Pages - Menu

Friday, January 31, 2020

Lenyap Tak Berbekas

Kalau engkau mengamat-amati [kekayaan], lenyaplah ia. —Amsal 23:5
Lenyap Tak Berbekas
Banksy, seniman yang terkenal karena kejahilannya, berhasil melakukan aksi yang mengejutkan. Lukisannya yang berjudul Gadis dengan Balon laku terjual seharga satu juta pound di rumah lelang Sotheby di London. Beberapa saat setelah juru lelang berteriak “Terjual,” sebuah alarm berbunyi dan lukisan itu bergerak turun dan melewati mesin penghancur dokumen yang terpasang di bagian bawah bingkai. Banksy mengunggah foto para peserta lelang yang menatap mahakaryanya yang kini hancur itu di akun media sosialnya, disertai keterangan, “Going, going, gone” (Musnah, lenyap, tak berbekas).
Banksy senang bisa menjahili orang kaya, tetapi sebenarnya ia tidak perlu repot-repot. Harta kekayaan itu sendiri juga kerap “menjahili” pemiliknya. Allah berkata, “Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya . . . kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali” (ams. 23:4-5).
Tidak banyak hal selain uang yang sifatnya begitu sementara. Kita bekerja keras mendapatkannya, tetapi uang juga bisa habis dalam sekejap. Penyebabnya, antara lain: investasi yang gagal, inflasi yang mengikis kekayaan, tagihan-tagihan yang harus dibayar, hilang dicuri, habis dilalap api, atau disapu banjir. Sekalipun kita berhasil mengatur dan menyimpan uang kita, waktu untuk membelanjakannya pun terus berlalu. Sekejap mata, maka masa hidupmu musnah, lenyap, tak berbekas.
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Allah memberi tahu kita: “Takutlah akan Tuhan senantiasa. Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” (ay.17-18). Investasikan hidupmu dalam Yesus; Dia saja yang akan menopangmu selamanya.—Mike Wittmer
WAWASAN
Amsal 22:17-24:22 ditandai sebagai bagian yang terpisah dengan judul “Amsal-amsal orang bijak.” Beberapa ahli berargumen bahwa Salomo “meminjam” beberapa amsal ini dari kitab hikmat Mesir kuno, “The Instruction of Amenemope” (“Petunjuk-petunjuk Amenemope”), yang memiliki tiga puluh pasal. Apa pun sumbernya, kita percaya bahwa “amsal-amsal” ini “diilhamkan Allah” (2 Timotius 3:16-17). Amsal yang ketujuh (Amsal 23:1-3) menggambarkan pesta makan yang diselenggarakan oleh tuan rumah yang berkuasa, dan memperingatkan pembaca terhadap daya pikat dari kedudukan sosial. Sebaliknya, kita harus berjaga-jaga dan menahan diri ketika ada godaan untuk memanjakan diri. Amsal yang kedelapan (ay.4-5) memperingatkan tentang bahaya keserakahan, tentang nikmatnya uang dan materi, tentang mengandalkan kekayaan. Karena kekayaan itu tidak abadi (27:24), adalah suatu kebodohan untuk mengandalkannya (Pengkhotbah 5:12-14; Matius 6:19; 1 Timotius 6:6-10; Yakobus 5:1-6). —K. T. Sim
Di bagian hidup manakah kamu merasa tidak aman? Bagaimana hal itu dapat menuntunmu kepada Yesus?
Ya Allah, tolong aku menyerahkan seluruh kekhawatiranku kepada-Mu dan mempercayai kebaikan serta kesetiaan-Mu.

Thursday, January 30, 2020

Meneguhkan Lutut yang Goyah

Kuatkanlah tangan yang lemah lesu dan teguhkanlah lutut yang goyah. —Yesaya 35:3
Meneguhkan Lutut yang Goyah
Waktu masih kecil, saya mendengar lagu berjudul “He Looked Beyond My Fault and Saw My Need” (Dia Tidak Lagi Melihat Kesalahanku tetapi Melihat Kebutuhanku) karangan Dottie Rambo pada tahun 1967, dan salah mengartikannya menjadi “He Looked Beyond My Fault and Saw My Knee” (Dia Tidak Lagi Melihat Kesalahanku tetapi Melihat Lututku). Dengan logika kanak-kanak, saya bertanya-tanya untuk apa Tuhan melihat lutut orang. Apakah karena lutut itu goyah? Saya tahu bahwa istilah “lutut yang goyah” berarti “takut.” Saya kemudian memahami bahwa ternyata Dottie menulis lagu tentang kasih Allah yang tak bersyarat itu sebagai respons terhadap pendapat kakak lelakinya, Eddie, yang mengira ia tidak pantas dikasihi karena banyaknya kesalahan yang sudah diperbuatnya. Dottie meyakinkan kakaknya bahwa Allah melihat kelemahannya tetapi masih mengasihinya.
Kasih Allah yang tak bersyarat terlihat jelas dalam banyak momen “goyahnya lutut” bangsa Israel dan Yehuda. Dia mengutus para nabi seperti Yesaya dengan pesan untuk umat-Nya yang bebal. Dalam Yesaya 35, Yesaya membagikan harapan akan datangnya pemulihan dari Allah. Dorongan yang datang karena memiliki pengharapan akan menguatkan “tangan yang lemah lesu dan [meneguhkan] lutut yang goyah” (ay.3). Melalui dorongan yang mereka terima, pada gilirannya umat Allah akan dapat menguatkan orang lain. Inilah sebabnya Yesaya memerintahkan dalam ayat 4, “Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: ‘Kuatkanlah hati, janganlah takut!’”
Apakah lututmu goyah dan merasa putus asa? Berbicaralah kepada Bapa kita yang di surga. Dia akan menguatkan lutut yang goyah melalui kebenaran Kitab Suci dan kuasa kehadiran-Nya. Setelah itu, kamu dapat menolong orang lain yang juga membutuhkan dorongan semangat.—Linda Washington
WAWASAN
Yesaya 35 menyusul keenam celaka dalam pasal 28-33 yang menyerukan penghakiman atas bangsa-bangsa yang berdosa, dan pasal 34 yang menyerukan penghakiman atas pihak-pihak yang menindas umat Allah. Pasal 35 merupakan kontras yang tegas karena di sana dibicarakan tentang berkat untuk Sion yang dipulihkan; pasal ini melukiskan kedamaian di tengah kekacauan karena pasal 36-39 berganti fokus terhadap ancaman pembuangan ke Babel, yang merupakan penghakiman atas dosa Israel. Berbeda dengan tema murka dan kehancuran akibat penghakiman Allah yang akan datang, pasal 35 menjanjikan bahwa umat Allah akan menjadi pewaris zaman baru dan membahas tentang pemulihan alam dan keselamatan yang meliputi kebebasan dari musuh-musuh mereka. Meskipun bangsa-bangsa, termasuk Israel, akan dihakimi, pada akhirnya Allah yang baik akan menebus negeri mereka. —Julie Schwab
Bagaimana pengalamanmu dikuatkan baru-baru ini? Bagaimana kamu dapat menguatkan seseorang yang sedang menghadapi masa-masa sulit?
Bapa, aku membutuhkan kekuatan dan anugerah-Mu hari ini.

Wednesday, January 29, 2020

Hidup dalam Segala Kelimpahan

Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. —Yohanes 10:10
Hidup dalam Segala Kelimpahan
Saat itu tahun 1918, menjelang akhir Perang Dunia ke-1, dan fotografer Eric Enstrom sedang menyusun portfolio karyanya. Ia ingin memasukkan sebuah karya yang menggambarkan kelimpahan di masa yang terasa hampa bagi banyak orang. Ia berhasil menemukan foto yang kini disukai banyak orang tentang seorang lelaki tua berjanggut duduk di sebuah meja dengan kepala tertunduk dan tangan terlipat dalam posisi berdoa. Di hadapannya ada sejilid buku, kacamata, semangkuk bubur, sepotong roti, dan sebilah pisau. Tidak lebih, tetapi juga tidak kurang.
Sebagian orang mengatakan foto itu menggambarkan kekurangan. Namun, maksud Enstorm justru sebaliknya: inilah hidup yang berkelimpahan, yaitu hidup dalam rasa syukur, yang dapat kita alami bagaimanapun keadaan kita. Yesus menyampaikan kabar baik itu dalam Yohanes 10: “mempunyai hidup . . . dalam segala kelimpahan” (ay.10). Kita sering mengecilkan arti kelimpahan itu saat menyamakannya dengan harta yang banyak. Kelimpahan yang Yesus katakan tidak diukur dengan ukuran duniawi seperti kekayaan atau rumah, tetapi lebih kepada hati, pikiran, jiwa, dan kekuatan yang dipenuhi rasa syukur bahwa Gembala yang Baik memberikan “nyawanya bagi domba-dombanya” (ay.11), dan mempedulikan kita serta menyediakan kebutuhan kita sehari-hari. Itulah hidup berkelimpahan—menikmati hubungan dengan Allah—yang kita semua bisa alami.—John Blase
WAWASAN
Ketujuh pernyataan “Akulah” yang dicatat di dalam Injil Yohanes adalah deskripsi Kristus tentang diri-Nya. Semua itu adalah metafora yang Dia gunakan untuk memberikan gambaran yang melukiskan implikasi dari identitas itu. Yesus berkata, “Akulah roti hidup” (6:35); “pintu” (10:9); “gembala yang baik” (10:11); “kebangkitan dan hidup” (11:25-26); “jalan dan kebenaran dan hidup” (14:6); dan “pokok anggur” (15:5). Dengan mendeskripsikan diri-Nya sebagai pintu (10:7), Dia menyatakan bahwa domba-domba hanya akan menemukan keamanan dan padang rumput ketika mereka masuk melalui-Nya. Lalu, dalam gambaran yang berhubungan dengan itu, Yesus menyebut diri-Nya sang Gembala yang Baik (ay.11). Inilah gambaran tentang kepercayaan dan keintiman. Yesus mengenal domba-domba-Nya secara mendalam dan pribadi, dan memberikan nyawa-Nya bagi mereka ketika ada ancaman menghadang. —J. R. Hudberg
Menurutmu, apakah sekarang kamu mempunyai hidup yang berkelimpahan? Mengapa atau mengapa tidak? Apakah kamu memiliki kecenderungan menyamakan kelimpahan dengan harta yang banyak?
Tuhan, Gembala kami yang baik, terima kasih karena Engkau telah menyerahkan nyawa-Mu untukku, salah satu domba-Mu. Terima kasih juga karena Engkau berjanji akan menyediakan kebutuhan makanan kami yang secukupnya, baik secara jasmani maupun rohani.

Tuesday, January 28, 2020

Bejana Tanah Liat Antik

Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. —2 Korintus 4:7
Bejana Tanah Liat Antik
Selama bertahun-tahun, saya mengoleksi beberapa bejana tanah liat antik. Yang paling saya sukai adalah bejana yang ditemukan pada sebuah situs yang berasal dari zaman Abraham. Penampakan bejana itu sendiri tidak begitu elok dilihat: kotor, retak-retak, gompal di sana-sini, dan perlu menggosoknya keras-keras agar kembali cemerlang. Saya menyimpannya untuk mengingatkan diri sendiri bahwa saya hanyalah manusia biasa yang terbuat dari tanah. Meskipun rapuh dan lemah, saya membawa harta yang tak ternilai harganya—Yesus. “Harta ini [Yesus] kami punyai dalam bejana tanah liat” (2 Kor 4:7).
Rasul Paulus melanjutkan, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa” (ay.8-9). Ditindas, habis akal, dianiaya, dihempaskan. Semua itu tekanan yang harus ditanggung oleh sebuah bejana. Tidak terjepit, tidak putus asa, tidak ditinggalkan sendirian, tidak binasa. Semua itu adalah dampak dari kuasa dan kesanggupan Yesus yang bekerja dalam diri kita.
“Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami” (ay.10). Itulah ciri sikap Yesus—Dia menyangkal diri setiap hari. Itu juga dapat menjadi ciri sikap kita—kerelaan untuk mematikan kekuatan kita sendiri, supaya kita percaya sepenuhnya bahwa Dia yang hidup di dalam kita cukup bagi kita.
“Supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (ay.10). Inilah hasilnya: keindahan Yesus yang terlihat nyata lewat tubuh kita yang rapuh, bagaikan sebuah bejana tanah liat antik.—David H. Roper
WAWASAN
Panggilan pelayanan Paulus juga melibatkan panggilan untuk menderita (Kisah Para Rasul 9:15-16). Dalam 2 Korintus 1:8-10; 6:4-10; dan 11:23-27, ia menceritakan tentang banyaknya perlawanan, penganiayaan, ancaman, dan bahaya yang telah ia hadapi. Ia melihat kesukaran-kesukaran ini dari sudut pandang Allah dan ingin menekuninya dengan penyertaan Allah (4:14-18). Paulus telah bertekad untuk tidak “tawar hati” (ay.1,16). Di dalam Alkitab, bejana tanah (barang-barang yang terbuat dari tanah liat) digunakan sebagai metafora kelemahan dan ketidakberdayaan manusia (Ayub 4:19; 10:9; Mazmur 31:13; 103:14-15). Dengan menyebut dirinya sebagai “bejana tanah liat” (2 Korintus 4:7), Paulus mengakui kerapuhan dan mortalitasnya. Keyakinannya tidak berakar dari dalam dirinya sendiri, tetapi dalam kedaulatan dan pemeliharaan Allah (ay.7-9), hidup kebangkitan Yesus (ay.10-15), dan pengharapan akan upah di masa depan dan kemuliaan yang kekal (ay.16-18). —K. T. Sim
Bagaimana kamu dapat memenuhi tuntutan yang dibebankan kepadamu? Dari mana kekuatanmu itu berasal?
Ya Allah, aku lemah dan rapuh. Terima kasih karena Engkau sudi tinggal di dalamku. Aku ingin orang melihat Engkau dan kekuatan-Mu dalam diriku.

