Pages - Menu

Wednesday, July 31, 2019

Siapakah Kita?

Orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku. —Kisah Para Rasul 9:15
Siapakah Kita?
Saya tidak akan pernah lupa apa yang terjadi pada saat saya membawa calon istri bertemu dengan keluarga saya. Dengan gaya iseng, kedua kakak saya bertanya kepadanya, “Apa sih yang kamu lihat dari laki-laki ini?” Calon istri saya tersenyum dan meyakinkan kakak-kakak saya bahwa oleh anugerah Tuhan saya telah bertumbuh menjadi pria yang dicintainya.
Saya sangat senang dengan jawaban cerdas itu karena hal itu juga mencerminkan bahwa di dalam Kristus, Allah melihat lebih jauh daripada masa lalu kita. Dalam Kisah Para Rasul 9, Dia mengarahkan Ananias untuk menyembuhkan Saulus, seorang penganiaya jemaat yang telah dibutakan oleh Tuhan. Ananias terkejut dan tidak percaya saat menerima perintah tersebut, karena Saulus pernah memburu orang-orang percaya untuk dianiaya dan bahkan dihukum mati. Allah memerintahkan Ananias untuk tidak berfokus pada diri Saulus yang dahulu, melainkan pada diri Saulus yang telah berubah: seorang pemberita Injil yang akan membawa kabar baik ke seluruh dunia pada masa itu, termasuk kepada orang-orang bukan Yahudi dan raja-raja (ay.15). Ananias melihat Saulus adalah orang Farisi dan penganiaya, tetapi Allah melihatnya sebagai Paulus sang rasul dan pemberita Injil.
Terkadang kita hanya dapat melihat diri kita yang dahulu—dengan segala kegagalan dan kekurangannya. Namun, Allah melihat kita sebagai ciptaan baru, bukan diri kita yang dahulu, melainkan jati diri kita yang sekarang di dalam Yesus, dan diri kita yang mendatang setelah diubah terus-menerus oleh kuasa Roh Kudus. Ya Allah, ajarlah kami memandang diri kami dan orang lain sedemikian rupa! —Peter Chin
WAWASAN
Ada tiga catatan mengenai pertobatan Paulus dalam kitab Kisah Para Rasul (9:1-19; 22:3-21; 26:9-29). Paulus juga memberikan kesaksiannya dalam 1 Korintus 15:9-10; Galatia 1:11-17; Filipi 3:4-6; dan 1 Timotius 1:12-17. Sebagai orang yang pernah memusuhi Kristus, Paulus selalu bersyukur bahwa Allah masih mau menyelamatkannya, padahal ia adalah orang yang paling tidak layak menerima belas kasihan dan kemurahan Allah (1 Timotius 1:13-14). Allah berfirman kepada Ananias bahwa Dia akan menjadikan Paulus sebagai “alat pilihan” yang akan memberitakan Injil kepada orang non-Yahudi (Kisah Para Rasul 9:15). Akan tetapi, Paulus melihat alasan lain mengapa Allah memakainya: “agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya” (1 Timotius 1:16). Allah memikirkan kita ketika Dia menyelamatkan Paulus. Bila Paulus, seorang yang sangat berdosa saja, diselamatkan, maka tak ada seorang pun yang bisa luput dari belas kasihan dan kasih Allah. —K. T. Sim
Bagaimana kamu bisa lebih tepat memandang dirimu dan orang lain dengan mengingat identitasmu dalam Kristus? Apakah kamu dikuatkan saat menyadari bahwa Allah masih terus bekerja untuk menumbuhkan dan memurnikanmu?
Bapa Surgawi, tolonglah aku menemukan jati diriku yang seutuhnya di dalam Engkau. Mampukan aku dengan rendah hati memandang orang lain melalui mata-Mu yang penuh kasih!

Tuesday, July 30, 2019

Siap Dipulihkan

Apakah Engkau tidak mau menghidupkan kami kembali, sehingga umat-Mu bersukacita karena Engkau? —Mazmur 85:7
Siap Dipulihkan
Saat ditempatkan di Jerman dalam dinas ketentaraan, saya membeli Volkswagen Beetle baru keluaran tahun 1969. Mobil yang sangat cantik! Eksteriornya yang berwarna hijau gelap begitu serasi dengan interior yang terbuat dari kulit berwarna coklat. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak hal mulai terjadi, termasuk sebuah kecelakaan yang merusak pijakan kaki dan menghancurkan salah satu pintu. Saya pernah berpikir, “Mobil klasik saya ini sangat perlu diperbaiki!” Jika saya mau mengeluarkan lebih banyak uang, saya pasti dapat memperbaikinya. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.
Syukurlah, dengan pengetahuan-Nya yang sempurna dan sumber daya yang tidak terbatas, Allah tidak mudah menyerah dan membiarkan manusia dalam keadaan mereka yang bobrok. Mazmur 85 menggambarkan orang-orang yang sangat perlu dipulihkan dan Allah Mahakuasa yang sanggup memulihkan mereka. Kemungkinan konteks dari mazmur itu adalah masa setelah orang Israel kembali dari pengasingan selama tujuh puluh tahun (hukuman atas pemberontakan melawan Allah). Saat menoleh ke belakang, mereka melihat kebaikan Allah—termasuk pengampunan-Nya (ay.2-4). Mereka tergerak untuk meminta pertolongan Allah (ay.5-8) dan mengharapkan hal-hal yang baik dari-Nya (ay.9-14).
Rasanya tidak ada di antara kita yang tidak pernah merasa babak belur, terluka, dan hancur. Terkadang semua itu disebabkan oleh perbuatan kita sendiri. Namun, karena Allah adalah sumber pemulihan dan pengampunan, siapa saja yang dengan rendah hati datang kepada-Nya tidak akan pernah dikecewakan. Dengan tangan terbuka, Dia menyambut semua yang berpaling kepada-Nya; dan mereka pun akan menemukan kesejahteraan dalam dekapan-Nya. —Arthur Jackson
WAWASAN
Bagian awal Mazmur 85 merujuk kepada Yakub (ay. 2). Beberapa versi terjemahan memakai kata “Israel” karena pemazmur bukan hanya berbicara tentang sang bapa leluhur bangsa tetapi juga keturunannya. Pilihan kata “Yakub” menarik untuk diperhatikan. Ketika umat Allah sadar bahwa mereka membutuhkan belas kasihan, mereka sering kali menyebut diri mereka sebagai “rumah Yakub.” Dasarnya adalah kesamaan karakter mereka, walaupun bukan karakter yang baik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tampaknya Yakub dikenang sebagai seorang penipu dan pengkhianat, sampai Allah mengubah hatinya dan mengganti namanya menjadi Israel. Dari semula, Allah sendiri yang mengajar umat-Nya untuk mengingat Dia sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub (Kejadian 50:24; Keluaran 3:15; Kisah Para Rasul 7:32). Ini merupakan cara untuk mengingatkan mereka bahwa—baik nanti maupun sekarang—satu-satunya harapan mereka adalah Allah yang mau mengampuni dan mengubah mereka. —Mart DeHaan
Adakah tanda-tanda yang menunjukkan bahwa hidup kamu membutuhkan pemulihan? Bagaimana kamu menanggapi Allah sumber pemulihan itu?
Ya Tuhan, tolonglah aku untuk tidak mengabaikan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa hidupku membutuhkan pemulihan dari-Mu.

Monday, July 29, 2019

Bekerja Keras Untuk Allah

Kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya. —Ibrani 6:11
Bekerja Keras Untuk Allah
Masa awal kehidupan William Carey (1761-1834) rasanya tidak menjanjikan, tetapi kemudian ia dikenal sebagai pelopor gerakan misi modern. Sebagai anak tukang tenun, Carey pernah menjadi guru dan tukang sepatu yang tidak terlalu sukses, sambil mempelajari sendiri bahasa Yunani, Ibrani, dan Latin. Bertahun-tahun kemudian, mimpinya untuk menjadi misionaris ke India pun terwujud. Namun, di sana ia mengalami banyak kesulitan, termasuk kematian anaknya, masalah kesehatan mental istrinya, dan kurangnya respons dari orang-orang yang ia layani.
Apa yang membuatnya setia melayani di tengah kesulitan yang dihadapinya ketika menerjemahkan seluruh bagian Alkitab ke dalam enam bahasa, dan beberapa bagian Alkitab ke dalam dua puluh sembilan bahasa lainnya? “Saya bisa bekerja keras,” katanya. “Saya dapat bertahan dalam usaha apa pun yang saya tekuni.” Ia telah berkomitmen untuk melayani Allah, tak peduli apa pun tantangan yang ia hadapi.
Kesetiaan yang teguh kepada Kristus itulah yang dinasihatkan oleh penulis surat Ibrani. Dia menyerukan kepada para pembaca suratnya untuk tidak “menjadi lamban” (Ibr. 6:12), tetapi “menunjukkan kesungguhan yang sama . . . sampai pada akhirnya” (ay.11) dalam kerinduan mereka menghormati Allah. Ia meyakinkan mereka bahwa Allah tidak “lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan” (ay.10).
Pada masa akhir hidupnya, William Carey merenungkan bagaimana Allah telah secara konsisten memenuhi kebutuhannya. “Dia tidak pernah lalai dalam menggenapi janji-Nya, maka aku pun tidak boleh lalai dalam pelayananku kepada-Nya.” Kiranya Allah juga memberi kita kesanggupan untuk melayani Dia dari hari ke hari. —Amy Boucher Pye
WAWASAN
Penulis surat Ibrani tidak diketahui secara pasti. Beberapa pandangan mengatakan bahwa surat itu ditulis oleh Barnabas dan Paulus.
Penulis tanpa nama ini banyak mendorong para pembacanya (yang kemungkinan besar adalah orang Kristen Yahudi) untuk tetap bertekun dan setia. Bacaan dari kitab Ibrani hari ini memberikan nasihat kepada para pembaca untuk tidak “malas”, melainkan bekerja dengan rajin (6:11-12). Alkitab versi English Standard Version menerjemahkan kata malas sebagai “lamban” atau “bodoh,” yang tampaknya merupakan padanan yang lebih tepat untuk tema perikop ini: untuk mendorong ketekunan di tengah penderitaan, setia sampai akhir. Agar dapat menjadi tekun, orang Kristen tidak boleh “lamban” dalam pertumbuhan iman. Mereka harus menunjukkan kesungguhan dan tetap melayani (ay. 10-11). Untuk mencapai hal ini, mereka didorong untuk “menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah” (ay. 12). —Alyson Kieda
Bagaimana Allah telah menolongmu setia dalam pelayanan kamu kepada-Nya? Dengan cara apa kamu bisa membantu orang lain dalam pergumulan mereka?
Ya Tuhanku, tolong aku untuk mengikuti-Mu—saat tantangan menghadang dan juga saat menikmati kesenangan. Aku yakin Engkau selalu menyertaiku.

Berakhir Sia-sia

Rumahnya adalah jalan ke dunia orang mati, yang menurun ke ruangan-ruangan maut. —Amsal 7:27
Berakhir Sia-sia
Kecanduan heroin adalah hal yang tragis. Seorang pecandu akan menuntut dosis yang semakin dan semakin tinggi demi mencapai tingkat kenikmatan yang sama. Namun, tanpa mereka sadari, dosis tinggi yang mereka cari akan membawa pada akhir yang fatal. Ketika seorang pecandu mendengar kabar tentang seseorang yang meninggal karena overdosis, sangat mungkin pikiran pertama yang muncul dalam benak mereka bukan ketakutan tetapi pertanyaan, “Di mana aku bisa mendapatkan dosis itu?”
C. S. Lewis memperingatkan tentang proses kejatuhan seperti itu dalam novel Screwtape Letters. Di dalamnya, Lewis membayangkan iblis sedang menjelaskan caranya menggoda manusia. Godaan itu dimulai dari kesenangan—bisa dari salah satu kesenangan wajar yang dikaruniakan Allah—dan ditawarkan dengan cara yang dilarang Allah. Setelah orang itu terpancing, kurangi kesenangan itu sambil menggodanya untuk menginginkan lebih banyak. Sediakan “hasrat yang semakin meningkat demi kesenangan yang semakin berkurang,” sampai akhirnya iblis berhasil “merebut jiwa orang itu tanpa perlu memberikan apa pun kepadanya.”
Amsal 7 menggambarkan siklus yang menghancurkan itu dengan godaan dosa seksual. Seks adalah karunia Allah yang baik, tetapi ketika kita mencari kenikmatannya di luar pernikahan, kita “seperti lembu yang dibawa ke pejagalan” (ay.22). Mereka yang mengira dirinya kuat telah menghancurkan diri dengan mengejar kenikmatan yang berbahaya, maka dari itu “perhatikanlah” dan “janganlah hatimu membelok ke jalan-jalan [yang salah]” (ay.24-25). Dosa bisa memikat dan membuat ketagihan, tetapi selalu berakhir dengan kematian (ay.27). Dengan menghindari godaan untuk berdosa, oleh kuasa Allah, kita dapat memperoleh sukacita dan kepuasan sejati di dalam Dia. —Mike Wittmer
WAWASAN
Sebagian besar kitab Amsal ditulis oleh Raja Salomo. Pasal 5-7 menekankan keseriusan bahaya dosa seksual dan diakhiri dengan suatu gambaran tentang seseorang yang jatuh ke dalam godaaan “seperti lembu yang dibawa ke pejagalan” (7:22). Kiasan itu memberikan gambaran bahwa manusia tidak mengetahui kebinasaan yang menanti di depan. Itulah sebabnya Raja Salomo memperingatkan bahwa rumah seorang perempuan sundal adalah “jalan menuju kuburan” (ay. 24-27). —Julie Schwab
Kapan dan di mana kamu menghadapi godaan? Bagaimana kamu bisa memohon hikmat dan pertolongan dari Allah untuk berpaling dari godaan tersebut?
Roh Kudus, aku tahu betapa tidak berdayanya aku untuk menolak godaan. Aku membutuhkan-Mu. Tolonglah aku mengatasinya.

