Pages - Menu

Wednesday, February 28, 2018

Terhilang lalu Ditemukan

Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. —Lukas 15:6
Terhilang lalu Ditemukan
Saya dan istri menjadi panik saat menyadari bahwa ibu mertua saya menghilang ketika ia sedang berbelanja dengan seorang saudara. Ingatan Ibu kurang baik, dan kami tidak tahu apa yang sedang dilakukannya. Apakah ia berputar-putar di pasar itu, atau justru menaiki bus untuk pulang ke rumah? Saat mencarinya, kami sudah memikirkan kemungkinan yang terburuk, sambil berseru kepada Allah dalam hati, “Tolonglah kami menemukannya.”
Berjam-jam kemudian, ibu mertua saya ditemukan sedang berjalan kepayahan di jalan yang bermil-mil jauhnya. Kami sungguh bersyukur dapat menemukannya kembali. Beberapa bulan kemudian, kami kembali bersyukur, karena pada usianya yang ke-80, beliau menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
Saat membandingkan manusia dengan domba yang hilang, Yesus memberikan ilustrasi berikut: “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, . . . ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan” (Luk. 15:4-6).
Para gembala biasa menghitung domba mereka untuk memastikan jumlah domba sudah lengkap. Sama seperti Yesus, yang menyamakan diri-Nya seperti gembala, menghargai setiap dari kita, tua maupun muda. Saat kita mengarungi hidup ini, mencari-cari makna dan tujuan hidup kita, selalu ada kesempatan untuk berbalik kepada Kristus. Allah rindu kita mengalami kasih dan berkat-Nya. —Leslie Koh
Tuhan, Engkau mencari dan menemukan kami. Kami bersyukur Engkau menjadikan kami milik-Mu.
Ajaib benar anug’rah-Nya! . . . Dahulu ‘ku hilang, kini ditemukan. —John Newton

Tuesday, February 27, 2018

Melepaskan Ketakutan

Tenanglah! Aku ini, jangan takut! — Markus 6:50
Melepaskan Ketakutan
Tubuh kita akan bereaksi terhadap perasaan ngeri dan takut. Perut kita merasa mual, jantung kita berdegup kencang, dan napas kita tersengal-sengal. Semua itu menandakan kecemasan kita. Tubuh kita secara alami memberikan reaksi yang membuat kita tidak bisa mengabaikan perasaan yang tidak nyaman itu.
Suatu malam, para murid diguncang rasa takut setelah Yesus mengadakan mukjizat dengan memberi makan lebih dari lima ribu orang. Tuhan meminta para murid berangkat terlebih dahulu ke Betsaida supaya Dia dapat berdoa sendirian. Sepanjang malam itu, ketika para murid sedang bersusah payah mendayung melawan angin sakal, tiba-tiba mereka melihat Yesus berjalan di atas air. Para murid menjadi sangat ketakutan karena mengira Yesus adalah hantu (Mrk. 6:49-50).
Namun, Yesus meyakinkan mereka untuk tidak takut dan tetap tenang. Setelah Dia naik ke perahu, angin kencang tiba-tiba berhenti dan mereka dapat melanjutkan perjalanan hingga tiba di pantai. Saya membayangkan bahwa kengerian mereka ditenangkan ketika mereka dilingkupi damai sejahtera yang diberikan Tuhan.
Ketika kita merasa kewalahan dan dihimpit kecemasan, kita dapat dengan yakin mengandalkan kuasa Yesus. Yesus sanggup meredakan gelombang pergumulan kita, atau sebaliknya, Dia memberi kita kekuatan untuk menghadapi pergumulan itu. Apa pun yang dikerjakan-Nya, Dia akan memberi kita damai sejahtera-Nya yang “melampaui segala akal” (Flp. 4:7). Ketika Yesus melepaskan kita dari segala ketakutan, jiwa dan tubuh kita akan kembali merasakan ketenangan. —Amy Boucher Pye
Tuhan Yesus Kristus, tolonglah aku saat rasa takut melanda. Lepaskan aku dari semua ketakutan dan berilah aku damai sejahtera-Mu.
Tuhan melepaskan kita dari segala ketakutan.

Monday, February 26, 2018

Memberi Sepenuh Hati

Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku. —Maleakhi 3:10
Memberi Sepenuh Hati
Ketika anak saya, Xavier, masih berumur enam tahun, seorang teman mengajak anaknya yang masih balita main ke rumah kami. Xavier ingin memberikan mainan kepada anak itu. Saya senang melihat kemurahan hatinya. Ia bahkan menawarkan sebuah boneka langka yang pernah dibelikan ayahnya. Menyadari bahwa boneka itu sangat bernilai, teman saya berusaha menolak dengan sopan. Namun, Xavier tetap menaruh boneka itu ke tangan si anak sambil berkata, “Papa memberiku banyak sekali mainan untuk aku bagikan.”
Andai saya bisa berkata bahwa Xavier belajar dari saya, tetapi kenyataannya, saya sendiri sering enggan memberi kepada Allah dan orang lain. Namun saat saya ingat bahwa Bapa Surgawi telah memberikan segala yang saya miliki dan butuhkan, berbagi menjadi lebih mudah dilakukan.
Di Perjanjian Lama, Allah memerintahkan Israel untuk mempercayai-Nya dengan membagikan sebagian berkat yang dilimpahkan-Nya kepada para imam Lewi, yang kemudian berguna juga untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Ketika mereka menolak, Maleakhi menegaskan bahwa mereka telah menipu Tuhan (Mal. 3:8-9). Namun jika mereka rela memberi dan menunjukkan keyakinan mereka pada pemeliharaan dan perlindungan Allah (ay.10-11), bangsa lain akan mengakui bahwa mereka adalah bangsa yang diberkati Allah (ay.12).
Saat kita mengelola keuangan, kegiatan, atau berkat-berkat yang dipercayakan Allah kepada kita, ingatlah bahwa apa yang kita berikan dapat menjadi ungkapan penghormatan kita kepada-Nya. Memberi dengan leluasa dan sepenuh hati menunjukkan keyakinan kita pada pemeliharaan Bapa kita, Pemberi yang Maha Pemurah. —Xochitl Dixon
Tuhan, tolonglah kami hidup dengan keyakinan penuh pada pemeliharaan-Mu yang setia, agar kami dapat leluasa dan yakin memberi kepada-Mu dan sesama.
Ketika dengan sepenuh hati kita memberi kepada Allah dan sesama, kita menunjukkan keyakinan kita pada janji dan pemeliharaan Allah.

Sunday, February 25, 2018

Dasar yang Teguh

[Tuhan] memberi keamanan kepada umat-Nya. Harta yang menyelamatkan mereka adalah kebijaksanaan dan pengetahuan serta hormat kepada Tuhan. —Yesaya 33:6 BIS
Dasar yang Teguh
Selama bertahun-tahun, penduduk di kota kami telah membangun dan membeli rumah di wilayah-wilayah yang rawan longsor. Banyak di antara mereka tahu risiko tinggal di atas tanah yang tidak stabil, sementara yang lainnya tidak diberi tahu. “Selama 40 tahun para ahli geologi telah memberikan peringatan dan peraturan tata kota telah disusun untuk memastikan pembangunan rumah di tempat yang aman” tetapi semua itu tidak pernah diterangkan, bahkan diabaikan (Harian The Gazette, Colorado Springs, 27 April 2016). Memang pemandangan dari rumah-rumah di sana sangat indah, tetapi tanah di bawah rumah-rumah itu mengandung ancaman bencana yang sangat besar.
Bangsa Israel kuno telah mengabaikan peringatan Allah untuk meninggalkan penyembahan berhala dan mencari Dia, Allah yang benar dan yang hidup. Perjanjian Lama mencatat akibat yang menyedihkan dari ketidaktaatan mereka. Namun, sekalipun hidup mereka telah hancur, Allah masih senantiasa memanggil kembali umat-Nya dengan pesan pengampunan dan pengharapan, apabila mereka mau berpaling kepada-Nya dan mengikuti jalan-Nya.
Nabi Yesaya mengatakan, “[Tuhan] memberi keamanan kepada umat-Nya. Harta yang menyelamatkan mereka adalah kebijaksanaan dan pengetahuan serta hormat kepada Tuhan” (Yes. 33:6 bis).
Hari ini, seperti pada Perjanjian Lama, Allah memberi kita pilihan: dasar apa yang akan digunakan untuk membangun hidup kita. Kita dapat mengikuti keinginan sendiri, atau sebaliknya, menerima prinsip-prinsip kekal dari Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab dan di dalam diri Yesus Kristus. “Pada Kristus Batu karang ‘ku berdiri tegak teguh, landasan lain hancur luluh” (Edward Mote, KPPK no. 389). —David C. McCasland
Bapa kami di surga, kami mengakui bahwa Engkaulah dasar kami yang teguh. Engkaulah perlindungan dan pengharapan kami yang sejati.
Tuhanlah dasar yang kuat bagi hidup kita.

