Pages - Menu

Thursday, July 31, 2014

Meski Tak Layak Diriku

Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup! —Yesaya 55:3
Meski Tak Layak Diriku
Lewat suatu konser, pikiran saya kembali dibawa pada kenangan yang indah. Pemimpin konser baru saja memberikan pengantar untuk pujian: Just As I Am (Meski Tak Layak Diriku). Saya ingat bertahun-tahun lalu, pendeta saya sering menutup khotbahnya dengan meminta orang maju ke depan sementara jemaat melantunkan pujian itu, sebagai tanda kerinduan mereka untuk menerima pengampunan dosa dari Allah.
Namun si pemimpin konser menyebutkan tentang satu peristiwa lain dimana kita mungkin akan menyanyikan lagu itu. Ia sering membayangkan bahwa pada saat ia wafat dan bertemu Tuhan kelak, ia akan menyanyikan pujian ini sebagai ucapan syukur kepada-Nya:
Meski tak layak diriku,
Tetapi kar’na darah-Mu
Dan kar’na Kau memanggilku,
‘Ku datang, Yesus, pada-Mu.
(Kidung Jemaat, No. 27)
Bertahun-tahun sebelum menulis pujian ini, Charlotte Elliot pernah bertanya kepada seorang pendeta tentang cara menghadap Tuhan. Pendeta itu berkata, “Datanglah kepada-Nya meski kau merasa tak layak.” Charlotte pun melakukannya, hingga kemudian di tengah masa sakit yang menderanya, ia pun menulis himne tentang pengalamannya datang kepada Kristus yang telah mengampuni dosanya ini.
Dalam firman-Nya, Tuhan mendorong kita untuk mencari Dia: “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat” (Yes. 55:6). Dia memanggil kita: “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, . . . Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup!” (ay.1,3).
Oleh kematian dan kebangkitan Yesus, kita dapat datang kepada- Nya sekarang juga dan kelak akan tinggal bersama dengan-Nya selamanya dalam keabadian. Meski tak layak diriku . . . ku datang, Yesus, pada-Mu! —AMC
Barangsiapa yang haus, . . . hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma! –Wahyu 22:17

Wednesday, July 30, 2014

Ciri Khas Keluarga

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. —1 Yohanes 4:7
Ciri Khas Keluarga
Kepulauan Aran yang terletak di pesisir barat Irlandia dikenal luas sebagai penghasil baju hangat yang indah-indah. Baju-baju hangat itu dibuat dari tenunan bulu domba yang kemudian diolah untuk menghasilkan beragam pola. Banyak dari pola yang dihasilkan itu memiliki kaitan dengan budaya dan cerita rakyat dari pulau-pulau kecil ini, tetapi ada pula yang sifatnya lebih pribadi. Setiap keluarga yang tinggal di kepulauan itu mempunyai pola dan ciri khasnya masing-masing. Begitu jelasnya pola dan ciri khas tersebut, sehingga konon seandainya ada seorang nelayan yang tenggelam, identitasnya dapat diketahui cukup dengan melihat pola khas keluarga yang tergambar pada baju hangatnya.
Dalam surat 1 Yohanes, Yohanes menjelaskan hal-hal yang harus menjadi ciri khas dari mereka yang menjadi anggota keluarga Allah. Dalam 1 Yohanes 3:1, ia menegaskan bahwa kita memang menjadi bagian dari keluarga Allah dengan mengatakan, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah!” Lalu ia menjabarkan ciri khas dari anak-anak Allah, antara lain, “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah” (4:7).
Karena “kasih itu berasal dari Allah,” maka cara utama untuk mencerminkan hati Bapa adalah dengan menunjukkan kasih yang merupakan sifat-Nya. Kiranya melalui hidup kita, kasih Allah itu dapat dialami oleh sesama—karena kasih merupakan salah satu ciri khas keluarga kita di dalam Tuhan. —WEC
Ya Bapa, ajarku mengasihi dengan kasih Kristus sehingga orang lain
dapat melihat kasih-Mu terpancar melalui perhatian dan
kepedulianku terhadap mereka. Kiranya kasih-Mu mengarahkan
dan mewarnai sikapku dalam menghadapi hidup dan sesamaku.
Kasih merupakan ciri khas keluarga Allah yang sepatutnya dilihat dunia dalam diri pengikut Kristus.

Tuesday, July 29, 2014

Berjalan Dengan Berani

Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya. —Ibrani 4:16
Berjalan Dengan Berani
Mont Saint-Michel adalah sebuah pulau pasang surut yang berjarak sekitar setengah mil dari pantai Normandia, Perancis. Selama berabad-abad, pulau ini menjadi tempat dari sebuah biara yang dikunjungi oleh banyak peziarah rohani. Sebelum dibangun sebuah jalan perlintasan, pulau itu dikenal luas karena akses menuju ke sana begitu membahayakan hingga ada sejumlah peziarah yang harus kehilangan nyawa mereka. Pada saat surut, jalan itu dipenuhi pasir pantai, tetapi saat pasang, jalan itu diliputi air. Orang pun merasa takut untuk berjalan ke pulau itu.
Orang Israel pada zaman Perjanjian Lama juga merasa takut ketika mereka harus menghadap Allah. Ketika Allah mengirimkan guruh dan kilat di Gunung Sinai, umat itu pun takut untuk mendekat kepada-Nya (Kel. 19:10-16). Dan ketika Allah mengizinkan umat menghadap kepada-Nya melalui imam besar, ada aturan-aturan tertentu yang harus mereka taati (Im. 16:1-34). Ketika seseorang tanpa sengaja menyentuh tabut perjanjian, yang melambangkan kekudusan dari hadirat Allah, orang itu akan dihukum mati (lihat 2Sam. 6:7-8).
Namun oleh kematian dan kebangkitan Yesus, kita sekarang dapat mendekat kepada Allah tanpa rasa takut. Hukuman Allah atas dosa telah digenapi, dan kita pun diundang masuk untuk menghadap Allah: “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibr. 4:16).
Karena Yesuslah, kita dapat datang kepada Allah melalui doa, di mana pun dan kapan pun. —HDF
Marilah dengan berani kita menghampiri
Takhta kasih karunia dan kuasa Allah,
Di sana kita menerima rahmat dan pertolongan
Kapan pun kita membutuhkannya. —Watts
Melalui doa, kita dapat langsung menghadap Bapa kita.

Monday, July 28, 2014

Berani Dan Konsisten

Ketika Paulus melihat mereka, ia mengucap syukur kepada Allah lalu kuatlah hatinya. —Kisah Para Rasul 28:15
Berani Dan Konsisten
Ketika membaca obituari dari Eugene Patterson, seorang editor surat kabar Atlanta Constitution dari tahun 1960-1968 dan pemenang Penghargaan Pulitzer, saya dibuat terpukau oleh dua hal. Pertama, selama bertahun-tahun Patterson menjadi orang yang sangat berani menyampaikan pendapatnya tentang hak asasi manusia di tengah banyaknya orang menentang kesetaraan ras. Lebih dari itu, ia menulis satu kolom setiap harinya selama 8 tahun. Seluruhnya ada 2.922 kolom surat kabar! Hari demi hari dan tahun demi tahun. Keberanian dan konsistensi menjadi faktor utama yang memberi pengaruh dari kehidupannya.
Kita juga dapat melihat kualitas yang sama dalam diri Rasul Paulus. Kitab Kisah Para Rasul pasal 13-28 mencatat keberaniannya dalam menghadapi situasi demi situasi yang mengerikan. Setelah kapal yang ditumpangi Paulus karam dalam perjalanannya untuk diadili di hadapan Kaisar, ia pun mendarat di wilayah selatan Roma. Di sana ada banyak saudara seiman dalam Kristus yang datang menemuinya (Kis. 28:11-15). Lukas menuliskan, “Ketika Paulus melihat mereka, ia mengucap syukur kepada Allah lalu kuatlah hatinya” (ay.15). Kemudian selama 2 tahun berikutnya dalam penahanan, Paulus diizinkan untuk tinggal di dalam rumah yang disewanya sendiri, tempat ia “menerima semua orang yang datang kepadanya. Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus” (ay.30-31).
Setiap pengikut Yesus dapat memberi dan menerima dorongan semangat dengan konsisten. Tuhan dapat memakai kita hari ini untuk meneguhkan dan menguatkan satu sama lain. —RKK
Teguhkan keberanianmu, tiap hari hingga akhir;
Melangkah majulah dalam kekuatan Tuhan;
Percaya penuh pada Yesus, Juruselamat dan Sobatmu,
Dan renungkanlah firman-Nya yang penuh berkat. —Miles
Ketika orang berbagi ketakutannya kepadamu, bagikanlah keberanianmu kepada mereka.