Monday, January 27, 2020

Bangku Persahabatan

Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya. —Keluaran 33:11
Bangku Persahabatan
Di Zimbabwe, Afrika, trauma akibat perang dan tingginya angka pengangguran membuat banyak orang putus asa—sampai kemudian mereka menemukan pengharapan ketika duduk di sebuah “bangku persahabatan”. Mereka yang putus asa boleh duduk di bangku itu dan berbicara dengan para “nenek” yang sudah dilatih untuk mendengarkan orang-orang yang sedang bergumul dengan depresi, suatu kondisi yang dalam bahasa Shona—bahasa ibu bangsa itu—disebut sebagai kufungisisa, atau “berpikir terlalu jauh.”
Program Bangku Persahabatan ini sedang digalakkan juga di tempat-tempat lain, termasuk Zanzibar, London, dan New York. “Kami sangat senang dengan hasilnya,” kata seorang peneliti di London. Seorang konselor di New York juga setuju. “Tanpa terasa, kamu tidak saja duduk di bangku tetapi juga asyik ngobrol dengan seseorang yang peduli kepadamu.”
Program ini mengingatkan pada kehangatan dan keindahan berbicara dengan Allah kita yang Mahakuasa. Untuk bersekutu dengan Allah, Musa tidak membuat bangku, melainkan suatu kemah yang disebut Kemah Pertemuan. Di sana, “Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya” (Kel. 13:11). Yosua, abdi Musa, bahkan tidak beranjak dari kemah itu, mungkin karena ia begitu menghargai waktunya bersama Allah (ay.11).
Hari ini, kita tak lagi memerlukan kemah pertemuan. Yesus telah mendekatkan kita dengan Bapa. Dia berkata, “Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh. 15:15). Ya, Allah sedang menunggu kita. Dialah penolong hati kita yang Maha bijaksana dan Sahabat yang selalu mengerti. Berbicaralah dengan-Nya sekarang.—Patricia Raybon
WAWASAN
Dalam Keluaran 25:8, Allah memberikan petunjuk-petunjuk yang spesifik kepada Musa untuk membangun sebuah “tabernakel” atau tempat ibadah: “Dan mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka.” Untuk memenuhi perintah ini, Musa mengarahkan pembangunan sebuah bangunan seperti tenda yang sangat terperinci dan mudah dipindahkan (pasal 25-31). Kediaman ini sering disebut dengan “Kemah Pertemuan” (27:21; 29:44; 40:2). Ketika tabernakel tersebut sedang dibangun, anak-anak Israel berdosa dengan menyembah anak lembu emas (pasal 32). Di bawah penghakiman Allah (ay.35), mereka menghadapi ancaman tidak akan disertai Allah di dalam perjalanan mereka (33:3). Karenanya, Musa mendirikan sebuah “Kemah Pertemuan” di luar perkemahan (ay.7-11), yang menyediakan semacam jarak antara Allah dan umat-Nya yang tegar tengkuk. Di sana, Musa mengurus perkara Allah dengan umat-Nya. Kemah Pertemuan ini adalah bangunan yang berbeda dari tabernakel yang dideskripsikan dalam pasal 25-31, yang baru selesai beberapa waktu setelahnya (lihat 39:32). —Arthur Jackson
Kekhawatiran apa yang menguasaimu hari ini? Ketika kamu menyampaikan segala kekhawatiran itu kepada Allah, hal baik apa tentang Allah yang dapat kamu fokuskan?
Ya Allah, kami bersyukur Engkau membuat kami memikirkan hal-hal mulia tentang-Mu. Ketika kami khawatir, bawa kembali pikiran kami kepada-Mu.

Sunday, January 26, 2020

Membawa Anak kepada Allah

Hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran . . . ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci. —2 Timotius 3:14-15
Membawa Anak kepada Allah
Seorang tokoh ateis secara terus terang meyakini bahwa orangtua yang mengajarkan agama kepada anak-anaknya seolah-olah agama itu benar merupakan tindakan yang tak bermoral. Ia bahkan berpendapat bahwa orangtua seperti itu telah melanggar hak asasi sang anak. Meski pendapat tersebut terdengar ekstrem, saya pernah mendengar sendiri bagaimana sejumlah orangtua ragu untuk terang-terangan mendorong anak-anak mereka mempercayai iman Kristen. Meski sebagian besar dari kita tidak ragu-ragu mempengaruhi anak-anak kita dengan pandangan kita soal politik, gizi, atau olahraga, tetapi entah mengapa sebagian dari kita tidak yakin soal meneruskan keyakinan iman kepada anak-anak.
Sebaliknya, Rasul Paulus menulis bagaimana Timotius sudah diajar “dari kecil . . . mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus“ (2 Tim. 3:15). Iman Timotius tidak terbentuk pada masa dewasa lewat kekuatan rasionya sendiri. Ibunyalah yang menumbuhkan iman kepada Allah dalam hati Timotius, dan Timotius terus berpegang pada apa yang telah ia pelajari (ay.14). Jika Allah adalah kehidupan dan sumber hikmat yang sejati, maka sangatlah penting menumbuhkan kasih kepada Allah dalam kehidupan keluarga kita.
Ada banyak sistem yang sedang mempengaruhi anak-anak kita. Acara TV, film, musik, guru, teman, dan media—semuanya memberikan asumsi tentang iman (baik secara langsung maupun tersamar) yang memberikan pengaruh besar. Tidak seharusnya kita tinggal diam. Keindahan dan anugerah Allah yang telah kita alami mendesak kita untuk mau membawa anak-anak kita kepada Allah.—Winn Collier
WAWASAN
Paulus mengasihi Timotius seperti anaknya sendiri (2 Timotius 1:2) dan menginginkannya bertumbuh dengan kuat dalam kasih dan iman yang patut dipertahankan dalam kehidupan maupun kematian (2:1-3). Namun, meski surat-surat Paulus sering memiliki tema penderitaan dan penganiayaan (1:8-9,11-12,15; 2:8-10; 3:10-12; 4:17-18), tidak berarti sang rasul mencari-cari kesengsaraan itu. Ketika ia mengatakan kepada Timotius bahwa setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Yesus akan menderita aniaya (2 Timotius 3:12), konteksnya adalah sebuah peringatan kepada mereka yang hidup hanya bagi diri sendiri, bahwa ke depannya mereka akan lebih mencelakakan diri sendiri dan orang lain (ay.1-9,13). Paulus mengingatkan Timotius bahwa orang-orang yang menentang mereka bukanlah musuh yang sesungguhnya. Tanpa disadari, orang-orang seperti ini telah dijerat oleh Iblis untuk mengalihkan perhatian dari kebaikan dan rahmat Kristus (2:22-26; Efesus 6:12). —Mart DeHaan
Pikirkan banyaknya pengaruh dan pesan yang diterima anak-anak (dan juga kita semua) dalam satu hari. Bagaimana segala hal itu telah membentukmu dan mereka yang kamu kasihi?
Allah Bapa, kami bersyukur atas sukacita dan kesempatan istimewa untuk menumbuhkan iman percaya anak-anak kami kepada-Mu.

Saturday, January 25, 2020

Misteri Terbesar

[Yesus] adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan. —Kolose 1:15
Misteri Terbesar
Sebelum saya percaya kepada Tuhan Yesus, saya sudah pernah mendengar Injil diberitakan. Namun, saya merasa sulit memahami identitas-Nya. Bagaimana mungkin Yesus dapat mengampuni dosa-dosa saya sementara Alkitab mengatakan hanya Allah yang dapat mengampuni dosa? Ternyata saya tidak sendirian dalam pergumulan tersebut. Setelah membaca Knowing God, penulisnya J. I. Packer menyatakan bahwa bagi banyak orang yang belum percaya, “klaim iman Kristen yang paling mengguncangkan adalah bahwa Yesus orang Nazaret itu Allah yang menjadi manusia . . . Dia sungguh-sungguh dan sepenuhnya Allah, sekaligus sungguh-sungguh dan sepenuhnya manusia.” Namun, kebenaran itulah yang memungkinkan tercapainya karya keselamatan.
Ketika Rasul Paulus menyebut Yesus sebagai “gambar Allah yang tidak kelihatan,” ia bermaksud mengatakan bahwa Yesus sepenuhnya dan sungguh-sungguh Allah—Pencipta dan Penopang segala sesuatu di surga dan di bumi—tetapi juga sepenuhnya manusia (Kol. 1:15-17). Karena kebenaran itulah, kita dapat meyakini bahwa melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus tidak hanya memikul konsekuensi dosa kita tetapi juga telah memulihkan manusia kepada naturnya yang sejati. Dia melakukannya agar kita—dan segala ciptaan lain—dapat diperdamaikan dengan Allah (ay.20-22).
Lewat sebuah inisiatif dan tindakan kasih yang ajaib, Allah Bapa menyatakan diri-Nya di dalam dan melalui Kitab Suci oleh kuasa Allah Roh Kudus dan melalui hidup Allah Anak. Mereka yang percaya kepada Yesus diselamatkan karena Dialah Immanuel—Allah menyertai kita. Puji Tuhan!—XOCHITL DIXON
WAWASAN
Paulus menulis surat Kolose untuk menentang ajaran-ajaran palsu. Ia tidak menyatakan secara spesifik ajaran sesat apa yang ditentangnya selain bahwa ajaran-ajaran ini berhubungan dengan diri Kristus. Paulus menjunjung ketuhanan Yesus (1:15-16), keutamaan dan otoritas-Nya (ay.17-23), dan kecukupan-Nya untuk keselamatan dan pertumbuhan rohani (2:6-15). Rasanya tidak ada bagian Perjanjian Baru yang lebih kental dengan doktrin Kristus daripada Kolose 1:15-23. Paulus meneguhkan empat hal tentang identitas dan otoritas Kristus: Dialah Allah (ay.15); Dialah Pencipta dan Pemelihara seluruh ciptaan (ay.16-17); Dialah Kepala jemaat, ciptaan baru-Nya (ay.18); dan Dialah Penebus dan Penyelamat kita (ay.19-23). —K. T. Sim
Pernahkah kamu mengalami kesulitan untuk memahami Yesus? Apa hasil pergumulanmu itu?
Allah terkasih, terima kasih karena Engkau berkenan menyatakan diri-Mu dan mendamaikan kami dengan-Mu melalui Yesus Kristus, Anak-Mu.

Friday, January 24, 2020

Tidak Perlu Antre

Aku menjadikan kamu dan tetap memelihara kamu. —Yesaya 46:4 BIS
Tidak Perlu Antre
Terkadang saat anjing Labrador retriever saya butuh perhatian, ia mengambil barang milik saya dan berjalan mondar-mandir memamerkannya di depan saya. Suatu pagi ketika saya sedang menulis di meja kerja sambil membelakanginya, Max mengambil dompet saya dan kabur. Ketika ia sadar kalau saya tidak memperhatikan kelakuannya, ia kembali dan menyundul-nyundulkan moncongnya ke badan saya, sambil menggigit dompet dengan mata berbinar-binar, ekor dikibas-kibaskan, supaya saya ikut bermain dengannya.
Perilaku Max yang menggelikan itu membuat saya tertawa, sekaligus mengingatkan bahwa saya memiliki keterbatasan dalam memperhatikan orang lain. Saya sering berniat menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman-teman, tetapi ada saja hal yang menyita waktu dan perhatian saya; sehingga tanpa disadari, tiba-tiba saja waktu berlalu dan momen memberikan perhatian itu terlewatkan.
Alangkah melegakannya mengetahui bahwa Bapa kita di surga begitu besar sehingga Dia mampu memperhatikan setiap kita dengan cara yang paling pribadi—bahkan terus memelihara setiap tarikan napas kita di sepanjang hidup ini. Dia berjanji kepada umat-Nya, “Aku tetap Allahmu sampai kamu tua; dan tetap menjaga kamu sampai kamu beruban. Aku menjadikan kamu dan tetap memelihara kamu, Aku akan menolong dan menyelamatkan kamu” (Yes. 46:4 BIS).
Allah selalu punya waktu untuk kita. Dia mengerti keadaan kita sampai yang paling teperinci—bagaimanapun kompleks dan rumitnya itu—dan selalu hadir kapan pun kita memanggil-Nya dalam doa. Tidak pernah kita harus antre untuk menerima kasih Juruselamat kita yang tak terbatas. —James Banks
WAWASAN
Dalam Yesaya 46, Allah mengontraskan diri-Nya dengan berhala-berhala (dewa-dewa yang menjadi “beban”, ay.1) buatan manusia. Selain tidak dapat menyelamatkan para penyembahnya, mereka sendiri harus dibawa ke tempat yang aman (ay.1-2,6-7). Di antara dewa-dewa ini termasuk Bel (sebuah variasi dewa Baal), dewa utama orang Babel, dan anaknya Nebo. Sebaliknya, Allah menciptakan kita, menggendong kita, dan memelihara kita (ay.4). Hanya Dialah Allah yang sejati: “Akulah Allah dan tidak ada yang lain” (ay.9). Alkitab berulang kali menunjukkan kepada kita kebenaran ini (Ulangan 4:39; Samuel 7:22; Nehemia 9:6; Yesaya 44:6). —Alyson Kieda
Dengan cara apa Allah memperhatikan dan memenuhi kebutuhanmu setiap hari? Bagaimana kamu dapat membagikan kasih-Nya kepada sesama?
Tuhan Yesus, Engkau selalu punya waktu untukku. Tolonglah aku untuk menggunakan setiap waktuku bagi-Mu!

