Sahabat yang luar biasa! Dia mengasihiku sebelum kukenal Dia; Dia menarikku dengan dawai-dawai cinta; Hingga kini kutertambat pada-Nya. —Small Sahabat terbaik di dunia sekalipun tidak dapat dibandingkan dengan Yesus. —Chambers

Thursday, June 13, 2013

Tetap Terhubung

Baca: Mazmur 119:33-40 Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. —Mazmur 119:105 Suatu pagi, saya mendapati ternyata hubungan Internet saya tidak berfungsi. Penyedia layanan melakukan beberapa tes dan menyimpulkan bahwa modem saya perlu diganti, tetapi mereka hanya bisa melakukannya esok hari. Saya sedikit panik saat membayangkan saya tidak dapat menggunakan Internet selama 24 jam! Saya berpikir, Bagaimana saya bisa hidup tanpa Internet? Kemudian saya bertanya kepada diri sendiri, Apakah saya juga akan merasa panik jika hubungan saya dengan Allah terganggu selama sehari penuh? Kita menjaga hubungan kita dengan Allah supaya tetap hidup dengan cara meluangkan waktu untuk membaca firman-Nya dan berdoa. Lalu kita harus menjadi “pelaku firman” (Yak. 1:22-24). Penulis Mazmur 119 mengenali pentingnya suatu hubungan dengan Allah. Pemazmur meminta Allah untuk mengajarkan ketetapan-ketetapan-Nya dan memberi pengertian akan taurat-Nya (ay.33-34). Kemudian pemazmur berdoa supaya ia dapat memelihara firman itu dengan segenap hati (ay.34), hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Nya (ay.35), dan menjauhkan matanya dari melihat segala hal yang hampa (ay.37). Dengan merenungkan firman Allah dan kemudian menerapkannya, pemazmur selalu “terhubung” dengan Allah. Allah telah memberikan firman-Nya untuk menjadi pelita bagi kaki kita dan menjadi terang bagi jalan kita sehingga menuntun kita kepada-Nya. —CPH Kiranya pikiran Yesus Juruselamatku Hidup di dalamku hari demi hari, Dengan kasih dan kuasa-Nya menuntun Semua yang kulakukan dan kukatakan. —Wilkinson Untuk memperbarui kekuatan jiwa Anda, teruslah terhubung dengan Sang Sumber Hidup.

Wednesday, June 12, 2013

Urusan Yang Belum Selesai

Baca: Lukas 23:32-43 Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja. —Lukas 23:42 Pada usia 99 tahun, Leo Plass menerima gelar diplomanya dari Universitas Eastern Oregon. Ia pernah menunda studi keguruannya pada dekade 1930-an ketika ia meninggalkan kampusnya untuk mencari nafkah di industri perkayuan. Tujuh puluh sembilan tahun kemudian, ia pun menyelesaikan tiga SKS yang diperlukannya untuk lulus dan menuntaskan urusan penting yang belum selesai ini. Banyak dari kita dapat merasakan apa yang dialami Leo. Urusan kita yang belum selesai dapat berupa permintaan maaf yang belum diucapkan atau, lebih penting dari itu, keputusan rohani yang belum dibuat. Salah seorang penjahat yang disalib bersama Yesus sangat perlu mengambil keputusan seperti itu. Dengan nafas yang tidak tersisa banyak lagi, ia menyadari siapakah diri Yesus dan merasa ingin ada bersama-Nya di surga. Ia pun mengakui dosanya dan ketidakberdosaan Yesus, lalu berkata, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” (Luk. 23:42). Kata Yesus kepadanya, “Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (ay.43). Allah menghendaki supaya jangan ada yang binasa (2Ptr. 3:9). Tawaran keselamatan-Nya terbuka bagi siapa saja, terlepas dari umur, kesehatan, atau tahap kehidupan yang sedang dijalani seseorang. Tawaran-Nya itu terbuka untuk Anda. Jangan tunda untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat (2Kor. 6:2). Selesaikanlah hal penting dan belum terselesaikan ini, dan Anda akan mendapat hidup kekal bersama-Nya. —JBS Waktu demi waktu, Dia telah menunggu, Dan kini Dia masih menunggu Menanti Anda rela membukakan pintu; Betapa Dia rindu untuk masuk! —Carmichael Diselamatkan sekarang berarti selamat hingga selamanya.