Sunday, July 27, 2014

Sudut Pandang Allah

Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, . . . itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. —Habakuk 2:3
Sudut Pandang Allah
Jason sedang bepergian ke New York di masa liburan musim semi. Pada suatu sore, ia dan teman-temannya menumpang taksi menuju ke Empire State Building. Bagi Jason, jalan darat itu terlihat begitu kacau dan membahayakan. Namun ketika Jason naik ke dek observasi dari gedung pencakar langit itu dan memandang ke bawah untuk melihat jalanan kota New York, ia terkagum-kagum melihat suatu kota yang tertata dalam rancangan yang rapi. Alangkah berbeda hasilnya apabila sudut pandangnya diubah!
Habakuk menerima pelajaran yang serupa. Ketika ia melihat kehidupan dari sudut pandang duniawi, tampaknya Allah tidak mengacuhkan kejahatan yang sedang merebak di tengah masyarakat (Hab. 1:2-4). Namun Allah memperlihatkan kepada Habakuk sudut pandang-Nya dan menunjukkan kepadanya bahwa apa yang berlangsung dalam hidup itu ternyata jauh melebihi apa yang dapat dilihat olehnya. Perbuatan manusia tidak akan dapat menggagalkan rencana Allah (2:3).
Mereka yang tidak menghargai Allah mungkin terlihat sejahtera untuk sesaat, tetapi akhirnya Allah akan meluruskan segala kesalahan. Dengan kedaulatan penuh, Allah bertindak dalam semua yang tengah berlangsung sehingga segalanya akan menggenapi maksud-Nya yang baik. Rencana Allah pasti akan terjadi tepat pada waktu-Nya (ay.3).
Kita tidak akan dapat melihat seluruh rancangan hidup ini dengan kacamata kita sendiri; hanya Allah yang dapat. Jadi, marilah kita terus hidup karena percaya dan bukan karena melihat. Dari sudut pandang Allah, Dia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang percaya dan demi kemuliaan-Nya. —PFC
Penguasa Berdaulat atas cakrawala,
Selalu murah hati dan sungguh bijaksana
Seluruh masa hidupku ada di tangan-Mu
Segala peristiwa terjadi atas perintah-Mu. —Ryland
Masa hidup kita ada di tangan Allah; jiwa kita senantiasa dijagai-Nya.

Saturday, July 26, 2014

Karya Tangan Kita

Sebab engkau telah melupakan Allah yang menyelamatkan engkau, . . . panen akan segera lenyap pada hari kesakitan dan hari penderitaan yang sangat payah. —Yesaya 17:10-11
Karya Tangan Kita
Musim semi baru saja berganti menjadi musim panas dan panenan mulai berbuah. Pemandangan itulah yang terlihat ketika kereta yang kami tumpangi melintasi ladang yang subur di pesisir Michigan Barat. Stroberi telah matang dan orang berlutut di atas embun pagi untuk memetik buah-buah manis itu. Pohon buah blueberry juga menyerap panas dari sinar matahari dan nutrisi dari tanah.
Setelah menyusuri ladang demi ladang dengan buah-buahnya yang telah matang, kereta kami pun melintasi setumpukan besi berkarat yang dibiarkan begitu saja. Puingpuing besi berkarat yang menancap di atas permukaan tanah itu memberikan pemandangan yang sangat kontras dengan hijaunya ladang-ladang yang sudah siap panen. Besibesi berkarat itu tidak menghasilkan apa-apa. Namun di sisi lain, buah-buahan di ladang itu bertumbuh semakin matang dan menjadi santapan bagi orang-orang yang lapar.
Perbedaan antara buah di ladang dengan besi berkarat itu mengingatkan saya tentang nubuat-nubuat Allah terhadap kota-kota kuno seperti Damsyik (Yes. 17:1,11). Allah berkata, “Sebab engkau telah melupakan Allah yang menyelamatkan engkau, . . . panen akan segera lenyap pada hari kesakitan dan hari penderitaan yang sangat payah” (Yes. 17:10-11). Bagi kita di masa kini, nubuat ini menjadi peringatan akan betapa bahaya dan sia-sianya pemikiran bahwa kita dapat menghasilkan sesuatu lewat daya upaya kita sendiri. Di luar Allah, karya tangan kita hanya akan menjadi tumpukan puing. Namun saat kita terlibat bersama Allah dalam melakukan karya-Nya, Allah akan melipatgandakan usaha kita dan menyediakan santapan rohani bagi banyak orang. —JAL
Tuhan, aku ingin menjadi bagian dari karya-Mu di atas bumi.
Di luar Engkau, pekerjaanku tiada artinya. Pimpin, penuhi,
dan pakailah aku. Kiranya melalu diriku, orang lain
bisa menerima santapan yang menyehatkan jiwa mereka.
“Sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” —Yesus (Yohanes 15:5)

Friday, July 25, 2014

Mencari Zakheus

Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini. —Lukas 19:9
Mencari Zakheus
Alf Clark menyusuri jalanan kota untuk mencari Zakheus. Tentunya bukan tokoh Zakheus yang tertulis dalam Alkitab—karena Yesus telah menemukannya. Alf dan beberapa teman yang terlibat dalam sebuah lembaga pelayanan perkotaan hendak melakukan seperti yang telah dilakukan Yesus di Lukas 19. Mereka sengaja menyusuri jalan demi jalan di kotanya untuk menemui dan membantu orang-orang yang membutuhkan.
Alf berjalan dari rumah ke rumah yang ada di lingkungannya, mengetuk pintu demi pintu, dan berkata kepada siapa pun yang mengintip di balik pintu, “Hai, nama saya Alf. Adakah kebutuhanmu yang bisa saya doakan?” Itulah cara Alf untuk memulai percakapan—seperti yang Yesus lakukan kepada Zakheus si pemungut cukai—dan dalam kerinduannya untuk memberikan perhatian, nasihat rohani, dan pengharapan bagi mereka yang membutuhkannya.
Perhatikanlah apa yang Yesus lakukan. Lukas hanya mengatakan bahwa Yesus “berjalan terus melintasi” kota Yerikho (Luk. 19:1). Tentu saja di sana ada sekerumunan orang, seperti yang biasanya terjadi ketika Yesus datang ke suatu kota. Zakheus, yang “badannya pendek”, memanjat sebatang pohon ara. Lalu Yesus, ketika sedang melintas, berjalan persis ke bawah pohon itu dan mengatakan kepada Zakheus bahwa Dia hendak berkunjung ke rumahnya. Pada hari itu, keselamatan terjadi di dalam rumah Zakheus. Yesus telah “datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (ay.10).
Apakah kita mencari Zakheus? Ia ada di mana-mana dan sangat membutuhkan Yesus. Dengan cara bagaimana kita dapat membagikan kasih Kristus kepada mereka yang memerlukan Juruselamat? —JDB
Ya Allah, tuntunlah langkah kami untuk mendekat dan
bukannya menjauh dari orang-orang yang membutuhkan-Mu.
Kemudian tuntunlah perkataan dan perbuatan kami sehingga
kami berani menyampaikan kebenaran kepada orang lain.
Kabar baik dari Allah itu terlalu indah untuk disimpan bagi diri sendiri.

Thursday, July 24, 2014

Dia Menyebut Nama-Nama Semua Bintang

Ia menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya. —Mazmur 147:4
Dia Menyebut Nama-Nama Semua Bintang
Pada suatu dataran tinggi di Gurun Pasir Atacama, Chili, terdapat suatu teleskop radio terbesar di dunia yang menunjukkan suatu pemandangan dari alam semesta yang belum pernah dilihat para astronom. Dalam suatu artikel terbitan kantor berita Associated Press, Luis Andres Henao menulis tentang para ilmuwan dari banyak negara yang datang untuk “mencari petunjuk-petunjuk tentang asal mula alam semesta—mulai dari abu dan gas yang paling dingin tempat galaksi-galaksi terbentuk dan bintang-bintang diciptakan sampai pada energi yang dihasilkan oleh peristiwa Big Bang.”
Alkitab pun merayakan kebesaran kuasa dan hikmat tak terselami dari Allah yang “menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya” (Mzm. 147:4). Namun Sang Pencipta alam semesta itu bukanlah sebuah kuasa yang jauh dan tak acuh, melainkan Bapa Surgawi Mahakasih yang “menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka” (ay.3). “TUHAN menegakkan kembali orang-orang yang tertindas” (ay.6) dan “senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya” (ay.11).
Allah begitu mengasihi kita sehingga “Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).
J. B. Phillips, seorang penulis berkebangsaan Inggris, menyebut bumi sebagai “planet yang dikunjungi”, tempat Sang Raja Kemuliaan terus berkarya menurut rencana-Nya.
Pengharapan kita untuk masa kini dan selamanya disandarkan pada belas kasihan dari Allah yang mengenal nama setiap bintang. —DCM
Allah yang ciptakan cakrawala,
Yang ciptakan lautan yang dalam,
Allah yang tempatkan bintang-bintang,
Juga Allah yang peduli padaku. —Berg
Allah, yang mengenal nama setiap bintang, juga mengenal nama kita satu per satu.