Thursday, January 23, 2020

Penantian Panjang

Aku sangat menanti-nantikan Tuhan; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. —Mazmur 40:2
Penantian Panjang
Pada musim gugur, ketika kura-kura berwarna mulai merasakan datangnya musim dingin, ia pun menyelam ke dasar telaga, mengubur dirinya dalam kotoran dan lumpur. Ia masuk ke dalam cangkangnya dan berdiam diri: denyut jantungnya melambat, nyaris berhenti. Suhu tubuhnya turun, hingga bertahan di atas titik beku. Ia berhenti bernafas, dan menunggu. Selama enam bulan, ia tetap terkubur, dan tubuhnya mengeluarkan kalsium dari tulang-tulangnya masuk ke aliran darah, sehingga perlahan-lahan tubuhnya mulai kehilangan bentuk.
Namun, ketika es di telaga mulai mencair, kura-kura berwarna akan naik ke permukaan air dan bernafas lagi. Tulang-tulangnya akan kembali terbentuk dan ia akan merasakan hangatnya sinar mentari menerpa cangkangnya.
Saya teringat kepada kura-kura berwarna ketika membaca gambaran yang dituliskan oleh pemazmur tentang menantikan Allah. Pemazmur sedang berada dalam “lobang kebinasaan, dari lumpur rawa,” tetapi Allah mendengarnya (Mzm. 40:3). Allah mengangkat dan menempatkannya di atas bukit batu yang teguh. Ia pun menyanyikan pujian, “Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku” (ay.18).
Barangkali saat ini kamu merasa telah begitu lama menantikan terjadinya perubahan—arah yang baru dalam karier, pemulihan hubungan dengan seseorang, tekad untuk mengubah kebiasaan buruk, atau kelepasan dari situasi yang sulit. Kura-kura berwarna dan pemazmur mengingatkan kita untuk mempercayai Allah: Dia mendengar seruan kita, dan Dia akan membebaskan kita.—Amy Peterson
WAWASAN
Mazmur 40 memuji Allah untuk pertolongan-Nya di masa lalu (ay.2-11) dan memohon pertolongan-Nya sekali lagi dalam krisis yang baru (ay.12-18). “Lobang” dan “lumpur rawa” di ayat 3 adalah gambaran yang diasosiasikan dengan kematian; untuk sang pemazmur, pengalaman penyelamatan Allah di masa lalu sama dramatisnya dengan menerima hidup baru setelah kematian. Meskipun penderitaan sang penulis tidak terbilang banyaknya (ay.13), demikian pula banyaknya perbuatan Allah yang ajaib (ay.6). Sejarah panjang kesetiaan Allah memberikan umat-Nya dasar yang teguh untuk percaya (ay.3). —Monica Brands
Hal apa yang perlu kamu percayakan kepada Tuhan? Bagaimana kamu akan melakukannya hari ini?
Ya Allah, terkadang sulit sekali bagiku untuk menunggu. Namun, kami percaya bahwa Engkau akan membebaskan kami. Berilah kami kesabaran, dan biarlah keagungan serta kemuliaan-Mu dinyatakan dalam hidup kami.

Wednesday, January 22, 2020

Menunjukkan Kasih Karunia

Dosa-dosa kami akan Kaupijak-pijak dan Kaulemparkan ke dasar laut! —Mikha 7:19 BIS
Menunjukkan Kasih Karunia
“Ketika peristiwa tragis atau menyakitkan terjadi, terbuka kesempatan untuk menunjukkan kasih karunia atau sebaliknya, menuntut pembalasan,” kata seseorang yang baru saja berduka. “Saya memilih menunjukkan kasih karunia.” Istri pendeta Erik Fitzgerald tewas dalam kecelakaan mobil akibat seorang petugas pemadam kebakaran yang kelelahan tertidur saat mengemudikan mobilnya pulang. Jaksa penuntut umum bertanya apakah Erik ingin menuntut masa hukuman maksimal bagi pengemudi yang lalai itu. Namun, sang pendeta memilih memberikan pengampunan, sesuatu yang sudah sering ia khotbahkan. Erik dan pelaku itu bahkan kemudian berteman baik.
Erik telah menunjukkan kasih karunia karena ia sendiri telah menerima kasih itu dari Allah yang telah mengampuni semua dosanya. Melalui tindakannya, ia menggemakan perkataan Nabi Mikha yang memuji Allah karena mengampuni dosa dan memaafkan pelanggaran kita (Mi. 7:18). Mikha memakai gambaran yang indah untuk menunjukkan seberapa jauh Allah telah mengampuni umat-Nya, dengan berkata bahwa “dosa-dosa [kita] akan Kaupijak-pijak dan Kaulemparkan ke dasar laut” (ay.19 BIS). Hari itu, si petugas pemadam kebakaran menerima anugerah kebebasan, yang membawanya lebih dekat kepada Allah.
Apa pun kesulitan yang kita hadapi, kita tahu bahwa Allah merengkuh kita dengan penuh kasih dan menyambut kita ke dalam pelukan-Nya yang aman. Dia “senang menunjukkan cinta-[Nya] yang tak terbatas” (ay.18 BIS). Setelah kita menerima kasih karunia-Nya, Dia memberi kita kekuatan untuk mengampuni orang yang melukai kita—bahkan meneladani apa yang dilakukan Erik.—Amy Boucher Pye
WAWASAN
Nabi Mikha berkata, “Apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (6:8). Namun, Israel tidak menghayati tuntutan tersebut. Di pasal 7, sang nabi meninjau masa depan yang buruk dari bangsa itu akibat ketidaktaatan mereka (ay.1-6). Namun, ayat 7 dari pasal terakhir ini menyodorkan perubahan suasana yang tiba-tiba, dan ketiga belas ayat terakhir kitab ini berisi himne kemenangan yang tidak terduga. Mengapa demikian? Karena sang nabi memuji karakter Allah. Meskipun Allah mengutarakan penghakiman yang berat (dan pantas), Allah tetap akan setia pada firman-Nya. Dia akan menebus umat-Nya. Mikha pun bertanya, “Siapakah Allah seperti Engkau?” (ay.18). Allah Israel yang penuh kasih akan menepati janji-Nya, karena Dia telah “bersumpah . . . sejak zaman purbakala” (ay.20). —Tim Gustafson
Apa tanggapanmu terhadap kisah tentang pengampunan yang luar biasa ini? Adakah orang yang perlu kamu ampuni? Jika ada, mintalah Tuhan menolongmu.
Allah Bapa, Engkau selalu mengasihi kami dan berkenan mengampuni kami ketika kami kembali kepada-Mu. Lingkupi kami dengan kasih-Mu, agar kami dapat menunjukkan kasih karunia kepada mereka yang menyakiti kami.

Tuesday, January 21, 2020

Ke Mana Kamu Menuju?

Kemudian berkatalah Natan kepada Daud: “Engkaulah orang itu!” —2 Samuel 12:7
Ke Mana Kamu Menuju?
Di wilayah utara Thailand, tim sepak bola junior bernama “Wild Boars” memutuskan pergi menjelajahi sebuah gua bersama-sama. Mereka berniat pulang setelah menjelajah selama satu jam, tetapi menemukan bahwa mulut gua sudah terendam air. Hari demi hari, air yang masuk ke gua semakin tinggi sehingga mereka terpaksa masuk lebih jauh lagi, sampai akhirnya mereka terjebak sejauh 4 km di dalam gua. Ketika akhirnya mereka berhasil diselamatkan dua minggu kemudian, banyak orang bertanya-tanya bagaimana mereka bisa terjebak sedalam itu. Jawabannya: selangkah demi selangkah.
Di Israel, Nabi Natan menegur Daud karena telah membunuh Uria, prajuritnya yang setia. Bagaimana mungkin seseorang “yang berkenan di hati [Allah]” (1 Sam. 13:14) melakukan pembunuhan? Jawabannya: selangkah demi selangkah. Daud tidak melakukan kejahatan dalam tempo satu malam. Ia memelihara bibit dosa tersebut dan mengembangkannya sekian lama, dari satu keputusan buruk kepada keputusan-keputusan buruk berikutnya. Kejahatan itu bermula dari tatapan panjang yang berlanjut menjadi hawa nafsu. Kemudian Daud menyalahgunakan kekuasaannya sebagai raja dengan menghampiri Batsyeba, lalu berusaha menutupi kehamilan perempuan itu dengan memanggil suaminya pulang dari medan perang. Ketika Uria menolak menghampiri istrinya sementara rekan-rekannya masih bertempur, Daud memutuskan bahwa Uria harus mati.
Kita mungkin tidak melakukan dosa pembunuhan atau terjebak di dalam gua karena kesalahan kita sendiri, tetapi sesungguhnya kita selalu berada dalam pergerakan—entah menuju Yesus atau justru menuju masalah. Masalah tidak membesar dalam satu malam, melainkan berkembang secara perlahan, selangkah demi selangkah.—Mike Wittmer
WAWASAN
Daud melakukan perzinaan dan pembunuhan (2 Samuel 11) dan berasumsi bahwa, sebagai raja, ia tidak dapat dipersalahkan oleh siapa pun. Satu tahun kemudian, Allah mengirim nabi Natan untuk menegur dosanya (pasal 12). Setelah mengakui dosa-dosanya dan bertobat, Daud menulis Mazmur 51, dan banyak yang percaya bahwa konteks ini berlaku pula untuk Mazmur 32. Meskipun diampuni, Daud tetap harus menghadapi konsekuensi dosa-dosanya. Anak yang dikandungnya dengan Batsyeba mati (2 Samuel 12:13-18). Dan seperti Uria yang dibunuh oleh pedang (ay.9-10), tiga anak Daud yang lain—Amnon (13:28-29), Absalom (18:14-15), dan Adonia (1 Raja-Raja 2:23-25)—mati juga oleh pedang. —K. T. Sim
Keputusan apa yang dapat kamu ambil saat ini untuk membawamu mendekat kepada Yesus dan menjauhi masalah? Apa yang harus kamu lakukan untuk meneguhkan keputusan tersebut?
Tuhan Yesus, aku berlari kepada-Mu!