Tuesday, June 11, 2013

Menikmati Setiap Suap

Baca: Mazmur 119:97-104 Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku. —Mazmur 119:103 Istri saya, Martie, sering memberi tahu saya, “Joe, kamu makan terlalu cepat! Cerna perlahan-lahan dan nikmati makananmu.” Saya biasanya selesai makan jauh lebih cepat daripada Martie, karena ia menikmati setiap suapannya perlahan-lahan. Saya jadi berpikir, berapa banyak dari kita yang bergegas-gegas dalam membaca firman Allah tanpa benar-benar menikmatinya. Pemazmur berkata tentang hal itu, “Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku!” (Mzm. 119:103). Kedengarannya nikmat sekali, bukan? Apa saja manfaat dari menikmati santapan rohani yang bergizi dari Kitab Suci? Firman Allah yang disantap hari demi hari akan menjauhkan kita dari kecemasan, kesombongan, ketakutan, dan cobaan yang menggerogoti hati kita yang kering kerontang, dan akan menguatkan kita untuk menjalani kehidupan iman yang berkemenangan. Firman Allah akan memberi kita hikmat dan pengertian (ay.98-100), serta menolong menjauhkan kita dari jalan kejahatan (ay.101). Seperti sistem pencernaan kita menyalurkan gizi ke seluruh tubuh kita, firman Allah yang dicerna akan membangun pikiran, perasaan, dan kehendak kita. Daripada membaca firman Allah dengan tergesa-gesa, alangkah baiknya jika kita melakukannya pada waktu dan tempat di mana kita benar-benar bisa bersekutu dengan Allah. Bacalah dengan perlahan dan nikmatilah betapa kayanya citarasa firman Allah. —JMS Terima kasih Bapa, untuk anugerah firman-Mu. Ampuni kami karena kami sering tergesa-gesa membacanya tanpa mengambil waktu untuk menikmati kekayaan makna firman-Mu itu. Tolong kami untuk mendengar suara-Mu. Firman Allah menyediakan gizi yang kita perlukan bagi pertumbuhan iman kita.

Sunday, June 9, 2013

Surat Dari C. S. Lewis

Baca: 1 Yohanes 2:9-17 Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena nama-Nya. —1 Yohanes 2:12 Pada September 1961, Harvey Karlsen, seorang siswa sekolah menengah atas di Brooklyn, New York, menulis surat kepada C. S. Lewis di Inggris. Harvey telah membaca buku Lewis yang berjudul The Screwtape Letters (Surat-Surat Screwtape) dan bertanya kepada sang penulis, “Ketika Anda menulis buku ini, apakah Iblis memberi Anda masalah, dan jika ya, apa yang Anda lakukan untuk mengatasinya?” Tiga minggu kemudian, Lewis menuliskan surat balasan yang menegaskan bahwa ia masih menghadapi banyak cobaan. Dalam menghadapinya, ia berkata, “Mungkin . . . yang paling penting adalah untuk terus maju; tidak menjadi putus asa seberapa pun seringnya kita kalah terhadap pencobaan, tetapi selalu berusaha bangkit kembali dan memohon pengampunan.” Surat-surat Yohanes dalam Perjanjian Baru penuh dengan dorongan untuk bertekun dalam pencobaan. “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena nama-Nya. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu telah mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan yang jahat” (1Yoh. 2:12-13). Berapapun usia atau pengalaman kita, kita semua tengah menghadapi pertempuran rohani. “Dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya” (ay.17). Marilah kita berpegang kepada Allah dan terus maju! —DCM Tuhan, aku merasa berkecil hati saat aku lagi-lagi menyerah kepada tipu daya Iblis. Namun aku bersyukur, Kristus telah membayar dosaku di kayu salib. Tolong aku mengakui dosaku dan terus mengandalkan-Mu untuk pertumbuhan imanku. Untuk berkuasa atas pencobaan, biarkan Kristus berkuasa atasmu.