Saturday, July 27, 2019

Cara Pelatihan Allah

Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku. —Matius 16:18
Cara Pelatihan Allah
Seorang manajer perusahaan di Brazil meminta laporan tertulis dari para petugas kebersihan gedung tempatnya bekerja. Sang manajer ingin mengetahui setiap harinya siapa saja yang membersihkan setiap ruangan, ruangan mana saja yang tidak dibereskan, dan berapa lama para pegawai menggunakan setiap ruangan. Laporan “harian” tertulis yang pertama masuk seminggu kemudian, tetapi kurang lengkap.
Ketika sang manajer mencari tahu duduk persoalannya, ia mendapati sebagian besar petugas di sana tidak bisa membaca. Bisa saja ia memecat mereka, tetapi sebaliknya ia mengatur agar mereka mendapatkan pelajaran membaca. Dalam waktu lima bulan, mereka semua sudah bisa membaca dan dapat melanjutkan pekerjaan mereka.
Allah sering memakai pergumulan kita sebagai kesempatan untuk memperlengkapi kita agar terus bisa bekerja bagi-Nya. Kehidupan Petrus juga ditandai dengan ketidakmampuan dan kesalahan. Imannya bimbang saat ia mencoba berjalan di atas air. Petrus tidak yakin apakah Yesus perlu membayar bea untuk Bait Allah (Mat. 17:24-27). Ia bahkan menolak nubuatan Yesus tentang penyaliban dan kebangkitan-Nya (16:21-23). Melalui setiap hal, Yesus ingin mengajarkan Petrus lebih lagi tentang diri-Nya—Juruselamat yang dijanjikan (ay.16). Petrus mendengar dan mempelajari segala sesuatu yang perlu ia ketahui dalam menolong pembangunan jemaat mula-mula (ay.18).
Jika kamu kecewa karena kegagalan hari ini, ingatlah bahwa Yesus dapat memakainya untuk mengajar dan memimpin kamu melangkah maju dalam pelayananmu kepada-Nya. Yesus terus bekerja dalam diri Petrus di tengah segala kekurangannya, dan Dia mampu memakai kita untuk terus membangun kerajaan-Nya hingga kedatangan-Nya kembali. —Jennifer Benson Schuldt
WAWASAN
Pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup” (Matius 16:16) merupakan satu titik balik yang penting dalam hidup Kristus, karena “sejak saat itu Yesus mulai menjelaskan pada murid-murid-Nya bahwa Dia harus pergi ke Yerusalem dan menderita banyak hal” dan “akan dibunuh dan bangkit pada hari yang ketiga” (ay. 21). Sebelumnya, Yesus hanya berbicara tentang kematian dan kebangkitan-Nya secara tidak langsung (12:40; Yohanes 2:19; 3:14; 6:51), tetapi kemudian Dia “berbicara terang-terangan” tentang hal tersebut (Markus 8:32). Yesus menyebut diri-Nya sebagai “Anak Manusia” (Matius 16:27-28), suatu julukan Mesianik yang sering dipakai terkait dengan penghinaan dan penderitaan-Nya (Daniel 7:13-14; Matius 20:18; 26:2, 64). —K.T. Sim
Bagaimana Allah memakai berbagai tantangan dalam hidupmu untuk memimpin dan memperlengkapimu dalam melayani-Nya? Apa kegagalan masa lalu yang perlu kamu serahkan kepada-Nya hari ini?
Ya Tuhan, Engkau bisa memakai pengalaman apa pun untuk membuatku makin mengenal-Mu. Pakailah kegagalanku untuk kemuliaan nama-Mu.

Friday, July 26, 2019

Menjadi Utuh Kembali

Berbahagialah orang yang membawa damai. —Matius 5:9
Menjadi Utuh Kembali
Dalam film dokumenter Look & See: A Portrait of Wendell Berry, seorang penulis bernama Berry berbicara tentang perceraian sebagai gambaran keadaan dunia saat ini. Kita tercerai-berai dari sesama, terpisah dari sejarah, tercabut dari negeri kita. Hal-hal yang seharusnya utuh justru dicerai-beraikan. Ketika ditanya apa yang patut kita lakukan mengenai fakta menyedihkan itu, Berry berkata, “Kita tidak bisa menyatukan semuanya kembali. Namun, kita bisa mengambil dua bagian yang terpisah dan menyatukannya.” Kita mengambil dua hal yang terpisah dan menyatukannya lagi.
“Berbahagialah orang yang membawa damai,” kata Yesus kepada kita (Mat. 5:9). Menciptakan damai berarti membawa shalom, yang berarti proses pemulihan dunia. Seorang teolog mengartikan shalom sebagai “pertumbuhan, keutuhan, dan kegembiraan yang universal . . . [sesuatu] yang berada dalam keadaan yang seharusnya.” Shalom berarti mengambil bagian-bagian yang rusak dan menyatukannya kembali hingga menjadi utuh. Sebagaimana dikatakan Yesus, biarlah kita berjuang membawa pemulihan. Tuhan Yesus memanggil kita untuk menjadi pembawa damai, untuk menjadi “garam dunia” dan “terang dunia” (ay.13-14).
Banyak cara untuk menjadi pembawa damai di dunia ini, tetapi dalam setiap cara tersebut, kiranya kita berusaha memperbaiki yang rusak daripada menyerah pada kehancuran. Oleh kuasa Allah, hendaklah kita memilih untuk mempertahankan persahabatan atau rela menolong tetangga yang kesusahan, atau tidak menjadi apatis dan mengasingkan diri. Mari kita mencari hal-hal yang tercerai-berai, sambil terus percaya bahwa Tuhan akan memberikan hikmat dan keahlian kepada kita untuk menolong mereka menjadi utuh kembali. —Winn Collier
WAWASAN
Konteks perkataan Kristus di sini sangatlah penting. Yesus baru saja menyampaikan “Ucapan Bahagia”, sebuah rangkaian pengajaran yang menyingkapkan nilai kerajaan-Nya. Paham-Nya yang radikal membalikkan nilai-nilai dunia. Yesus mengatakan “berbahagialah” mereka yang “miskin di hadapan Allah” (Matius 5:3), “mereka yang berdukacita” (ay. 4), “yang lemah lembut” (ay. 5), “yang lapar dan haus akan kebenaran” (ay. 6), “yang murah hati” (ay. 7), “yang suci hatinya” (ay. 8), “yang membawa damai” (ay. 9), dan “yang dianiaya oleh sebab kebenaran” (ay. 10). Hidup dengan nilai-nilai Kristus membuat kita berbeda dengan dunia. Ketika kita menjadi orang yang membawa damai, kita memancarkan secercah sinar untuk menerangi kegelapan yang mengancam dunia. Waktu kita menderita, orang yang melihat reaksi kita akan memperhatikan perbedaan yang dibuat oleh Kristus. —Tim Gustafson
Dua hal apa yang kamu rasa perlu dipulihkan kembali? Mungkinkah Allah memanggil kamu untuk ikut menyatukan kembali kedua hal tersebut?
Banyak sekali hidup yang rusak dan tercerai-berai di sekelilingku, ya Allah. Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tunjukkanlah kepadaku dari mana aku harus memulai.

Thursday, July 25, 2019

Sia-Sia Belaka

Kepada-Mulah aku berharap. —Mazmur 39:8
Sia-Sia Belaka
Kematian Bobby yang mendadak menyadarkan saya tentang kerasnya realitas kematian dan betapa singkatnya hidup ini. Teman masa kecil saya itu baru berumur dua puluh empat tahun ketika ia menjadi korban kecelakaan tragis di jalan yang licin berlapis es. Sebagai seseorang yang besar dalam keluarga yang kurang harmonis, saat itu Bobby sedang dalam proses menemukan kembali jati dirinya. Ia baru saja mengenal Tuhan Yesus, oleh karena itu sayang sekali hidupnya berakhir begitu cepat.
Terkadang kehidupan terasa begitu singkat dan penuh dengan kepedihan. Dalam Mazmur 39, Daud sang pemazmur meratapi penderitaannya sendiri dan berseru: “Ya Tuhan, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan!” (ay.5-6). Hidup memang singkat. Walaupun seandainya kita hidup sampai seratus tahun lamanya, masa hidup kita di dunia ini hanyalah setetes air di lautan luas.
Namun, sama seperti Daud, kita bisa berkata kepada Tuhan, “Kepada-Mulah aku berharap” (ay.8). Kita bisa meyakini bahwa hidup kita memang berarti. Meskipun tubuh lahiriah kita makin merosot, sebagai orang percaya kita bisa meyakini karena “manusia batiniah [kita] dibaharui dari sehari ke sehari”—dan kelak kita akan menikmati kekekalan di surga bersama Allah (2 Kor. 4:16-5:1). Kita meyakini hal tersebut karena Allah “mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita”! (5:5). —Alyson Kieda
WAWASAN
Mazmur 38 ditutup dengan seruan minta tolong, sedangkan Mazmur 39 berakhir dengan permohonan untuk ditinggalkan sendiri. Puisi dalam kedua mazmur ini menunjukkan kebingungan Daud. Ia tidak tahu bahwa Allah bukan sedang memukul dia (39:10). Daud jujur dengan perasaannya sedemikian hingga hatinya murni di hadapan Bapa yang sedang mengajarnya untuk percaya kepada Dia dalam keadaan yang tidak dimengerti. —Mart DeHaan
Bagaimana kamu terhibur saat mengetahui bahwa Allah telah melayakkan kamu untuk hidup kekal bersama-Nya? Bagaimana kesadaran akan waktu sebagai karunia Allah telah mendorongmu untuk mengisinya dengan sebaik mungkin?
Terima kasih, Tuhan, kehidupan bukan hanya sebatas yang kujalani di dunia! Engkau mengaruniakan kekekalan bagi semua yang percaya kepada-Mu. Tolong kami mengisi hari-hari yang singkat ini dengan setia melayani-Mu.

Wednesday, July 24, 2019

Alasan untuk Bermegah

Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya. —Yeremia 9:23
Alasan untuk Bermegah
Bagaimana rasanya menjadi sesuatu yang nyata? Pertanyaan menggelitik itu dijawab dalam buku cerita anak The Velveteen Rabbit (Si Kelinci Beludru). Buku itu bercerita tentang mainan-mainan di ruang bermain anak dan perjalanan si kelinci beludru untuk menjadi nyata dengan mengizinkan dirinya dikasihi oleh seorang anak kecil. Salah satu mainan lainnya adalah Si Kuda Tua yang bijaksana. Diceritakan bahwa ia “telah menyaksikan mainan demi mainan mekanik datang silih berganti, berlagak jagoan, tetapi kemudian pelan-pelan rusak . . . dan akhirnya mati.” Pada awalnya gaya dan suara mereka sangat mengagumkan, tetapi akhirnya kesombongan menjadikan mereka tidak bisa dikasihi.
Bermegah dalam kesombongan selalu terlihat hebat di awal, tetapi pada akhirnya, selalu akan redup juga. Nabi Yeremia menuliskan tiga hal yang selalu menjadi alasan orang bermegah: “Kebijaksanaan . . . kekuatan . . . kekayaan” (Yer. 9:23). Nabi tua yang bijaksana itu telah cukup banyak makan asam-garam, sehingga ia menentang kemegahan pada hal-hal tersebut dengan kebenaran Tuhan: “Tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah Tuhan” (ay.24).
Marilah kita, sebagai anak-anak Allah, bermegah tentang Dia, Bapa kita yang baik. Dalam kisah kasih-Nya yang luar biasa, kamu dan saya akan bertumbuh semakin hari semakin nyata. —John Blase
WAWASAN
Sunat bukan sesuatu yang dilakukan hanya oleh orang Israel, tetapi merupakan praktik yang umum dalam dunia kuno, termasuk Mesir dan Kanaan (orang Edom, Moab, dan Amon) sebagaimana dikatakan dalam Yeremia 9:26. Ketika Allah mengadakan perjanjian dengan Abraham, Dia membuat sunat sebagai tanda untuk meneguhkan bahwa orang Yahudi adalah umat perjanjian Allah (Kejadian 17:10-14). Bagi Israel, sunat merupakan simbol pemisahan, kekudusan, dan kesetiaan pada perjanjian. Sunat adalah simbol perubahan hati yang jauh lebih penting (Ulangan 10:16). Musa menjelaskan, “TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu . . . sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup” (30:6). Sunat adalah tanda peringatan fisik yang mengingatkan bahwa umat Allah harus memiliki hati yang mengenal, mengasihi, menghormati, dan tunduk kepada Allah (Yeremia 9:24). —K. T. Sim
Pikirkanlah seorang kenalan kamu yang hidupnya menunjukkan bahwa ia “bermegah dalam Tuhan.” Satu hal apa yang dapat kamu teladani dari dirinya pada minggu ini?
Bapa, tolonglah aku mengingat firman-Mu dalam kitab Yeremia. Biarlah aku hanya bermegah karena pengenalan akan Engkau dan akan kebesaran kasih-Mu yang tak pernah berkesudahan.