Monday, January 20, 2020

Bejana yang Bersih

Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran. —Amsal 10:12
Bejana yang Bersih
“Kebencian merusak bejana yang mewadahinya.” Demikianlah ucapan Senator Alan Simpson dalam upacara pemakaman George H. W. Bush, presiden AS ke-41. Simpson mengingat bagaimana sahabatnya itu lebih mengedepankan rasa humor dan kasih daripada memelihara kebencian, baik dalam perannya sebagai pemimpin maupun dalam hubungan pribadi dengan orang lain.
Perkataan itu ada benarnya, bukan? Alangkah besarnya kerusakan yang saya alami ketika saya menyimpan kebencian dalam hati!
Penelitian medis memperlihatkan kerusakan yang dialami oleh tubuh ketika kita memendam perasaan negatif atau melepaskan amarah yang tak terkendali. Tekanan darah meningkat, jantung berdebar kencang, dan jiwa kita menjadi lesu. Bejana kita menjadi rusak.
Dalam Amsal 10:12, Raja Salomo memperhatikan, “Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran.” Pertengkaran yang berasal dari kebencian ini merupakan perseteruan berdarah antara kaum yang berbeda suku dan ras. Kebencian semacam itu memicu timbulnya nafsu balas dendam, sehingga orang-orang yang berselisih tidak dapat lagi saling berhubungan baik.
Sebaliknya, kasih Allah menutupi—menyelubungi, menyembunyikan, atau mengampuni—segala pelanggaran. Ini tidak berarti mengabaikan kesalahan atau memaklumi pembuat kejahatan. Namun, kita tidak menyimpan kesalahan orang yang telah benar-benar menyesal. Akan tetapi, sekalipun mereka tidak pernah meminta maaf, kita dapat menyerahkan perasaan kita kepada Allah. Kita yang mengenal Sang Mahakasih patut “[mengasihi] sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa” (1PTR. 4:8).—Elisa Morgan
WAWASAN
Penulisan surat kuno mengikuti sebuah formula umum: pembukaan/salam, ucapan syukur, badan surat, dan penutup. Setiap bagian memiliki sub-bagian dan karakteristik yang berbeda satu sama lain, dan setiap bagian mempunyai fungsi penting dalam menyampaikan pesan penulis. Bacaan hari ini adalah bagian dari penutup, yang dikenal sebagai hortatory (“nasihat”). Dalam bagian ini, penulis memberikan petunjuk-petunjuk akhir kepada pembaca. Bagian ini tidak selalu berisi argumen yang terstruktur dan progresif; sebaliknya, bagian ini lebih mirip petunjuk-petunjuk singkat dan acak yang ingin disampaikan oleh penulis melalui inspirasi Roh Kudus, tetapi tidak mendapat tempat di dalam badan surat. Di akhir suratnya yang pertama, Petrus mendorong para pembacanya untuk berdoa, mengasihi, berlaku ramah, memakai karunia mereka, menyampaikan firman Allah, dan melayani. —J. R. Hudberg
Apa saja yang menimbulkan kebencian dalam hatimu? Bagaimana pertengkaran dan permusuhan telah menggerogoti sukacita dan damai sejahtera hidupmu?
Ya Allah, tolong aku untuk berserah kepada kasih-Mu yang menutupi segala dosa dan menyucikan bejanaku untuk Kau diami dalam kasih.

Sunday, January 19, 2020

Ketika Allah Campur Tangan

Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku! —Mazmur 105:15
Ketika Allah Campur Tangan
Dalam puisi berjudul “This Child is Beloved”, Omawumi Efueye bercerita tentang upaya kedua orang tuanya menggugurkan dirinya ketika ia masih berada dalam kandungan. Setelah serangkaian peristiwa luar biasa membuat upaya itu gagal, kedua orangtuanya pun memutuskan menerima kehadiran si bayi. Kesadaran Omawumi akan pemeliharaan Allah atas hidupnya memotivasi dirinya untuk melayani Tuhan sepenuh waktu dan meninggalkan karirnya yang cemerlang. Saat ini, Omawumi melayani dengan setia sebagai gembala di sebuah gereja di London.
Seperti Omawumi, bangsa Israel juga mengalami campur tangan Allah pada masa-masa kritis dalam sejarah mereka. Raja Balak dari Moab melihat bangsa Israel dalam perjalanan di padang gurun dan gentar melihat besarnya jumlah mereka. Ia pun meminta Bileam untuk mengutuk bangsa Israel (Bil. 22:2-6).
Namun, sejumlah peristiwa ajaib terjadi. Setiap kali Bileam membuka mulutnya untuk mengutuk, yang keluar justru kata-kata berkat. “Aku disuruh memberkati; dan bila Allah memberkati, tak dapat kutarik kembali,” katanya. “Pada Yakub tidak terlihat kejahatan; pada Israel tak tampak kesukaran. Tuhan, Allah mereka, menyertai mereka. . . . Allah yang membawa mereka keluar dari Mesir” (Bil. 23:20-22 BIS). Allah meluputkan bangsa Israel dari peperangan yang tidak mereka ketahui sedang terjadi!
Entah kita menyadarinya atau tidak, sampai sekarang pun Allah tetap melindungi umat-Nya. Marilah kita menyembah dengan penuh rasa syukur dan kekaguman kepada Dia yang selalu memberkati kita. —Remi Oyedele
WAWASAN
Bileam adalah nabi upahan (Bilangan 22:7; Ulangan 23:4; Yosua 13:22)—sebuah dosa yang tetap populer sampai masa kini. Petrus memperingatkan tentang guru-guru palsu yang “mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang suka menerima upah untuk perbuatan-perbuatan yang jahat” (2 Petrus 2:15-16). Yudas juga memperingatkan tentang orang-orang durhaka yang memanfaatkan posisi mereka dan menyalahgunakan karunia mereka demi uang (Yudas 1:11). Demikian pula Yohanes memperingatkan tentang pemimpin-pemimpin serakah, yang seperti Bileam, menggoda orang banyak untuk melakukan perzinaan rohani dan perzinaan seksual (Wahyu 2:14). —K. T. Sim
Seberapa sering kamu berhenti sejenak dari kesibukan dan merenungkan perlindungan Allah bagi hidupmu setiap hari? Apa artinya ketika kamu tahu bahwa Dia telah meluputkanmu dari bahaya yang tidak kamu sadari?
Bapa di surga, ampunilah kami yang sering memandang remeh kasih dan perlindungan-Mu. Berikanlah kami mata untuk dapat melihat banyaknya berkat-Mu dalam hidup kami.

Saturday, January 18, 2020

Menolak Balas Dendam

Jika seterumu lapar, berilah dia makan. —Roma 12:20
Menolak Balas Dendam
Setelah Jim Elliot dan empat misionaris lain dibunuh oleh suku Huaorani pada tahun 1956, tidak ada yang menyangka apa yang terjadi selanjutnya. Istri Jim, Elisabeth, dan anak perempuan mereka yang masih kecil, serta saudara perempuan salah seorang misionaris tersebut memilih tinggal dan menetap di tengah-tengah warga yang sudah membunuh orang-orang yang mereka kasihi. Selama beberapa tahun, mereka menjadi bagian masyarakat Huaorani, mempelajari bahasa mereka, dan menerjemahkan Alkitab untuk mereka. Teladan pengampunan dan kebaikan hati para wanita itu membuat kaum Huaorani meyakini kasih Allah bagi mereka dan akhirnya banyak di antara mereka yang mau menerima Yesus sebagai Juruselamat.
Apa yang dilakukan Elisabeth dan rekannya merupakan contoh yang luar biasa dari sikap yang tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan dengan kebaikan (Rm. 12:17). Rasul Paulus mendorong jemaat di Roma untuk menunjukkan perubahan hidup yang telah Allah kerjakan lewat tindakan nyata. Apa yang Paulus maksudkan? Mereka harus mengalahkan naluri alamiah manusia untuk membalas dendam; sebaliknya, mereka harus menunjukkan kasih kepada musuh dengan memenuhi kebutuhan mereka, seperti menyediakan makanan atau air.
Untuk apa melakukan semua itu? Paulus mengutip sebuah amsal dari Perjanjian Lama: ”Jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum” (ay.20; Ams. 25:21-22). Sang rasul mengungkapkan bahwa kebaikan yang ditunjukkan oleh orang percaya kepada musuh mereka dapat memenangkan mereka dan menyalakan api pertobatan dalam hati mereka.—Estera Pirosca Escobar
WAWASAN
Surat Paulus kepada jemaat di Roma mengikuti pola konsisten yang menjadi ciri khas kebanyakan suratnya kepada jemaat-jemaat. Ia membuka dengan diskusi panjang mengenai masalah-masalah teologis yang penting, kemudian menyambungnya dengan penerapan praktis. Sering kali dikatakan bahwa diskusi tersebut membukakan kepada kita apa yang harus kita percayai, sementara penerapannya menggambarkan bagaimana kita harus berperilaku karena kepercayaan kita itu. Roma 12 dibuka dengan panggilan untuk berkomitmen dan melayani secara rohani, lalu disambung dengan bagian penerapan yang mengantar kita ke dalam teks hari ini (ay.17-21). Daftar penerapan praktis ini dimaksudkan untuk menjadi hasil dari hidup yang berada dalam hubungan dengan Allah yang Putra-Nya telah membayar harga pengampunan dan hidup baru untuk kita. —Bill Crowder
Bagaimana Yesus menghidupi perintah untuk mengasihi musuh? Apa yang akan kamu lakukan hari ini untuk menunjukkan kasih Allah kepada pihak yang menyakitimu?
Ya Bapa, sangatlah sulit, bahkan tidak mungkin, bagi kami untuk mengasihi orang lain dengan kekuatan kami sendiri. Mampukan kami oleh Roh-Mu untuk mengasihi musuh kami dengan tulus, dan pakai kami untuk membawa mereka kepada-Mu.

Friday, January 17, 2020

Pemburu Badai

Dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang. —Mazmur 107:29
Pemburu Badai
“Memburu tornado,” ujar Warren Faidley, “sering kali terasa seperti permainan catur tiga dimensi raksasa yang dimainkan di bidang yang luasnya ribuan kilometer persegi.” Wartawan foto dan pemburu badai itu menambahkan: “Berada di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, merupakan perpaduan dari ramalan cuaca dan navigasi, sementara kita berusaha menghindari hantaman segala macam benda, mulai dari butiran hujan es sebesar bola sofbol, badai debu, dan perangkat pertanian yang beterbangan.”
Penjelasan Faidley membuat telapak tangan saya berkeringat dan jantung saya berdebar kencang. Meski kagum pada keberanian dan kegigihan mereka yang memburu badai demi ilmu pengetahuan, saya sendiri tidak akan berani terjun ke tengah kondisi cuaca ekstrem yang dapat berakibat fatal itu.
Namun, menurut pengalaman saya, badai kehidupan tidak perlu dikejar—karena justru badai itulah yang mengejar saya. Pengalaman itu tercermin dalam Mazmur 107 yang menggambarkan para pelaut yang sedang terjebak badai. Mereka dikejar-kejar oleh akibat dari pilihan mereka yang salah, tetapi pemazmur berkata, “Maka berseru-serulah mereka kepada Tuhan dalam kesesakan mereka, dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka, dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang. Mereka bersukacita, sebab semuanya reda” (Mzm. 107:28-30).
Entah badai hidup yang kita hadapi merupakan akibat perbuatan kita sendiri atau dampak dari dunia yang berdosa, Allah Bapa kita jauh lebih besar. Ketika badai melanda hidup kita, hanya Dia yang mampu menenangkannya—dan juga meneduhkan hati kita.—Bill Crowder
WAWASAN
Penulis Mazmur 107 tidak diketahui. Banyak ahli percaya bahwa mazmur ini ditulis setelah sebagian orang Yahudi kembali ke Israel sesudah tujuh puluh tahun pembuangan mereka di Babel. Mazmur ini menyebutkan empat jenis orang yang sedang dalam kesukaran dan bagaimana Allah menyelamatkan mereka. Mereka adalah pengembara di padang belantara (ay.4-9), orang-orang yang dikurung (ay.10-16), mereka yang sakit (ay.17-22), dan mereka yang sedang dalam bahaya (ay.23-32). Dalam setiap bagian kita menemukan refrain berikut: “Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan diselamatkan-Nya mereka dari kecemasan mereka” (ay.6,13,19,28). Dan setiap kali, setelah Allah menyelamatkan mereka karena rahmat-Nya, orang-orang tersebut didorong untuk bersyukur: “Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia” (ay.8,15,21,31). —Alyson Kieda
Saat dalam kesulitan, ke manakah kamu mencari pertolongan? Bagaimana kamu mempercayai Bapa Surgawi, yang lebih besar daripada badai yang kamu hadapi?
Terima kasih, Bapa, karena Engkau bersamaku dalam setiap pergumulan dan kuasa-Mu lebih besar daripada segala badai dalam hidupku.