Saturday, June 8, 2013

Ketaatan Adalah Ibadah

Baca: 1 Samuel 15:13-23 Taat kepada TUHAN lebih baik daripada mempersembahkan kurban. —1 Samuel 15:22 BIS Sepanjang perjalanan bersama tim paduan suara dari sebuah sekolah menengah Kristen, saya senang melihat para siswa ini memuliakan Tuhan dalam ibadah demi ibadah di setiap gereja yang kami kunjungi. Saya lebih senang lagi menyaksikan yang terjadi di luar gereja. Suatu waktu mereka bertemu dengan seorang wanita yang tidak mempunyai cukup uang untuk membeli bensin. Pada saat itu juga mereka merasa digerakkan Tuhan untuk mengumpulkan uang bagi wanita ini. Uang yang mereka kumpulkan pun cukup untuk beberapa kali mengisi tangki bensinnya sampai penuh. Beribadah dan memuji Tuhan di gereja memang penting, tetapi keluar ke dunia nyata dan beribadah kepada-Nya melalui ketaatan hidup sehari-hari juga tidak kalah penting. Teladan dari para siswa ini mendorong kita untuk melihat kehidupan kita masing-masing. Apakah kita membatasi ibadah kita hanya di dalam gereja? Ataukah kita melanjutkan ibadah kita kepada Allah dengan jalan menaati Dia dalam kehidupan sehari-hari dan menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk melayani? Dalam 1 Samuel 15, Saul diperintahkan Tuhan untuk melakukan suatu tugas; namun kita melihat bahwa apa yang dilakukannya (ay.20-21) menunjukkan bahwa ia menggunakan ibadah (sikap mempersembahkan korban) sebagai alasan dari kegagalannya menaati Allah. Tanggapan Allah adalah, “Taat kepada TUHAN lebih baik daripada mempersembahkan kurban” (ay.22 BIS). Beribadah di gereja adalah hal yang baik. Namun mari memohon Allah untuk menunjukkan beragam cara untuk senantiasa memberikan kemuliaan yang layak diterima-Nya melalui ketaatan kita. —JDB Tuhan, aku ingin beribadah kepada-Mu bukan di dalam gereja saja. Tolong aku agar peka pada kehendak-Mu dan dapat melayani siapa saja di mana pun dan kapan pun. Hendaknya ibadah kita tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, melainkan menjadi semangat hidup kita.

Dari Mana Asal Saya?

Baca: Kisah Para Rasul 17:22-31 Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi. —Kisah Para Rasul 17:26 Teman saya Tobias, seorang bocah berusia tujuh tahun keturunan Afrika-Amerika, mengajukan sebuah pertanyaan yang mengusik pikiran saya: “Karena Adam dan Hawa berkulit putih, dari mana asalnya orang berkulit hitam?” Saya berkata bahwa kita tidak tahu apa “warna” kulit Adam dan Hawa dan bertanya mengapa menurutnya mereka berkulit putih. Ia menjawab bahwa itulah yang selalu dilihatnya dalam buku-buku cerita Alkitab di gereja dan di perpustakaan. Saya pun terenyuh dan bertanya-tanya, mungkinkah hal itu yang membuatnya berpikir bahwa derajatnya lebih rendah atau bahkan merasa bukan bagian dari ciptaan Tuhan. Setiap manusia diciptakan oleh Allah Sang Pencipta, oleh karenanya semua orang itu sederajat. Itulah yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Atena: “Dari satu orang saja [Allah] telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi” (Kis. 17:26). Kita semua berasal “dari satu orang”. Darrell Bock, dalam buku tafsirannya terhadap kitab Kisah Para Rasul, berkata, “Penegasan ini pastilah sulit diterima oleh orang-orang Atena, karena mereka suka membanggakan diri sebagai kaum yang lebih tinggi derajatnya dan menyebut kaum lain itu tidak beradab.” Akan tetapi, karena kita semua adalah keturunan Adam dan Hawa, nenek moyang kita yang pertama, tidak ada ras ataupun suku bangsa yang lebih unggul atau lebih rendah dari yang lainnya. Kita memandang takjub kepada Sang Pencipta, yang menjadikan kita dan memberikan “hidup, nafas, dan segala sesuatu kepada semua orang” (ay.25). Sederajat di hadapan Allah, marilah kita bersama-sama memuji dan memuliakan Dia. —AMC Setiap hidup yang telah diciptakan Memperlihatkan karya tangan Allah; Ketika kita menghargai ciptaan-Nya, Kita menghargai apa yang dibuat-Nya. —Sper Tuhan mengasihi setiap dari kita secara pribadi.