Saturday, February 24, 2018

Bertumbuh di Tempat yang Tepat

Lalu Yonatan membuat perjanjian dengan keluarga Daud. —1 Samuel 20:16 FAYH
Bertumbuh di Tempat yang Tepat
“Gulma adalah tanaman apa saja yang tumbuh di tempat yang tidak kamu inginkan,” kata ayah saya saat memberikan cangkul kepada saya. Tadinya saya ingin membiarkan saja tanaman jagung yang tumbuh di antara tanaman kacang polong. Namun, ayah yang telah berpengalaman dalam urusan bertani menyuruh saya mencabut tanaman jagung itu. Batang jagung yang tumbuh sendiri itu tidak berguna sama sekali dan hanya menghambat pertumbuhan tanaman kacang polong dan merampas nutrisi yang dibutuhkannya.
Manusia bukanlah tanaman—kita memiliki pemikiran sendiri dan kehendak bebas yang diberikan Allah. Namun, adakalanya kita berusaha untuk bertumbuh di tempat yang tidak dimaksudkan Allah.
Putra Raja Saul, Yonatan, bisa saja melakukan hal tersebut. Ia sangat berhak jika ia mau menjadi raja. Namun, ia melihat berkat Allah atas Daud sekaligus mengenali sikap iri hati dan kesombongan Saul, ayahnya (1Sam. 18:12-15). Jadi daripada merebut takhta yang tidak akan pernah menjadi miliknya, Yonatan memilih untuk menjadi sahabat dekat bagi Daud, bahkan pernah menyelamatkan hidup Daud (19:1-6; 20:1-4).
Mungkin ada yang mengatakan bahwa pengorbanan Yonatan terlalu besar. Namun pertanyaannya, bagaimana kita ingin dikenang? Sebagai orang yang ambisius seperti Saul, yang berusaha mempertahankan kerajaannya tetapi akhirnya lepas juga? Atau seperti Yonatan, yang melindungi hidup seseorang yang kelak menjadi nenek moyang Yesus?
Rencana Allah selalu lebih baik daripada rencana kita sendiri. Kita bisa menolak rencana Allah itu dan meniru tanaman jagung yang salah tempat tadi. Atau kita dapat menerima arahan Allah dan menjadi tanaman yang bertumbuh dan berbuah di tanah yang diusahakan-Nya. Pilihannya ada di tangan kita. —Tim Gustafson
Tuhan, ampuni kami saat bertindak seolah-olah Engkau telah salah menempatkan kami. Tolonglah kami melakukan kehendak-Mu yang benar hari ini.
Allah mengundang kita untuk bekerja bersama-Nya dalam menyebarkan Injil di mana pun kita ditempatkan.

Friday, February 23, 2018

Belas Kasihan Ganti Penghakiman

Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang. —Yakobus 2:12
Belas Kasihan Ganti Penghakiman
Ketika anak-anak saya bertengkar, mereka sering datang mengadu kepada saya. Saya akan memisahkan mereka dan berbicara kepada masing-masing dari mereka untuk mendengarkan asal muasal pertengkaran itu. Karena kedua belah pihak sama-sama bersalah, di akhir pembicaraan kami, saya bertanya kepada mereka masing-masing hukuman apa yang pantas dan adil untuk perbuatan saudaranya. Masing-masing mengusulkan hukuman yang tegas untuk pihak lainnya. Mereka pun terkejut ketika saya justru memberi mereka masing-masing hukuman yang mereka pikir akan diterima saudaranya. Tiba-tiba, mereka mengeluhkan betapa “tidak adil” hukumannya ketika itu menimpa mereka sendiri—padahal sebelumnya mereka menganggap hukuman itu pantas diterima saudaranya.
Anak-anak saya telah menunjukkan bentuk “penghakiman yang tak berbelas kasihan” yang ditentang Allah (Yak. 2:13). Yakobus mengingatkan kita bahwa daripada menunjukkan keberpihakan kepada orang kaya, atau bahkan kepada diri sendiri, Allah rindu agar kita mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri sendiri (ay.8). Alih-alih menggunakan orang lain untuk kepentingan diri sendiri, atau merendahkan siapa saja yang kedudukannya merugikan kita, Yakobus memerintahkan kita untuk bertindak sebagai orang yang menyadari seberapa besar kita telah dikaruniai dan diampuni—dan juga untuk menunjukkan belas kasihan yang sama kepada orang lain.
Allah telah bermurah hati menganugerahkan belas kasihan-Nya. Dalam hubungan kita dengan orang lain, kiranya kita mengingat belas kasihan yang telah ditunjukkan-Nya kepada kita dan meneruskannya kepada orang lain. —Kirsten Holmberg
Tuhan, aku bersyukur atas belas kasihan-Mu kepadaku. Tolonglah aku menunjukkan belas kasihan yang sama kepada orang lain sebagai syukurku kepada-Mu.
Belas kasihan dari Allah mendorong kita untuk menjadi pribadi yang berbelaskasihan.

Thursday, February 22, 2018

Merasa Aman

Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia. —Ibrani 4:16
Merasa Aman
Dalam sebagian besar kehidupan ini, kita tidak diperingatkan tentang pengalaman yang akan datang dan mengguncang kita. Namun, Allah Bapa yang mengasihi kita tahu dan peduli terhadap pergumulan-pergumulan kita. Dia pun mengundang kita agar membawa semua beban, kepedihan, dan ketakutan kita kepada-Nya. Kitab Suci memberi tahu kita bahwa, “Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibr. 4:15-16).
Di tengah segala guncangan yang kita alami, hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah datang kepada Bapa kita di dalam doa. Frasa “kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” mengandung arti bahwa dalam kehadiran-Nya, kita dapat merasa aman dan damai, bahkan di saat-saat yang menakutkan, karena kita membawa setiap permasalahan kita kepada Pribadi yang lebih besar dari segalanya! Ketika beban hidup terasa begitu berat, kita dapat berdoa. Allah sanggup menolong kita melintasi segala guncangan yang ada. —Bill Crowder
Bapa, terkadang beban hidup ini begitu berat. Tolonglah aku mempercayai-Mu dalam segala guncangan dan menyadari bahwa Kau sangat mempedulikan hidupku.
Walau kita tidak bisa memperkirakan ujian yang akan kita alami, kita bisa berdoa kepada Bapa yang sangat memahami apa yang sedang kita hadapi.