Wednesday, July 23, 2014

Melambaikan Bendera Putih

Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu. —Ulangan 6:4-5
Melambaikan Bendera Putih
Baru-baru ini, ketika menonton sebuah rekaman video dari ibadah di suatu gereja di Amerika Selatan, saya memperhatikan sesuatu yang belum pernah saya lihat di gereja. Ketika sang pendeta dengan semangat memanggil jemaatnya untuk menyerahkan hidup mereka kepada Yesus, salah seorang jemaat mengambil saputangan putih dari sakunya dan melambaikannya di udara. Tindakannya itu diikuti satu demi satu jemaat lainnya. Dengan air mata yang berlinang di pipi, mereka mengungkapkan penyerahan diri mereka sepenuhnya kepada Kristus.
Namun saya berpikir apakah momen itu bermakna lebih dari sekadar tanda penyerahan diri. Menurut saya, mereka melambaikan saputangan juga sebagai tanda kasih mereka kepada Allah. Ketika Allah memerintahkan umat-Nya, “Kasihilah TUHAN, Allahmu” (Ul. 6:5), itu artinya Dia mendesak mereka untuk menyerahkan hidup kepada-Nya.
Dari sudut pandang Allah, hidup bersama-Nya jauh melebihi suatu usaha untuk menjadi orang yang baik. Hidup bersama Allah merupakan suatu hubungan—hubungan dengan penyerahan diri sebagai cara untuk mengungkapkan rasa syukur dan kasih kita kepada-Nya. Karena kasih- Nya yang ajaib bagi kita, Yesus menyerahkan diri-Nya untuk mati disalib demi melepaskan kita yang tak berdaya di bawah belenggu dosa dan menuntun kita dalam suatu perjalanan hidup yang indah dan mulia.
Tiada kata yang cukup bagi kita untuk mengungkapkan kepada Allah betapa kita mengasihi-Nya! Jadi, marilah menunjukkan kasih kita kepada-Nya dengan jalan menyerahkan hati dan hidup kita untuk mengikut-Nya. —JMS
Ya Tuhanku, hidupku t’rimalah;
Kasih yang murni, o curahkanlah.
Taklukkanlah dendam dan nafsuku;
Tinggallah ‘Kau tetap di hatiku. —Orr
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 13)
Penyerahan diri adalah bahasa kasih Allah.

Tuesday, July 22, 2014

Penyesalan Mendalam

Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari. —Mazmur 32:3
Penyesalan Mendalam
Ketika saya sedang berbicara dengan seorang pianis yang piawai, ia menanyakan apakah saya dapat memainkan alat musik tertentu. Ketika saya menjawab, “Saya memainkan radio,” ia tertawa dan bertanya lagi apakah saya pernah ingin dapat memainkan alat musik tertentu. Dengan agak malu, saya menjawab, “Saya pernah mengambil les piano saat masih kecil, tetapi kemudian saya menyerah dan tidak melanjutkannya.” Kini, setelah dewasa, saya menyesal karena tidak melanjutkan pelajaran piano saya. Saya sangat menyukai musik dan berandai-andai bisa memainkan piano saat ini. Percakapan itu kembali mengingatkan saya bahwa hidup ini sering dibentuk oleh pilihan demi pilihan yang kita buat—dan sebagian pilihan itu kini meninggalkan penyesalan.
Ada sejumlah pilihan yang meninggalkan penyesalan yang jauh lebih serius dan menyakitkan. Raja Daud mengalaminya ketika ia memutuskan untuk berselingkuh dengan istri orang lain dan kemudian membunuh sang suami. Daud begitu dihancurkan oleh rasa bersalah yang menggelayutinya, dan ia mengatakan, “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas” (Mzm. 32:3-4). Namun Daud menyadari serta mengakui dosanya kepada Allah dan menerima pengampunan (ay.5).
Hanya dari Allah semata kita dapat menerima anugerah pengampunan ketika pilihan-pilihan kita telah meninggalkan penyesalan yang menyakitkan. Dan hanya di dalam Dia, kita memperoleh hikmat untuk mengambil pilihan-pilihan yang lebih baik. —WEC
Bapa yang penuh belas kasih, ampuni aku untuk pilihan-pilihan
bodoh yang telah kuambil. Tolong mampukan aku untuk menjadi
lebih bijaksana dalam menentukan pilihan-pilihanku.
Ajariku indahnya hidup berharap pada anugerah-Mu.
Pengampunan Allah membebaskan kita dari belenggu penyesalan.

Monday, July 21, 2014

Air Bagi Dunia

Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup. —Yohanes 7:38
Air Bagi Dunia
Meski 70 persen dari dunia ini ditutupi oleh air, tetapi hanya kurang dari 1 persen di antaranya yang dapat diminum oleh manusia. Konservasi dan kebersihan air menjadi masalah yang genting di berbagai belahan dunia, karena hidup manusia sangat bergantung pada tersedianya air bersih.
Pada suatu waktu, Yesus hendak memperkenalkan suatu air lain yang dapat memberi hidup kepada seorang perempuan yang terhilang dalam dosanya. Dia dengan sengaja memilih untuk pergi ke suatu kota di Samaria, tempat yang tidak akan pernah dikunjungi oleh seorang rabi yang terpandang. Di kota itu, Yesus berbicara kepada perempuan tersebut tentang “air hidup”. Barangsiapa meminum air itu, kata Yesus, “tidak akan haus untuk selama-lamanya.” Sebaliknya, air itu “akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh. 4:14).
Air hidup itu adalah Yesus sendiri. Mereka yang menerima-Nya akan mendapat hidup yang kekal (ay.14). Akan tetapi, air hidup yang diberikan Yesus juga memiliki kegunaan yang lain. Yesus berbicara tentang orang-orang yang menerimanya: “Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup” (7:38). Air hidup yang menyegarkan kita itu juga akan menyegarkan orang lain.
Sama seperti tidak meratanya penyaluran air segar di dunia ini, demikian pula dengan penyaluran air hidup. Masih banyak orang yang belum mengenal pengikut-pengikut Kristus yang benar-benar mempedulikan mereka. Kita diberi panggilan istimewa untuk membawa kabar tentang Yesus kepada mereka. Kristus adalah air hidup yang sesungguhnya dirindukan oleh banyak orang. —CPH
Tuhan Yesus, Aku ingin menjalani hidupku bagi-Mu. Kiranya daya
hidup dan kasih-Mu terus mengalir melalui hidupku pada saat aku
mengerjakan tugasku sehari-hari, sehingga orang lain bisa
melihat Engkau melalui diriku dan rindu menerima air hidup-Mu.
Yesus adalah sumber air hidup yang tak berkesudahan bagi dunia yang kehausan.

Sunday, July 20, 2014

Cara Dan Tempat Yang Sepele

Sebab siapa yang memandang hina hari peristiwa-peristiwa yang kecil, mereka akan bersukaria melihat batu pilihan di tangan Zerubabel. —Zakharia 4:10
Cara Dan Tempat Yang Sepele
Saya kerap bertemu dengan orang yang melihat dirinya sedang melayani dalam pekerjaan dan tempat yang sepele. Mereka sering berkecil hati karena merasa kesepian, dan menganggap pelayanan mereka tidaklah berarti. Saat mendengarkan kisah mereka, saya terpikir pada seorang malaikat dalam buku Out of the Silent Planet karya C. S. Lewis. Ia berkata: “Bangsaku punya aturan: Jangan pernah membicarakan soal ukuran atau jumlah. . . . Sikap itu hanya akan membuat kita menghargai apa yang tidak penting dan mengabaikan apa yang benar-benar penting.”
Dunia kerap menyatakan bahwa semakin besar itu semakin hebat, dan jumlah menjadi ukuran bagi kesuksesan. Hanya orang yang berhati teguh yang dapat menolak tren tersebut, terutama apabila ia bekerja di tempat yang sederhana. Namun kita tidak boleh “mengabaikan apa yang benar-benar penting”.
Ini bukan berarti bahwa jumlah tidak penting (lagipula, para rasul menghitung jumlah para petobat; lihat Kis. 2:41). Jumlah memberi gambaran tentang banyaknya orang yang membutuhkan keselamatan kekal. Kita semua patut melayani dan berdoa agar ada banyak orang yang akan masuk dalam kerajaan Allah, tetapi jumlah tidak boleh menjadi dasar untuk membanggakan diri sendiri.
Allah tidak menghendaki kita untuk merasa puas karena banyaknya pelayanan yang kita lakukan bagi-Nya, atau karena besarnya jumlah orang yang ambil bagian dalam pelayanan itu. Allah menghendaki kita untuk melakukan pelayanan kita dengan tekun bagi kemuliaan-Nya. Pelayanan sederhana yang kita lakukan bagi Allah Mahabesar dengan kuat kuasa-Nya janganlah dipandang sebagai batu loncatan, karena sesungguhnya pelayanan ini pun adalah hal yang penting. —DHR
Tuhan, tolonglah aku mengingat bahwa tidak ada tempat
atau orang yang sepele. Semuanya berharga di mata-Mu.
Kiranya aku melihat nilai penting dari segala yang kukerjakan
dan menghargainya sebagaimana Engkau menghargainya.
Setiap orang yang mengerjakan pekerjaan Allah dengan cara Allah, ia dipandang mulia oleh-Nya.