Friday, June 7, 2013

Menjaga Hati

Baca: 2 Timotius 2:10-18 Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. —2 Timotius 2:15 Selama bertahun-tahun saya mengajar kelas Pemahaman Alkitab (PA) untuk orang dewasa di sebuah gereja lokal dan selalu berupaya keras untuk memahami Kitab Suci dengan baik agar dapat menjawab pertanyaan yang diajukan para peserta. Belakangan, sewaktu mengikuti kuliah semester pertama di seminari pada saat saya berusia 40 tahun, saya sadar pernah memberikan jawaban yang salah atas pertanyaan seorang wanita yang menghadiri kelas PA saya. Saya yakin bahwa jawaban saya pastilah menyusahkan hatinya sepanjang dua tahun sejak saya terakhir bertemu dengannya. Saya berusaha memperbaiki kesalahan saya demi kebaikannya. Begitu sampai di rumah, saya langsung meneleponnya dan mengucapkan permohonan maaf. Setelah suatu jeda yang panjang, ia berkata dengan bingung, “Maaf, saat ini saya tidak ingat lagi apa masalahnya.” Syukurlah, ternyata saya tidak meninggalkan kesan maupun dampak separah yang saya kira! Pada saat itulah saya sadar bahwa Allah bekerja menjaga kebenaran-Nya seiring pertumbuhan kita semakin memahami firman-Nya. Saya bersyukur Dia telah menjaga hati wanita itu. Sebagai manusia, terkadang kita membuat kesalahan ketika kita membagikan firman Allah kepada orang lain. Namun kita berkewajiban untuk menggali kebenaran firman-Nya dengan tekun dan berhati-hati ketika kita memberitakannya (2Tim. 2:15). Kemudian kita dapat dengan berani memberitakan tentang Allah, sambil berdoa agar Roh-Nya menjaga bukan hanya hati kita tetapi juga hati mereka yang rindu untuk kita layani. Allah dan firman-Nya layak kita beritakan dengan sangat hati-hati. —RKK Kata-kata yang pernah kuucapkan Diubahkan saat kubaca firman-Mu; Jelaslah kulihat sempurnanya jalan-Mu Dan hatiku pun sungguh tergugah. —Kilgore Kiranya firman Allah memenuhi pikiran, menguasai hati, dan menuntun perkataan Anda.