Wednesday, February 21, 2018

Laba-Laba dan Kehadiran Allah

Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu. —Efesus 3:16
Laba-Laba dan Kehadiran Allah
Laba-laba. Saya tidak tahu apakah ada anak-anak yang menyukai laba-laba. Apalagi kalau laba-laba itu ada di kamar tidur mereka. Suatu hari, ketika putri saya bersiap untuk tidur, ia melihat binatang itu di dekat tempat tidurnya. “Ayaaaah!!!!! Laba-labaaaa!!!!!” teriaknya. Meski telah bersusah-payah mencari, saya tidak dapat menemukan penyusup berkaki delapan itu. “Laba-laba itu takkan menyakitimu,” saya coba meyakinkannya. Ia tidak percaya. Akhirnya, ia mau tidur setelah saya berjanji untuk berjaga-jaga dan menemaninya di samping tempat tidur.
Saat putri saya sudah tenang, saya pun memegang tangannya. Saya berkata, “Ayah sangat sayang padamu. Sekarang Ayah menemanimu, tetapi tahukah kamu, Allah mengasihimu lebih daripada kasih ayah dan ibu. Dan Dia sangat dekat padamu. Kamu selalu bisa berdoa kepada-Nya saat kamu takut.” Perkataan saya sepertinya berhasil menghibur putri saya, dan ia pun segera tidur pulas.
Kitab Suci berulang kali meyakinkan kita bahwa Allah selalu dekat (Mzm. 145:18; Rm. 8:38-39; Yak. 4:7-8), tetapi terkadang kita sulit untuk mempercayainya. Mungkin karena itulah Paulus mendoakan jemaat di Efesus agar mereka memiliki kekuatan dan keteguhan untuk memahami kebenaran tersebut (Ef. 3:16). Ia tahu bahwa ketika kita takut, kita bisa lupa bahwa Allah dekat dengan kita. Namun, sama seperti saya menggenggam tangan putri saya dengan penuh kasih sambil ia tertidur malam itu, begitu juga Bapa Surgawi yang penuh kasih selalu dekat dan menyertai kita. Dia hanya sejauh doa. —Adam Holz
Tuhan, terima kasih karena Engkau selalu dekat dan menyertai kami. Berilah kami kekuatan dan keteguhan di dalam hati untuk mengingat bahwa Engkau menyertai kami, Engkau sangat mengasihi kami, dan kami dapat selalu berseru kepada-Mu.
Sebesar apa pun ketakutan kita, Allah selalu dekat dengan kita.

Tuesday, February 20, 2018

Sang Tabib Agung

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. —Yohanes 15:4
Sang Tabib Agung
Ketika Dr. Rishi Manchanda bertanya kepada pasien-pasiennya, “Di mana Anda tinggal?”, ia tidak sekadar menanyakan alamat. Ia telah melihat sebuah pola. Pasien-pasien yang ditolongnya pada umumnya tinggal di lingkungan yang bermasalah. Jamur, hama, dan racun membuat mereka sakit. Dr. Manchanda lalu menjadi pendukung dari sebuah pelayanan medis yang bernama Upstream Doctors. Selain memberikan perawatan medis yang mendesak, para petugas layanan kesehatan itu bekerja sama dengan para pasien dan komunitas mereka untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tercapainya kesehatan yang lebih baik.
Ketika Yesus menyembuhkan orang-orang yang datang kepada-Nya (Mat. 4:23-24), Dia membuka mata mereka untuk melihat lebih jauh dari sekadar kesembuhan fisik dan materi yang mereka cari. Dalam Khotbah di Bukit, Yesus memberikan sesuatu yang melebihi mukjizat secara medis (5:1-12). Tujuh kali Yesus menyebut tentang sikap hati dan pikiran yang mencerminkan suatu kesehatan yang dimulai dengan memiliki pandangan dan janji yang baru tentang kesehatan rohani (ay.3-9). Dua kali Dia menyebutkan bahwa mereka yang mengalami penganiayaan, tetapi yang tetap berharap kepada-Nya dan tinggal di dalam Dia, adalah orang-orang yang berbahagia (ay.10-12).
Perkataan Yesus membuat saya bertanya-tanya. Di manakah saya tinggal? Seberapa sadarkah saya bahwa kebutuhan saya akan kesehatan rohani lebih besar daripada kesembuhan fisik dan pemulihan materi yang saya cari? Dalam kerinduan saya untuk menerima mukjizat, apakah saya rindu menjadi orang yang miskin, berduka, lapar, berbelas kasihan, cinta damai—mereka yang disebut Yesus berbahagia? —Mart DeHaan
Bapa di surga, memang sulit untuk melihat hal-hal lain ketika kami menderita. Izinkan kami mengalami belas kasihan-Mu sekarang. Arahkan mata kami untuk tidak hanya melihat kebutuhan kami sendiri. Kiranya kami memiliki pandangan yang baru dan pemulihan kesehatan rohani dalam Kristus, Pemelihara dan Penyembuh kami.
Ketika kita tinggal di dalam Allah, Dia menjadi satu-satunya pengharapan kita.

Monday, February 19, 2018

Tak Cukup?

Janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan. —Ibrani 13:16
Tak Cukup?
Dalam perjalanan pulang dari gereja, putri saya duduk di kursi belakang mobil sambil menikmati biskuit berbentuk ikan. Melihat makanan itu, saudara-saudaranya memintanya untuk berbagi. Dalam usaha untuk mengarahkan pembicaraan, saya bertanya pada putri saya, “Apa yang kamu kerjakan di Sekolah Minggu hari ini?” Ia bercerita bahwa mereka membuat keranjang berisi roti dan ikan yang didasarkan pada cerita tentang seorang anak yang memberikan lima roti dan dua ikan kepada Yesus untuk memberi makan lebih dari 5.000 orang (Yoh. 6:1-13).
“Baik sekali anak itu mau berbagi. Menurutmu, apakah Tuhan juga memintamu untuk membagi biskuit ikan yang kamu pegang itu?” tanya saya. “Tidak, Mama,” jawabnya.
Saya berusaha mendorongnya agar ia tidak pelit dengan biskuit ikan itu. Ia bergeming. “Isinya tak cukup untuk semua!”
Berbagi memang sulit. Lebih mudah menyimpan sendiri apa yang kita anggap sebagai hak kita. Mungkin kita melakukan perhitungan dan berkilah bahwa apa yang kita punya tidak akan cukup apabila dibagi dengan semua orang. Dan kita menganggap bahwa apabila kita memberi, kita akan berkekurangan.
Paulus mengingatkan kita bahwa semua yang kita miliki berasal dari Allah, yang ingin memperkaya kita “dalam segala hal sehingga [kita] selalu dapat memberi dengan murah hati” (2Kor. 9:10-11 BIS). Perhitungan surgawi selalu mencapai jumlah yang berkelimpahan dan tidak pernah berkekurangan. Kita dapat berbagi dengan penuh sukacita karena Allah berjanji untuk memelihara kita ketika kita bermurah hati kepada sesama.—Lisa Samra
Bapa, Engkau telah memelihara hidupku dengan baik. Tolong aku hari ini untuk memikirkan orang lain dan membagikan kebaikan-Mu bagi mereka.
Ketika kita percaya bahwa Allah itu baik, kita bisa belajar membuka tangan kita dan berbagi dengan orang lain.

Sunday, February 18, 2018

Berani untuk Setia

Janganlah gentar. —1 Petrus 3:14
Berani untuk Setia
Ketakutan terus menggayuti Hadassah, seorang remaja putri Yahudi yang hidup pada abad pertama. Ia adalah tokoh fiktif dalam buku karya Francine Rivers yang berjudul A Voice in the Wind. Setelah Haddasah menjadi seorang budak di rumah seorang Romawi, ia takut mengalami penganiayaan karena imannya kepada Kristus. Ia tahu bahwa orang Kristen dibenci, dan banyak yang dihukum mati atau menjadi mangsa singa di gelanggang. Akankah ia tetap berani untuk teguh mempertahankan kebenaran ketika ia diuji?
Akhirnya, ketakutannya yang terbesar pun menjadi kenyataan. Majikannya dan para pejabat Romawi lainnya yang membenci iman Kristen menantang Hadassah. Ia diberi dua pilihan: menyangkali imannya kepada Kristus atau dijadikan mangsa singa di gelanggang. Namun ketika ia tetap menyatakan Yesus Kristus sebagai Tuhannya, ketakutannya pun hilang dan ia menjadi berani untuk menghadapi kematian sekalipun.
Alkitab mengingatkan bahwa adakalanya kita akan menderita karena melakukan kebenaran—baik karena memberitakan Injil atau karena menjalani hidup saleh yang bertentangan dengan nilai-nilai dunia zaman sekarang. Kita diingatkan untuk tidak menjadi gentar (1Ptr. 3:14), tetapi menguduskan “Kristus di dalam hati [kita] sebagai Tuhan” (ay.15). Pergumulan utama Hadassah terjadi di dalam hatinya. Ketika akhirnya ia menetapkan hati untuk tetap memilih Yesus, ia pun memperoleh keberanian untuk setia.
Ketika kita memutuskan untuk menguduskan dan menghormati Kristus, Dia akan menolong kita mempunyai keberanian dan mengatasi ketakutan pada saat iman kita diuji. —Keila Ochoa
Bapa, berikanlah kepadaku keberanian untuk teguh beriman pada saat-saat yang sulit.
Marilah kita berani ketika bersaksi bagi Allah.