Tuesday, July 23, 2019

Mata di Belakang Kepala

Dari tempat kediaman-Nya [Allah] menilik semua penduduk bumi. —Mazmur 33:14
Mata di Belakang Kepala
Semasa kecil, seperti lazimnya anak-anak lain yang seusia, saya sering nakal dan berusaha menyembunyikan kenakalan itu agar tidak dimarahi. Namun, ibu saya biasanya langsung tahu apa yang telah saya perbuat. Saya ingat betapa kagumnya saya kepadanya karena dengan cepat ia mengetahui ulah saya. Ketika saya heran dan bertanya bagaimana ia bisa tahu, ibu saya selalu menjawab, “Ibu punya mata di belakang kepala.” Tentu saja, jawaban itu membuat saya penasaran dan mengamati kepala ibu saya setiap kali ia berbalik membelakangi saya. Saya bertanya-tanya, apakah matanya tidak terlihat atau tertutup oleh rambut merahnya? Setelah besar, saya berhenti mencari bukti sepasang mata tambahan ibu saya sembari menyadari bahwa ternyata saya memang tidak selihai yang saya kira. Pengamatan ibu saya yang jeli menjadi bukti kasih dan perhatiannya kepada anak-anaknya.
Walaupun sangat mensyukuri perhatian ibu saya (meskipun kadang-kadang kecewa karena ulah nakal saya selalu ketahuan), saya jauh lebih bersyukur kepada Allah karena Dia “melihat semua anak manusia” pada saat memandang kita dari surga (Mzm. 33:13). Dia tidak hanya melihat perbuatan kita; tetapi lebih daripada itu, Dia melihat kesedihan kita, sukacita kita, dan kasih kita kepada satu sama lain.
Allah melihat karakter kita yang sejati dan selalu mengetahui dengan tepat apa yang kita perlukan. Dengan pandangan-Nya yang sempurna, yang melihat jauh sampai ke kedalaman hati kita, mata Allah tertuju kepada mereka yang mengasihi-Nya dan yang berharap penuh kepada-Nya (ay.18). Dialah Bapa kita yang penuh perhatian dan kasih setia. —Kirsten Holmberg
WAWASAN
Paralelisme adalah teknik sastra yang berupa pengulangan—baik kalimat senada maupun yang bertentangan—untuk menekankan atau memperjelas pesan yang hendak disampaikan. Dalam Mazmur 33, penulis memakai teknik sastra puisi Ibrani ini untuk menegaskan kuasa dan kepedulian Tuhan pada umat-Nya. Dalam ayat 6, Firman Allah sebagai Pencipta digambarkan dengan istilah yang sama yaitu “firman TUHAN” dan “nafas dari mulut-Nya.” “Surga” dan “tentaranya” juga merupakan istilah dengan pengertian serupa. Paralelisme juga membantu untuk mengetahui makna suatu ungkapan, misalnya: ”Biarlah segenap bumi takut kepada TUHAN, biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia!” (ay. 8). Dalam ayat ini, jelas bahwa yang dimaksud dengan “takut akan Tuhan” adalah menghormati-Nya dan “gentar terhadap Dia.” —Arthur Jackson
Apakah kamu terhibur karena mengetahui bahwa Allah melihat segala sesuatu dan selalu memperhatikanmu? Apa yang sedang dikerjakan-Nya untuk membentuk karaktermu belakangan ini?
Ya Bapa, terima kasih karena Engkau senantiasa memperhatikan umat-Mu dan selalu mengetahui apa yang terjadi di dunia dan di dalam hidupku.

Monday, July 22, 2019

Setia dalam Tahanan

Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana. Tetapi Tuhan menyertai Yusuf. —Kejadian 39:20-21
Setia dalam Tahanan
Haralan Popov tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya ketika bel pintu rumahnya berbunyi pada dini hari di tahun 1948. Tanpa peringatan apa pun, petugas polisi Bulgaria membawa dan menjebloskan Haralan ke penjara karena imannya. Ia harus mendekam di balik terali besi selama tiga belas tahun, dengan terus berdoa memohon kekuatan dan semangat. Meski mendapat perlakuan yang buruk, ia tahu Allah menyertainya. Haralan pun membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus kepada para tahanan lain—dan banyak di antara mereka menjadi percaya.
Dalam Kejadian 37, Yusuf tidak tahu apa yang akan terjadi kepadanya setelah saudara-saudaranya tega menjualnya sebagai budak kepada pedagang yang lalu membawanya ke Mesir dan menjualnya kepada Potifar, seorang pejabat tinggi Mesir. Yusuf pun hidup di tengah budaya orang-orang yang mempercayai banyak dewa. Keadaan menjadi semakin buruk ketika istri Potifar berusaha merayu Yusuf. Ketika Yusuf berulang kali menolak rayuan tersebut, istri Potifar memfitnahnya, sehingga Yusuf dijebloskan ke dalam penjara (39:16-20). Namun, Allah tidak pernah meninggalkannya. Allah tidak hanya menyertai Yusuf, tetapi juga “membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya”, bahkan “melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu” (39:3,21).
Yusuf tentu pernah merasa takut. Namun, ia tetap setia dan selalu menjaga integritasnya. Allah terus menyertai Yusuf dalam perjalanannya yang sulit dan mempunyai rencana yang besar atas hidupnya. Allah juga mempunyai rencana atas hidupmu. Kuatkanlah hatimu dan berjalanlah dalam iman, dengan terus percaya bahwa Allah melihat dan mengetahui pergumulan kamu. —Estera Pirosca Escobar
WAWASAN
Kejadian 39 meliputi sepuluh tahun kehidupan Yusuf sejak ia dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya hingga dicampakkan secara tidak adil ke dalam penjara. Selama waktu tersebut, ia menjadi budak di Mesir dan pelayan di rumah Potifar. Dalam pasal ini, empat kali ditegaskan bahwa Allah sendiri menyertai Yusuf (ay.2, 3, 21, 23). —Bill Crowder
Situasi sulit apa yang pernah kamu alami—mungkin kamu pernah difitnah? Mengapa penting bagimu mempertahankan integritas dalam masa-masa sulit seperti itu?
Ya Allah, terima kasih Engkau selalu menyertaiku, bahkan ketika keadaan membuatku merasa tidak nyaman. Tolonglah aku selalu setia kepada-Mu.

Sunday, July 21, 2019

Tidak Pernah Terlambat

Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!” —Markus 5:36
Tidak Pernah Terlambat
Ketika ibu mertua saya terkena serangan jantung, beliau beruntung dapat segera menerima pertolongan medis yang tepat. Dokter mengatakan bahwa pasien kritis yang mendapat pertolongan dalam lima belas menit pertama setelah serangan memiliki peluang selamat hingga 33 persen. Namun, hanya 5 persen yang selamat apabila ditangani lewat dari rentang waktu itu.
Dalam perjalanan menyembuhkan anak Yairus yang sakit parah (dan jelas membutuhkan pertolongan segera), Yesus justru melakukan hal yang tidak lazim: Dia berhenti sejenak (Mrk. 5:30). Dia berhenti untuk mengetahui siapa yang telah menjamah jubah-Nya, lalu berbicara dengan wanita itu. Bisa dibayangkan pikiran Yairus saat itu: Sungguh waktu yang tidak tepat, anak perempuanku hampir mati! Ketakutannya pun menjadi kenyataan—tampaknya Yesus menunda terlalu lama dan anak perempuannya meninggal dunia (ay.35).
Namun, Yesus berpaling kepada Yairus dan mengucapkan kata-kata yang menguatkan: “Jangan takut, percaya saja” (ay.36). Kemudian, dengan tidak menghiraukan ejekan orang-orang, Yesus berbicara kepada anak perempuan Yairus dan anak itu pun hidup kembali! Melalui peristiwa itu, Yesus menunjukkan bahwa Dia tidak pernah terlambat. Waktu tidak dapat membatasi apa yang sanggup Dia lakukan dan kapan Dia memilih untuk melakukannya.
Berapa sering kita merasa Allah terlambat bertindak dalam menjawab kerinduan kita? Namun, sesungguhnya itu tidak benar. Allah tidak pernah terlambat untuk menyelesaikan pekerjaan kasih-Nya yang baik dalam hidup kita. —Peter Chin
WAWASAN
Markus memakai cerita Yesus yang membangkitkan anak perempuan Yairus dari kematian sebagai ilustrasi tentang iman. Tak seperti murid-murid yang kurang beriman (Markus 4:40), dalam Markus 5, seorang perempuan disembuhkan karena imannya (ay. 34). Tidak lama setelah peristiwa kesembuhan ini, Yairus diberitahu bahwa anak perempuannya telah mati (ay. 35). Yesus mengatakan pada Yairus untuk “percaya” (ay. 36). Dalam bahasa Yunani, kata “percaya” ini ditulis dalam bentuk kata kerja yang memiliki makna “terus menerus” atau “selalu”, sehingga dapat diterjemahkan, “Tetaplah percaya.” Kelihatannya, sudah tak ada alasan bagi Yairus untuk mengharapkan kesembuhan anaknya, tetapi Yesus mendorongnya untuk tetap berharap. Dengan demikian, Markus memberi gambaran tentang iman yang terus berharap walaupun tidak ada alasan lagi. Meski tak semua dukacita bisa dipulihkan dalam hidup ini, kebangkitan Kristus berarti selalu ada alasan bagi orang percaya untuk tetap percaya (lihat 2 Korintus 4:13-14). —Monica Brands
Pernahkah kamu mengalami bagaimana Tuhan bekerja menurut waktu-Nya sendiri? Mengapa penting bagimu untuk berserah kepada kedaulatan Allah—dengan mengakui bahwa rencana-Nya adalah yang terbaik bagi hidupmu?
Tuhan Yesus, tolonglah aku mengingat bahwa Engkau berdaulat atas segalanya, termasuk waktu, dan Engkau tidak pernah terlambat untuk mewujudkan rencana-rencana-Mu yang sempurna.