Thursday, January 16, 2020

Bawalah yang Kamu Punya

Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada-Ku.” —Matius 14:18
Bawalah yang Kamu Punya
“Sup Batu” adalah sebuah dongeng lama dengan beragam versi yang bercerita tentang orang kelaparan yang datang ke sebuah desa, tetapi tidak ada yang bisa menyisihkan secuil pun makanan untuknya. Lalu, orang yang kelaparan itu memasukkan sebongkah batu ke dalam panci berisi air dan memasaknya. Karena penasaran, para penduduk desa memperhatikan orang itu mengaduk “sup” yang dimasaknya. Akhirnya, datang seseorang membawa dua butir kentang untuk ditambahkan ke dalam sup, lalu orang yang lain membawa beberapa batang wortel. Seorang lagi menambahkan sebutir bawang bombai, dan yang lain memasukkan segenggam jelai. Seorang petani menyumbangkan susu. Akhirnya, “sup batu” itu menjadi sup kental yang lezat.
Kisah itu memang menggambarkan arti penting dari berbagi, tetapi juga mengingatkan kita untuk mau membawa apa saja yang kita punya, sekalipun kelihatannya tidak berarti. Dalam Yohanes 6:1-14 kita membaca tentang seorang anak laki-laki yang kelihatannya menjadi satu-satunya orang di antara kerumunan itu yang berinisiatif membawa makanan. Murid-murid Yesus tidak dapat berbuat banyak dengan bekal si anak yang hanya terdiri dari lima roti dan dua ikan. Namun, ketika makanan itu dipersembahkan kepada Yesus, Dia melipatgandakannya hingga dapat memberi makan ribuan orang lapar!
Saya pernah mendengar seseorang berkata, “Kamu tidak perlu memberi makan lima ribu orang. Kamu hanya perlu membawa roti dan ikan yang kamu punya.” Sama seperti Yesus mengambil bekal seseorang dan melipatgandakannya jauh melampaui harapan dan bayangan siapa pun (ay.11), demikian jugalah Dia akan menerima usaha, talenta, dan pelayanan yang kita serahkan kepada-Nya. Dia hanya ingin kita rela membawa apa saja yang kita miliki kepada-Nya.—Cindy Hess Kasper
WAWASAN
Memberi makan 5.000 orang adalah satu-satunya mukjizat selain kebangkitan Yesus yang dicatat dalam keempat Injil (Matius 14:13-21; Markus 6:32-44; Lukas 9:10-17; Yohanes 6:5-14). Secara kuantitas, inilah mukjizat terbesar yang pernah dilakukan Yesus, dengan kemungkinan penerima mencapai lebih dari 20.000 orang. “Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak” (Matius 14:21). Markus 6:35-37 mencatat bahwa mukjizat ini terjadi di tempat yang “sunyi,” dan para murid ingin menyuruh orang-orang tersebut pergi untuk membeli makanan untuk mereka sendiri. Namun, Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk memberi orang-orang itu makan. Ia menantang iman mereka—mereka tidak punya uang atau cara untuk membeli makanan—dan belas kasihan mereka. Yesus menginginkan para murid untuk menjadikan kebutuhan orang banyak tersebut sebagai tanggung jawab mereka. —K. T. Sim
Apa yang selama ini tidak ingin kamu persembahkan kepada Allah? Mengapa begitu sulit membawa bagian hidupmu tersebut kepada-Nya?
Tuhan Yesus, mampukanlah aku menyerahkan apa pun yang kumiliki kepada-Mu, karena aku tahu Engkau sanggup melipatgandakannya.

Wednesday, January 15, 2020

Hiduplah oleh Roh

Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. —Galatia 5:16
Hiduplah oleh Roh
Sepuluh ribu jam. Menurut penulis Malcolm Gladwell, jumlah waktu itulah yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi terampil dalam keahlian yang ditekuninya. Bahkan bagi seniman dan musisi terhebat sepanjang masa sekalipun, bakat bawaan mereka yang luar biasa belum cukup untuk mencapai tingkat keahlian yang akhirnya mereka capai. Mereka harus menekuni keahlian mereka setiap hari dengan sungguh-sungguh.
Meski tampaknya aneh, kita memerlukan mentalitas yang sama bila kita ingin belajar hidup dalam kuasa Roh Kudus. Dalam surat Galatia, Paulus mendorong jemaat untuk dipisahkan bagi Allah. Namun, Paulus menjelaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dicapai hanya dengan menaati serangkaian peraturan, melainkan kita dipanggil untuk hidup oleh Roh. Kata dalam bahasa Yunani yang dipakai oleh Paulus untuk “hiduplah” dalam Galatia 5:16 secara harafiah berarti berjalan mengelilingi sesuatu, atau menempuh perjalanan (peripateo). Jadi, bagi Paulus, hidup oleh Roh berarti berjalan bersama Roh Kudus setiap hari—bukan mengalami kuasa-Nya hanya satu kali seumur hidup.
Marilah kita berdoa agar kita dipenuhi oleh Roh Kudus setiap hari—yang berarti berserah kepada karya Roh Kudus yang menasihati, membimbing, menghibur, dan selalu menyertai kita. Ketika “memberi diri [kita] dipimpin oleh Roh” sedemikian rupa (ay.18), kita akan semakin peka dan mampu mendengar suara-Nya dan mengikuti tuntunan-Nya. Allah Roh Kudus, kiranya aku setia berjalan bersama-Mu hari ini, dan dari hari ke hari!—Peter Chin
WAWASAN
Unsur inti hidup di dalam Roh menurut Paulus ada di dalam Galatia 5:14: “Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!’” Ini adalah hal yang penting karena sang rasul sedang menulis kepada sebuah komunitas orang-orang percaya yang sedang terpikat untuk kembali kepada hukum Musa dan menjauh dari kasih karunia Kristus. Paulus mengingatkan orang-orang Galatia bahwa masalahnya bukanlah menjaga ketaatan terhadap rincian-rincian terkecil dari hukum tersebut, melainkan menghayati tujuan dari hukum tersebut—“kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Dengan berfokus pada prioritas ini, sang rasul sedang menyelaraskan dengan pesan konsisten Kitab Suci yang disuarakan oleh Yesus (Markus 12:31), oleh Paulus sendiri di Roma 13:9, dan Yakobus (Yakobus 2:8)—yang semuanya mengutip dari Musa (Imamat 19:18). Tantangan etis hidup di dalam Kristus sangatlah jelas. —Bill Crowder
Roh Kudus mendiami kita saat kita menerima keselamatan dan itu adalah peristiwa sekali seumur hidup. Apa bedanya hal itu dengan dipenuhi atau hidup oleh Roh? Bagaimana selama ini kamu menunjukkan buah Roh dalam hidupmu?
Ya Bapa, mampukanlah aku mengalami kehadiran dan bimbingan Roh Kudus hari ini, agar aku dapat berjalan bersama Engkau dan hidup dalam cara yang menyenangkan-Mu.

Tuesday, January 14, 2020

Menyediakan Waktu untuk Tuhan

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. —Mazmur 90:12
Menyediakan Waktu untuk Tuhan
Banyak perubahan terjadi sejak jam elektrik ditemukan di tahun 1840-an. Sekarang kita mencari tahu waktu lewat arloji pintar, ponsel, dan laptop. Hidup berjalan seakan lebih cepat—bahkan jalan “santai” kita pun bertambah cepat. Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar dan, menurut para ahli, berpotensi memberi dampak buruk pada kesehatan kita. “Kita bergerak cepat dan semakin cepat, dan berusaha menghubungi orang secepat mungkin,” kata Profesor Richard Wiseman. “Kita terdorong untuk berpikir bahwa segala sesuatu harus terjadi sekarang juga.”
Sebagai penulis salah satu mazmur tertua, Musa pernah merenungkan tentang waktu. Ia mengingatkan kita bahwa Allah yang mengendalikan laju hidup manusia. “Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam (Mzm. 90:4).
Karena itu, kunci dari pengaturan waktu bukanlah dengan berjalan lebih cepat atau lebih lambat, melainkan dengan tinggal di dalam Allah dan menikmati lebih banyak waktu bersama-Nya. Setelah itu kita dapat melangkah bersama orang lain, tetapi pertama-tama haruslah dengan Allah—Pribadi yang membentuk kita (139:13) dan yang mengetahui tujuan dan rencana kita (ay.16).
Masa hidup kita di bumi tidak akan berlangsung selamanya. Akan tetapi, kita dapat mengaturnya dengan bijaksana. Tidak dengan terus-menerus mengawasi gerak jarum jam, tetapi dengan menyerahkan hari demi hari yang dilalui kepada Allah. Inilah yang dikatakan Musa, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (90:12). Dengan demikian kita akan berjalan sesuai gerak langkah Allah, sekarang dan selamanya.—Patricia Raybon
WAWASAN
Seharusnya kita tidak kaget ketika melihat nama Musa tercantum di dalam superskrip Mazmur 90. Musa yang memiliki banyak karunia bukan hanya seorang nabi yang memberikan hukum-hukum Allah; ia juga seorang penyair. Meskipun hanya satu syairnya yang muncul di dalam kitab Mazmur, Alkitab mencatat komposisi-komposisi Musa lainnya. Kemungkinan besar ia merupakan penulis Keluaran 15, yang menceritakan penyelamatan hebat Allah atas bangsa Israel dari Mesir. Di akhir hidupnya, Musa menulis lagu yang dicatat dalam Ulangan 32, yang dimulai dengan kata-kata berikut: “Lalu Musa menyampaikan ke telinga seluruh jemaah Israel nyanyian ini sampai perkataan yang penghabisan” (31:30). Mazmur 90:1—”Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun”—menggemakan Ulangan 33:27: “Allah yang abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal.” —Arthur Jackson
Bagaimana laju hidupmu? Bagaimana kamu bisa menikmati lebih banyak waktu bersama Tuhan dan mengikuti gerak langkah-Nya?
Allah yang baik, ketika kami bergerak menjauh dari-Mu, tariklah kami kembali untuk tinggal di dalam-Mu.

Monday, January 13, 2020

Setiap Orang Butuh Belas Kasihan

Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. —Matius 9:36
Setiap Orang Butuh Belas Kasihan
Ketika Jeff baru lulus kuliah, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan minyak ternama. Saat itu ia juga baru mengenal Kristus sebagai Juruselamatnya. Sebagai tenaga pemasaran, ia sering bepergian, dan dalam perjalanannya ia banyak mendengar kisah orang-orang yang sangat memilukan. Ia pun menyadari bahwa yang paling dibutuhkan oleh para pelanggannya bukanlah minyak, melainkan belas kasihan. Mereka membutuhkan Tuhan. Jeff terdorong untuk menempuh sekolah teologi agar bisa lebih memahami hati Allah dan kemudian ia pun terpanggil menjadi pendeta.
Belas kasihan Jeff berasal dari hati Yesus. Di Matius 9:27-33 kita melihat belas kasihan Kristus dalam tindakan-Nya menyembuhkan dua orang buta dan seseorang yang kerasukan setan. Sepanjang pelayanannya di dunia, Yesus berkeliling “ke semua kota dan desa” untuk mengajar dan menyembuhkan orang sakit (ay.35). Mengapa? “Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala” (ay.36).
Dunia masa kini masih dipenuhi orang-orang yang bermasalah dan terluka yang membutuhkan perhatian Juruselamat yang penuh kasih. Seperti gembala yang membimbing, melindungi, dan merawat domba-dombanya, belas kasihan Yesus menjangkau semua orang yang datang kepada-Nya (11:28). Apa pun persoalan hidup yang sedang kita alami, di dalam Dia kita menemukan hati yang berlimpah belas kasihan dan kebaikan. Lalu, setelah menerima belas kasihan Allah, kita pasti ingin meneruskannya kepada orang lain.—Alyson Kieda
WAWASAN
Kedaulatan Allah digambarkan sebanyak tiga kali dalam Matius 9:37-38. Pertama, Allah adalah Tuan atas tuaian. Artinya, Dialah yang memiliki ladang dan mengawasinya, dan hasil tuaian akan diberikan kepada-Nya. Selain itu, Dia juga mempekerjakan dan mengirim para pekerja. Para pekerja melakukan pekerjaannya, tetapi mereka tidak pergi atas inisiatif sendiri—sang Tuan atas tuaian yang mengutus mereka. Yang terakhir, ladang tersebut adalah milik-Nya. Ladang milik-Nya, para pekerja dikirim-Nya, dan hasil tuaian diberikan kepada-Nya. —J. R. Hudberg
Kapan kamu pernah merasakan perhatian Allah yang penuh kasih? Siapakah yang dapat kamu jangkau dengan belas kasihan Allah?
Bapa di surga, kami sangat bersyukur karena Engkau berbelas kasihan kepada kami! Tanpa-Mu kami pasti terhilang. Tolonglah kami menjangkau sesama kami dengan meneruskan belas kasih-Mu yang melimpah.