Saturday, February 17, 2018

Menjauhkan Diri dan Menjadi Kuat

Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! —1 Korintus 6:20
Menjauhkan Diri dan Menjadi Kuat
Tindakan mendengarkan secara aktif itu mengingatkan saya pada ketaatan segera yang diperintahkan Kitab Suci dalam menghadapi godaan seksual. Dalam 1 Korintus 6:18, Paulus menulis kepada anggota jemaat yang tergoda oleh para pelacur bakti di kuil penyembahan berhala dan memerintahkan mereka untuk menjauhi percabulan. Memang adakalanya kita harus berdiri teguh dan bertahan menghadapi situasi yang menantang iman (Gal. 5:1; Ef. 6:11), tetapi di sini Alkitab menyerukan taktik bertahan kita yang terbaik: “Menjauhlah!
Tindakan yang langsung dilakukan akan melindungi kita dari sikap kompromi. Kompromi-kompromi kecil dapat membawa kita pada kekalahan yang telak. Pikiran yang tak terkendali, lirikan mata ke situs-situs di dunia maya yang tidak sepatutnya diakses, main mata dengan orang yang bukan suami atau istri Anda—hal-hal tersebut dapat menyeret kita pada kejatuhan dan menjauhkan kita dari Allah.
Ketika kita menjauhi godaan, Allah pun menyediakan pertolongan-Nya. Melalui kematian-Nya yang menebus kita dari dosa, Yesus memberikan pengharapan, pengampunan, dan permulaan yang baru bagi kita—terlepas dari apa pun yang pernah kita lakukan. Ketika kita merasa lemah dan berlari kepada Yesus, Dia akan melepaskan kita dan memampukan kita hidup dengan kekuatan-Nya. —James Banks
Tuhan Yesus, karena kasih-Mu, Engkau memberikan diri-Mu untuk disalibkan bagi kami. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu dalam ketaatan akan kehendak-Mu.
Hanya Allah yang dapat memenuhi kebutuhan kita yang terdalam dan memuaskan dahaga jiwa kita.

Friday, February 16, 2018

Mengasihi Semua Orang

Perlakukanlah [orang asing] seperti kamu memperlakukan orang-orang sebangsamu dan cintailah mereka seperti kamu mencintai dirimu sendiri. —Imamat 19:34 BIS
Mengasihi Semua Orang
Saya beribadah di sebuah gereja yang terletak di sebuah lapangan yang luas dan terbuka—komoditas yang langka di Singapura (negara pulau kami hanya memiliki panjang sekitar 40,2 km dan lebar kira-kira 24,1 km). Beberapa waktu yang lalu, para pekerja dari mancanegara mulai senang berkumpul di lahan milik gereja untuk mengadakan piknik pada hari Minggu.
Jemaat gereja kami memberikan respons yang beragam terhadap keberadaan mereka. Sebagian dari jemaat mengeluh soal sampah yang ditinggalkan para pengunjung. Namun, sebagian yang lain melihat hal itu sebagai kesempatan yang diberikan Tuhan untuk menunjukkan keramahtamahan pada sekelompok orang asing—dan mereka bisa melakukannya tanpa perlu meninggalkan lingkungan gereja!
Bangsa Israel mengalami masalah serupa pada zaman mereka. Setelah menetap di tanah yang baru, mereka bergumul bagaimana caranya berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Namun, Allah dengan jelas memerintahkan mereka untuk memperlakukan orang asing seperti mereka memperlakukan kaum sebangsa mereka, dan mengasihi orang asing seperti diri mereka sendiri (Im. 19:34). Banyak perintah Allah yang khusus menyebut tentang orang asing: bahwa mereka tidak boleh diperlakukan semena-mena, dan mereka perlu dikasihi serta ditolong (Kel. 23:9; Ul. 10:19). Berabad-abad kemudian, Yesus memerintahkan kita untuk melakukan hal yang sama: mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri (Mrk. 12:31).
Kiranya kita mempunyai hati seperti Allah, mau mengasihi sesama seperti diri sendiri, dengan mengingat bahwa kita juga adalah pendatang di bumi ini. Namun, kita telah dikasihi oleh Allah dan dijadikan umat kepunyaan-Nya sendiri. —Leslie Koh
Bapa, Engkau menciptakan setiap dari kami menurut gambar-Mu. Kiranya kami mengasihi orang lain dan berusaha menjangkau mereka dengan kasih-Mu.
Kasih Allah yang kita terima memampukan kita untuk mengasihi sesama.

Thursday, February 15, 2018

Mengikuti Pimpinan-Nya

Sesudah itu bersiaplah [Elisa], lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya. —1 Raja-Raja 19:21
Mengikuti Pimpinan-Nya
Saat masih anak-anak, saya selalu menantikan kebaktian hari Minggu sore di gereja kami. Ibadah Minggu sore terasa sangat menyenangkan, karena mimbar gereja kami sering diisi oleh para misionaris dan pembicara tamu lainnya. Isi khotbah mereka menggugah iman saya karena kerelaan mereka untuk meninggalkan keluarga dan sahabat—dan ada juga yang meninggalkan rumah, harta, dan karier—untuk pergi ke tempat-tempat yang asing dan terkadang berbahaya demi melayani Allah.
Seperti para misionaris tersebut, Elisa meninggalkan banyak hal demi mengikuti Allah (1Raj. 19:19-21). Sebelum Allah memanggil Elisa ke dalam pelayanan melalui Nabi Elia, tidak banyak yang kita ketahui tentang Elisa kecuali bahwa ia adalah seorang petani. Ketika menemui Elisa yang sedang membajak di ladang, Nabi Elia memakaikan jubahnya ke bahu Elisa (lambang dari peran Elia sebagai nabi) dan memanggil Elisa untuk mengikutnya. Setelah mengajukan satu permintaan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada ayah dan ibunya, Elisa pun mengorbankan lembunya dan membakar bajaknya, pamit kepada orangtuanya, lalu mengikut Elia.
Meskipun tidak banyak dari kita yang dipanggil untuk meninggalkan keluarga dan sahabat untuk melayani Allah sebagai misionaris penuh waktu, Allah menghendaki kita semua untuk mengikut Dia dan “tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan bagi [kita] dan dalam keadaan seperti waktu [kita] dipanggil Allah” (1Kor. 7:17). Seperti yang sering saya alami, melayani Allah bisa terasa menyenangkan sekaligus menantang, di mana pun kita berada—sekalipun kita tidak pergi ke tempat-tempat yang jauh. —Alyson Kieda
Ya Tuhan, perlengkapi kami untuk menjadi utusan-Mu di mana pun Engkau menempatkan kami—dekat ataupun jauh, di negeri kami atau di negara lain.
Allah akan menunjukkan kepada kita cara yang terbaik untuk melayani-Nya di mana pun kita berada.