Saturday, July 20, 2019

Belajar dari Teladan Hidup

Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus. —1 Korintus 11:1
Belajar dari Teladan Hidup
Owen, putra saya yang berumur enam tahun, sangat antusias menerima hadiah permainan papannya yang baru. Namun, setelah setengah jam membaca petunjuk permainan, ia merasa frustrasi karena tidak kunjung mengerti caranya. Setelah datang seorang teman yang sudah mengetahui cara bermainnya, barulah Owen bisa menikmati hadiahnya itu.
Sambil memperhatikan mereka bermain, saya diingatkan betapa lebih mudahnya mempelajari sesuatu yang baru jika kita memiliki guru yang berpengalaman. Kita memang bisa belajar dengan membaca buku petunjuknya, tetapi ketika ada seseorang yang mengajarkan dan menunjukkan caranya kepada kita, kita akan lebih cepat mengerti.
Rasul Paulus juga memahami hal itu. Dalam suratnya kepada Titus, ia mendorong Titus untuk menolong jemaat bertumbuh dalam iman dengan menekankan nilai penting dari orang-orang yang sudah lama percaya dalam meneladankan iman Kristen. Tentu pengajaran yang sehat itu penting, tetapi iman bukan hanya perlu dikatakan, melainkan juga ditunjukkan lewat perbuatan. Paulus menulis bahwa laki-laki dan perempuan yang tua harus dapat menguasai diri, berkelakuan baik, dan mengasihi (Tit. 2:2-5). “Dalam segala hal,” ia berkata, “jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik” (ay.6-7).
Saya bersyukur untuk pengajaran sehat, tetapi saya juga bersyukur untuk orang-orang yang telah mengajarkannya lewat hidup mereka. Mereka menunjukkan kepada saya bagaimana seharusnya seseorang hidup sebagai murid Kristus sehingga saya pun ditolong untuk semakin yakin mengikuti jejak mereka. —Amy Peterson
WAWASAN
Titus, salah satu orang non-Yahudi yang bertobat karena Paulus (Galatia 2:3; Titus 1:4), adalah “mitra dan rekan kerja” Paulus yang setia (2 Korintus 8:23). Titus diutus Paulus untuk mewakilinya dalam mengatasi masalah yang terjadi di gereja Korintus. Hal ini membuktikan bahwa Titus memiliki karakter dan kedewasaan, juga kepemimpinan dan kemampuan penggembalaan (7:6-7, 13-14; 8:6, 16-17; 12:18). Setiap kali Paulus mendirikan satu jemaat, ia menunjuk penatua-penatua untuk mengurus gereja tersebut (Kisah Para Rasul 14:23). Para pakar Alkitab tidak bisa memastikan siapa yang mendirikan gereja di Kreta, tetapi waktu Paulus mengetahui bahwa gereja tersebut tidak memiliki penatua untuk menggembalakan orang-orang yang baru percaya, ia mengutus Titus untuk mengatur dan mengawasi gereja tersebut (Titus 1:5). Paulus menulis surat ini sebagai panduan bagi Titus untuk melaksanakan tugasnya dalam mengawasi gereja itu sekaligus permintaan kepada Titus untuk mengajar umat percaya di sana tentang hidup kudus. Paulus menekankan sikap kepemimpinan yang takut akan Allah (pasal 1), perilaku terhormat dan perbuatan baik dalam gereja (pasal 2), serta instruksi untuk hidup di tengah masyarakat luas (pasal 3). —K. T. Sim
Pelajaran apa yang kamu terima dari orang-orang percaya yang telah mengajarkan kepada kamu cara hidup bagi Yesus lewat perkataan dan perbuatan mereka? Apa yang orang lain perhatikan ketika mereka melihat iman dan perbuatanmu?
Terima kasih, ya Allah, untuk para pembimbing yang Engkau berikan sebagai teladan hidup dalam Tuhan bagi kami. Terima kasih karena Engkau telah memberikan kepada kami Anak-Mu, satu-satunya teladan yang sempurna.

Friday, July 19, 2019

Siapa Itu?

“Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?” “Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!” —Mazmur 24:10
Siapa Itu?
Dalam perjalanan pulang dari bulan madu, saya dan suami mengantre untuk memasukkan koper-koper kami ke bagasi di bandara. Saya lalu menyenggol suami saya dan menunjuk ke arah seseorang yang berdiri tak jauh dari kami.
Suami saya melirik, sambil berkata, “Siapa itu?”
Dengan penuh semangat, saya menyebut peran-peran yang pernah dilakoni pria tersebut. Kami pun mendatanginya dan memintanya berfoto bersama. Dua puluh empat tahun kemudian, saya masih senang bercerita tentang pertemuan kami dengan bintang film itu.
Bisa mengenali seorang bintang film memang menyenangkan, tetapi saya bersyukur bisa mengenal satu Pribadi yang jauh lebih penting. “Siapakah itu Raja Kemuliaan?” (Mzm. 24:8). Daud sang pemazmur menyebut Tuhan Mahakuasa sebagai Pencipta, Pemelihara, dan Penguasa segala sesuatu. Ia bernyanyi, “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai” (ay.1-2). Dalam kekaguman, Daud menyatakan bahwa Tuhan memang di atas segalanya, tetapi tetap dapat ditemui secara pribadi (ay.3-4). Kita dapat mengenal Dia, dikuatkan oleh-Nya, dan mempercayai Dia untuk berperang bagi kita, karena kita hidup bagi Dia (ay.8).
Allah memberi kesempatan kepada kita untuk menyatakan Dia sebagai Pribadi Agung, satu-satunya yang layak diperkenalkan kepada orang lain. Saat kita mencerminkan karakter-Nya, orang-orang yang belum mengenal Dia akan tergerak untuk bertanya, “Siapa Dia?” Seperti Daud, kita dapat mengarahkan mereka kepada Tuhan dengan penuh kekaguman dan menceritakan tentang diri-Nya! —Xochitl Dixon
WAWASAN
Mazmur 24 kerap dipasangkan dengan Mazmur 15 sebagai satu liturgi yang dinyanyikan ketika umat memasuki rumah ibadat untuk beribadah. Dalam Mazmur 24:7-10, Daud menggambarkan betapa Allah layak menerima puji-pujian kita. Dia adalah “Raja Kemuliaan” dan yang “Mahakuasa.” Kata Ibrani untuk “mulia” adalah kãbôd yang berarti “berat, substansi, makna”. Kata ini memberi penekanan pada status Allah dan kemegahan-Nya. Kata yang diterjemahkan sebagai “Mahakuasa” memiliki makna penaklukan dan pemerintahan Allah dalam peperangan atau suatu pasukan. Dua mazmur tersebut juga menggambarkan siapa saja yang boleh datang ke “gunung” Tuhan, yaitu orang “yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil” (15:2), “orang yang bersih tangannya dan murni hatinya” (24:4). Kata Ibrani yang diterjemahkan sebagai frasa “tidak bercela” memiliki arti “tanpa noda.” Pada kitab lain, kata yang sama dipakai untuk menjelaskan korban yang benar (2 Samuel 22:24) dan dapat diterima (Imamat 14:10; 22:19). Akan tetapi, kita tidak mungkin menjadi “benar” atau “tidak bercela” dengan kekuatan kita sendiri. Hanya melalui pengorbanan Kristus kita dapat disebut orang benar (Filipi 3:8-9). —Julie Schwab
Apa yang telah Tuhan tunjukkan kepada kamu tentang diri-Nya? Bagaimana kamu dapat membagikan pengalaman tersebut kepada orang lain?
Tuhan, terima kasih atas berkat sukacita dan hak istimewa untuk mengenal-Mu. Engkau juga memberi kami kesempatan untuk memperkenalkan-Mu kepada sesama kami setiap hari.

Thursday, July 18, 2019

Pertolongan yang Bijaksana

Tabahkan hati orang yang takut; tolonglah orang yang perlu ditolong dan sabarlah terhadap semua orang. —1Tesalonika 5:14 BIS
Pertolongan yang Bijaksana
Saat mobil saya berhenti di lampu merah, saya melihat lagi orang yang sama berdiri di pinggir jalan. Ia memegang papan dari kardus bertuliskan: Butuh uang untuk makan. Pemberian apa pun sangat membantu. Saya berpaling dan menghela nafas. Apakah saya tipe orang yang tidak peduli kepada orang miskin?
Banyak orang berpura-pura membutuhkan sesuatu padahal mereka sebenarnya penipu. Ada yang memang benar-benar membutuhkan bantuan tetapi menghadapi kesulitan dalam mengatasi kebiasaan-kebiasaan buruk. Para pekerja sosial mengatakan bahwa lebih baik menyumbang melalui yayasan-yayasan sosial di kota kami. Dengan berat hati, saya pun beranjak dari tempat itu. Saya merasa bersalah, tetapi mungkin itu langkah yang bijaksana.
Allah memerintahkan kepada kita, “Tegurlah dengan rukun orang yang tidak mau bekerja; tabahkan hati orang yang takut; tolonglah orang yang perlu ditolong” (1 Tes. 5:14 BIS). Untuk melakukannya dengan benar, kita perlu tahu siapa yang termasuk dalam kategori-kategori di atas. Bila kita menegur mereka yang takut, bisa jadi kita sedang mematahkan semangatnya; bila kita menolong orang yang tidak mau bekerja, kita bisa membuatnya semakin malas. Oleh karena itu, yang terbaik adalah kita membantu seseorang yang cukup kita kenal agar kita mengetahui kebutuhan yang sebenarnya.
Apakah Allah menggerakkan hatimu untuk menolong seseorang? Luar biasa! Kamu dapat mulai melangkah. Namun, jangan mengira kamu sudah tahu kebutuhannya. Mintalah kepadanya untuk menceritakan kisahnya, dan dengarkanlah. Setelah itu, berikanlah bantuan dengan bijaksana dan sungguh-sungguh, bukan sekadar untuk membuatmu merasa lebih baik. Bila kita benar-benar bermaksud untuk “berbuat baik, seorang kepada yang lain”, kita bisa lebih sabar “terhadap semua orang,” bahkan di saat mereka jatuh (ay.14-15 BIS). —Mike Wittmer
WAWASAN
Sebagian besar pakar Alkitab sependapat bahwa Paulus menulis surat 1 Tesalonika pada masa delapan belas bulan pertamanya saat tinggal di Korintus (sekitar tahun 49-51 SM) selama perjalanan misinya yang kedua (lihat Kisah Para Rasul 18:1-18). Paulus, Timotius, dan Silas mengajar di rumah ibadat di Tesalonika selama tiga hari Sabat berturut-turut. Selama waktu itu, beberapa orang Yahudi maupun non-Yahudi yang takut akan Allah yang menjadi percaya kepada Yesus (Kisah Para Rasul 17:4). Namun, sejumlah pihak yang membuat keributan memaksa mereka untuk meninggalkan kota (ay. 9-10). Tak lama setelah itu, Paulus mengirim Timotius ke sana untuk melihat keadaan jemaat baru itu. Ketika Timotius bertemu dengan Paulus di Korintus, ia menyampaikan laporan yang akhirnya mendorong Paulus untuk menulis surat ini. Tema utama surat Tesalonika adalah kedatangan Kristus kali kedua. Bacaan hari ini mengajarkan bagaimana kita harus menjalani hidup saat ini hingga kelak Dia kembali. —Alyson Kieda
Kapan kamu merasa paling dibantu oleh orang lain? Apa yang kamu pelajari tentang cara terbaik untuk membantu sesama?
Bapa, ajarlah aku untuk bijaksana dan tekun dalam menolong sesamaku.

Wednesday, July 17, 2019

Pawai Kemenangan

Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. —2 Korintus 2:14
Pawai Kemenangan
Pada tahun 2016, ketika tim bisbol Chicago Cubs memenangi Kejuaraan Dunia untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu abad, kurang lebih lima juta orang berjajar di sepanjang rute pawai dan berkumpul di pusat kota untuk merayakannya.
Pawai kemenangan seperti itu tidak bermula pada zaman modern. Pawai kuno yang terkenal adalah Pawai Kejayaan Romawi, di mana para jendral pemenang perang memimpin arak-arakan yang terdiri dari pasukan dan tawanan melalui jalan-jalan yang dipadati rakyat.
Pawai semacam itulah yang mungkin ada dalam pikiran Rasul Paulus ketika ia menulis surat kepada jemaat di Korintus untuk bersyukur kepada Allah yang telah membawa orang-orang percaya “di jalan kemenangan-Nya” (2 Kor. 2:14). Bagi saya, gambaran tentang para pengikut Kristus yang mengikuti perarakan itu sangat memukau. Sebagai orang percaya kita tidak dipaksa untuk berpartisipasi, melainkan dengan sukarela menjadi bagian dari arak-arakan yang dipimpin oleh Kristus, Sang Pemenang yang telah bangkit. Sebagai umat Kristen, kita merayakan kenyataan bahwa melalui kemenangan-Nya, Kristus mendirikan jemaat-Nya dan alam maut tidak akan dapat menguasainya (Mat. 16:18).
Ketika kita berbicara tentang kemenangan Yesus di atas kayu salib dan kemerdekaan yang dianugerahkan-Nya kepada orang percaya, kita ikut berperan “menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana” (2 Kor. 2:14). Baik keharuman tersebut meyakinkan orang percaya akan keselamatan mereka atau menjadi bau kebinasaan bagi yang tidak percaya, aroma yang kuat dan tak terlihat itu selalu hadir ke mana pun kita melangkah.
Dengan mengikut Kristus, kita menyatakan kejayaan kebangkitan-Nya yang membuka jalan keselamatan bagi dunia. —Lisa Samra
WAWASAN
Dalam suratnya ini, Paulus menceritakan penderitaan yang ia tanggung, antara lain bahaya yang mengancam nyawanya (2 Korintus 1:8-10) dan perpecahan serius dalam gereja (lihat 1 Korintus 1:10-17). Perpecahan ini mungkin disebabkan oleh mereka yang disebut Paulus “banyak orang lain”, katanya: “Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah” (2 Korintus 2:17). Di samping itu, ada juga jemaat gereja yang melakukan inses—percabulan dengan anggota keluarga sendiri (1 Korintus 5:1-5). Allah memelihara Paulus dan rekan-rekannya sepelayanan (2 Korintus 1:10-11), kesatuan gereja dipulihkan (7:8-13), dan dosa seksual dapat ditangani (2:5-11). Itulah sebabnya surat Paulus berakhir dengan kemenangan: “Tetapi syukur bagi Allah. . .” (ay. 14). Ia menutup suratnya dengan menyampaikan penegasan atas kuasa kerasulannya: “Dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya” (ay. 17). —Tim Gustafson
Apa arti kemenangan Yesus Kristus di atas kayu salib bagimu? Bagaimana cara kamu mengandalkan kuasa kebangkitan-Nya dalam hidup ini?
Yesus adalah Raja kita yang berjaya.