Sunday, January 12, 2020

Hidup Senantiasa Penuh Pujian

Aku hendak memuliakan Tuhan selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada. —Mazmur 146:2
Hidup Senantiasa Penuh Pujian
Ibunda Wallace Stegner meninggal dunia di usia lima puluh tahun. Ketika Wallace berusia delapan puluh tahun, barulah ia menulis pesan untuk ibunya. Di dalamnya, ia memuji kebajikan ibunya yang tumbuh, menikah, dan membesarkan dua anak lelaki pada masa-masa awal terbukanya daerah Barat Amerika yang liar dan keras. Sang ibu adalah istri dan ibu yang selalu memberi semangat, bahkan kepada mereka yang tidak diperhitungkan. Wallace teringat pada kekuatan yang ditunjukkan sang ibu melalui suaranya. Ia menulis: “Ibu, kau tidak pernah melewatkan kesempatan untuk bernyanyi.” Sepanjang hidupnya, ibunda Stegner selalu bernyanyi, dalam ungkapan syukur atas berkat-berkat besar maupun kecil yang diterimanya.
Pemazmur juga tidak pernah melewatkan kesempatan untuk bernyanyi. Ia bernyanyi tidak hanya ketika keadaan baik-baik saja, tetapi juga dalam keadaan yang sulit. Nyanyiannya tidak dipaksakan, melainkan mengalir begitu saja sebagai respons alami kepada Pribadi “yang menjadikan langit dan bumi” (146:6), saat melihat bagaimana Dia “memberi roti kepada orang-orang yang lapar” (ay.7) dan “membuka mata orang-orang buta” (ay.8) dan menegakkan kembali “anak yatim dan janda” (ay.9). Inilah yang dinamakan gaya hidup yang senantiasa penuh pujian, yang dari hari ke hari semakin dikuatkan oleh kepercayaan kepada “Allah Yakub” yang “tetap setia untuk selama-lamanya” (ay.5-6).
Yang menjadi soal bukanlah suara kita bagus atau tidak, tetapi bagaimana kita merespons kebaikan Allah yang tak berkesudahan dengan memiliki gaya hidup yang senantiasa penuh pujian, seperti yang diungkapkan sebuah himne, “Ada kidung dalam hatiku!”—John Blase
WAWASAN
Mazmur 146 tidak memiliki superskrip, artinya kita tidak memiliki informasi mengenai identitas sang penulis maupun keadaan yang mempengaruhi penulisan lagu tersebut. Namun, kita mengetahui bagaimana komunitas keagamaan memandang Mazmur 146. Banyak ahli percaya bahwa Mazmur 1 sengaja ditulis untuk membuka kitab Mazmur, sementara Mazmur 145-150 adalah lagu-lagu pujian yang dipilih untuk menutup buku nyanyian pujian Ibrani tersebut. Puji-pujian yang terkandung dalam bagian penutup ini disebut sebagai “haleluya yang tiada akhir” oleh seorang penulis. The Bible Knowledge Commentary setuju dengan pandangan ini, dengan menyatakan bahwa lagu-lagu ini adalah “doksologi agung bagi keseluruhan koleksi mazmur, karena puji-pujian memainkan peran yang lebih besar dalam Mazmur 145-150 dibandingkan dalam kebanyakan mazmur yang lain. Kata ‘praise’ (diterjemahkan oleh LAI sebagai ‘pujilah’/’haleluya’) muncul sebanyak 46 kali dalam keenam mazmur ini.” —Bill Crowder
Bagaimana kamu bisa menjadikan puji-pujian kepada Allah sebagai bagian yang tetap dalam hidupmu sehari-hari?
Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, bila kurenungkan, alangkah luar biasanya pemeliharaan dan perlindungan-Mu atasku. Kiranya hidupku menjadi lagu pujian yang terus mengalun untuk-Mu seumur hidupku.

Saturday, January 11, 2020

Raja Satu-Satunya

[Mereka] sujud menyembah Dia. —Matius 2:11
Raja Satu-Satunya
Eldon kecil yang berusia lima tahun sedang mendengarkan pendeta bercerita tentang Yesus yang meninggalkan surga untuk turun ke dunia. Ia sempat tersentak ketika dalam doanya sang pendeta mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena sudah rela mati demi dosa-dosa kita. “Oh tidak! Dia mati?” seru bocah itu kaget.
Sejak awal hidup Kristus di dunia, ada saja orang yang menginginkan kematian-Nya. Orang-orang Majus yang datang ke Yerusalem pada masa pemerintahan Raja Herodes bertanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Mat. 2:2). Ketika raja mendengar hal itu, takutlah ia membayangkan kelak harus menyerahkan kedudukannya kepada Yesus. Ia pun mengirim tentara untuk membunuh semua bocah laki-laki yang berumur dua tahun ke bawah di sekitar Betlehem. Namun, Allah melindungi Anak-Nya dan mengirim malaikat untuk memperingatkan orangtua-Nya agar segera meninggalkan daerah itu. Mereka melarikan diri, dan Yesus pun selamat (ay.13-18).
Ketika Yesus menuntaskan pelayanan-Nya di dunia, Dia disalib untuk menghapus dosa-dosa dunia. Tulisan yang terpasang di atas salib-Nya, meski dimaksudkan sebagai ejekan, berbunyi, “Inilah Yesus Raja orang Yahudi” (27:37). Namun, tiga hari kemudian, Dia bangkit dalam kemenangan atas kematian. Setelah naik ke surga, Dia duduk di takhta-Nya sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan (Flp. 2:8-11).
Sang Raja mati untuk menebus kita dari dosa—dosa kamu, dosa saya, dan juga dosa Eldon. Izinkanlah Dia memerintah di dalam hati kita.—Anne Cetas
WAWASAN
Herodes rupanya mengetahui bahwa nubuat-nubuat mengenai Mesias adalah benar adanya. Karena itu ia meminta “semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi” untuk memberitahunya di mana Sang Mesias akan lahir (Matius 2:4-6). Meskipun ia sudah mengetahui apa yang diajarkan oleh Kitab Suci, Herodes mencoba menggagalkan nubuat tersebut dengan membunuh para bayi laki-laki di Betlehem. —Tim Gustafson
Apa artinya bagimu memiliki Yesus sebagai Raja? Adakah bagian dalam hidupmu yang belum diperintah oleh-Nya?
Tuhan Yesus, terima kasih Engkau sudah rela mati untuk menebus kami dan mengaruniakan pengampunan dosa. Ajar kami tunduk pada kekuasaan-Mu.

Friday, January 10, 2020

Di Sinilah Hidup Naga-Naga?

Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. —2 Timotius 1:7
Di Sinilah Hidup Naga-Naga?
Konon di tepi peta yang dibuat pada abad pertengahan, sebagai penanda batas-batas dunia yang diketahui oleh pembuat peta pada masa itu, tercantum tulisan “Di sinilah hidup naga-naga” disertai gambar-gambar yang menampilkan sosok makhluk mengerikan yang diduga bersembunyi di sana.
Tidak banyak yang bisa membuktikan kebenaran legenda tersebut, tetapi bukan berarti itu tidak benar. Mungkin saya juga akan menuliskan kalimat tersebut jika saya membuat peta pada masa itu. Tulisan semacam itu menjadi peringatan bahwa sekalipun saya tidak tahu persis apa yang akan terjadi jika saya berkelana ke tempat-tempat yang belum terjamah manusia, tetapi hampir pasti akan terjadi sesuatu yang buruk!
Masalahnya, sikap saya yang menghindari risiko dan melindungi diri ternyata bertentangan dengan keberanian yang dikehendaki Allah atas diri saya sebagai orang percaya (2 Tim. 1:7).
Orang bisa saja menduga saya salah paham tentang bahaya yang sebenarnya. Rasul Paulus menjelaskan bahwa di dalam dunia yang berdosa ini, keberanian mengikut Kristus terkadang membawa penderitaan (ay.8). Namun, sebagai orang-orang yang sudah dibangkitkan dari kematian dan dipercayakan hidup oleh Roh yang mengalir di dalam dan melalui kita (ay.9-10,14), masihkah kita merasa takut?
Ketika Allah memberikan karunia sedahsyat ini, amat mengenaskan jika kita mundur teratur dalam ketakutan. Itu jauh lebih buruk daripada segala kemungkinan yang akan kita hadapi saat mengikuti Kristus ke tempat dan pengalaman yang baru (ay.6-8,12). Kita patut mempercayakan hati dan masa depan kita kepada-Nya (ay.12).—Monica Brands
WAWASAN
Surat Paulus yang kedua untuk Timotius memberikan kita kesempatan untuk merefleksikan kata-kata terakhir yang terekam dari seorang rasul yang banyak makan asam garam. Setelah ditinggalkan oleh saudara-saudara seimannya dan dipenjarakan di Roma (2 Timotius 1:15-18), Paulus mendorong si lelaki muda yang ia kasihi layaknya seorang anak itu (ay.2) untuk tetap kuat menghadapi penolakan dan kesulitan yang akan datang (ay.8). Bersamaan dengan itu, ia mengingatkan Timotius akan penumpangan tangan yang telah dilakukan olehnya dan para pemimpin gereja lainnya (ay.6; 1 Timotius 4:14) sebagai pengakuan atas kesiapan Timotius untuk bergabung dengan mereka dalam memimpin dan menderita bagi Injil (2 Timotius 1:8-14). —Mart DeHaan
Adakah ketakutan tertentu yang Allah ingin kamu hadapi? Bagaimana dukungan saudara-saudari seiman dapat menguatkanmu dalam mengatasi ketakutan itu?
Ya Allah, terima kasih atas hidup baru yang Engkau karuniakan, atas kebebasan dari segala sesuatu yang membelenggu kami dalam ketakutan dan rasa malu. Tolonglah kami menemukan kedamaian di dalam Engkau.

Thursday, January 9, 2020

Menara Miring

Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. —Matius 7:24
Menara Miring
Mungkin kamu pernah mendengar tentang Menara Miring Pisa yang terkenal, tetapi pernahkah kamu mendengar tentang menara miring San Francisco? Namanya Menara Milenium. Gedung pencakar langit setinggi 58 lantai yang dibangun pada tahun 2008 itu berdiri dengan megah—tetapi sedikit miring—di pusat kota San Francisco.
Masalahnya terletak pada fondasi gedung yang kurang dalam. Untuk menjaga supaya menara itu tidak runtuh bila terjadi gempa bumi, dilakukanlah perbaikan dan penguatan pada fondasinya yang bisa memakan biaya lebih besar daripada seluruh biaya pembangunan gedung itu sendiri.
Pelajaran pahit yang dapat dipetik dari hal ini: Fondasi itu sangat penting. Ketika fondasimu tidak kuat, bencana dapat terjadi. Yesus mengajarkan hal serupa di akhir khotbah-Nya di bukit. Dalam Matius 7:24-27, Yesus membandingkan dua orang yang membangun rumah—yang satu membangun di atas batu, sementara yang lain di atas pasir. Ketika badai datang, hanya rumah berfondasi batu yang tetap tegak berdiri.
Apa artinya bagi kita? Dengan jelas, Yesus menyatakan bahwa hidup kita harus dibangun dalam ketaatan dan kepercayaan kepada-Nya (ay.24). Ketika kita bersandar kepada-Nya, hidup kita mempunyai dasar yang kuat oleh kuasa dan anugerah Allah yang tak berkesudahan.
Kristus tidak pernah menjanjikan bahwa hidup kita akan terbebas dari badai. Akan tetapi, Dia menyatakan bahwa Dialah batu karang kita yang teguh, sehingga badai yang hebat pun takkan dapat meruntuhkan fondasi iman kita yang dibangun di atas Dia.—Adam Holz
WAWASAN
Yesus punya alasan kuat untuk menutup Khotbah di Bukit dengan kisah pembangun yang bijaksana dan bodoh (Matius 7:24-27). Dia hendak mengatakan kepada para pendengar-Nya bahwa bagaimanapun kerasnya mereka berjuang untuk menghidupi perintah-perintah yang baru saja Dia berikan, usaha mereka sia-sia jika mereka membangun di atas dasar yang salah. Dasar yang benar adalah Yesus sendiri. Ini sangat membantu kita untuk mengerti keseluruhan dari khotbah tersebut. Kristus baru saja mengatakan hal-hal yang menakjubkan: “Berbahagialah orang yang berdukacita” (5:4); “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya” (ay.11); “Kasihilah musuhmu” (ay.44); “Janganlah kuatir” (6:25). Sekarang Yesus memperingatkan para pendengar-Nya untuk tidak berpikir bahwa mereka dapat mencapai semua ini dengan usaha mereka sendiri. Yesus telah melaksanakan apa yang tidak bisa kita lakukan. Ia menggenapkan Taurat dan nubuat Perjanjian Lama mengenai diri-Nya (5:17). Segala sesuatu yang kita lakukan haruslah dibangun atas dasar iman kepada-Nya. —Tim Gustafson
Bagaimana imanmu telah menolongmu melewati badai hidup ini? Apa saja cara praktis yang dapat kamu lakukan untuk memperkuat fondasi imanmu setiap hari?
Ya Bapa, hidup kami tidak mungkin luput dari badai. Tolonglah kami memilih tinggal dalam firman-Mu dan teguhkanlah fondasi kami agar tetap kuat di dalam Engkau.