Wednesday, February 14, 2018

Rumah Masa Depan

Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. . . . Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. —Yohanes 14:2
Rumah Masa Depan
Baru-baru ini seorang kawan menyiapkan diri untuk pindah ke kota yang berjarak lebih dari 1.600 km dari kota tempat tinggalnya sekarang. Ia dan suaminya berbagi tugas untuk menyesuaikan dengan tenggat yang singkat. Suaminya mengatur tempat tinggal yang baru, sedangkan ia mengepak barang-barang milik mereka. Saya terheran-heran dengan kemampuannya yang bisa pindah ke tempat baru tanpa pernah meninjau lokasinya atau ikut berburu rumah. Saya pun bertanya kepadanya bagaimana ia bisa melakukan itu. Ia mengakui itu memang sulit, tetapi ia juga mengatakan bahwa ia bisa mempercayai suaminya. Suaminya mengetahui keinginan dan kebutuhan istrinya karena telah cukup lama menjalani hidup bersama.
Di ruang atas tempat perjamuan terakhir, Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya tentang pengkhianatan dan kematian yang akan dialami-Nya. Saat-saat terkelam dalam kehidupan Yesus di bumi, dan juga dalam kehidupan para murid, akan segera datang. Yesus menghibur mereka dengan kepastian bahwa Dia akan menyiapkan tempat bagi mereka di surga, mirip seperti suami kawan saya yang menyiapkan rumah baru bagi keluarga mereka. Ketika para murid mempertanyakan maksud Yesus, Dia mengajak mereka melihat pengalaman mereka bersama dan segala mukjizat-Nya yang telah mereka saksikan. Meski mereka akan berduka atas kematian dan ketidakhadiran Yesus, Dia mengingatkan mereka bahwa Dia layak dipercaya untuk menepati janji-Nya.
Di masa-masa terkelam sekalipun, kita dapat mempercayai-Nya untuk membawa kita ke tempat yang baik. Saat berjalan bersama-Nya, kita juga belajar untuk semakin mempercayai kesetiaan-Nya. —Kirsten Holmberg
Tuhan, tolong kami untuk bersandar kepada-Mu di saat hidup kami penuh dengan ketidakpastian dan kesulitan. Engkau sungguh baik dan layak dipercaya.
Kita dapat mempercayai Allah untuk memandu kita melalui masa-masa yang sulit.

Tuesday, February 13, 2018

Mangkuk Berkat

Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu. —Filipi 1:3
Mangkuk Berkat
Ketika sedang mengetik di komputer, terdengar bunyi denting tanda e-mail masuk. Biasanya saya berusaha menahan diri untuk tidak mengecek setiap e-mail, tetapi subjeknya kali ini sangat menarik perhatian saya: “Kamu sudah menjadi berkat”.
Langsung saja saya membuka e-mail itu dan ternyata itu adalah pesan dari seorang kawan yang tinggal di tempat yang jauh. Ia mengatakan bahwa ia sedang mendoakan keluarga saya. Setiap minggu, ia menaruh satu foto kartu Natal ke dalam “Mangkuk Berkat” di atas meja dapurnya dan mendoakan keluarga yang ada di kartu tersebut. Ia menulis, “Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu” (Flp. 1:3), lalu menyemangati usaha kami untuk membagikan kasih Allah kepada orang lain. Itulah persekutuan kami dalam berita Injil (ay.5).
Berkat teman saya tadi, kata-kata Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi mengisi kotak masuk e-mail saya dan menghadirkan sukacita dalam hati saya. Saya pikir, sukacita yang sama juga dirasakan oleh para penerima ucapan syukur Paulus pada abad pertama. Kelihatannya Rasul Paulus mempunyai kebiasaan mengucap syukur atas diri orang-orang yang melayani bersamanya. Frasa yang serupa mengawali sebagian besar suratnya, salah satunya: “Aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian, sebab telah tersiar kabar tentang imanmu di seluruh dunia” (Rm. 1:8).
Pada abad pertama, Paulus memberkati rekan-rekan sepelayanannya dengan ucapan syukur disertai doa. Pada abad ke-21, kawan saya menggunakan Mangkuk Berkat untuk mewarnai hari itu dengan sukacita. Bagaimana cara kita bersyukur hari ini atas orang-orang yang melayani bersama kita dalam pekerjaan Allah? —Elisa Morgan
Bapa, tolonglah kami untuk menjadi berkat bagi mereka yang melayani bersama kami.
Kepada siapa Anda akan mengucapkan terima kasih hari ini?

Monday, February 12, 2018

Percayalah kepada-Ku

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok. —Matius 6:34
Percayalah kepada-Ku
Setelah lulus kuliah, saya mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang kecil. Uang saya sangat terbatas, dan adakalanya saya tidak punya cukup uang untuk membeli makanan. Saya belajar mempercayai Allah untuk memenuhi kebutuhan saya sehari-hari.
Saya pun teringat pada pengalaman Nabi Elia. Sepanjang pelayanannya sebagai nabi, ia belajar mempercayai Allah untuk mencukupkan kebutuhannya sehari-hari. Segera setelah Elia mengumumkan penghakiman Allah dalam bentuk bencana kekeringan di Israel, Allah mengutusnya pergi ke daerah yang sunyi, yaitu sungai Kerit. Di sana, Allah mengutus burung gagak untuk membawakan makanan bagi Elia setiap hari dan Elia dapat menyegarkan dirinya dengan minum air dari sungai (1Raj. 17:1-4).
Namun, kekeringan terjadi. Aliran air di sungai itu semakin kecil, dan perlahan-lahan berubah menjadi tetesan saja. Pada saat sungai itu benar-benar kering, Allah berkata, “Bersiaplah, pergi ke Sarfat . . . . Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan” (ay.9). Sarfat ada di wilayah Sidon, yang penduduknya menjadi musuh orang Israel. Adakah yang mau memberikan tumpangan kepada Elia? Mungkinkah seorang janda miskin memiliki makanan untuk dibagikan?
Sebagian besar dari kita mungkin lebih memilih agar Allah menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan jauh sebelum bencana terjadi daripada mengirimkan persediaan yang hanya cukup untuk hari demi hari. Namun demikian, Bapa kita yang penuh kasih seakan berbisik, Percayalah kepada-Ku. Seperti Allah memakai burung gagak dan seorang janda untuk mencukupi kebutuhan Elia, tiada yang mustahil bagi-Nya. Kita dapat mempercayai kasih dan kuasa Allah untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. —Poh Fang Chia
Bapa yang setia, terima kasih karena Engkau mengetahui pasti kebutuhan kami, bahkan sebelum kami memintanya. Tolong kami agar mempercayai-Mu untuk kebutuhan kami sehari-hari.
Allah menyediakan segala kebutuhan kita—sehari demi sehari.

Sunday, February 11, 2018

Gesekan Budaya

Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka. Firman Allah makin tersebar. —Kisah Para Rasul 6:6-7
Gesekan Budaya
Gelombang pengungsi yang baru menetap di komunitas kami membawa pertumbuhan bagi gereja-gereja di lingkungan ini. Namun, pertumbuhan itu memunculkan tantangan tersendiri. Jemaat gereja harus belajar menyambut para pendatang itu dengan baik, sementara para pendatang itu perlu menyesuaikan diri dengan budaya, bahasa, dan cara ibadah yang baru dan berbeda. Segala perubahan itu dapat menimbulkan kecanggungan.
Di mana pun manusia berinteraksi, kesalahpahaman dan perbedaan pendapat dapat terjadi, tak terkecuali di gereja. Jika kita tidak menangani perbedaan-perbedaan kita dengan cara yang sehat, keadaan dapat menjadi semakin tegang hingga terjadilah perpecahan.
Gereja mula-mula di Yerusalem sedang berkembang ketika perselisihan muncul karena gesekan-gesekan budaya. Orang Yahudi yang berbahasa Yunani (kaum Helenis) mengeluhkan sikap orang Yahudi yang berbahasa Aram. Para janda dari kaum Helenis “diabaikan dalam pelayanan sehari-hari” (Kis. 6:1). Oleh karena itu, para rasul berkata, “Pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu” (ay.3). Tujuh orang yang kemudian terpilih memiliki nama Yunani (ay.5). Dengan kata lain, mereka berasal dari kaum Helenis, yakni anggota dari kelompok yang terabaikan. Merekalah yang paling mengerti masalahnya. Para rasul mendoakan dan menumpangkan tangan di atas mereka, lalu gereja pun semakin berkembang (ay.6-7).
Pertumbuhan memang membawa tantangan, sebagian disebabkan karena meningkatnya interaksi di antara orang-orang yang berbeda budaya dan kebiasaan. Namun dengan meminta tuntunan Roh Kudus, kita akan menemukan solusi-solusi kreatif sehingga hal-hal yang awalnya berpotensi menjadi masalah diubah menjadi kesempatan untuk semakin bertumbuh. —Tim Gustafson
Apa yang dimulai dengan kebersamaan, dipertahankan sebagai kemajuan, dan dikerjakan bersama hingga mencapai kesuksesan.