Tuesday, July 16, 2019

Obsesi

Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau! —Mazmur 16:2
Obsesi
My precious . . .” Setelah pertama kalinya muncul dalam trilogi Lord of the Rings karya Tolkien, makhluk kurus kering bernama Gollum dengan obsesi gilanya terhadap “cincin kekuasaan” telah menjadi tokoh yang menggambarkan keserakahan, obsesi, bahkan kegilaan manusia.
Yang menggelisahkan, sosok itu tidak asing bagi kita. Dalam hubungan cinta dan bencinya dengan cincin itu dan dirinya sendiri, suara Gollum menyuarakan dahaga yang terdapat dalam hati kita sendiri. Entah dahaga itu terhadap satu hal tertentu, atau hanya kerinduan samar terhadap sesuatu yang “lebih,” kita meyakini bahwa akhirnya kita akan puas setelah mendapatkan apa yang kita idam-idamkan. Namun ternyata, apa yang kita pikir dapat memuaskan justru membuat kita merasa lebih hampa daripada sebelumnya.
Hidup tidak seharusnya seperti itu. Seperti yang diungkapkan Daud dalam Mazmur 16, ketika hasrat hati mendesak kita untuk mati-matian mengejar kepuasan yang sia-sia (ay.4), kita perlu ingat untuk datang kepada Allah untuk menerima perlindungan (ay.1) dan bahwa tidak ada yang baik bagi kita di luar Allah (ay.2).
Saat kita berhenti mencari kepuasan “di luar sana” dan memilih untuk memandang kepada keindahan Allah (ay.8), pada akhirnya kita bisa merasakan kepuasan sejati—kehidupan yang menikmati sukacita di hadapan [Allah]”, dengan berjalan bersama-Nya setiap saat di “jalan kehidupan”—sekarang sampai selama-lamanya (ay.11). —Monica Brands
WAWASAN
Pada awal mazmur, biasanya terdapat keterangan pembuka sebelum lirik atau sajaknya. Keterangan tersebut umumnya menyatakan penulis mazmur dan alasan penulisannya (lihat Mazmur 3, 18). Keterangan itu juga memberikan informasi tentang siapa mazmur itu ditulis, bagaimana mazmur tersebut harus dibawakan, petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan musik, dan nada musik (lihat Mazmur 6, 7, 56, 60). Pendahuluan pada Mazmur 16 memberitahukan bahwa mazmur tersebut adalah “miktam Daud.” Catatan ini juga muncul pada lima mazmur lain (Mazmur 56-60). Para pakar Alkitab tidak menemukan kesepakatan tentang apa itu miktam, maka dalam sebagian besar Alkitab versi bahasa Inggris, kata miktam tidak diterjemahkan. Beberapa ahli berpendapat bahwa miktam mungkin adalah suatu “persembahan”; tetapi sebagian lain perpendapat bahwa miktam merujuk pada mazmur-mazmur yang berkaitan dengan penebusan dosa karena akar kata “miktam” berarti “menutupi.” —K. T. Sim
Hal apa yang sering kamu cari untuk memuaskan diri saat kamu jauh dari Allah? Siapa yang dapat menjadi sumber dukungan dan kasih bagimu saat kamu terjerat dalam kecanduan mendapatkan lebih dan lebih lagi?
Ya Allah, ampuni aku karena aku mengira bisa mendapatkan apa yang kubutuhkan di luar Engkau. Terima kasih, Engkau selalu hadir bahkan di saat aku melupakan-Mu. Bawalah aku dekat kepada-Mu agar hidup bersukacita bersama-Mu.

Monday, July 15, 2019

Terhindar dari Jerat

Saya sudah mengenal rahasianya untuk menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga. —Filipi 4:12 BIS
Terhindar dari Jerat
Tumbuhan Venus flytrap pertama kali ditemukan di rawa berpasir tidak jauh dari rumah kami di Carolina Utara. Tumbuhan tersebut menarik untuk diamati karena termasuk tumbuhan karnivora atau pemakan daging. Venus flytrap mengeluarkan sari bunga berbau manis yang menjadi jerat warna-warni dengan tampilan menyerupai kelopak bunga yang terbuka. Ketika seekor serangga merayap masuk, sensor-sensor yang terletak di tepi bunga akan bereaksi dan kelopaknya akan langsung menutup serta menjerat serangga itu dalam waktu kurang dari satu detik. Perangkapnya menutup semakin rapat dan mengeluarkan enzim yang menghabisi korban perlahan-lahan, sehingga tumbuhan itu memperoleh nutrisi yang tidak didapatkan dari tanah berpasir tempatnya bertumbuh.
Firman Allah berbicara tentang perangkap lain yang dapat menjerat tanpa terduga. Rasul Paulus memperingatkan Timotius, anak didiknya: “Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. . . . Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Tim. 6:9-10).
Uang dan harta dapat menjanjikan kebahagiaan, tetapi ketika hal-hal itu menjadi utama dalam hidup kita, kita pun terancam bahaya. Kita dapat menghindari jerat itu dengan menjalani hidup dalam kerendahan hati yang penuh syukur dan terpusat pada kebaikan Allah yang kita terima melalui Yesus Kristus: “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar” (1 Tim. 6:6).
Segala kekayaan yang fana di dunia ini tidak akan pernah dapat memuaskan kita seperti Allah. Kepuasan yang kekal dan sejati hanya diperoleh melalui hubungan kita dengan Dia. —James Banks
WAWASAN
Paulus banyak mencurahkan hidupnya untuk mendidik para pemuda dalam pelayanan, salah satunya Timotius. Ibu Timotius bernama Eunike, seorang perempuan Yahudi, sedangkan ayahnya seorang Yunani. Neneknya, Lois, juga seorang pengikut Kristus (Kisah Para Rasul 16:1; 2 Timotius 1:5). Tidak diceritakan bagaimana Timotius menjadi orang percaya, tetapi tampaknya karena pengaruh ibu dan neneknya, sebab dalam 2 Timotius 3:14-15 diceritakan bahwa sejak kecil ia telah diajar tentang Kitab Suci “yang dapat memberi hikmat . . . dan menuntun kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” Paulus mengganggap Timotius sebagai anak, menyebutnya “anakku yang sah di dalam iman” (1 Timotius 1:2). Paulus juga sangat peduli dengan Timotius sehingga walaupun ia sedang berada di penjara Romawi menunggu kematian (2 Timotius 4:6), Paulus menyediakan waktu untuk menulis surat kepada Timotius untuk memberinya semangat dalam pelayanannya di Efesus. —Bill Crowder
Mana yang lebih sering kamu pikirkan: uang atau hubunganmu dengan Allah? Bagaimana kamu dapat memberikan prioritas tertinggi bagi Allah hari ini?
Ya Tuhan, Engkaulah karunia terbesar dalam hidupku! Tolonglah aku untuk hidup dengan rasa puas atas kehadiran-Mu hari ini.

Sunday, July 14, 2019

Berwarna-warni Cerah

Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagaikan permata yaspis dan permata sardis. —Wahyu 4:3
Berwarna-warni Cerah
Ketika Xavier McCoury memakai kacamata yang dihadiahkan oleh Bibi Celena untuk hari ulang tahunnya yang kesepuluh, ia menangis tersedu-sedu. Xavier lahir buta warna, dan selama ini hanya dapat melihat dunia dalam warna abu-abu, putih, dan hitam. Dengan kacamata EnChroma yang baru, Xavier bisa melihat warna untuk pertama kalinya. Luapan kegembiraan Xavier saat melihat keindahan di sekelilingnya membuat seluruh keluarganya merasa seperti menyaksikan sebuah mukjizat.
Menyaksikan keindahan Allah yang bersinar terang dalam berbagai warna juga membangkitkan reaksi yang dahsyat dalam diri Rasul Yohanes (Why. 1:17). Setelah melihat seluruh kemuliaan Kristus yang telah bangkit, Yohanes melihat adanya “sebuah takhta terdiri di sorga, dan di takhta itu duduk Seorang. Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya. . . . Dan dari takhta itu keluar kilat” (Why. 4:2-5).
Di masa yang lain, Nabi Yehezkiel menyaksikan penglihatan serupa, yakni “sesuatu yang menyerupai takhta dari batu nilam” dengan sosok di atas takhta itu “kelihatan bercahaya seperti perunggu di tengah nyala api” (Yeh. 1:26-27 BIS). Sosok seperti manusia tersebut terlihat bagai api yang dikelilingi oleh sinar seperti busur pelangi (ay.28).
Suatu hari nanti kita akan berhadapan muka dengan Kristus yang telah bangkit. Penglihatan-penglihatan di atas hanyalah isyarat dari keindahan luar biasa yang menanti kita. Sambil mensyukuri keindahan ciptaan Allah dalam dunia ini, kiranya kita juga hidup dalam pengharapan akan kemuliaan yang kelak dinyatakan kepada kita. —Remi Oyedele
WAWASAN
Wahyu 4:1-6 adalah bacaan indah dengan deskripsi yang jelas tentang Kristus dan ruang takhta di surga. Yaspis, permata sardis, pelangi gemilang, jubah putih, mahkota emas, dan lautan kristal, semua itu melukiskan pemandangan yang penuh warna. Selanjutnya, penulis kitab ini menambahkan elemen-elemen suara seperti gemuruh dan guntur yang datang dari takhta, bersamaan dengan kilatan petir. Walaupun gambaran itu menggugah imajinasi, jangan sampai kita melupakan maksud dari gambaran-gambaran tersebut. Di satu sisi, ada kemegahan semarak Yesus di takhta yang dilingkupi pelangi dan lautan kaca seperti kristal. Di sisi lain, ada kuasa dan penghancuran yang diwakili oleh gemuruh dan guntur. Bersama-sama, gambaran tentang Allah adalah suatu kombinasi kekuatan dan keindahan. —J. R. Hudberg
Respons apa yang timbul saat kamu melihat keindahan ciptaan Allah? Bagaimana caramu mengungkapkan syukur kepada Allah atas anugerah-Nya yang sungguh indah?
Bapa, tiada kata yang dapat kami ungkapkan saat kami membayangkan apa yang akan kami alami saat berhadapan muka dengan-Mu. Terima kasih untuk isyarat-isyarat keindahan-Mu yang Kau tempatkan di dunia ini.

Saturday, July 13, 2019

Indah di Mata Allah

Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? —Mazmur 8:5
Indah di Mata Allah
Ketika Denise mulai berpacaran, ia mencoba mempertahankan tubuh langsingnya dan tampil modis, karena yakin dengan demikian ia akan terlihat lebih menarik bagi pacarnya. Lagipula, itulah nasihat yang diterimanya dari sejumlah majalah gaya hidup wanita. Ternyata, di kemudian hari, Denise baru mengetahui pendapat sang pacar yang sebenarnya. Ia berkata, “Aku tetap menyukaimu bahkan ketika kamu lebih gemuk dan tidak repot memikirkan baju apa yang akan kamu pakai.”
Denise pun menyadari betapa subjektifnya “kecantikan”. Pandangan kita tentang kecantikan mudah sekali dipengaruhi oleh hal-hal lain yang sering berpusat pada penampilan luar dan mengabaikan keindahan dalam batin. Namun, Allah melihat kita hanya dengan satu cara—yaitu sebagai anak-anak-Nya yang indah dan terkasih. Saya suka membayangkan bagaimana ketika Allah menciptakan dunia, Dia sengaja menciptakan yang terakhir sebagai yang terbaik—kita! Semua yang diciptakan Allah baik, tetapi kita istimewa karena diciptakan menurut gambar-Nya (Kej. 1:27).
Allah memandang kita indah! Tidak heran pemazmur dipenuhi rasa kagum ketika ia membandingkan kebesaran alam dengan manusia. Ia bertanya, “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (Mzm. 8:5). Namun, Allah memilih menganugerahi manusia dengan kemuliaan dan kehormatan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain (ay.6).
Kebenaran itu memberikan kita kepastian dan alasan untuk memuji-Nya (ay.10). Apa pun pendapat orang lain tentang diri kita, atau pandangan kita sendiri, ketahuilah: Kita indah di mata Allah. —Leslie Koh
WAWASAN
Para penulis Alkitab terkadang mengutip bagian Alkitab yang lain, dan cara mereka membahasnya sungguh menarik untuk dicermati. Mazmur 8 berisi sajak Daud yang mengutip firman dalam Kejadian 1:26, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Beberapa abad kemudian, penulis surat Ibrani mengutip Mazmur 8:4-6 untuk menyampaikan kegagalan manusia dalam menyadari mandat kekuasaan dan untuk menekankan bahwa hal itu telah digenapi dalam diri Yesus. Berbicara mengenai Kristus, Ibrani 2:9 berkata, “Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia.” —Arthur Jackson
Bagaimana pandangan kamu tentang dirimu sendiri? Menurut kamu, bagaimana pandangan Allah tentang dirimu?
Bapa, Engkau tahu betapa tidak percaya dirinya kami. Terima kasih untuk kepastian bahwa Engkau mengasihi kami!