Wednesday, June 5, 2013

Memimpin Di Depan

Baca: Mazmur 23 Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. —Mazmur 23:2-3 Buku Band of Brothers (Ikatan Persaudaraan) karya Stephen Ambrose mengisahkan perjalanan Easy Company, sebuah unit Angkatan Darat Amerika Serikat, sejak pelatihan mereka di Georgia hingga invasi D-Day di Normandia (6 Juni 1944) sampai berakhirnya Perang Dunia Kedua di Eropa. Dalam sebagian besar waktunya, Easy Company dipimpin oleh Richard Winters. Ia dikenal sebagai seorang perwira yang luar biasa baik karena ia memimpin di muka. Kata-kata yang paling sering terdengar dari Richard Winters dalam pertempuran adalah, “Ikuti saya!” Para perwira yang lain mungkin mencari selamat dengan tinggal di garis belakang, tetapi saat pasukannya akan bertempur, Richard Winters sendiri yang memimpin mereka. Yesus adalah Pemimpin yang sejati bagi anak-anak-Nya. Dia tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang menjadi kelemahan kita. Karena pimpinan-Nya itulah, Mazmur 23 menjadi nyanyian pujian yang paling dicintai dalam Alkitab. Di ayat 2, Daud mengatakan bahwa Sang Gembala “membimbing aku ke air yang tenang,” dan di ayat 3 ia menambahkan, “Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.” Kedua ide yang saling melengkapi ini mengungkapkan pemeliharaan-Nya yang begitu sempurna. Baik untuk disegarkan dan dikuatkan (“air yang tenang”) maupun untuk melakukan apa yang menyenangkan hati-Nya (“jalan yang benar”), kita dapat mengikuti tuntunan Allah. Ini seperti syair sebuah lagu lama yang berkata, “Tuhanku tahu jalan lewati padang belantara; aku hanya perlu ikut saja.” —WEC Tuhanku tahu jalan lewati padang belantara; Aku hanya perlu ikut saja. Kekuatan untuk hari ini selalu diberikan padaku. Dan juga semua yang kuperlukan esok. —Cox Yesus tahu jalannya—ikuti Dia!

Tak Cukup Sekadar Informasi

Baca: Yohanes 15:1-13 Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. —Yohanes 15:4 Bagaimana tingkah laku dapat diubah? Dalam bukunya The Social Animal (Makhluk Sosial), David Brooks menulis bahwa menurut para ahli, orang hanya perlu diajarkan mengenai risiko jangka panjang dari perilaku yang buruk. Sebagai contoh, ia menulis: “Merokok dapat menyebabkan kanker. Perzinahan menghancurkan keluarga, dan berbohong menghancurkan kepercayaan. Asumsinya, sekali Anda mengingatkan orang betapa bodohnya perilaku mereka, mereka akan termotivasi untuk menghentikannya. Rasio dan kehendak memang penting dalam mengambil keputusan moral dan menerapkan pengendalian diri. Namun kedua pola karakter ini terbukti tidak terlalu efektif.” Dengan kata lain, pengetahuan saja tidak cukup kuat untuk mengubah suatu perilaku. Sebagai pengikut Yesus, kita ingin bertumbuh dan berubah secara rohani. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bagaimana hal itu dapat terlaksana. “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yoh. 15:4). Yesus adalah Pokok Anggur dan kita, pengikut-pengikut-Nya, adalah ranting-rantingnya. Jika kita jujur, kita sadar bahwa kita sama sekali tidak berdaya dan tidak dapat bertumbuh secara rohani di luar Dia. Yesus mengubah kita secara rohani dan menciptakan hidup-Nya di dalam kita—ketika kita tinggal di dalam Dia. —MLW Ya Tuhanku, hidupku t’rimalah; Kasih yang murni, O curahkanlah. Taklukkanlah dendam dan nafsuku Tinggallah ‘Kau tetap di hatiku. —Orr (Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 13) Perubahan perilaku dimulai dari hati yang diubah oleh Yesus.