Saturday, February 10, 2018

Ada di Mana-Mana tetapi Tiada

Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? —Mazmur 139:7
Ada di Mana-Mana tetapi Tiada
Seorang sahabat yang juga pernah kehilangan anak remajanya dalam kecelakaan lalu lintas menuliskan kenangan tentang putrinya, Lindsay, di sebuah koran lokal. Setelah menyebutkan banyaknya foto dan kenangan Lindsay yang ditaruhnya di seputar rumah mereka, ia menulis, “Lindsay ada di mana-mana, tetapi tiada lagi bersama kami.” Itulah ungkapan paling berkesan yang dikemukakan dalam tulisannya.
Walaupun putri-putri kami masih tersenyum kepada kami melalui foto-foto mereka, kepribadian mereka yang penuh semangat dan kegembiraan itu tidak bisa kami lihat lagi. Mereka ada di mana-mana—di dalam hati kami, di pikiran kami, dan di semua foto yang terpajang—tetapi mereka tiada lagi bersama kami.
Namun, Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa di dalam Kristus, Lindsay dan Melissa bukan benar-benar tiada. Kini mereka ada dalam hadirat Yesus, “tinggal bersama Tuhan” (2 Kor. 5:8 BIS). Mereka sedang bersama satu Pribadi yang tidak bisa kita lihat tetapi ada di mana-mana. Memang, kita tidak dapat melihat wujud Allah secara fisik. Tidak ada foto-foto Allah yang sedang tersenyum terpajang di lemari kita. Bahkan kalau Anda mencari-cari Dia, bisa saja Anda berpikir bahwa Allah itu tiada bersama Anda karena Dia memang tidak terlihat. Namun, yang benar justru sebaliknya. Allah itu ada di mana-mana!
Ke mana pun kita pergi di atas muka bumi ini, Allah ada di sana. Dia selalu hadir untuk menuntun, menguatkan, dan menghibur kita. Kita tidak dapat pergi ke tempat di mana Dia tidak ada. Kita tidak melihat-Nya, tetapi Dia ada di mana-mana. Di dalam pergumulan iman yang kita hadapi, alangkah indahnya mendengar bahwa Allah selalu menyertai kita.—Dave Branon
Tuhan, terima kasih karena Engkau hadir bersamaku di sini saat ini juga. Ajarlah aku bersandar pada-Mu.
Penghiburan terbesar kita di kala duka adalah mengetahui bahwa Allah menyertai kita.

Friday, February 9, 2018

Pertemanan yang Unik

Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama. —Yesaya 11:6
Pertemanan yang Unik
Teman-teman saya di Facebook sering mengunggah video pertemanan antar binatang yang unik dan menarik. Baru-baru ini saya menonton video tentang anak anjing dan babi yang tak terpisahkan, pertemanan antara rusa dan kucing, serta tentang orang utan yang menjadi induk beberapa anak harimau.
Saat menonton pertemanan yang manis tetapi tidak lazim itu, saya teringat pada Taman Eden. Dalam lingkungan tersebut, hubungan Adam dan Hawa bersama Allah dan di antara mereka berdua terjalin harmonis. Karena Allah memberi mereka tumbuhan untuk dimakan, saya membayangkan bahwa binatang pun hidup bersama dalam damai (Kej. 1:30). Namun, lingkungan yang harmonis itu terganggu saat Adam dan Hawa jatuh dalam dosa (3:21-23). Sekarang, baik dalam hubungan antar manusia maupun antar ciptaan, kita melihat pergumulan dan konflik di mana-mana.
Namun, Nabi Yesaya meyakinkan kita bahwa suatu hari nanti, “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama” (yes. 11: 6). Banyak yang menafsirkan bahwa hal itu akan terjadi suatu hari kelak ketika Yesus datang kembali untuk memerintah. Saat Dia datang kembali, tidak akan ada lagi perpecahan dan “maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi . . . dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why. 21:4). Di bumi yang diperbarui itu, keharmonisan ciptaan akan dipulihkan seperti semula dan orang-orang dari setiap suku, bangsa, dan bahasa akan bersama menyembah Allah (7:9-10; 22:1-5).
Sebelum itu tiba, selama kita masih di dunia, Allah dapat menolong kita memulihkan hubungan yang retak dan menjalin pertemanan baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. —Alyson Kieda
Bapa, tolong kami untuk meruntuhkan penghalang dan berusaha berteman dengan orang lain; dan saat melakukannya, mampukan kami menjadi saksi Injil-Mu.
Kelak Allah akan memulihkan damai yang sempurna di dalam dunia.

Thursday, February 8, 2018

Masalah dari Kecongkakan

Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. —Amsal 16:18
Masalah dari Kecongkakan
Orang yang berhasil meraih ketenaran atau reputasi yang luar biasa di masa hidupnya sering disebut sebagai “tokoh legendaris di zamannya”. Seorang teman yang pernah menjadi pemain bisbol profesional berkata bahwa ia bertemu banyak orang di dunia olahraga yang hanya menjadi “tokoh legendaris di pikirannya sendiri”. Kesombongan memang dapat menyimpangkan cara kita memandang diri kita sendiri, sedangkan kerendahan hati akan membuat kita memandang diri sendiri secara realistis.
Penulis kitab Amsal mengatakan, “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan” (16:18). Jika kita memandang diri sendiri melalui cermin yang mementingkan diri, kita akan melihat gambar diri yang menyimpang. Meninggikan diri sendiri akan membuat kita terjatuh dan hancur.
Penawar dari racun kesombongan adalah kerendahan hati sejati yang diberikan Allah. “Lebih baik merendahkan diri dengan orang yang rendah hati dari pada membagi rampasan dengan orang congkak” (ay.19).
Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:26-28).
Memang tidak salah apabila kita menerima penghargaan atas prestasi dan kesuksesan kita. Tantangannya bagi kita adalah bagaimana kita tetap berfokus pada Pribadi yang memanggil kita untuk mengikut-Nya dengan berkata, “karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Mat. 11:29). —David C. McCasland
Tuhan Yesus, berilah kami kerendahan hati-Mu dalam interaksi kami dengan sesama hari ini. Kiranya kami memuliakan-Mu dalam segala perbuatan dan perkataan kami.
Kerendahan hati yang sejati berasal dari Allah.