Friday, July 12, 2019

Pengikut-Pengikut Sang Putra

Benih yang jatuh di tanah yang subur ibarat orang yang mendengar kabar itu, lalu menyimpannya di dalam hati yang baik dan jujur. Mereka bertahan sampai menghasilkan buah. —Lukas 8:15 BIS
Pengikut-Pengikut Sang Putra
Bunga matahari mudah tumbuh di mana saja. Setelah diserbuki oleh lebah, bunga matahari dapat muncul di pinggir jalan raya, di bawah kandang burung, pada ladang dan padang rumput. Namun, untuk tumbuh dengan baik, bunga matahari membutuhkan tanah yang subur. Menurut majalah Farmer’s Almanac, tanah yang agak asam dan kaya nutrisi, dengan pengairan yang baik, serta “diberi pupuk organik atau kompos” akan menghasilkan biji bunga yang lezat, penuh minyak yang murni, dan menjadi sumber penghasilan bagi para petaninya yang ulet.
Kita juga membutuhkan “tanah yang subur” untuk pertumbuhan rohani (Luk. 8:15 BIS). Seperti dalam perumpamaan tentang penabur yang diajarkan Yesus, firman Tuhan bisa tumbuh bahkan di tanah yang berbatu-batu dan semak duri (ay.6-7). Meski demikian, firman Tuhan hanya dapat bertahan di tanah yang subur dari “orang yang mendengar kabar itu, lalu menyimpannya di dalam hati yang baik dan jujur. Mereka bertahan sampai menghasilkan buah” (ay.15 BIS).
Bunga matahari yang masih muda juga bertumbuh perlahan dengan mengikuti arah sinar matahari sepanjang hari dalam proses yang disebut heliotropisme. Bunga matahari yang sudah dewasa pun sama. Kelopaknya menghadap ke arah timur secara permanen, sehingga permukaan bunga menjadi hangat, lebih banyak lebah penyerbuk yang datang, dan akhirnya hasil panen pun menjadi berlimpah.
Seperti para petani bunga matahari, kita bisa memberikan wadah yang baik dan subur bagi firman Tuhan agar dapat bertumbuh, dengan cara berpegang pada firman-Nya dan mengikuti arah tuntunan Sang Putra Allah. Hati yang baik dan jujur adalah wadah bagi firman Allah untuk mendewasakan kita. Proses itu berlangsung setiap hari. Kiranya kita mau bertumbuh sesuai dengan tuntunan-Nya. —Patricia Raybon
WAWASAN
Dalam beberapa hal, injil Lukas berbeda dari tiga injil lainnya—Matius, Markus, dan Yohanes. Pertama, Lukas ditulis oleh seorang non-Yahudi (sekaligus satu-satunya penulis non-Yahudi dalam Perjanjian Baru). Kedua, tulisan Lukas merupakan hasil dari penelitian yang cermat (Lukas 1:1-4), sedangkan Injil lainnya ditulis berdasarkan pengamatan langsung atau penuturan saksi mata (Injil Markus diyakini sebagai tulisan dari penuturan Petrus). Sebagai seorang dokter (Kolose 4:14), Lukas secara unik menunjukkan ketertarikannya atas hal-hal medis. Contohnya, meski semua kitab Injil mencatat tentang serangan Petrus terhadap Malkhus, hamba Imam Besar, di taman Getsemani, hanya Lukas yang menceritakan bahwa Yesus menyembuhkannya (Lukas 22:51). Lukas juga menceritakan peranan kaum perempuan (8:1-3). Terakhir, tulisan Lukas terdiri dari dua ‘jilid’ (yaitu Injil Lukas dan Kisah Para Rasul). Dalam dua surat tersebut, Lukas memberikan lebih banyak gambaran daripada penulis Perjanjian Baru yang lain, termasuk Rasul Paulus. —Bill Crowder.
Bagaimana kondisi tanah rohanimu? Berbatu-batu, bersemak duri, atau kaya dengan “nutrisi rohani”? Mengapa demikian? Ketika kamu mengikuti arah Sang Putra Allah setiap hari, bagaimana kebiasaan itu berdampak pada kondisi hatimu?

Thursday, July 11, 2019

Sepak Bola dan Gembala

Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya. —Yohanes 10:11
Sepak Bola dan Gembala
Salah satu elemen menarik dari dunia sepakbola Inggris adalah lagu kebangsaan dari masing-masing kesebelasan yang dinyanyikan oleh para penggemarnya di awal tiap pertandingan. Jenis lagunya bermacam-macam, dari yang kocak seperti Glad All Over (Senang Sekali) sampai yang janggal seperti I’m Forever Blowing Bubbles (Terus-Terusan Meniup Gelembung) dan ada juga yang mengejutkan. Contohnya, lagu Psalm 23 (Mazmur 23) yang menjadi lagu kebangsaan klub West Bromwich Albion. Kata-kata dari mazmur tersebut terpampang pada dinding bagian dalam stadion, sehingga semua orang yang datang menonton tim yang dijuluki “The Beggies” itu dapat membaca tentang kasih dan pemeliharaan Sang Gembala Agung yang baik.
Dalam Mazmur 23, Daud membuat satu pernyataan yang tak lekang oleh waktu, “Tuhan adalah gembalaku” (ay.1). Kemudian, penulis Injil Matius menulis, “Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala” (Mat. 9:36). Lalu, dalam Yohanes 10, Yesus menyatakan kasih dan kepedulian-Nya kepada “domba-domba” manusia pada zaman-Nya. Dia berkata, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (ay.11). Belas kasihan Yesus mendorong-Nya untuk berinteraksi dengan orang-orang, menjawab kebutuhan mereka, dan akhirnya, menyerahkan diri-Nya bagi mereka (dan kita) semua.
Ungkapan “Tuhan adalah gembalaku” tersebut lebih dari lirik atau slogan semata, melainkan suatu pernyataan yang penuh keyakinan tentang apa artinya dikenal dan dikasihi oleh Allah kita yang luar biasa—dan apa artinya diselamatkan oleh Anak-Nya. —Bill Crowder
WAWASAN
Dalam istilah sastra, frasa yang diulang pada awal dan akhir suatu bagian disebut inklusio. Misalnya dalam Yohanes 10:11-15: “Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (ay. 11); “Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku” (ay. 15). Inklusio ini memberi gambaran menarik tentang seorang gembala. Saat membayangkan seorang gembala yang melindungi domba-dombanya, kita mungkin teringat pada pernyataan Daud tentang melawan singa dan beruang yang menyerang hewan gembalaannya (1 Samuel 17:34-36). Akan tetapi, alih-alih gembala baik yang melindungi dombanya dari serangan serigala, renungan hari ini berbicara tentang gembala yang memberikan Diri-Nya sebagai pengganti domba. Gembala yang baik adalah seseorang yang bersedia mengorbankan nyawa-Nya. —J.R. Hudberg
Apa bentuk pemeliharaan Allah yang telah kamu alami dalam hidupmu? Kepada siapa kamu bisa bersaksi tentang Dia hari ini?
Sungguh ajaib Sang Gembala Baik yang Engkau berikan bagi kami, ya Bapa! Tolonglah kami menjawab panggilan suara-Nya dan mendekat kepada-Mu.

Wednesday, July 10, 2019

Realitas yang Tidak Kelihatan

Berdoalah Elisa: “Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” —2 Raja-Raja 6:17
Realitas yang Tidak Kelihatan
Stephen Cass, editor di majalah Discover, bertekad menginvestigasi hal-hal tidak kelihatan yang menjadi bagian kehidupannya sehari-hari. Saat berjalan menuju kantornya di kota New York, ia berpikir, “Seandainya aku bisa melihat gelombang radio, maka puncak gedung Empire State (yang menjadi tempat dari banyak antena radio dan TV) akan bercahaya terang benderang bagaikan nyala sinar yang berwarna-warni dan menerangi seluruh kota.” Ia menyadari dirinya dikelilingi gelombang elektromagnetik yang tidak kasatmata dari sinyal radio dan TV, Wi-Fi, dan lain-lain.
Suatu pagi, bujang atau pelayan Nabi Elisa belajar tentang realitas lain yang juga tidak kelihatan, yakni dunia spiritual yang tidak kasatmata. Ia bangun pagi itu dan mendapati diri serta majikannya sudah dikelilingi oleh pasukan bangsa Aram. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah lautan tentara yang duduk di atas kuda dan kereta perang (2 Raj. 6:15)! Pelayan itu merasa takut, tetapi Elisa tetap percaya diri karena ia melihat bala tentara malaikat yang mengelilingi mereka. Ia berkata, “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka” (ay.16). Lalu, Elisa meminta Tuhan membuka mata sang pelayan agar juga bisa melihat bahwa Tuhan telah mengelilingi musuh mereka dan Dialah yang memegang kendali (ay.17).
Apakah kamu merasa kepayahan dan tak berdaya? Ingat bahwa Allah tetap memegang kendali dan berperang bagimu. Dia “menyuruh malaikat-Nya menjagai engkau, untuk melindungi engkau ke mana saja engkau pergi” (Mzm. 91:11 BIS). —Poh Fang Chia
WAWASAN
Dalam Perjanjian Lama, Aram (2 Raja-raja 6:8) adalah wilayah yang sekarang dikenal sebagai Siria. Ibukotanya, yaitu Damsyik, adalah salah satu kota besar pada zaman kuno dan tetap terkemuka sampai masa Perjanjian Lama. Damsyik merupakan kota tujuan Saul dari Tarsus dalam misinya untuk menganiaya para pengikut Yesus (Kisah Para Rasul 9). —Bill Crowder
Bagaimana kamu bisa belajar mempercayai pertolongan supernatural dari Allah? Bagaimana kepercayaan itu akan mengubah caramu menghadapi kesulitan?
Janganlah takut, Allah selalu menyertai dan berada di pihak kita.

Tuesday, July 9, 2019

Berhenti Melarikan Diri

Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku. —Yunus 2:2
Berhenti Melarikan Diri
Pada tanggal 18 Juli 1983, seorang kapten Angkatan Udara Amerika Serikat menghilang tanpa jejak dari kota Albuquerque di negara bagian New Mexico. Tiga puluh lima tahun kemudian, pihak berwenang menemukannya di California. Surat kabar The New York Times melaporkan bahwa orang tersebut mengalami “depresi dengan pekerjaannya” dan memutuskan untuk melarikan diri begitu saja.
Tiga puluh lima tahun dalam pelarian! Setengah dari masa hidupnya dihabiskan dalam kondisi tidak tenang. Pastilah kekhawatiran dan paranoia selalu membayangi dirinya.
Namun, harus diakui saya juga tahu sedikit banyak apa rasanya menjadi seorang “pelarian”. Memang saya tidak pernah melarikan diri dari sesuatu dalam hidup saya . . . secara fisik. Namun, adakalanya saya tahu ada sesuatu yang Tuhan mau saya lakukan, atau sesuatu yang harus saya hadapi atau akui. Akan tetapi, saya tidak ingin melakukannya, dan itu sama saja dengan melarikan diri dari-Nya.
Nabi Yunus dikenal karena pernah melarikan diri dari tugas yang diberikan Allah untuk berkhotbah ke kota Niniwe (lihat Yun. 1:1-3). Tentu saja Yunus tidak mungkin bisa melarikan diri dari Allah. Kamu mungkin sudah mengetahui kisah selanjutnya (ay.4,17): Badai besar. Ikan besar. Ditelan ikan. Lalu, di dalam perut makhluk yang menakutkan itu, Yunus dihadapkan pada perbuatannya, dan ia pun berseru meminta tolong kepada Allah (2:2).
Yunus bukanlah nabi yang sempurna. Namun, saya terhibur oleh kisahnya, karena Allah tidak pernah membiarkan Yunus walaupun ia sangat keras kepala. Tuhan masih menjawab doa yang dinaikkan Yunus dalam kepasrahan dan dengan kemurahan-Nya memulihkan kembali sang hamba yang enggan (ay.2). Tuhan juga sanggup melakukan hal yang sama terhadap kita. —Adam Holz
WAWASAN
Semula, Yunus diutus untuk melayani kerajaan Israel utara pada masa pemerintahan raja Yerobeam II (2 Raja-raja 14:23-28). Allah kemudian mengutusnya untuk bernubuat kepada Ninewe, ibukota Asyur, guna memperingatkan mereka agar bertobat atau menghadapi penghakiman Allah (Yunus 1:1). Setelah Yunus menolak melakukan misi baru ini dan melarikan diri ke arah yang berlawanan (ay. 3), Allah mendisiplinkannya dengan memerintahkan seekor ikan besar untuk menelannya (ay. 4, 17). Dalam Yunus 2, diceritakan doa pertobatan nabi Yunus selama berada di dalam perut ikan. Yesus memakai peristiwa ini untuk memberikan tanda tentang kematian dan kebangkitan-Nya. “Karena sama seperti Yunus yang berada dalam perut ikan besar selama tiga hari dan tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan berada di dalam bumi selama tiga hari dan tiga malam” (Matius 12:40; Yunus 1:17). —K.T. Sim
Perkara apa yang membuatmu ingin melarikan diri dalam hidup ini? Bagaimana kamu dapat semakin mempercayakan segala pergumulan hidupmu kepada Allah?