Tuesday, June 4, 2013

Maju Terus

Baca: Filipi 1:12-18; 3:8-11 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya. —Filipi 3:10 Dalam sebuah seminar bagi kaum pria Kristen, saya berbincang-bincang dengan Clyde, seorang teman lama yang telah membina dan menolong saya selama bertahun-tahun. Ia hadir di sana bersama dua pemuda dari China, yang baru saja menjadi orang percaya. Kedua pemuda ini sangat berterima kasih atas persahabatan dan dukungan rohani yang diberikan Clyde selama ini. Dengan antusiasme yang meluap-luap, teman saya yang berusia hampir 80 tahun itu berkata, “Sekarang ini, saya merasa semakin berapi-api untuk mengenal dan mengasihi Kristus.” Surat Paulus kepada jemaat di Filipi mengungkapkan isi hati dan tujuan hidupnya yang tak lekang oleh waktu. “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (Flp. 3:10). Didasari hubungan pribadinya dengan Yesus, muncullah dalam diri Paulus suatu semangat yang tak terpadamkan untuk membawa orang lain kepada iman di dalam Tuhan. Paulus mengabarkan Injil dengan penuh sukacita dan menjadi kian bersemangat saat orang lain menunjukkan keberanian yang semakin besar karena dirinya (1:12-14). Jika tujuan kita semata-mata adalah untuk melayani Tuhan, pada suatu saat kita bisa kehabisan daya. Namun jika tujuan kita sama seperti tujuan Paulus, Clyde dan banyak yang lainnya, yaitu untuk mengenal Kristus dan mengasihi Dia, kita akan selalu memperoleh kekuatan untuk memperkenalkan nama-Nya kepada orang lain. Dengan penuh sukacita, marilah kita terus maju dalam kekuatan yang diberikan Allah! —DCM Allah Bapa, aku ingin mengenal segalanya tentang-Mu dan mengasihi-Mu sepenuhnya. Aku percaya bahwa hubungan dengan-Mu adalah dasar dari pelayananku kepada-Mu. Tolong aku melayani bukan dengan kekuatanku sendiri. Belajarlah dari Kristus, lalu perkenalkanlah nama-Nya kepada orang lain.

Monday, June 3, 2013

Perkataan Yang Bijak

Baca: Pengkhotbah 12:6-14 Kumpulan amsal dan nasihat, seperti paku yang tertancap kuat. Semua itu pemberian Allah juga, gembala kita yang satu-satunya. —Pengkhotbah 12:11 BIS Kini saat saya berusia 60-an, saya mengenang kembali para pemimpin rohani saya yang bijak, yaitu mereka yang telah memberi dampak positif dalam hidup saya. Di sekolah Alkitab, Allah memakai seorang dosen pengajar Perjanjian Lama untuk membuat saya mengerti firman Tuhan. Seorang dosen bahasa Yunani tidak jemu-jemunya mendorong saya agar tekun mempelajari Perjanjian Baru. Gembala senior dalam pelayanan gerejawi pertama saya menolong saya dalam mengembangkan pelayanan penting yang mendorong pertumbuhan rohani jemaat. Para pemimpin ini telah menguatkan saya dengan cara mereka. Raja Salomo dengan bijaksana menunjukkan beragam peran dari para pemimpin rohani yang dapat menolong kita bertumbuh: “Perkataan orang arif itu seperti tongkat tajam seorang gembala, tongkat yang dipakainya untuk melindungi dombanya. Kumpulan amsal dan nasihat, seperti paku yang tertancap kuat. Semua itu pemberian Allah juga, gembala kita yang satu-satunya” (Pkh. 12:11 BIS). Ada pemimpin yang mendorong kita; ada yang menopang kerohanian kita. Ada pula yang seperti gembala yang peduli, dengan hadir sebagai pendengar pada saat kita sedang terluka. Allah, Sang Gembala yang Baik, menganugerahkan berbagai karunia kepada para pemimpin: karunia untuk memberi nasihat, mengembangkan dan menggembalakan. Baik sebagai seorang pemimpin atau seorang yang dipimpin, Dia menginginkan kita tetap rendah hati dan mengasihi sesama. Betapa istimewanya ketika kita dipimpin dan dipakai oleh Gembala kita untuk menguatkan orang lain dalam perjalanan hidup mereka bersama-Nya. —HDF Beri kami hikmat-Mu, ya Tuhan, dalam usaha kami menguatkan orang lain. Aku ingin hidup berkelimpahan yang telah kutemukan di dalam Dia dapat tersebar dan menjangkau orang-orang di sekelilingku. Kiranya perkataan kita mencerminkan isi hati Tuhan dan hikmat-Nya.