Wednesday, February 7, 2018

Selimut untuk Semua Orang

Yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa. —1 Petrus 4:8
Selimut untuk Semua Orang
Linus Van Pelt, yang lebih dikenal sebagai “Linus”, adalah tokoh utama dalam komik Peanuts. Meski pintar dan bijak, ia tidak merasa tidak aman sehingga ia suka membawa selimutnya ke mana-mana. Kita bisa memahaminya, karena kita juga memiliki perasaan takut dan tidak aman kita sendiri.
Petrus juga pernah merasa sangat takut. Ketika Yesus ditangkap, Petrus menunjukkan keberanian dengan mengikuti-Nya sampai ke halaman istana Imam Besar. Namun kemudian, Petrus mulai merasa takut sehingga ia berbohong untuk melindungi identitasnya (Yoh. 18:15-26). Ia bahkan bersumpah tidak mengenal Tuhannya. Namun, Yesus tidak pernah berhenti mengasihi Petrus dan akhirnya memulihkan Petrus (lihat Yoh. 21:15-19).
Penekanan Petrus tentang kasih dalam 1 Petrus 4:8 bersumber dari pengalamannya sendiri menerima kasih Yesus yang teramat dalam. Karena itulah, ia kemudian menegaskan pentingnya kasih di dalam hubungan kita dengan sesama lewat kata-kata, “yang terutama”. Penegasan itu dilanjutkan dengan dorongan untuk mengasihi “sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.”
Pernahkah Anda membutuhkan sejenis “selimut” kasih seperti itu? Saya pernah! Setelah mengatakan atau melakukan sesuatu yang kemudian saya sesali, saya merasa sangat bersalah dan malu. Saya butuh “ditutupi” sebagaimana di dalam Injil, dengan kasih-Nya, Yesus menutupi dosa orang-orang yang dipenuhi rasa bersalah dan malu.
Bagi para pengikut Yesus, kasih merupakan selimut yang sepatutnya kita berikan dengan berani dan murah hati untuk menghibur dan memulihkan sesama kita. Karena kita telah menerima kasih yang begitu besar, mari kita juga menebarkan kasih seluas-luasnya. —Arthur Jackson
Bapa, kasih-Mu di dalam dan melalui Yesus telah berulang kali menyelamatkanku. Tolong aku untuk menjadi saluran kasih-Mu yang menyelamatkan bagi orang lain.
Allah mengasihi Anda dan saya. Karena itu, marilah kita saling mengasihi.

Tuesday, February 6, 2018

Memuji di Tengah Masa Sulit

Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? —Ayub 2:10
Memuji di Tengah Masa Sulit
“Aku kena kanker.” Saya ingin tetap kuat ketika mama mengucapkan kata-kata itu. Namun, saya hanya bisa menangis. Tidak ada yang pernah mau mendengar kata itu bahkan untuk satu kali saja. Namun, ini adalah ketiga kalinya mama terkena kanker. Setelah menjalani mamogram dan biopsi rutin, mama mengetahui bahwa ia memiliki tumor ganas di bawah lengannya.
Walaupun mama yang mengalami kabar buruk itu, justru dirinya yang menghibur saya. Mama memberikan tanggapan yang menyadarkan saya, “Aku tahu Allah selalu baik padaku. Dia selalu setia.” Bahkan ketika mama menjalani operasi yang berat, dilanjutkan dengan terapi radiasi, ia selalu yakin akan kehadiran dan kesetiaan Allah.
Keyakinan itulah yang juga dimiliki Ayub. Ayub kehilangan anak-anaknya, kekayaannya, dan kesehatannya. Namun setelah mendengar semua berita itu, Ayub 1:20 menuliskan, “sujudlah ia dan menyembah.” Ketika dinasihati untuk mengutuk Allah, Ayub berkata, “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (2:10). Sungguh suatu respons awal yang radikal. Walaupun Ayub kemudian mengeluh, pada akhirnya ia menerima kenyataan bahwa Allah tidak pernah berubah. Ayub tahu bahwa Allah senantiasa menyertainya dan mempedulikannya.
Bagi sebagian besar dari kita, pujian bukanlah respons awal kita terhadap suatu kesulitan. Terkadang beratnya penderitaan yang kita hadapi membuat kita meluap-luap dalam ketakutan atau kemarahan. Namun saat melihat respons mama, saya diingatkan bahwa Allah tetap menyertai dan Dia tetap baik. Dia akan menolong kita dalam menjalani masa-masa yang sulit. —Linda Washington
Tuhan, siapkanlah aku untuk masa-masa mendatang ketika pujian terasa sulit keluar dari mulut bibirku.
Bahkan di titik nadir hidup ini, kita dapat tetap mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan.

Monday, February 5, 2018

Mendengar Suara-Nya

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku. —Yohanes 10:27
Mendengar Suara-Nya
Saya susah mendengar—telinga saya yang sebelah tuli dan yang sebelah lagi tak bisa mendengar dengan jelas. Jadi saya memakai alat bantu dengar.
Alat itu berfungsi dengan baik hampir sepanjang waktu, kecuali dalam situasi keramaian dan banyak suara terdengar di sekitar saya. Dalam keadaan seperti itu, alat bantu dengar saya akan menangkap setiap suara di dalam ruangan dan saya tidak dapat mendengar suara orang yang berbicara di depan saya.
Demikian juga dengan kita: suara hiruk-pikuk di dunia ini dapat memudarkan suara Allah yang lembut. “Di manakah firman ditemukan, di manakah firman digemakan?” tanya penyair T. S. Eliot. “Tidak di sini, karena di sini kurang hening.”
Untungnya, alat bantu dengar saya dapat diatur untuk meredam suara-suara di sekitar saya. Pengaturan itu memampukan saya hanya mendengarkan suara-suara yang saya inginkan. Demikian juga dengan kita. Ada banyak suara di sekitar kita, tetapi pada saat kita menenangkan jiwa dan memperhatikan, kita akan mendengar suara Allah “yang kecil lembut” (1Raj. 19 :11-12 BIS).
Allah berbicara kepada kita setiap hari, memanggil kita di tengah kegelisahan dan kerinduan yang melanda jiwa kita. Dia memanggil kita di tengah dukacita kita yang mendalam maupun di tengah sukacita besar yang sesungguhnya tidak dapat sepenuhnya memuaskan kita.
Namun yang terutama, Allah berbicara kepada kita melalui firman-Nya (1Tes. 2:13). Ketika Anda membuka Alkitab dan membacanya, Anda juga akan mendengar suara-Nya. Dia mengasihi Anda lebih daripada apa yang dapat Anda bayangkan, dan Dia ingin Anda mendengarkan apa yang hendak dikatakan-Nya. —David H. Roper
Ya Tuhan, terima kasih karena telah memberi kami firman-Mu. Tolong aku untuk mendengar suara-Mu saat aku bersekutu dengan-Mu.
Allah berbicara melalui firman-Nya saat kita menyediakan waktu untuk mendengarkan-Nya.

Sunday, February 4, 2018

Hal Itu Menakjubkan

Kiranya kemuliaan-Nya memenuhi seluruh bumi. Amin, ya amin. —Mazmur 72:19
SR:04-02-2018
Dalam natur alami kita, kita semua telah berbuat dosa dan telah kehilangan hal itu (Rm. 3:23).
Ia adalah cahaya dari hal itu (Ibr. 1:3), dan mereka yang mengenal-Nya telah melihat hal itu (Yoh. 1:14).
Dalam Perjanjian Lama, hal itu memenuhi Kemah Suci (Kel. 40:34-35), dan bangsa Israel dipimpin oleh hal itu.
Dan di akhir zaman, kita dijanjikan bahwa surga tidak memerlukan matahari dan bulan untuk menyinarinya, sebab hal itu akan meneranginya dengan begitu luar biasa (Why. 21:23).
Apakah hal itu dalam semua pernyataan di atas?
Hal itu merujuk pada kemuliaan Allah. Dan Allah memang sangat menakjubkan!
Di sepanjang Alkitab, kita diberi tahu bahwa kita dapat menikmati sekilas kemuliaan Allah yang mengagumkan itu selama kita hidup di atas bumi ciptaan-Nya. Kemuliaan Allah di sini adalah wujud yang tampak dari keberadaan-Nya. Karena kita tidak dapat melihat Allah, Dia memberi kita gambaran yang jelas akan kehadiran dan karya-Nya di dalam hal-hal seperti kemegahan alam semesta, keagungan dari keselamatan kekal yang kita terima, dan kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita.
Hari ini, cobalah menikmati kemuliaan Allah dan saksikanlah bukti dari kebesaran-Nya. Anda dapat melihatnya dalam alam yang indah, tawa anak-anak, dan kasih dari sesama. Allah masih terus memenuhi dunia ini dengan kemuliaan-Nya. —Dave Branon
Bapa Surgawi, terima kasih untuk sekilas kemuliaan-Mu yang kami lihat sekarang, untuk kemuliaan yang kami percaya ada di dalam Yesus, Juruselamat kami, dan untuk pengharapan pasti akan kemuliaan penuh yang akan kami alami di surga kelak.
Kita dapat melihat dan menikmati kemuliaan Allah sekarang dan sampai selama-lamanya.