Monday, July 8, 2019

Intervensi yang Berdaulat

Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka. —Keluaran 2:25
Intervensi yang Berdaulat
Barbara tumbuh besar di bawah tanggungan pemerintah Inggris pada dekade 1960-an, tetapi saat menginjak usia 16 tahun, ia dan bayinya yang baru lahir kehilangan tempat berteduh serta menjadi gelandangan. Negara tidak lagi wajib memelihara hidupnya karena usianya yang sudah beranjak dewasa. Barbara pun menulis surat kepada Ratu Inggris untuk meminta bantuan dan ternyata dijawab! Ratu berbelas kasihan kepadanya dan mengatur agar Barbara bisa memiliki rumah sendiri.
Ratu Inggris memiliki sumber daya yang tepat untuk menolong Barbara, dan bantuan yang keluar dari rasa belas kasihan itu bisa kita lihat sebagai gambaran kecil dari pertolongan Allah sendiri. Sebagai Raja Surgawi, Dia mengetahui segala kebutuhan kita dan dengan penuh kedaulatan berkarya mewujudkan rencana-Nya dalam hidup kita. Namun, sembari berkarya, Allah rindu kita datang kepada-Nya—untuk menyampaikan segala kebutuhan dan keluh kesah kita—sebagai bagian dari hubungan kasih kita dengan-Nya.
Bangsa Israel menyampaikan kebutuhan mereka akan pembebasan ke hadapan Allah. Mereka sedang menderita di bawah perbudakan orang Mesir dan berseru memohon pertolongan Allah. Allah mendengar mereka dan mengingat janji-Nya: “Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka” (Kel. 2:25). Allah memerintahkan Musa untuk membebaskan bangsa Israel dan menyatakan bahwa Dia sekali lagi akan membawa mereka “ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya” (3:8).
Raja Surgawi kita senang jika kita datang kepada-Nya! Dengan hikmat-Nya yang sempurna, Dia menyediakan apa yang kita butuhkan, bukan semata-mata yang kita inginkan. Percayalah kepada kedaulatan dan pemeliharaan Allah yang penuh kasih. —Ruth O’reilly-Smith
WAWASAN
Ketika Allah memperkenalkan diri-Nya kepada Musa dari semak duri yang menyala, semak duri itu tidak terbakar (Keluaran 3:2). Belakangan, Musa menyebut Allah sebagai api yang menghanguskan (Ulangan 4:24). Melalui Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Allah Abraham, Ishak, Yakub, dan Yesus memakai api sebagai kiasan untuk menggambarkan penghancuran atas yang tidak berguna dan perlindungan serta pemurnian atas apa yang baik (1 Korintus 3:11-15). —Mart DeHaan
Mengapa penting untuk mendoakan segala kebutuhan kita kepada Allah? Bagaimana kamu belajar mempercayai pemeliharaan Allah dengan apa saja yang disediakan-Nya?
Allah terkasih, aku bersyukur dapat membawa setiap kebutuhanku ke hadapan-Mu. Ajarlah aku merasa puas pada jalan dan pemeliharaan-Mu.

Sunday, July 7, 2019

Allah Jauh Lebih Besar

Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam. —1 Samuel 17:45
Allah Jauh Lebih Besar
Giles Kelmanson, seorang penjaga wilayah perburuan di Afrika Selatan menggambarkan peristiwa luar biasa: dua ekor musang madu bertarung melawan enam ekor singa. Walau kalah dari segi jumlah, musang madu pantang mundur melawan predator ganas yang besarnya 10 kali ukuran tubuh mereka. Singa-singa itu mengira akan menang mudah, tetapi rekaman video menunjukkan justru musang madu yang meninggalkan kawanan singa dengan kepala tegak.
Pertarungan Daud melawan Goliat jauh lebih mustahil. Daud, anak muda yang tidak berpengalaman, menantang Goliat, raksasa Filistin yang ganas. Goliat yang gagah perkasa memiliki kekuatan dan persenjataan yang tidak tertandingi—baju zirah tembaga dan lembing tajam yang mematikan (1 Sam. 17:5-6). Daud, seorang gembala yang masih ingusan, hanya membawa sebuah ketapel ketika ia datang membawakan roti dan keju untuk saudara-saudaranya di medan perang.
Goliat menantang orang Israel bertarung tetapi tidak ada yang berani menerima tantangannya. Raja Saul dan “segenap orang Israel . . . sangat ketakutan” (ay.11). Bayangkan betapa terkejutnya orang-orang ketika Daud mengajukan dirinya. Dari mana ia mendapatkan keberanian yang tidak dimiliki oleh para prajurit Israel yang lebih berpengalaman? Bagi sebagian besar orang, mereka hanya bisa melihat Goliat, tetapi Daud melihat Allah. “Tuhan akan menyerahkan [Goliat] ke dalam tanganku,” tegas Daud (ay.46). Meskipun semua orang meyakini Goliat berada di atas angin, Daud percaya Allah jauh lebih besar. Lalu, hanya dengan sebutir batu yang dilontarkannya ke kening raksasa itu, iman Daud terbukti benar.
Kita sering tergoda untuk mempercayai bahwa “Goliat” (kesulitan-kesulitan kita) mengendalikan hidup kita. Namun, Allah jauh lebih besar. Dialah yang mengendalikan jalan hidup kita. —Winn Collier
WAWASAN
Bangsa Filistin memainkan peranan besar dalam sejarah Israel. Abraham dan Ishak sama-sama pernah mengadakan perjanjian dengan raja-raja Filistin (lihat Kejadian 21 dan 26). Filistin juga pernah menindas bangsa Israel di tanah perjanjian, lalu Simson melepaskan mereka (Hakim-hakim 13-16). Kemenangan Daud atas Goliat (1 Samuel 17) yang menjadi awal kebebasan total orang Israel dari penindasan Filistin. —J.R. Hudberg
Kecemasan apa yang menguasai hidupmu saat ini? Bagaimana kenyataan bahwa Allah jauh lebih besar daripada segalanya dapat mengubah perspektifmu?

Saturday, July 6, 2019

Mulai Dari Sekarang

Kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain. —1 Petrus 4:8
Mulai Dari Sekarang
Pada akhir Februari 2017, ketika biopsi yang dijalani kakak sulung saya menunjukkan ia terkena kanker, saya berkata kepada teman-teman, “Saya perlu meluangkan waktu sebanyak mungkin bersama Carolyn—mulai dari sekarang.” Sejumlah teman mengatakan bahwa saya memberikan reaksi yang berlebihan terhadap berita itu. Namun, Carolyn meninggal dunia sepuluh bulan kemudian. Saya memang menghabiskan waktu berjam-jam bersamanya, tetapi ketika kita mengasihi seseorang, rasanya tidak pernah ada cukup waktu bagi kita untuk menunjukkan kasih tersebut.
Rasul Petrus menyerukan kepada para pengikut Yesus dalam gereja mula-mula untuk “[mengasihi] sungguh-sungguh seorang akan yang lain” (1 Ptr. 4:8). Mereka menderita karena penganiayaan dan sangat membutuhkan kasih dari saudara-saudari mereka dalam komunitas Kristen dalam masa-masa sulit tersebut. Karena Allah telah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati mereka, sudah sepatutnya mereka rindu mengasihi orang lain sebagai balasannya. Kasih mereka dapat dinyatakan dengan cara mendoakan orang, menawarkan tumpangan dengan murah hati, dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan dengan lembut—semuanya itu “dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah” (ay.9-11). Oleh anugerah-Nya, Allah telah memberikan mereka karunia untuk dapat melayani satu sama lain dengan rela demi maksud baik-Nya, yakni “supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus” (ay.11). Itulah rencana besar Allah yang menggenapi kehendak-Nya melalui kita.
Kita memerlukan orang lain dan orang lain memerlukan kita. Biarlah kita menggunakan seberapapun waktu atau daya yang telah kita terima dari Allah untuk mengasihi mereka—mulai dari sekarang. —Anne Cetas
WAWASAN
Salah satu yang menarik dalam tulisan Petrus adalah sasaran pembacanya. Surat 1 Petrus 1:1 ditujukan kepada “orang-orang pendatang yang tersebar di seluruh provinsi Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia.” Ini adalah lima provinsi Romawi yang ada di Asia Kecil (sekarang Turki). Hal ini menarik karena pelayanan Petrus utamanya ditujukan kepada orang Yahudi, sedangkan Paulus melayani orang non-Yahudi (Galatia 2:9). Oleh karena itu, sebagian besar kegiatan misionaris Paulus adalah memberitakan Injil ke tempat-tempat yang ditulis Petrus ini. Wilayah Asia kecil sebelumnya pernah menerima surat dari Paulus (Galatia 1:1-2). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun misi mereka berbeda, Paulus dan Petrus tetap punya kepedulian yang sama terhadap gereja di Galatia, mungkin karena sebagian besar jemaat non-Yahudi di sana telah dipenuhi dengan orang pelarian Yahudi yang kabur dari Yerusalem sehingga mereka menjadi suatu gereja multi-etnis. —Bill Crowder
Bentuk kasih apa yang telah kamu terima dari orang lain? Hal apa yang telah kamu terima dari Allah yang dapat kamu gunakan untuk melayani orang lain hari ini?
Tidak ada yang bernilai kecil dalam pelayanan kepada Allah. - Francis de Sales

Friday, July 5, 2019

Perbuatan yang Sesuai Perkataan

Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. —1 Yohanes 2:9
Perbuatan yang Sesuai Perkataan
Pendeta dan penulis Eugene Peterson pernah berkesempatan mendengarkan kuliah dari Paul Tournier, seorang dokter dan konselor pastoral asal Swiss yang sangat dihormati. Peterson telah membaca tulisan sang dokter dan mengagumi caranya membimbing orang kepada kesembuhan. Kuliah tersebut meninggalkan kesan mendalam pada diri Peterson. Sepanjang kuliah, ia merasa Tournier benar-benar menerapkan apa yang ia bicarakan, dan berbicara tentang apa yang ia terapkan. Peterson memilih kata congruence (kesesuaian) untuk menggambarkan pengalamannya.
Kesesuaian yang dimaksud adalah “perbuatan yang sejalan dengan perkataan”. Rasul Yohanes menekankan bahwa apabila seseorang mengaku “berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang” (1 Yoh. 2:9). Dengan kata lain, perbuatan dan perkataannya tidak sesuai. Lebih dari itu, Yohanes menyebut orang seperti itu “tidak tahu ke mana ia pergi” (ay.11). Kata yang dipilih Yohanes untuk menggambarkan keadaan orang yang perkataan dan perbuatannya tidak sesuai? Buta.
Hidup menuruti kehendak Allah dengan mengizinkan terang firman-Nya menyinari jalan kita akan mencegah kita untuk dibutakan oleh kegelapan. Kita akan mempunyai penglihatan yang dikuduskan sehingga kita menjalani hari-hari yang ada dengan fokus yang jernih—perkataan dan perbuatan kita menjadi sejalan. Ketika orang lain memperhatikan hidup kita, mereka akan melihat bahwa kita tahu dengan jelas Siapa yang kita ikuti. —John Blase
WAWASAN
Salah satu tujuan Yohanes dalam menulis suratnya yang pertama adalah untuk mengatasi perpecahan dalam komunitas Kristen. Tidak terlalu jelas bagaimana situasi sebenarnya, tetapi Yohanes menghadapinya dengan mendorong gereja untuk menilai apakah seseorang mengakui kebenaran Kristus dalam perkataan sekaligus mewujudkannya dalam kehidupan (3:7-9). Cara utama untuk mengetahui nilai hidup seseorang adalah dengan melihat apakah mereka dipenuhi dengan kasih Kristus (ay.10). Dalam Alkitab, “kebencian” dan “kasih” bukan semata diartikan sebagai perasaan terhadap seseorang atau suatu hal, melainkan sikap hati yang tercermin dalam tindakan. Yohanes mengajarkan bahwa kasih yang sejati adalah kasih yang penuh pengorbanan seperti kasih Kristus (ay. 16-18). Mewujudkan kasih Kristus tidaklah mustahil karena kita hidup “dalam Dia” (2:5-6). Melalui Roh Kudus, kuasa dan cahaya Kristus akan bersinar dalam diri orang percaya, memenuhi mereka dengan kasih-Nya yang rela berkorban (ay. 8-10). —Monica Brands
Dalam aspek apa saja istilah kesesuaian menggambarkan dirimu? Bagaimana kamu dapat bertumbuh semakin konsisten dalam hidup kamu?
Tuhan Yesus, kuingin perkataanku sesuai dengan perbuatanku. Adakalanya aku gagal, tetapi aku rindu bertumbuh semakin konsisten setiap hari. Tolonglah aku agar setiap orang yang menyaksikan kehidupanku menjadi semakin rindu untuk mengenal-Mu.