Saturday, July 19, 2014

Whoppers Atau Adventures?

Tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan. —Mazmur 102:28
Whoppers Atau Adventures?
Kakek saya senang bercerita, dan saya suka mendengarkannya. Papaw, biasa kami menjulukinya, mempunyai dua jenis cerita. “Whoppers” adalah cerita-cerita rekaan yang mengandung kebenaran, tetapi isinya berubah-ubah setiap kali diceritakan kembali. “Adventures” adalah cerita-cerita dari kejadian nyata yang sungguh terjadi, dengan fakta-fakta yang tidak berubah ketika diceritakan kembali. Suatu hari kakek bercerita tentang sesuatu yang sepertinya terlalu muluk-muluk untuk dipercaya. “Itu Whopper,” ujar saya, tetapi kakek bersikukuh bahwa kisah itu nyata. Walaupun isi ceritanya tidak pernah berubah, saya tak bisa mempercayainya, karena kisahnya sama sekali tak masuk akal.
Kemudian suatu hari, ketika sedang mendengarkan sebuah program radio, saya mendengar penyiarnya membacakan sebuah kisah yang meneguhkan kebenaran dari cerita kakek. Whopper yang diceritakan kakek tiba-tiba menjadi suatu adventure. Pada saat itu saya begitu terharu dan ketika teringat kembali pada diri kakek, saya semakin menyadari bahwa ternyata ia adalah orang yang bisa dipercaya.
Ketika sang pemazmur menuliskan tentang sifat Allah yang tidak berubah (Mzm. 102:28), ia memberikan kepastian yang sama kepada kita, yaitu bahwa Allah bisa dipercaya. Gagasan tersebut diulangi di Ibrani 13:8 dengan perkataan, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” Kepastian ini sungguh menguatkan hati kita di tengah pencobaan yang dihadapi setiap hari, karena kita diingatkan bahwa Allah yang tidak berubah dan layak dipercaya itu berkuasa atas segala sesuatu, bahkan atas kekisruhan dalam dunia yang senantiasa berubah ini. —RKK
Allah kita adalah Allah—Dia tidak berubah;
Kebenaran-Nya, kasih-Nya setiap hari selalu sama.
Persis seperti nama-Nya yang tiada terbandingkan,
Karena Allah adalah Allah—Dia tidak berubah. —D. DeHaan
Kiranya Allah yang tak berubah itu meneduhkan hatimu dengan damai-Nya di tengah badai hidupmu.

Friday, July 18, 2014

Jembatan Hidup

Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! —Yeremia 17:7
Jembatan Hidup
Penduduk yang tinggal di Cherrapunji, India, telah mengembangkan sebuah cara yang unik untuk menyeberangi sungai dan aliran air yang banyak terdapat di daerah mereka. Mereka membangun jembatan-jembatan dengan bahan dari akar pohon karet. “Jembatan hidup” itu memerlukan waktu 10 hingga 15 tahun untuk berkembang hingga sempurna, dan begitu jadi, jembatan tersebut sangat kokoh dan dapat digunakan hingga beratus-ratus tahun.
Alkitab membandingkan seseorang yang mengandalkan Allah dengan “pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air” (Yer. 17:8). Karena akar-akarnya mendapat asupan yang cukup, pohon tersebut dapat bertahan menghadapi segala perubahan suhu. Sepanjang musim kemarau, pohon itu pun tetap berbuah.
Seperti sebatang pohon yang berakar kuat, orang yang mengandalkan Allah memiliki stabilitas dan vitalitas meskipun berada dalam situasi-situasi yang buruk. Sebaliknya, orang yang mengandalkan sesamanya manusia sering tidak memiliki stabilitas dalam hidupnya. Alkitab membandingkan mereka dengan semak bulus di padang belantara yang sering kekurangan cairan dan tumbuh menyendiri (ay.6). Demikianlah kehidupan rohani orang yang meninggalkan Allah.
Di manakah akar-akar kita menancap? Apakah kita berakar di dalam Yesus? (Kol. 2:7). Apakah kita telah menjadi jembatan yang mengarahkan orang lain kepada-Nya? Jika kita mengenal Kristus, kita dapat menyaksikan kebenaran ini: Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan (Yer. 17:7). —JBS
Yesus segala-galanya,
Mentari hidupku.
Sehari-hari Dialah
Penopang yang teguh. —Thompson
(Kidung Jemaat, No. 396)
Hembusan pencobaan yang kuat sekalipun takkan dapat menghempaskan seorang yang berakar di dalam Allah.

Thursday, July 17, 2014

Kelihatan Keren!

Komik-Strip-WarungSateKamu/-20140717-Kacamata-Gaya

Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. —Ibrani 10:24
Kelihatan Keren!
Suatu hari di dalam mobil, putri saya mencoba sepasang kacamata hitam yang baru saya beli. Kemudian ia menaruhnya kembali dan berkata, “Ini bukan kacamata hitam, Bu. Ini cuma kacamata untuk bergaya,” godanya, “Ibu membelinya karena Ibu merasa cantik saat memakainya, ya kan?”
Harus saya akui—putri saya benar-benar mengenal saya. Saya tidak pernah berpikir tentang sinar UV atau apakah kacamata itu benar-benar dapat menahan sinar matahari. Saya membelinya hanya karena kacamata itu kelihatan keren saat saya memakainya.
Kebanyakan dari kita senang terlihat keren dan baik. Kita ingin terlihat “baik-baik saja” di hadapan orang—menjalani hidup tanpa mengalami pergumulan atau ketakutan atau godaan atau sakit hati.
Berusaha mempertahankan suatu tampilan yang sempurna dalam perjalanan iman kita tidak akan dapat menolong kita maupun saudara-saudari seiman kita. Sebaliknya, membagikan hidup kita kepada sesama di dalam tubuh Kristus akan membuka pintu berkat bagi kita maupun orang lain. Ketika mulai membuka diri, kita mungkin akan bertemu dengan orang-orang yang sedang bergumul dalam situasi yang serupa. Dan ketika kita semakin bertumbuh dalam persekutuan yang indah bersama Allah dan semakin menyadari kerapuhan dan ketidaksanggupan kita sendiri, Allah akan semakin leluasa memakai diri kita untuk menolong sesama.
Marilah kita mengizinkan Allah untuk menanggalkan segala kepura-puraan pada diri kita dan “marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam perbuatan baik” (Ibr. 10:24). —CHK
Memakai topeng untuk menunjukkan semua baik-baik saja
Menolak pergumulan hidup sebagai rancangan Allah;
Akan tetapi ketika kita terbuka, transparan, dan jujur,
Orang lain akan belajar mempercayai Allah dalam hidupnya. —Sper
Orang percaya akan dapat berdiri teguh tatkala mereka tidak berdiri sendirian.

Wednesday, July 16, 2014

Merasa Terbelenggu?

Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. —Filipi 4:11
Merasa Terbelenggu?
Boethius hidup pada abad ke-6 di Italia dan bekerja di lingkungan istana sebagai seorang politikus yang sangat andal. Sayangnya, raja tidak menyukai Boethius. Boethius pun dituduh berkhianat dan dijebloskan ke dalam penjara. Sambil menunggu waktu hukumannya, Boethius meminta alat tulis supaya ia dapat mencatat perenungan yang dipikirkannya. Di kemudian hari, hasil perenungannya tersebut menjadi karya iman klasik tentang pelipur lara yang dikenang orang sepanjang masa.
Selama Boethius mendekam di penjara dan merenungkan masa depannya yang suram, imannya kepada Kristus begitu mewarnai sudut pandangnya: “Tiada hal yang menyedihkan kecuali kita menganggapnya demikian, dan sebaliknya, segala keadaan menjadi menyenangkan bila hati orang yang tengah mengalaminya merasa puas.” Ia mengerti bahwa cara pandang kita terhadap kepuasan dan keadaan yang berubah-ubah itu tergantung pada diri kita sendiri.
Ide bahwa cara kita memandang keadaan yang kita alami jauh lebih penting daripada keadaan itu sendiri ditegaskan pula oleh Rasul Paulus. Ketika Paulus juga mendekam di penjara, ia menulis: “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (Flp. 4:11). Kedua tokoh itu dapat mengalami kecukupan karena kepuasan utama mereka berasal dari Allah yang tidak pernah berubah.
Apakah kamu merasa terbelenggu oleh situasi-situasi yang sulit? Allah sanggup memberikan kecukupan kepadamu. Kepuasan kekal hanya dapat ditemukan bersama Dia, karena di hadapan-Nya “ada sukacita berlimpah-limpah; di tangan kanan-[Nya] ada nikmat senantiasa” (Mzm. 16:11). —HDF
Tuhan, bimbing aku sesuai jalan terbaik yang Engkau kehendaki.
Pakailah karunia yang Engkau berikan kepadaku untuk menguatkan
orang lain dalam hidup mereka. Tolong aku untuk tidak membandingkan
diriku dengan orang lain tetapi merasa puas dan cukup.
Tatkala Allah menjadi satu-satunya yang kamu punya, Dia menjadi segalanya yang kamu perlukan.

Tuesday, July 15, 2014

Kesetiaan Sejati

Jika aku harus bermegah,
maka aku akan bermegah
atas kelemahanku.
—2 Korintus 11:30

Kesetiaan Sejati
Diperkirakan lebih dari 14 triliun mil jarak terbang telah dikumpulkan para penumpang yang kerap bepergian dengan menggunakan pesawat udara di seluruh dunia. Hal ini bermula dari awal 1980-an, ketika untuk pertama kalinya maskapai penerbangan memulai program penumpang setia (frequent-flyer) guna mendorong terjadinya transaksi yang berulang dengan menghadiahi para penumpang atas kesetiaan mereka dalam menggunakan layanan maskapai tersebut. Akumulasi jarak terbang tersebut dapat ditukar dengan perjalanan gratis, barang, dan jasa khusus. Alhasil, orang-orang mulai merencanakan perjalanan mereka tidak hanya berdasarkan harga dan jadwal tetapi juga menurut hadiah yang ingin mereka dapatkan.
Rasul Paulus sering sekali melakukan perjalanan di abad pertama, tetapi bukan untuk mengumpulkan “jarak berlayar”. Tujuan Paulus adalah memberitakan kabar sukacita tentang pengampunan dan hidup kekal oleh iman di dalam Yesus kepada sebanyak mungkin orang. Ketika sejumlah orang di Korintus mempertanyakan wewenangnya, ia menulis surat untuk menggambarkan harga yang harus dibayarnya demi membawa kabar Injil tersebut: “Tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut” (2Kor. 11:25). Allah telah memberi Paulus anugerah dan ketahanan untuk mempertaruhkan hidupnya tanpa pamrih guna memberitakan tentang Yesus kepada orang banyak.
Baik kita dianiaya ataupun dipuji karena pelayanan kita kepada Tuhan, kiranya hati kita senantiasa terpusat untuk setia mengikut-Nya dan mengucap syukur atas kasih pengorbanan-Nya. —DCM
Aku milik-Mu, Tuhan, ajarilah aku artinya,
Seluruhnya dalam kasih dan kesetiaan,
Mengabdi sepenuhnya, berserah dalam sukacita,
Dan taat tanpa syarat kepada-Mu! —Bennett
Kesetiaan kita kepada Yesus berasal dari kasih-Nya kepada kita.

Monday, July 14, 2014

Gandum Di Puncak Gunung

Biarlah tanaman gandum berlimpah-limpah di negeri, bergelombang di puncak pegunungan. —Mazmur 72:16
Gandum Di Puncak Gunung
Dalam hidup ini, saya sudah pernah mendaki sampai ke puncak sejumlah gunung di Amerika Serikat, dan saya dapat mengatakan bahwa tidak terdapat banyak tumbuhan di sana. Di puncak gunung hanya ada bebatuan dan lumut. Puncak gunung bukanlah tempat yang wajar untuk bertumbuhnya gandum dengan limpah-ruah.
Namun Salomo, yang menulis Mazmur 72, meminta kepada Allah untuk bertumbuhnya “tanaman gandum berlimpah-limpah . . . di puncak pegunungan,” yang akan menjadi ciri pemerintahannya sebagai raja. Apabila kehadiran gandum di puncak gunung itu tidak lazim, apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Salomo? Bahwa kuasa Allah dapat memberi hasil bahkan pada tanah yang sangat tidak menjanjikan?
Mungkin kamu merasa dirimu begitu kecil, dan tidak banyak yang bisa kamu persembahkan untuk kerajaan Allah. Yakinilah dengan teguh, bahwa melalui kamu, Allah dapat menghasilkan panen yang berlimpah. Inilah salah satu ironi dari iman: Allah menggunakan sesuatu yang tidak berarti untuk menghasilkan yang luar biasa. Tidak banyak di antara kita yang berhikmat atau mulia; kebanyakan dari kita tidak terkenal dan tidak begitu luar biasa. Akan tetapi, kita semua dapat dipakai oleh Allah. Dan berlawanan dari apa yang mungkin kita pikirkan, justru karena kelemahan kitalah, kita dapat dipakai oleh Allah (1Kor. 1:27-29; 2Kor. 12:10).
Kita mungkin dapat merasa terlalu angkuh, tetapi kita tidak akan terlalu kecil untuk dipakai oleh Allah. “Dalam kelemahan,” kita “telah menjadi kuat” (Ibr. 11:34). Oleh kuasa Allah yang dahsyat, kita dapat melakukan segala yang dikehendaki-Nya untuk kita lakukan. —DHR
Tuhan, Engkau berkarya melalui hal-hal sederhana—yakni kami
semua yang penuh kekurangan dan kelemahan ini. Kami sungguh
terpesona akan kuasa-Mu dan tidak habis pikir mengapa Engkau
memilih kami. Hati kami rindu untuk setia kepada-Mu.
Untuk dapat mengalami kuasa Allah, pertama-tama kita harus mengakui bahwa kita lemah.

Sunday, July 13, 2014

Tanpa Belas Kasih

Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran. —Amsal 19:11
Tanpa Belas Kasih
Saya menjuluki mobil keluarga kami dengan sebutan “Tanpa Belas Kasih”. Biasanya mobil saya berulah pada Minggu pagi. Saya sudah memasukkan ke dalam mobil berbagai barang untuk keperluan ibadah di gereja, lalu duduk, menutup pintunya, dan Jay mulai memundurkan mobil dari garasi. Ketika saya belum duduk dengan nyaman, peringatan untuk memakai sabuk pengaman sudah mulai berbunyi. “Tolonglah,” ujar saya pada alat itu, “beri aku semenit lagi.” Alat itu mengabaikan permohonan saya sambil terus berbunyi sampai saya mengenakan dan mengunci sabuk pengamannya.
Hal kecil yang menyebalkan seperti itu mengingatkan kita akan apa yang terjadi dengan hidup ini seandainya tidak ada lagi belas kasihan. Kita akan segera dituntut untuk mempertanggungjawabkan setiap kesalahan yang kita buat. Takkan ada waktu untuk menyesal atau mengubah perilaku. Tiada pengampunan. Tiada belas kasihan. Tiada pengharapan.
Kadang-kadang hidup ini terasa seperti berjalan dalam suatu dunia yang tanpa belas kasih. Ketika kekeliruan kecil dibesar-besarkan menjadi suatu kegagalan total, atau ketika orang menolak untuk mengampuni kesalahan dan pelanggaran sesamanya, kita semua akhirnya terbebani oleh perasaan bersalah yang tidak seharusnya kita tanggung. Dalam anugerah-Nya, Allah mengutus Yesus untuk menggantikan kita memikul beban itu. Barangsiapa yang menerima kasih karunia Allah telah mendapat hak istimewa untuk meneruskannya kepada orang lain dalam nama Kristus: “Yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa ” (1Ptr. 4:8). —JAL
Allah Bapa, dunia di sekitar kami sering bersikap kejam dan keras
kepada orang-orang yang gagal. Tolonglah aku untuk
menunjukkan kasih dan kesabaran, karena Engkau
telah begitu mengasihiku dan mengampuni dosaku.
Ketika kita mensyukuri kasih yang telah kita terima, dengan senang hati kita meneruskannya pada sesama.