Sunday, June 2, 2013

Tunjukkan Dan Terangkan

Baca: Yohanes 13:5-17 Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. —Yohanes 13:15 Jika Anda mengikuti kursus menulis atau menghadiri suatu seminar penulisan, besar kemungkinan Anda akan mendengar slogan, “Tunjukkan, jangan terangkan.” Dengan kata lain, “tunjukkan” kepada pembaca apa yang sedang terjadi, jangan hanya menerangkannya. Jangan terangkan kepada pembaca apa yang Anda lakukan, tetapi gambarkanlah bagaimana melakukannya. Salah satu alasan kita lebih suka menerangkan daripada menunjukkan adalah karena menerangkan itu lebih mudah dan cepat. Menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu sangatlah memakan waktu dan menguras tenaga. Dalam mengajar, lebih mudah menerangkan kepada para siswa apa yang salah dari perbuatan mereka daripada menunjukkan bagaimana melakukannya dengan benar. Namun menunjukkan itu terbukti lebih efektif. Selama beribu-ribu tahun, bangsa Yahudi hanya memiliki hukum yang menerangkan kepada mereka apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan. Namun Yesus Kristus datang dan menunjukkan kepada mereka bagaimana menjalani hidup menurut apa yang telah dikatakan Allah selama itu. Yesus tidak hanya berkata, “Rendahkanlah dirimu” tetapi Dia juga “merendahkan diri-Nya” (Flp. 2:8). Dia tidak hanya berkata, “Ampunilah sesamamu” tetapi Dia juga mengampuni kita (Kol. 3:13). Dia tidak hanya mengatakan, “Kasihilah Allahmu dan sesamamu” tetapi Dia juga menunjukkan kasih lewat perbuatan-Nya (Yoh. 15:12). Contoh yang sempurna dari kasih Kristus menunjukkan betapa besar kasih Allah bagi kita dan bagaimana kita patut menunjukkan kasih-Nya kepada sesama. —JAL Terpujilah Tuhan atas kasih berkemenangan, Kasih yang menang di atas kayu salib; Karena anugerah-Nya sungguh besar dan mulia Mengalir turun dari bukit Kalvari. —Peterson Kasih adalah kehendak Allah yang diwujudkan dalam tindakan.

Saturday, June 1, 2013

Saya Bosan

Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. —Yohanes 10:10 Ketika anak-anak kami masih remaja, percakapan berikut ini sering terjadi sepulang mereka dari acara persekutuan kaum muda di gereja: Saya bertanya, “Bagaimana acaranya?” dan mereka serempak menjawab, “Membosankan.” Setelah beberapa minggu mendapatkan jawaban yang sama, saya memutuskan untuk mencari tahu. Saya menyelinap ke ruang olahraga tempat acara mereka dilaksanakan, lalu memperhatikan yang terjadi. Saya melihat mereka aktif, tertawa, mendengarkan—mereka kelihatan sangat menikmati acaranya. Malam itu, dalam perjalanan pulang saya bertanya tentang acara persekutuan tersebut, dan sekali lagi mereka menjawab, “Membosankan.” Saya kemudian berkata, “Ayah tadi ada di sana. Ayah lihat kalian menikmatinya.” Mereka berkata, “Yah, rasanya kali ini tak seburuk biasanya.” Saya menyadari bahwa di balik keengganan mereka untuk mengakui bahwa sebenarnya mereka menikmati persekutuan itu, ada semacam tekanan dari lingkungan dan rasa khawatir dianggap “tidak keren”. Namun saya jadi berpikir, Apakah saya juga merasa khawatir ketika terlalu bersukacita pada hal-hal rohani? Padahal, semestinya tidak ada hal di dunia ini yang lebih membuat kita bersukacita daripada Kristus dan karya-Nya bagi hidup kita. Yesus berkata, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10:10). Itu sama sekali tidak membosankan! Berapapun usia kita, kita memperoleh anugerah dari Juruselamat yang sepantasnya kita syukuri. Anugerah keselamatan membuat kita patut untuk bersukacita! —WEC Bapa, penuhilah hatiku dengan sukacita Kristus. Aku ingin hidup berkelimpahan yang telah kutemukan di dalam Dia dapat tersebar dan menjangkau orang-orang di sekelilingku. Jika Anda mengenal Kristus, Anda selalu punya alasan untuk bersukacita.
 

Total Pageviews

Translate