Wednesday, January 8, 2020

Seratus Tahun dari Sekarang

Aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. —Ayub 19:25
Seratus Tahun dari Sekarang
“Aku hanya ingin orang-orang masih mengingatku seratus tahun dari sekarang,” kata Rod Sterling, penulis naskah dan pencipta serial televisi The Twilight Zone pada tahun 1975. Sterling ingin orang-orang mengingatnya sebagai penulis ulung. Kita dapat memahami keinginan Sterling untuk meninggalkan kesan yang abadi, karena hal itu memberi makna bagi hidup kita.
Kisah Ayub bercerita tentang seseorang yang bergumul dengan makna di tengah hari-hari yang begitu cepat berlalu. Dalam sekejap, ia tidak saja kehilangan harta tetapi juga anak-anak yang paling disayanginya. Kemudian, sahabat-sahabat Ayub menuduhnya memang patut menerima semua bencana itu. Ayub berseru, “Ah, kiranya perkataanku ditulis, dicatat dalam kitab, terpahat dengan besi pengukir dan timah pada gunung batu untuk selama-lamanya!” (Ayb. 19:23-24).
Kata-kata Ayub benar-benar telah “terpahat pada gunung batu untuk selama-lamanya”. Kita membacanya dalam Alkitab. Namun, Ayub mencari makna lain yang lebih berarti bagi hidupnya selain warisan yang akan ditinggalkannya. Ia pun menemukannya dalam karakter Allah. “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup,” seru Ayub, “dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu” (19:25). Pengetahuan itu memberikan kerinduan yang benar dalam diri Ayub. “Mataku sendiri menyaksikan-Nya,” kata Ayub. “Hati sanubariku merana karena rindu.” (ay.27).
Pada akhirnya, Ayub tidak menemukan apa yang ia harapkan. Namun, ia menemukan sesuatu yang jauh lebih besar—Sumber seluruh makna dan keabadian itu sendiri (42:1-6).—Tim Gustafson
WAWASAN
Ketika dituduh melakukan dosa tersembunyi yang menyebabkan penderitaannya, Ayub mempertahankan ketidakberdosaannya. Dalam Ayub 19:25, ia mengatakan bahwa ada Penebus yang akan membenarkannya. Kata “Penebus” yang digunakan di sini seringkali digunakan dalam Perjanjian Lama untuk merujuk kepada penebus kaum, yaitu orang yang membela atau membalaskan perkara orang lain, atau yang memberikan perlindungan atau bantuan hukum untuk kerabat dekat yang tidak dapat membela diri sendiri (Imamat 25:47-55; Rut 3:9, Amsal 23:10-11; Yeremia 50:34). Sejumlah pihak melihat hubungan antara penebus kaum dalam Perjanjian Lama dan pelayanan penebusan yang dikerjakan Yesus. —K.T. Sim
Menurutmu, mengapa Ayub ingin kata-katanya diabadikan untuk selama-lamanya? Bagaimana kamu ingin orang-orang mengingatmu seratus tahun dari sekarang?
Ya Allah, selain Engkau, tidak ada yang akan bertahan selamanya. Kami memuji Engkau karena karakter-Mu yang tak tergoyahkan. Tunjukkanlah kepada kami apa yang benar-benar berarti dalam hidup ini.

Tuesday, January 7, 2020

Kiriman Rahasia

Jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. —Matius 6:3
Kiriman Rahasia
Sebuah vas dari kaca bening berisi beragam jenis bunga menyambut Kim di pintu depan rumahnya. Selama tujuh bulan terakhir, ada saudara seiman tanpa nama yang mengirimi Kim karangan-karangan bunga indah dari sebuah toko bunga lokal. Setiap bulan, hadiah karangan bunga itu datang disertai secarik kartu berisi kata-kata penyemangat dari ayat Alkitab dan ditutup dengan: “Dalam kasih, Yesus.”
Kim membagikan foto kiriman rahasia ini di Facebook. Karangan bunga itu memberikan kesempatan bagi Kim untuk mensyukuri kebaikan seseorang dan mengakui cara Allah mengungkapkan kasih kepadanya melalui umat-Nya. Sembari Kim mempercayai Allah di tengah pergulatan melawan penyakit mematikan, setiap bunga mekar dan pesan yang menyertainya telah meneguhkan belas kasihan Allah kepadanya.
Kiriman tanpa nama itu mencerminkan maksud hati yang dikehendaki Yesus atas umat-Nya ketika memberi. Dia memperingatkan kita agar tidak melakukan kewajiban agama “supaya dilihat” orang (Mat. 6:1). Perbuatan baik dimaksudkan untuk menjadi ungkapan penyembahan yang meluap dari hati yang dipenuhi rasa syukur atas semua yang telah diperbuat Allah bagi kita. Sikap menonjolkan kemurahan hati kita dengan harapan atau keinginan agar dihormati sesungguhnya dapat mengalihkan fokus seseorang dari Sang Pemberi segala hal yang baik—Yesus.
Allah tahu ketika kita memberi dengan maksud baik (ay.4). Dia hanya ingin kemurahan hati kita dimotivasi oleh kasih dengan memberikan kemuliaan, kehormatan, dan pujian kepada-Nya.—Xochitl Dixon
WAWASAN
Matius 6 adalah bagian dari Khotbah di Bukit Kristus yang terkenal (Matius 5:3-7:27). Dalam pasal ini, Dia menekankan tiga hal yang harus dilakukan secara tersembunyi oleh orang-orang percaya: memberi (ay.1-4), berdoa (ay.5-15), dan berpuasa (ay.16-18). Dalam menjelaskan masing-masing perilaku ini, Yesus memulai dengan sebuah larangan, memberikan perintah, dan mengakhirinya dengan sebuah janji: “Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (ay.4,6,18). Sebaliknya, orang-orang munafik memperlihatkan tindakan-tindakan mereka “supaya mereka dipuji orang” (ay.2). Kata munafik (hypocrite) berasal dari kata Yunani hypokrites dan merujuk kepada para aktor dalam suatu pertunjukan. Kata ini menyiratkan tidak adanya ketulusan. Yesus sedang menekankan pentingnya motivasi di balik tindakan-tindakan kita. —Julie Schwab
Bagaimana kamu dapat mengarahkan fokus kepada Yesus dengan cara memberikan dukungan rahasia kepada seseorang minggu ini? Bagaimana kamu dapat memberi pengakuan kepada Allah sambil tetap menerima apresiasi atas perbuatanmu?
Tuhan Yesus, terima kasih karena telah mengingatkan kami bahwa memberi kepada orang lain merupakan hak istimewa dan cara yang indah untuk mengucap syukur kepada-Mu atas segala pemberian-Mu.

Monday, January 6, 2020

Penolong Misterius

Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat. —Ibrani 13:2
Penolong Misterius
Louise menderita distrofi otot (pengurusan otot akibat kekurangan zat gizi). Suatu hari, untuk keluar dari stasiun kereta, ia harus menaiki tangga yang besar dan tinggi tanpa lift atau eskalator. Tangisnya sudah nyaris pecah ketika tiba-tiba seorang laki-laki muncul, membawakan tasnya, dan perlahan membantunya naik. Ketika Louise berbalik untuk mengucapkan terima kasih, laki-laki itu sudah lenyap.
Michael sudah terlambat untuk menghadiri rapat. Dalam keadaan hati yang sedang kalut, ia berjuang menembus kepadatan lalu lintas kota London. Di tengah kepadatan itu, tiba-tiba ban mobilnya kempes. Ketika ia berdiri tanpa daya di tengah hujan, mendadak muncul seorang laki-laki dari tengah kerumunan, membuka bagasi, mendongkrak mobil, lalu mengganti bannya. Ketika Michael berbalik untuk berterima kasih padanya, orang itu sudah pergi.
Siapakah para penolong misterius itu? Orang asing yang baik hati, atau lebih daripada itu?
Gambaran umum kita tentang malaikat sebagai sosok yang bercahaya atau bersayap tidaklah sepenuhnya benar. Meski sejumlah malaikat muncul menyerupai gambaran itu (Yes. 6:2; Mat. 28:3), tetapi ada yang datang dengan kaki berdebu dan ingin makan (Kej. 18:1-5) sehingga kerap disangka orang biasa (Hak. 13:16). Penulis Ibrani mengatakan bahwa dengan memberi tumpangan kepada orang asing, tanpa disadari sebenarnya kita sedang menjamu malaikat (13:2).
Kita tidak tahu apakah yang menolong Louise dan Michael waktu itu adalah malaikat. Namun, menurut Alkitab, itu tidak mustahil. Malaikat terus bekerja menolong umat Allah hingga saat ini (Ibr. 1:14). Mungkin saja mereka terlihat biasa seperti orang kebanyakan.—Sheridan Voysey
WAWASAN
Para ahli tidak sepakat mengenai penulis, penanggalan, dan penerima kitab Ibrani, tetapi sepertinya kitab ini ditulis untuk orang-orang Yahudi (Ibrani) yang sedang mengkaji ulang pernyataan-pernyataan Yesus atau bergumul dengan iman mereka. Pasal 1-10 menunjukkan keutamaan Kristus di atas para malaikat, Musa, dan imam-imam besar. Dalam pasal 13, sang penulis menutup suratnya dengan nasihat-nasihat. Ayat 1 memulai dengan ajakan untuk memelihara kasih persaudaraan, kemudian ayat 2 mendorong para pembaca untuk melakukan lebih dengan memperluas kasih mereka kepada orang-orang yang tak dikenal (mereka yang berada di luar komunitas) dengan menawarkan makanan dan tumpangan. Perintah ini diperkuat dengan pengamatan bahwa beberapa orang “telah menjamu malaikat-malaikat” tanpa mengetahuinya, dan merujuk kepada pertemuan yang dialami Abraham, Gideon, serta Manoah dan istrinya (Kejadian 18:2,16; Hakim-hakim 6:11; 13:2-11). Ayat 3 mengajak pembaca untuk mengingat (dan berempati terhadap) orang-orang hukuman dan mereka yang diperlakukan sewenang-wenang. —Alyson Kieda
Apa yang kamu ketahui tentang malaikat? Pernahkah kamu berjumpa dengan malaikat tanpa menyadarinya saat itu?
Terima kasih, ya Allah, untuk para malaikat yang Engkau utus sehingga kami menerima pertolongan di saat kami sangat membutuhkannya.

Sunday, January 5, 2020

Menjadi Terang

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. —Matius 5:14
Menjadi Terang
Stephen memberi tahu orangtuanya bahwa ia harus datang pagi-pagi sekali ke sekolah setiap harinya, tetapi ia tidak pernah menjelaskan mengapa hal itu begitu penting baginya. Meskipun demikian, orangtuanya memastikan ia sudah sampai di sekolahnya, Northview High School, pukul 7.15 setiap pagi.
Suatu hari di musim dingin, pada tahun keduanya di SMA, Stephen mengalami kecelakaan mobil yang merenggut nyawanya. Sesudah itu, ibu dan ayahnya baru tahu mengapa ia selalu berangkat pagi-pagi sekali. Setiap pagi, ia dan beberapa teman berkumpul di gerbang sekolah untuk menyambut siswa-siswi lain dengan senyuman, lambaian tangan, dan sapaan yang hangat. Apa yang mereka lakukan telah membuat para siswa—bahkan mereka yang tidak populer—merasa disambut dan diterima.
Sebagai pengikut Yesus, Stephen ingin membagikan sukacita-Nya dengan mereka yang sangat membutuhkan sukacita itu. Teladannya terus hidup untuk mengingatkan kita bahwa salah satu cara terbaik menjadi terang dan membagikan kasih Kristus adalah melalui perbuatan baik dan kesiapan untuk menerima sesama.
Dalam Matius 5:14-16, Yesus menyatakan bahwa di dalam Dia kita adalah “terang dunia” dan “kota yang terletak di atas gunung” (ay.14). Kota-kota masa silam dibangun dari batu kapur putih, sehingga terlihat sangat menonjol ketika memantulkan cahaya matahari. Kiranya kita memilih untuk tidak tersembunyi melainkan membawa terang yang “menerangi semua orang di dalam rumah” (ay.15).
Saat “terang [kita] bercahaya di depan orang” (ay.16), semoga orang lain merasakan kasih Kristus yang menerima mereka.—Dave Branon
WAWASAN
Pada masa ketika Yesus mengucapkan kata-kata ini, kebanyakan rumah menggunakan lampu minyak kecil sebagai penerangan yang paling efektif jika ditaruh di atas kaki dian. Menutupi sebuah pelita di bawah gantang (Matius 5:14-16) akan mematikannya. Dalam gambarannya mengenai murid-murid-Nya sebagai “terang dunia” (ay.14), Yesus menekankan bahwa tidak mungkin menjadi murid Kerajaan-Nya tanpa hidup menurut nilai-nilai kerajaan yang dipaparkan dalam Matius 5. Hidup yang dijalani berlawanan dengan nilai-nilai itu menjadi sama tidak bergunanya seperti garam yang tidak asin atau cahaya yang tidak terlihat (ay.13,15). —Monica Brands
Adakah cara kamu dapat menyambut orang-orang yang kesepian dan membutuhkan di sekitarmu? Bagaimana Roh Kudus dapat membantumu menjadi seperti kota yang dibangun di atas bukit agar terangnya dapat dilihat orang?
Bapa Surgawi, terima kasih atas teladan Stephen. Seperti dirinya, tolonglah aku berbuat baik dan siap menyambut hangat siapa pun yang kutemui.