Saturday, July 12, 2014

Kuasa Sebuah Nama

Nama TUHAN adalah menara yang kuat. —Amsal 18:10
Kuasa Sebuah Nama
Nama panggilan sering mencerminkan beberapa aspek nyata dari karakter atau atribut fisik seseorang. Semasa saya beranjak besar, teman-teman sekolah dasar saya dengan tega menyebut saya “si bibir dower” karena pada masa itu bibir saya kelihatan berkembang dengan tidak proposional. Tentu saja, saya senang nama tersebut tidak terus melekat pada diri saya.
Tidak seperti nama panggilan saya, saya menyukai nama-nama Allah yang menggambarkan keagungan karakteristik-Nya. Allah mempunyai begitu banyak aspek yang mengagumkan sehingga Dia memiliki banyak nama yang mewakili kemampuan dan karakter-Nya. Sejumlah nama tersebut tercantum di bawah ini.
Dialah:
Elohim, Allah atas segala allah
Jehovah Jireh, Allah Maha Menyediakan
El-Shaddai, Allah Mahabesar
Jehovah Rapha, Allah Maha Penyembuh
Jehovah Shalom, Allah Sumber Damai
Jehovah Shamma, Allah Mahahadir
Jehovah Yahweh, Allah Maha Pengasih dan Setia
Tidak mengherankan apabila penulis kitab Amsal mendorong kita untuk mengingat bahwa “nama TUHAN adalah menara yang kuat.” Dalam masa-masa penuh kesesakan, orang-orang yang takut akan Allah dapat berlari ke sana dan “menjadi selamat” (Ams. 18:10). Ketika situasi-situasi yang tidak pernah terduga dan tidak dikehendaki sedang mengancammu dan membuatmu merasa tidak berdaya, ingatlah akan salah satu nama Allah. Yakinlah—Dia akan berlaku setia sesuai dengan nama-Nya. —JMS
Tuhan, ingatkan kami bahwa nama-nama-Mu menyingkapkan
karakter-Mu. Tolong kami untuk mengingatnya di dalam
masa-masa penuh kesesakan dan masalah. Terima kasih atas
jaminan bahwa Engkau akan setia sesuai dengan nama-Mu.
Nama-nama Allah, yang mencerminkan karakter-Nya, akan memberi penghiburan ketika kita memerlukannya.

Friday, July 11, 2014

Ketakutan Yang Terbalik

Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman. —1 Yohanes 4:18
Ketakutan Yang Terbalik
Saya ingat sedang menonton siaran berita di televisi pada tahun 1991 ketika revolusi tanpa kekerasan terjadi di jalanan Moscow. Warga Rusia yang selama ini tumbuh dalam kepemimpinan yang totaliter tiba-tiba menyatakan, “Kami akan bersikap seolah-olah kami merdeka,” dan mereka turun ke jalan sembari menghadang sejumlah kendaraan tank berlapis baja. Perbedaan yang amat mencolok antara wajah para pemimpin di dalam gedung dengan massa di luar gedung telah menunjukkan siapa yang sesungguhnya takut, dan siapa yang sesungguhnya merdeka.
Sembari menyimak siaran berita dari Lapangan Merah melalui televisi Finlandia, saya mendapatkan definisi baru tentang iman: ketakutan yang terbalik. Seseorang yang betul-betul paranoid melakukan segalanya di bawah bayang-bayang ketakutan. Segala yang terjadi akan memperkuat rasa takut tersebut.
Iman justru bekerja sebaliknya. Orang beriman melakukan segala sesuatu berdasarkan sikap percaya, bukan atas dasar rasa takut. Sekalipun ada banyak kekacauan yang dialami saat ini, Allah tetap berkuasa. Terlepas dari apa yang saya rasakan, diri saya sangat berarti di mata Allah yang Mahakasih.
Alangkah luar biasanya apabila kita, yang hidup di dalam kerajaan Allah, benar-benar bersikap mengamini perkataan Rasul Yohanes ini: “Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1Yoh. 4:4). Alangkah dahsyatnya apabila kita benar-benar menjalani hidup dalam keyakinan bahwa doa yang paling banyak diucapkan oleh umat Allah—yakni agar kehendak Allah terjadi di bumi seperti di dalam surga—sesungguhnya telah dijawab-Nya. —PDY
Tetap senantiasa percayalah teguh;
Tak mungkin kau binasa di pergumulanmu.
Tuhanmu mengalihkan yang paling susah pun
Menjadi kebajikan di jalan hidupmu. —Gerhardt
(Kidung Jemaat, No. 417)
Iman yang bertumbuh akan melemahkan ketakutanmu.

Thursday, July 10, 2014

Pandanglah Ke Gunung

Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. —Mazmur 121:1-2
Pandanglah Ke Gunung
Di puncak Gunung Corcovado, suatu tempat yang berada di atas kota Rio de Janeiro, Brasil, berdirilah Christ the Redeemer (Kristus Sang Penebus), salah satu patung tertinggi yang menggambarkan Kristus di dunia. Dengan tinggi 30 meter, dan lengan yang terentang sepanjang 28 meter, patung itu memiliki berat sebesar 635 ton. Patung tersebut dapat terlihat pada siang maupun malam hari dari hampir segala penjuru kota. Begitu kita memandang ke arah bukit, kita dapat melihat patung Christ the Redeemer tersebut.
Alkitab Perjanjian Baru memberitahukan kepada kita bahwa Kristus bukan saja Sang Penebus, tetapi juga Pencipta seluruh alam semesta. Keberadaan-Nya sebagai Pencipta itulah yang disaksikan dalam Mazmur 121. Di dalamnya, sang pemazmur mengajak kita melayangkan mata ke gunung-gunung untuk melihat Allah, karena “pertolongan [kita] ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi” (ay.1-2). Hanya Dialah yang sanggup memberikan kekuatan kepada kita dan memandu langkah kita di tengah jerih-lelah kita mengarungi dunia yang penuh bahaya dan persoalan ini.
Kita mengarahkan mata kita kepada Allah yang memelihara kita (ay.3), menjaga kita (ay.5-6), dan menaungi kita dari segala jenis bahaya. Dia melindungi kita dari kuasa jahat dan menjaga agar kita tetap aman dalam lindungan-Nya untuk selama-lamanya (ay.7-8).
Dalam iman, kita mengarahkan mata kita kepada Kristus, Penebus dan Pencipta kita. Dialah pertolongan kita, pengharapan kita, dan kediaman abadi kita. —WEC
Kau, Allah, benteng yang baka,
Suaka yang teguh,
Dahulu dan selamanya
Harapan umat-Mu! —Watts
(Kidung Jemaat, No. 330)
Kristus ditinggikan supaya Dia bisa menegakkan kita.

Wednesday, July 9, 2014

Mengajukan Pertanyaan Dari Sisi Lain

Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? —Ayub 38:4
Mengajukan Pertanyaan Dari Sisi Lain
Setelah tragedi melanda, ada banyak pertanyaan yang muncul. Kehilangan orang yang kita kasihi mungkin membuat kita mengajukan pertanyaan berikut kepada Allah: “Mengapa Engkau izinkan hal ini terjadi?” “Salah siapakah semua ini?” “Tidakkah Engkau peduli dengan penderitaanku?” Percayalah, sebagai seorang ayah yang pernah berduka karena kehilangan seorang putri remaja secara tragis, saya pun pernah mengajukan beragam pertanyaan tersebut.
Kitab Ayub mencatat sejumlah pertanyaan yang diajukan Ayub ketika ia duduk bersama para sahabatnya untuk meratapi penderitaannya. Ia telah kehilangan anggota keluarganya, hartanya, dan kesehatannya. Pada satu titik, Ayub bertanya, “Mengapa terang diberikan kepada yang bersusah-susah, dan hidup kepada yang pedih hati?” (3:20). Ia juga bertanya, “Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan?” (6:11). Lalu, “Apakah untungnya bagi-Mu mengadakan penindasan?” (10:3). Banyak orang telah berkabung dan menanyakan hal-hal yang sama.
Namun ketika kamu membaca kitab ini sampai akhir, kamu akan memperoleh kejutan. Pada saat Allah menanggapi Ayub, Dia melakukannya dengan cara yang tidak terduga (pasal 38-41). Allah membalikkan keadaan dan justru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Ayub—pertanyaan dari sisi lain yang menunjukkan hikmat dan kedaulatan-Nya. Beragam pertanyaan mengenai karya ciptaan-Nya yang agung—bumi, bintang-bintang, dan lautan. Semua pertanyaan itu berujung pada kesimpulan: Allah itu berdaulat, Allah Mahakuasa. Allah itu kasih. Dan Allah tahu apa yang sedang diperbuat-Nya. —JDB
Ya Bapa yang rahmani, Kau sungguh mengenal
Yang baik bagi kami di dalam tiap hal.
Setia Kaulakukan maksud-Mu yang tetap;
Terwujudlah semua sempurna dan lengkap. —Gerhardt
(Kidung Jemaat, No. 417)
Penghiburan terbesar kita di saat duka adalah menyadari
bahwa Allah yang memegang kendali atas segalanya.