Saturday, February 3, 2018

Mempengaruhi Hidup

Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang. —Amsal 16:24
Mempengaruhi Hidup
Adakalanya hidup kita dapat berubah dalam sekejap oleh kuatnya pengaruh yang diberikan orang lain. Bruce Springsteen, legenda musik rock ‘n‘ roll, meyakini bahwa karya para musisilah yang telah menolongnya melewati masa kanak-kanak yang keras dan menang atas depresi. Ia berkata, “Anda dapat mengubah hidup seseorang dalam tiga menit dengan lagu yang tepat,” dan ia mengalami sendiri kebenaran ucapan itu.
Seperti lagu yang berpengaruh, perkataan yang diucapkan dengan cermat juga dapat memberikan pengharapan kepada kita, bahkan mengubah perjalanan hidup kita. Saya yakin banyak dari kita dapat mengingat percakapan-percakapan yang mempengaruhi hidup kita selamanya. Bisa jadi itu berupa perkataan seorang guru yang mengubah cara kita memandang dunia, dorongan yang memulihkan keyakinan kita, atau perkataan lembut dari seorang teman yang telah menghibur kita dalam masa-masa yang sulit.
Mungkin itulah alasan kitab Amsal berulang-ulang menekankan tanggung jawab kita untuk menjaga perkataan dan memakainya dengan bijak. Alkitab tidak pernah memperlakukan ucapan sebagai hal yang remeh. Sebaliknya, kita diajarkan bahwa ucapan kita mempengaruhi hidup dan mati seseorang (18:21). Sepenggal perkataan kita dapat merusak semangat, atau justru menguatkan dan menyemangati seseorang (15:4).
Tidak semua orang mampu menciptakan musik yang berpengaruh. Namun, setiap dari kita dapat memohon hikmat dari Allah untuk melayani sesama melalui perkataan kita (Mzm. 141:3). Lewat sepenggal perkataan yang kita ucapkan dengan cermat, Allah dapat memakai kita untuk mengubah hidup seseorang. —Monica Brands
Tuhan, tolonglah kami agar tidak meremehkan pengaruh dari perkataan kami. Kiranya kami bijak memakai kata-kata untuk memulihkan dan menguatkan sesama serta mengarahkan mereka pada pengharapan yang sejati di dalam Engkau.
Allah telah memberi kita kuasa untuk mempengaruhi hidup orang lain melalui perkataan kita.

Friday, February 2, 2018

Menggunakan Kesempatan

Di dalam hubungan kalian dengan orang-orang yang tidak percaya, hendaklah kalian hidup bijaksana dan memakai setiap kesempatan dengan sebaik-baiknya. —Kolose 4:5 BIS
Menggunakan Kesempatan
Seperti kebanyakan orang, saya merasa tidak cukup berolahraga. Agar saya termotivasi untuk bergerak, saya membeli pedometer, sebuah perangkat yang dapat menghitung jumlah langkah kaki saya. Perangkat itu begitu sederhana, tetapi sanggup mempengaruhi motivasi saya. Alih-alih menggerutu, saya melihat setiap pergerakan saya sebagai kesempatan untuk menambah jumlah langkah kaki saya. Tugas-tugas sepele, seperti mengambilkan minum untuk anak, menjadi kesempatan bagi saya untuk mencapai target yang lebih besar. Bisa dikatakan bahwa pedometer telah mengubah perspektif sekaligus motivasi saya. Sekarang, manakala memungkinkan, saya selalu mencoba berjalan kaki lebih banyak dari biasanya.
Saya pun berpikir, mungkinkah kehidupan iman kita juga seperti itu. Ada banyak kesempatan untuk mengasihi, melayani, dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita setiap hari, seperti nasihat Paulus dalam Kolose 4:5. Namun, apakah saya selalu menyadari momen-momen itu? Apakah saya menggunakan kesempatan yang ada untuk menguatkan orang lain dalam interaksi sehari-hari yang kelihatannya remeh? Allah sanggup bekerja dalam hidup setiap orang yang berhubungan dengan saya, mulai dari keluarga, rekan-rekan kerja, hingga kasir di tempat saya berbelanja. Setiap interaksi itu menjadi kesempatan bagi saya untuk memperhatikan karya Allah—meskipun hal itu kelihatannya “sepele”, seperti menanyakan kabar seorang pelayan yang melayani kita di restoran.
Siapa tahu, ketika kita peka dan menyadari kesempatan-kesempatan yang dibukakan Allah kepada kita, Dia akan bekerja di dalam momen-momen tersebut. —Adam Holz
Tuhan, ada begitu banyak kesempatan untuk mengasihi, mendengarkan, dan melayani orang-orang di sekeliling kami setiap hari. Tolonglah kami agar lebih peka melihat kebutuhan mereka.
Pakailah setiap kesempatan yang ada untuk melayani seseorang.

Thursday, February 1, 2018

Pengharapan Besar

Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi! —Matius 21:9
Pengharapan Besar
Ketika pemasang iklan merekayasa foto patung marmer karya Michelangelo yang menggambarkan tokoh Daud dari Alkitab, pemerintah Italia dan pengurus museum di sana menyatakan keberatan. Menurut mereka, gambaran Daud menyandang sebilah bedil (bukan umban seperti di Alkitab) merupakan pelanggaran—“sama saja dengan menghancurkan patung itu memakai palu, atau bahkan lebih buruk dari itu,” kata seorang pejabat urusan kebudayaan.
Pada abad pertama di Yerusalem, Daud dikenang sebagai gembala, penyair, pahlawan, sekaligus raja Israel yang harum namanya. Nama Daud juga membawa pengharapan besar bagi Israel dan para nabi menubuatkan bahwa keturunan Daudlah yang akhirnya akan mengalahkan musuh-musuh Israel. Oleh karena itu, berabad-abad kemudian, saat orang banyak menyambut Yesus sebagai Anak Daud (Mat. 21:6-9), mereka berharap Yesuslah yang akan memimpin pemberontakan untuk mengusir penjajah Romawi. Namun, Yesus justru menjungkirbalikkan meja-meja penukaran uang di Bait Allah untuk mengembalikan rumah Bapa-Nya itu sebagai rumah doa bagi semua bangsa. Para pemimpin Israel pun geram. Yesus bukanlah Mesias dan Anak Daud yang mereka nantikan. Maka tanpa menyadari apa yang mereka perbuat, mereka membiarkan para algojo Romawi untuk memakukan tangan dan kaki Sang Raja Israel yang sejati.
Alih-alih menghentikan mereka, Yesus merelakan diri digantung pada salib yang hina—direndahkan dan dicela. Namun lewat kebangkitan-Nya, kita tahu bahwa Anak Daud yang sejati telah mengalahkan musuh-musuh-Nya dengan kasih dan memanggil anak-anak-Nya dari segala bangsa untuk memberitakan kabar kemenangan-Nya. —Mart DeHaan
Bapa di surga, meski sulit bagi kami untuk mengakuinya, tetapi memang kami sering merasa bimbang. Kami berusaha mempertahankan pencitraan diri yang kami sukai daripada memuliakan kasih-Mu yang tak ternilai.
Yesus menunjukkan bahwa Allah selalu lebih baik daripada segala bayangan dan harapan kita.
 

Total Pageviews

Translate