Saturday, January 4, 2020

Ditempatkan Sempurna

Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? —Ayub 38:4
Ditempatkan Sempurna
Para ilmuwan tahu bahwa planet kita berada pada jarak yang tepat dari matahari untuk memanfaatkan panas yang dipancarkannya. Sedikit lebih dekat, maka semua air akan menguap, seperti yang terjadi di Venus. Sedikit lebih jauh, semuanya akan membeku seperti halnya di Mars. Bumi juga memiliki ukuran yang pas untuk menghasilkan tingkat gravitasi yang tepat. Kurangnya gravitasi akan menjadikan segala sesuatu hampa tanpa bobot seperti keadaan di bulan, sementara gravitasi yang lebih besar akan membuat gas-gas beracun terperangkap dan meracuni kehidupan di bumi seperti yang terjadi di Jupiter.
Kompleksnya interaksi fisik, kimiawi, dan biologis yang membentuk dunia kita menunjukkan adanya karya tangan Perancang yang canggih. Kita melihat sekilas keterampilan yang kompleks ini dalam percakapan Allah dengan Ayub tentang hal-hal yang melampaui pemahaman manusia. “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi?” tanya Allah. “Siapakah yang telah menetapkan ukurannya? Bukankah engkau mengetahuinya?—Atau siapakah yang telah merentangkan tali pengukur padanya? Atas apakah sendi-sendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya?”(Ay. 38:4-6).
Melihat sekilas kebesaran alam ciptaan Allah akan membuat kita kagum membayangkan bagaimana samudra raya di bumi ini tunduk kepada Dia yang “membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim, . . . [yang berkata] Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat”(ay.8-11). Dengan takjub kita bernyanyi bersama bintang-bintang fajar dan bersorak gembira dengan makhluk-makhluk surgawi (ay.7), karena dunia yang kompleks ini telah diciptakan untuk kita agar kita dapat mengenal dan mempercayai Allah.—Remi Oyedele
WAWASAN
Setelah lebih dari tiga puluh lima pasal perdebatan antara Ayub dan para penuduhnya, berlangsunglah pembicaraan yang baru—sekarang Ayub mendengar langsung dari Allah! Dalam sebagian besar pasal-pasal sebelumnya, ketika teman-teman Ayub menuduhnya, Ayub sendiri menuduh Allah. Ayub menuntut Allah datang dan menjelaskan perbuatan-Nya: “Ah, sekiranya ada yang mendengarkan aku!—Inilah tanda tanganku! Hendaklah Yang Mahakuasa menjawab aku!—Sekiranya ada surat tuduhan yang ditulis lawanku!” (Ayub 31:35). Sekarang, pada bagian akhir kisah Ayub, Sang Pencipta datang untuk menanggapi tuduhan-tuduhan yang Ayub naikkan kepada-Nya (pasal 38-41), dengan memusatkan tanggapan-Nya dalam serangkaian pertanyaan (40:25-41:5). Ayub menunduk di hadapan Allah dan mengakui segala kelemahannya dengan berkata, “Tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui” (42:3). Pertemuan yang sejati dengan Sang Mahakuasa adalah pengalaman yang membuat kita lebih rendah hati. —Bill Crowder
Bagaimana karya ciptaan Allah yang menakjubkan membuatmu memuji-Nya hari ini? Bagaimana rancangan dunia ini mengungkapkan sifat-sifat Penciptanya?
Terima kasih, ya Allah Pencipta, untuk dunia yang Engkau rancang begitu terperinci bagi kami.

Friday, January 3, 2020

Allah Menunggu

Tuhan menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu. —Yesaya 30:18
Allah Menunggu
Ketika Denise Levertov berumur dua belas tahun, jauh sebelum menjadi penyair terkenal, ia berinisiatif mengirimkan kumpulan puisinya ke penyair besar T. S. Eliot. Setelah menanti-nantikan balasannya, Denise terkejut menerima dua lembar pesan dorongan untuknya yang ditulis Eliot dengan tangannya sendiri. Dalam pengantar buku kumpulan puisinya, The Stream and the Sapphire, Denise menjelaskan bagaimana puisi-puisinya “menelusuri pergeseran keyakinannya dari agnostisisme kepada iman Kristen.” Karena itu, sangat luar biasa menyadari bahwa salah satu puisinya yang berjudul “Annunciation” bercerita tentang penyerahan diri Maria kepada Allah. Di dalamnya dilukiskan bagaimana Roh Kudus tidak ingin memaksa Maria, melainkan Dia rindu agar Maria menerima bayi Kristus dengan kerelaannya sendiri. Dua kata ini muncul di tengah-tengah puisi itu: “Allah menunggu.”
Levertov melihat kisah hidupnya dalam kisah Maria. Allah menunggu dalam kerinduan untuk mengasihinya. Namun, Allah tidak mau memaksanya. Dia menunggu. Nabi Yesaya menggambarkan realita yang sama, bagaimana Allah setia menunggu, menanti dengan semangat meluap-luap, karena ingin mencurahkan kasih-Nya kepada umat Israel. “Tuhan menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu” (Yes. 30:18). Allah siap mencurahkan segala kebaikan kepada umat-Nya, tetapi Dia menunggu sampai mereka bersedia menerima apa yang Dia tawarkan (ay.19).
Sungguh ajaib bahwa Pencipta kita, Juruselamat dunia, memilih untuk menunggu kita menerima Dia. Allah yang dapat dengan mudah menundukkan kita justru menunjukkan kesabaran dan kerendahan hati. Allah yang Mahakudus terus menunggu kita.—Winn Collier
WAWASAN
Dalam Yesaya 30:18, ada kata yang sama yang dipakai dua kali, yaitu menanti-nantikan (“TUHAN menanti-nantikan” dan “semua orang yang menanti-nantikan Dia”)—demikian juga dalam bahasa aslinya. Dalam satu ayat, kita dapat melihat penantian Allah dan penantian manusia. Yesaya 8:17 juga menggunakan kata ini: “Aku hendak menanti-nantikan TUHAN.” Entah siapa yang menanti-nantikan—Allah atau manusia—kita mendapat untung darinya, dan Allah patut dimuliakan.—Arthur Jackson
Area mana saja dari hidupmu yang masih ditunggu Allah untuk diserahkan kepada-Nya? Bagaimana seharusnya kamu berserah kepada-Nya?
Ya Allah, aku takjub Engkau bersedia menungguku. Aku pun mau percaya kepada-Mu dan menginginkan kehadiran-Mu. Hadirlah seutuhnya bagiku.

Thursday, January 2, 2020

Baik untuk Kamu

Ketahuilah, demikian hikmat untuk jiwamu: Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan. —Amsal 24:14
Baik untuk Kamu
Pada tahun 2016, orang-orang di seluruh dunia menghabiskan kira-kira 98,2 milyar dolar untuk mengonsumsi cokelat. Jumlah yang sangat besar, tetapi rasanya tidak terlalu mengejutkan. Cokelat memang enak dan banyak orang menikmatinya. Seluruh dunia semakin senang saat mengetahui bahwa makanan lezat itu ternyata memiliki manfaat kesehatan yang signifikan. Cokelat mengandung senyawa flavonoid yang membantu melindungi tubuh dari penuaan dan penyakit jantung. Rasanya belum pernah ada suatu resep bagi kesehatan diterima dan dihiraukan dengan begitu antusias (tentunya bila dikonsumsi dalam jumlah yang wajar!).
Menurut Salomo, ada “kelezatan” lain yang juga bermanfaat dan baik untuk kita dapatkan, yaitu hikmat. Ia menasihati anaknya untuk makan madu, “sebab itu baik” (Ams. 24:13) dan membandingkan manisnya madu dengan hikmat. Orang yang mengonsumsi hikmat Allah yang terkandung dalam Kitab Suci tidak saja akan merasakan kenikmatan bagi jiwanya tetapi juga menemukan manfaatnya untuk mengajar dan mendidik orang. Hikmat itu memperlengkapi kita untuk “setiap perbuatan baik” yang kita butuhkan untuk meraih keberhasilan dalam hidup (2 Tim. 3:16-17).
Hikmat membuat kita bijaksana dalam mengambil keputusan dan memahami dunia di sekeliling kita. Hikmat juga layak dikumpulkan dan dibagikan kepada orang-orang yang kita cintai—seperti yang ingin dilakukan Salomo untuk anaknya. Kita bebas menikmati hikmat Allah yang terkandung dalam Alkitab. Tidak seperti cokelat, hikmat Tuhan adalah kelezatan yang dapat kita nikmati tanpa batas—kita bahkan didorong untuk terus menikmatinya! Ya Allah, terima kasih untuk manisnya hikmat dari firman-Mu!—Kristen Holmberg
WAWASAN
Kitab Amsal menolong kita secara teologis, praktis, dan etis. Kitab itu menolong kita secara teologis dengan mendeskripsikan sifat kebijaksanaan yang berpusat kepada Allah, secara praktis dengan menuntun kita kepada kehidupan yang terampil, dan secara etis dengan menunjukkan bagaimana seharusnya kita hidup sebagai individu maupun sebagai anggota dari komunitas. Beberapa topik praktis yang menuntun kita terhadap kehidupan yang bijaksana mencakup: hubungan keluarga (6:20), etika seksual (6:23-29), kepedulian kepada orang miskin (14:21; 19:17; 28:27), mendengarkan saran (9:7-9), etika kerja (10:4-5), etika berbisnis (11:1,26), perencanaan hidup (16:1-3,9,33), menghadapi otoritas (23:1-3), hubungan dengan teman/tetangga (24:28-29; 27:14), konflik (26:17,20-21), kemarahan (27:3), dan bahaya keangkuhan (29:23). —Tremper Longman
Hikmat apa yang kamu butuhkan hari ini? Kapan hikmat Allah pernah terasa manis bagimu?
Ya Allah, peliharalah kami dengan hikmat-Mu.

Wednesday, January 1, 2020

Tergerak untuk Berdoa

Selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam. —2 Timotius 1:3
Tergerak untuk Berdoa
“Beberapa tahun lalu, aku tergerak untuk tekun mendoakanmu, walaupun aku sendiri tidak mengerti alasannya.” Itulah bunyi pesan singkat dari seorang teman lama yang dikirimnya bersama foto yang menampilkan catatan kecil dalam Alkitabnya: “Berdoalah untuk James agar pikiran, hati, dan kata-katanya dikuduskan Tuhan.” Di samping nama saya, ia menuliskan tiga angka tahun yang berbeda.
Saya pandangi tahun-tahun yang tertulis pada kertas itu dan sangat terperanjat. Saya membalas pesannya dan bertanya mulai bulan apa ia mendoakan saya. Ia menjawab, “Sekitar bulan Juli.” Di bulan itu, saya sedang bersiap pergi melanjutkan studi ke luar negeri. Saya akan menghadapi budaya dan bahasa yang asing, serta tantangan iman yang belum pernah saya alami sebelumnya. Melihat catatan teman saya, sadarlah saya bahwa saya telah menerima pemberian yang sangat berharga, yaitu doa yang tulus dari seseorang.
Kebaikan teman saya mengingatkan saya pada “gerakan” lain untuk berdoa, yaitu perintah Rasul Paulus kepada Timotius, rekan sepelayanannya yang masih muda: “Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang” (1 Tim. 2:1). Ungkapan “pertama-tama” menunjukkan prioritas utama. Paulus menjelaskan bahwa doa kita sangat berarti karena Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” tentang Yesus (ay.4).
Allah bekerja melalui beragam bentuk doa yang setia dinaikkan umat-Nya untuk menyemangati orang lain, dan Dia juga menarik mereka mendekat kepada-Nya. Mungkin kita tidak tahu keadaan seseorang ketika kita diingatkan untuk mendoakannya, tetapi Allah tahu. Dia akan bertindak dan menolongnya ketika kita berdoa.—James Banks
WAWASAN
Salah satu cara berdoa untuk semua orang adalah dengan berdoa untuk para penguasa (1 Timotius 2:1-2). Dampak doa seperti ini adalah “semua orang” dapat “hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan” di bawah kepemimpinan orang-orang yang serius mengemban tanggung jawabnya. Perhatikan dua pasang gagasan yang diajukan Paulus sebagai tujuan dari doa-doa yang seperti ini. Pasangan gagasan yang pertama, “tenang dan tenteram,” merujuk kepada fokus ganda dari keteduhan. Vincent’s Word Studies mengatakan bahwa “tenang” berarti tidak adanya gangguan dari luar, sementara “tenteram” merujuk kepada “kedamaian yang berasal dari dalam.” Pasangan gagasan yang kedua, “kesalehan dan kehormatan,” memberi petunjuk mengenai cara melaksanakan iman kita. “Kesalehan” merujuk kepada hidup yang berasal dari kepercayaan yang benar kepada Allah, sementara “kehormatan” berarti perilaku yang penuh hormat. Berdoa “untuk semua pembesar” (ay.2) merupakan hal yang sulit bagi Timotius karena kekacauan politik dan sentimen anti-kekristenan yang umum ada di Kekaisaran Romawi pada saat itu. —Bill Crowder
Siapa yang kamu ingat sedang membutuhkan doamu di tahun baru ini? Bagaimana caramu untuk mengingatkan dirimu agar lebih sering berdoa bagi mereka?
Allah yang Mahakasih, tolonglah aku agar tekun berdoa dan membawa pengaruh yang berarti dalam hidup orang lain melalui doaku untuk mereka.
 

Total Pageviews

Translate