Tuesday, July 8, 2014

Masa-Masa Yang Tak Pasti

Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. —Filipi 4:7
Masa-Masa Yang Tak Pasti
Pada masa terjadinya krisis besar ekonomi beberapa tahun yang lalu, banyak orang harus kehilangan pekerjaan mereka. Amat disayangkan, kakak ipar saya juga menjadi salah satu karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Dalam suratnya kepada saya tentang keadaan keluarga mereka, saudari saya menyatakan bahwa meskipun ada banyak ketidakpastian yang dihadapi, mereka tetap merasakan damai sejahtera karena mereka tahu bahwa Allah akan memelihara mereka.
Umat yang percaya kepada Yesus dapat memiliki damai sejahtera di tengah masa-masa yang tidak pasti karena kita memiliki jaminan bahwa Bapa kita yang di surga mengasihi anak-anak-Nya dan mengetahui kebutuhan kita (Mat. 6:25-34). Kita dapat menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya dengan suatu sikap penuh ucapan syukur, sambil mempercayai bahwa Dia akan memenuhi kebutuhan kita dan memberikan kita damai sejahtera (Flp. 4:6-7).
“Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal,” tulis Rasul Paulus, “akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (ay.7). Pernyataan bahwa damai sejahtera Allah itu melampaui segala akal menyingkapkan bahwa hal itu tidak dapat kita jelaskan, tetapi dapat kita alami karena Dia memelihara hati dan pikiran kita.
Damai sejahtera kita berasal dari keyakinan bahwa Tuhan mengasihi kita dan Dia tetap memegang kendali. Hanya Dialah yang menyediakan penghiburan yang memberikan ketenangan jiwa, yang memenuhi pikiran kita dengan pengharapan, dan yang memampukan kita berserah bahkan di tengah segala perubahan dan tantangan. —PFC
Bapa Surgawi, Engkau Mahabijaksana, Mahakuasa dan
Maha Pengasih. Di tengah semua ketidakpastian, tolonglah aku
bersandar pada kepastian tentang diri-Mu. Terima kasih karena
damai sejahtera-Mu akan menjaga hatiku. Aku percaya kepada-Mu.
Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya. —Yesaya 26:3

Monday, July 7, 2014

Jerat Kematian

Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat. —Lukas 9:6
Jerat Kematian
Lauren Kornacki bersyukur karena telah mengikuti kelas CPR (cara memberikan bantuan pernapasan) pada musim panas yang lalu. Namun mungkin saja Lauren tidak pernah terpikir bahwa ia harus mempraktekkannya dengan segera pada seseorang yang dikasihinya. Ayahnya sedang memperbaiki mobil ketika dongkrak yang digunakannya tergelincir dan mobil itu pun menimpanya. Konon, Lauren yang berusia 22 tahun itu dengan gagah berani mengangkat mobil seberat 1.500 kg tersebut dan menarik ayahnya dari bawah mobil. Kemudian ia menyelamatkan nyawa ayahnya dengan memberikan bantuan pernapasan sampai paramedis tiba di lokasi.
Ada penyelamatan yang jauh lebih besar daripada yang dilakukan Lauren terhadap ayahnya, yaitu penyelamatan kita oleh Yesus dari jerat dosa melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Ketika Yesus mengutus 12 murid untuk melakukan pelayanan-Nya, Dia memberikan perintah kepada mereka untuk memberitakan kabar baik tentang kerinduan Allah untuk menyelamatkan manusia (Luk. 9:1-6). Mereka tidak akan melakukan pelayanan itu dengan kekuatan mereka sendiri, melainkan Yesus akan mengangkat beban berat dosa manusia saat mereka memberitakan nama Yesus. Pemberitaan dan penyembuhan yang mereka lakukan dalam kuasa dan otoritas Yesus membuktikan bahwa Yesus sungguh telah mendatangkan pemerintahan-Nya ke dalam dunia.
Banyak orang yang kini masih terjebak di bawah beban dosa, tetapi Allah kita yang Mahabesar dapat menyelamatkan kita dari beban itu dan kemudian mengutus kita ke dunia untuk menyampaikan kepada orang-orang bahwa Dia pun dapat membebaskan mereka. —MLW
UNTUK DIRENUNGKAN
Apakah kamu mengenal seseorang yang sedang terjebak di bawah
beban dosa dan membutuhkan pertolongan Yesus? Cara praktis apa
yang bisa kamu lakukan untuk menyampaikan kasih Allah padanya?
Mereka yang telah diselamatkan dari dosa merupakan penolong yang terbaik untuk menyelamatkan yang lain.

Sunday, July 6, 2014

Tak Terikat Masa Lalu

06

Tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu mendapat ketenangan. —Yeremia 6:16
Tak Terikat Masa Lalu
Kamu mungkin pernah mendengar sebuah ungkapan yang mengatakan, “Masa lalu sepatutnya memberi kita hikmah, dan bukan membuat kita terikat padanya.” Memang mudah untuk menjadi terikat dengan kenangan-kenangan “masa lalu yang indah” daripada memanfaatkan pengalaman kita sebagai pedoman untuk menghadapi masa depan. Kita semua begitu rentan terhadap dampak-dampak yang melumpuhkan dari nostalgia, yakni suatu kerinduan yang besar akan apa yang pernah kita alami di masa lalu.
Yeremia adalah imam dari sebuah kota kecil di dekat Yerusalem pada saat Allah memanggilnya untuk menjadi “nabi bagi bangsa-bangsa” (Yer. 1:5). Yeremia diberi suatu tugas yang sangat sulit, yakni untuk menyampaikan berita penghakiman Allah terutama kepada bangsa Yehuda yang telah berpaling dari Tuhan. Yeremia mengatakan dengan jelas bahwa yang disampaikannya adalah pesan dari Allah, bukan pesan dari dirinya sendiri (7:1-2).
Tuhan berfirman, “Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu mendapat ketenangan. Tetapi mereka berkata: Kami tidak mau menempuhnya!” (6:16).
Allah mendorong umat-Nya melihat ke belakang supaya mereka dapat melangkah maju. Tujuan dari mempertimbangkan jalan-jalan yang dahulu pernah dilalui adalah untuk menemukan “jalan yang baik”, yang ditandai oleh kesetiaan Allah, pengampunan-Nya, dan panggilan-Nya untuk maju.
Lewat masa lalu kita, Allah dapat mengajarkan bahwa jalan yang terbaik adalah yang kita lalui bersama-Nya. —DCM
Walau aku tak tahu apa yang menantiku—
Yang akan terjadi di masa depan,
Namun yang aku tahu Allah itu setia,
Sebab Dia telah sering membuktikannya. —NN.
Bimbingan Allah di masa lalu memberi kita keberanian untuk menghadapi masa depan.

Saturday, July 5, 2014

Grafik Pertumbuhan

Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. —2 Petrus 3:18
Grafik Pertumbuhan
Seandainya keluarga kami memutuskan untuk pindah dari rumah yang kini kami huni, saya ingin membawa serta pintu dapur kami. Pada pintu yang istimewa itu tercantum grafik pertumbuhan anak-anak saya. Beberapa bulan sekali, saya dan suami meminta anak-anak kami bersandar pada pintu itu dan kami akan menggoreskan pensil di atas kepala mereka untuk menandai tinggi mereka. Menurut grafik pertumbuhan yang kami catat, putri kami pernah bertambah tinggi 10 cm dalam waktu 1 tahun!
Pertumbuhan fisik anak-anak saya merupakan bagian hidup yang terjadi secara alami. Namun ada pertumbuhan lain yang perlu terjadi dengan suatu usaha, yakni pertumbuhan rohani untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Rasul Petrus mendorong umat percaya untuk “[bertumbuh] dalam kasih karunia dan dalam pengenalan” akan Yesus (2Ptr. 3:18). Ia berkata bahwa kedewasaan iman akan menyiapkan kita untuk menyambut kedatangan Yesus kembali. Sang rasul rindu agar pada kedatangan Yesus kembali kelak, Dia akan mendapati umat-Nya hidup dalam perdamaian dan kebenaran (ay.14). Petrus memandang pertumbuhan rohani sebagai suatu benteng terhadap pengajaran yang salah dalam menafsirkan firman Allah dan menyeret orang ke dalam kesesatan (ay.16-17).
Bahkan ketika merasa hilang semangat dan jauh dari Allah, kita dapat mengingat bahwa Dia akan menolong kita untuk bertumbuh dalam iman dengan cara menjadikan kita semakin serupa dengan Anak-Nya. Firman-Nya meyakinkan kita bahwa “Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara [kita], akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (Flp. 1:6). —JBS
Ya Allah, aku mengundang Roh Kudus-Mu
untuk membentukku menjadi pribadi yang Kau inginkan.
Berilah aku kekuatan untuk tekun berusaha mencapai
kekudusan seperti yang ada dalam diri Yesus.
Pertumbuhan rohani memerlukan asupan yang bergizi berupa firman Tuhan.