Thursday, July 4, 2019

Setiap Kisah

Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. —Lukas 24:27
Setiap Kisah
Saya membuka Alkitab untuk anak yang memuat ilustrasi yang sangat menarik dan mulai membacakan isinya kepada cucu saya. Kami langsung dibuat terpesona oleh kisah-kisah tentang kasih Allah yang diuraikan di dalamnya. Saya membaca judulnya sekali lagi: The Jesus Storybook Bible: Every Story Whispers His Name (Yesus dalam Alkitab Bergambar: Setiap Kisah Membisikkan Nama-Nya).
Setiap kisah membisikkan nama-Nya.
Jujur saja, adakalanya Alkitab, terutama Perjanjian Lama, sulit untuk dimengerti. Mengapa bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah menindas umat-Nya? Bagaimana mungkin Allah membiarkan kekejaman seperti itu padahal kita tahu Dia baik dan kehendak-Nya selalu dimaksudkan untuk kebaikan kita?
Setelah kebangkitan-Nya, Yesus bertemu dengan dua murid yang tidak mengenali-Nya di jalan menuju Emaus. Mereka sedang kecewa karena Mesias yang mereka harap-harapkan telah mati (Luk. 24:19-24), padahal mereka berharap “Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel” (ay.21). Kemudian Lukas mencatat bagaimana Yesus meyakinkan mereka: “Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi” (ay.27).
Setiap kisah membisikkan nama-Nya, bahkan dalam kisah-kisah yang sulit dimengerti, karena semua itu menyingkapkan kebobrokan total dari dunia ini dan kebutuhan kita akan Sang Juruselamat. Setiap tindakan, setiap peristiwa, setiap campur tangan Allah merujuk kepada rancangan penebusan-Nya atas kita, anak-anak-Nya yang berdosa, dengan maksud agar kita kembali kepada-Nya. —Elisa Morgan
WAWASAN
Pengajaran Kristus dalam Lukas 24 memberi kita suatu wawasan tentang cara membaca Perjanjian Lama, yakni dengan melihat Yesus sebagai intinya. Pada ayat 27, Yesus menyebut Perjanjian Lama dengan istilah “kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.” Dalam ayat 44, Yesus mengelompokkan kitab-kitab suci menjadi tiga bagian, yaitu “kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” dan mengatakan bahwa tulisan-tulisan itu berbicara tentang Diri-Nya. Yohanes 5:39 menyampaikan hal serupa, “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku.” —Arthur Jackson
Bagaimana karya keselamatan Allah terjadi dalam kehidupan kamu? Apa yang sedang mengusikmu hari-hari ini? Bagaimana kamu melihat tangan Allah bekerja dalam kisah-kisah kehidupanmu yang sulit dimengerti?
Ya Allah, tolonglah aku menyimak saat Engkau membisikkan nama-Mu melalui setiap kisah yang kami temukan di dalam Alkitab.

Wednesday, July 3, 2019

Jujur kepada Allah

Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan. —Mazmur 32:5
Jujur kepada Allah
Cucu saya yang berusia tiga tahun mengawali harinya dengan uring-uringan. Ia tidak bisa menemukan kaus kesayangannya. Sepatu yang ingin dipakainya terlalu panas. Ia jengkel dan marah-marah kepada neneknya, lalu duduk dan menangis.
“Mengapa kamu marah-marah begitu tadi?” tanya saya. Kami mengobrol selama beberapa saat dan setelah ia tenang, saya bertanya dengan lembut, “Baikkah sikap kamu kepada Nenek tadi?” Ia diam dan menunduk, lalu menjawab, “Aku jahat kepada Nenek. Aku minta maaf.”
Luluh hati saya. Ia tidak menyangkali perbuatannya dan bersikap jujur. Kemudian kami berdoa, memohon agar Tuhan Yesus mengampuni kesalahan kami dan menolong kami bersikap lebih baik.
Dalam Yesaya 1, Allah menegur umat-Nya karena kesalahan dan kejahatan yang telah mereka perbuat. Suap dan ketidakadilan merajalela di pengadilan. Anak-anak yatim piatu dan janda-janda diperalat demi mendapatkan keuntungan materi. Namun, pada saat seperti itu pun Allah memberi tanggapan yang penuh belas kasihan, dengan meminta orang-orang Yehuda mengakui apa yang telah mereka lakukan dan berbalik dari dosa-dosa mereka: “Marilah, baiklah kita berperkara! —firman Tuhan—Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju” (Yes. 1:18).
Allah rindu kita terbuka di hadapan-Nya tentang dosa-dosa kita. Dia menyikapi kejujuran dan pertobatan kita dengan pengampunan yang indah: “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yoh. 1:9). Karena Allah kita penuh belas kasihan, awal yang baru pun menanti kita! —James Banks
WAWASAN
Nabi Yesaya—namanya berarti “Tuhan menyelamatkan”—memberi peringatan tentang penghakiman Allah yang akan datang kepada Yehuda yang tak mau bertobat (Yesaya 1-12) berupa pembuangan ke Babel (39:6-7). Ia berbicara tentang kasih karunia Allah (pasal 40-55) dan pemulihan yang akan datang bagi semua yang bertobat (pasal 11; 56-66). Dalam Yesaya 1, Allah memanggil umat-Nya untuk merenungkan dosa-dosa mereka dengan sungguh-sungguh (ay.2-15). Namun, Dia meyakinkan mereka bahwa meskipun mereka sudah berdosa dan penuh noda (ay. 18), Allah akan menyucikan, mengampuni, dan memberkati mereka bila mereka “menurut dan mau mendengar” (ay.19). Allah juga memperingatkan mereka tentang hukuman berat yang akan mereka terima bila tidak mau bertobat (ay.20). —K.T. Sim
Dosa-dosa apa yang belum kamu akui di hadapan Allah? Apa yang menghalangimu untuk mengakui semua itu kepada-Nya?
Abba, Bapa, tolonglah aku berpaling dari dosa dalam hidupku dan memulai awal yang baru dengan-Mu hari ini.

Tuesday, July 2, 2019

Menemukan Damai Sejahtera

Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. —Kolose 3:15
Menemukan Damai Sejahtera
“Apa pendapatmu tentang damai sejahtera?” tanya teman saya saat kami makan siang bersama. “Damai sejahtera?” tanyaku bingung. “Entahlah—mengapa kau bertanya?” Ia menjawab, “Karena kau menggoyang-goyangkan kaki terus selama kebaktian tadi. Jadi kupikir mungkin kau sedang gelisah tentang sesuatu. Ingatkah bahwa Tuhan memberi damai sejahtera kepada mereka yang mengasihi Dia?”
Pertanyaan teman saya beberapa tahun lalu itu sempat membuat saya tersinggung, tetapi justru itulah titik awal perjalanan saya. Saya mulai mempelajari Alkitab untuk mencari tahu bagaimana umat Allah dapat mengalami ketenangan dan damai sejahtera, bahkan saat berada dalam situasi yang sangat sulit. Ketika membaca surat Paulus kepada jemaat di Kolose, saya mencoba menghayati perintah sang rasul tentang memberikan hati mereka dipimpin oleh damai sejahtera Kristus (Kol. 3:15).
Paulus menulis kepada gereja yang belum pernah ia kunjungi, tetapi ia telah mendengar tentang mereka dari rekannya, Epafras. Ia khawatir, apabila jemaat berhadapan dengan pengajaran palsu, mereka akan kehilangan damai sejahtera Kristus. Namun, alih-alih menegur, Paulus justru mendorong mereka untuk percaya kepada Tuhan Yesus, yang akan memberikan kepada mereka kepastian dan pengharapan (ay.15).
Kita semua akan mengalami momen-momen yang menghadapkan kita pada pilihan menerima atau menolak damai sejahtera Kristus untuk memerintah dalam hati kita. Ketika kita berpaling kepada-Nya, meminta Yesus tinggal dalam kita, maka dengan lembut Dia akan melepaskan kita dari kecemasan dan kekhawatiran yang membebani kita. Saat kita merindukan damai sejahtera-Nya, kita percaya Dia akan menjamah kita dengan kasih-Nya. —Amy Boucher Pye
WAWASAN
Surat Paulus kepada jemaat Kolose merupakan satu dari empat surat yang ditulisnya saat mendekam di penjara kota Roma. Empat surat ini, yaitu Efesus, Filipi, Kolose, dan Filemon, dikenal dengan sebutan “Surat-Surat Penjara”. Surat-surat gereja ini dikirim ke tiga tujuan berbeda pada dua wilayah yang berbeda pada masa itu. Surat Filipi ditujukan kepada gereja di Filipi, sebuah kota di Makedonia (wilayah timur Yunani pada zaman kuno), sementara Surat Efesus dan Kolose ditulis untuk dua kota (Efesus, Kolose) di Asia Kecil (Turki modern). Surat pribadi kepada Filemon juga dikirim ke Kolose, tempat Filemon diperkirakan pernah tinggal serta aktif terlibat di gereja setempat. Surat-surat ini mungkin dimaksudkan sebagai surat edaran untuk dibaca dan diedarkan ke gereja-gereja lain. —K.T. Sim
Situasi atau kondisi sulit apa yang membebani hati dan pikiranmu? Bagaimana kamu dapat meminta kepada Yesus untuk memberikan damai sejahtera-Nya?
Tuhan Yesus, Engkau memberi damai sejahtera yang melampaui segala akal. Mampukanku mengalami damai sejahtera-Mu dalam setiap aspek hidupku.

Monday, July 1, 2019

Sudah Lapar?

Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? —Yakobus 2:14
Sudah Lapar?
Thomas lahir dari keluarga miskin di India lalu diadopsi oleh orang Amerika. Dalam kunjungan ke India, ia menyaksikan banyak anak berkekurangan di kampung halamannya. Ia pun tahu ia harus membantu mereka. Mulailah ia membuat rencana untuk kembali ke AS, menyelesaikan pendidikannya, menabung banyak uang, dan kembali ke India suatu saat nanti.
Kemudian, setelah membaca Yakobus 2:14-18, yang bertanya, “Apakah gunanya . . . jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan?” Thomas mendengar seorang gadis kecil di negara asalnya berseru kepada ibunya: “Ibu, aku sudah lapar!” Thomas teringat bagaimana semasa kecil ia pernah merasa sangat kelaparan sampai harus mengorek-ngorek tong sampah untuk mencari makanan. Thomas sadar bahwa ia tidak bisa menunggu beberapa tahun lagi untuk membantu. Ia pun memutuskan, “Aku akan mulai sekarang!”
Hari ini panti asuhan yang dirintisnya menampung lima puluh anak yang mendapat cukup makanan dan perawatan. Di panti itu mereka belajar tentang Yesus dan menerima pendidikan—semua karena ada seseorang yang tidak menunda-nunda dalam melakukan apa yang Allah minta darinya.
Pesan Yakobus berlaku juga untuk kita semua. Iman kita kepada Yesus Kristus memberi kita keuntungan besar—hubungan dengan Dia, kehidupan yang berkelimpahan, dan pengharapan masa depan yang pasti. Namun, apa gunanya bagi orang lain jika kita tidak menjangkau dan menolong mereka yang membutuhkan? Dapatkah kamu mendengar teriakan: “Aku sudah lapar”? —Dave Branon
WAWASAN
Surat Yakobus dimulai dengan “Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan” (1:1). Siapakah Yakobus? Sebagian besar pakar Alkitab berpendapat bahwa ia adalah saudara Yesus. Markus 6:3 memberikan informasi tentang saudara-saudara Yesus, dan dalam daftar tersebut ada nama Yakobus. Rasul Paulus menceritakan bahwa Yesus menampakkan diri kepada Yakobus setelah kebangkitan-Nya (1 Korintus 15:7; Galatia 1:19), sementara saudara-saudara-Nya yang lain tidak langsung percaya kepada-Nya. Mungkin inilah sebabnya nama Yakobus dan saudara-saudaranya ada dalam daftar orang-orang percaya yang hadir di ruang atas seperti yang disampaikan oleh Kisah Para Rasul 1:14. Setelah Yakobus, saudara Yohanes, dibunuh dengan pedang (Kisah Para Rasul 12:2), Yakobus, saudara Kristus, menjadi pemimpin gereja (ay. 17), menengahi sidang gereja mula-mula di Yerusalem (15:13-29). Yakobus ini dijuluki “Yakobus yang Adil,” mati sebagai martir sekitar tahun 60 M. —Bill Crowder
Kebutuhan apa yang saat ini menggugah hatimu? Apa satu hal yang bisa kamu lakukan untuk membantu orang lain—sekalipun kelihatannya tidak terlalu berarti?
Arahkan langkah-langkahku, ya Allah, agar aku bertindak aktif sesuai kehendak-Mu untuk menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan. Terima kasih Engkau melibatkanku dalam pekerjaan-Mu di muka bumi.
 

Total Pageviews

Translate