Friday, July 4, 2014

Hari Kebergantungan

Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. —Yohanes 15:5
Hari Kebergantungan
Di Amerika Serikat, tanggal 4 Juli merupakan hari libur nasional, dimana banyak keluarga memanggang makanan di luar rumah mereka; orang-orang mengunjungi pantai; dan berbagai kota mengadakan pawai, pesta kembang api, piknik, dan perayaan yang meriah. Semua itu diadakan untuk memperingati peristiwa ketika 13 koloni di Amerika menyatakan kemerdekaan pada 4 Juli 1776.
Kemerdekaan didambakan oleh orang dari segala usia. Merdeka berarti “terbebas dari kendali, pengaruh, dukungan dan bantuan orang lain”. Maka tidak heran para remaja suka berbicara tentang meraih kebebasan mereka. Banyak orang dewasa yang ingin kaya-raya dan “merdeka secara finansial”. Kaum lanjut usia juga ingin mempertahankan kemandirian mereka. Entah apakah ada orang yang benar-benar merdeka, itu persoalan lain—tetapi merdeka rasanya memang menyenangkan.
Memang wajar mendambakan kemerdekaan politik atau kebebasan diri; tetapi berusaha mengejar kemerdekaan rohani adalah upaya yang berbahaya. Yang perlu kita lakukan sebenarnya adalah mengakui dan menerima kebergantungan rohani kita yang mendalam. Yesus berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:5).
Kita sama sekali tidak dapat mengandalkan diri sendiri, melainkan sepenuhnya dan selamanya bergantung kepada Pribadi yang telah mati demi membebaskan kita. Setiap hari adalah hari kebergantungan kita kepada-Nya. —WEC
Ya Tuhan tiap jam ‘ku memerlukan-Mu;
Engkaulah yang memberi sejahtera penuh
Setiap jam ya Tuhan, Dikau kuperlukan
Ku datang Jurus’lamat, berkatilah. —Hawks/Lowry
(Kidung Jemaat, No. 457)
Kekuatan kita yang terbesar berasal dari kebergantungan kita kepada Allah yang kuat.

Thursday, July 3, 2014

Perhatian Penuh Kasih

Kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. —1 Tesalonika 2:7
Perhatian Penuh Kasih
Max mengelola sebuah peternakan kecil sebagai hobinya. Baru-baru ini ketika sedang memeriksa keadaan sapi-sapi yang dipeliharanya, ia kaget saat menemukan seekor anak sapi yang baru lahir! Pada saat membeli induk sapi itu, ia tidak tahu bahwa sapi itu sedang mengandung. Yang sangat disayangkannya, si induk sapi mengalami sakit dan mati tak lama setelah melahirkan. Max langsung membeli sejumlah susu bubuk supaya ia bisa memberi minum anak sapi itu lewat botol. Max berkata, “Anak sapi itu mengira aku ini induknya!”
Cerita menarik tentang peran baru Max bersama anak sapi tersebut mengingatkan saya tentang Rasul Paulus yang mengumpamakan dirinya seperti seorang ibu ketika menghadapi jemaat di Tesalonika: “Kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya” (1Tes. 2:7).
Rasul Paulus menunjukkan sikap penuh kasih dalam mengajar orang-orang yang diasuhnya. Ia mengetahui bahwa jemaat memerlukan “air susu yang murni dan yang rohani” demi pertumbuhan rohani mereka (1Ptr. 2:2). Akan tetapi Paulus juga memberikan perhatian khusus terhadap beragam masalah dari jemaat itu. “Seperti bapa terhadap anak-anaknya,” kata Paulus, “[kami] menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah” (1Tes. 2:11-12).
Ketika kita saling melayani, kiranya kita melakukannya dengan perhatian yang penuh kasih seperti teladan Juruselamat kita, sehingga kita saling menguatkan dalam perjalanan iman kita (Ibr. 10:24). —HDF
Ya Tuhan, tolonglah aku agar menjadi peka
dan penuh kasih saat aku melayani sesama.
Tolong aku agar sama seperti Engkau
melayani sesama dengan penuh kasih dan kelembutan.
Allah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita agar kita meneruskannya ke dalam hidup sesama.

Wednesday, July 2, 2014

Hikmah Dari Kekhawatiran

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140702-Gelas

Ya TUHAN, betapa banyaknya lawanku! —Mazmur 3:2
Hikmah Dari Kekhawatiran
Seorang teman memberi saya segelas penuh air dan menyuruh saya untuk memegang gelas itu. Semakin lama saya pegang, semakin berat rasanya. Akhirnya, tangan saya pun kelelahan, dan saya harus meletakkan gelas tersebut. “Aku belajar bahwa rasa khawatir sama seperti memegang gelas yang penuh itu,” katanya. “Semakin lama aku mengkhawatirkan sesuatu, semakin ketakutanku menjadi beban yang memberatkan.”
Raja Daud tahu betul apa artinya takut. Seluruh hidupnya kini menjadi kacau balau. Anaknya, Absalom, telah berhasil merebut hati dan kesetiaan bangsa Israel darinya dan sedang berusaha menduduki takhta kerajaan. Raja Daud tidak tahu lagi siapa yang masih setia kepada dirinya dan siapa yang hendak melawannya. Satu-satunya pilihan yang dimilikinya hanyalah melarikan diri. Daud berkata kepada para pegawainya, “Pergilah dengan segera, supaya [Absalom] jangan dapat lekas menyusul kita, dan mendatangkan celaka atas kita” (2Sam. 15:14).
Dalam sebuah mazmur yang mungkin ditulis Daud pada saat hendak menyelamatkan diri, ia berkata: “Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus” (Mzm. 3:5). Di tengah ketakutan yang melandanya, Daud mencari Tuhan. Allah menunjukkan anugerah-Nya dan mengembalikan Daud ke takhtanya.
Ada banyak kekhawatiran yang dapat membebani kita. Namun pada saat kita menyerahkan semua kekhawatiran tersebut ke dalam tangan Allah, Dia akan menolong kita untuk mengatasi segala ujian yang kita hadapi. —AMC
Terima kasih, Tuhan, karena kami tidak perlu terbebani
oleh kekhawatiran. Tolong kami untuk menyerahkan
segala kekhawatiran kami ke dalam tangan-Mu,
supaya kami tidak takut akan hari esok.
Kekhawatiran adalah beban yang tidak pernah diberikan Allah untuk kita tanggung.

Tuesday, July 1, 2014

Siapakah Orang Ini?

Dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita. —Roma 1:4
Siapakah Orang Ini?
Sewaktu Kelly Steinhaus mengunjungi Harvard Square untuk menanyai para mahasiswa tentang Yesus, pendapat yang mereka berikan mengungkapkan suatu rasa hormat pada diri-Nya. Seorang mengatakan, “Dia begitu peduli pada sesama manusia.” Yang lain mengatakan, “Sepertinya Dia orang yang menyenangkan.” Yang lain menolak- Nya mentah-mentah: “Dia hanya manusia biasa. Kurasa Dia bukan Juruselamat.” Ada pula yang berkata, “Aku tidak bisa menerima keyakinan atau agama yang menyatakan, ‘Akulah satu-satunya jalan kepada Allah.’” Ada yang memang serius memikirkan tentang Yesus tetapi ada juga yang menolak-Nya.
Ketika Yesus menghadapi kematian-Nya 2000 tahun yang lalu, banyak orang yang melecehkan pemikiran bahwa Dia adalah seorang yang istimewa. “Di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: ‘INILAH YESUS RAJA ORANG YAHUDI’” (Mat. 27:37). Mereka yang berkata, “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu!” (ay.40) telah meragukan kuasa-Nya. Para pemuka agama bahkan berkata, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!” (ay.42).
Dalam kematian-Nya, kelihatannya Yesus tidak berdaya sama sekali. Namun ketika membaca keseluruhan kisahnya, kita melihat bahwa Dia telah menyerahkan nyawa-Nya dengan rela. Dia membuktikan bahwa diri-Nya memang Anak Allah dengan kuasa tak terbatas ketika Dia bangkit dari kubur. Hayatilah kematian-Nya dan saksikanlah kuasa kebangkitan-Nya. Dialah Juruselamat dunia! —JDB
Bangkitlah Dia megah,
Kuasa Iblis patah menyerah;
Alam maut sudah dikalahkan-Nya,
Ia hidup dan berkuasa s’lamanya! —Lowry
(Kidung Jemaat, No. 195)
Kebangkitan Yesus telah menaklukkan kuasa maut.
 

Total Pageviews

Translate