Pages - Menu

Thursday, September 10, 2020

Hidup sebagai Pujian bagi Allah

 

Kita semua . . . diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya. —2 Korintus 3:18

Hidup sebagai Pujian bagi Allah

Sepanjang masa kecilnya, dirigen Arianne Abela selalu menyembunyikan tangan dengan cara mendudukinya. Abela lahir dengan jari-jari yang tidak lengkap atau saling melekat pada kedua tangannya. Ia juga tidak memiliki kaki kiri dan kaki kanannya tidak memiliki ibu jari. Sebagai pecinta musik dan penyanyi bersuara sopran, ia pernah berencana mengambil kuliah dalam jurusan pemerintahan di Smith College. Namun, suatu hari, pembina paduan suara memintanya menjadi dirigen, dan itu membuat kedua tangannya terlihat jelas. Sejak saat itu, ia tahu karir yang hendak ditekuninya, yang dimulai dari memimpin paduan suara gereja, hingga kini melayani sebagai pemimpin paduan suara di universitas lain. “Guru-guru saya melihat potensi dalam diri saya,” kata Abela.

Membaca kisahnya yang membangkitkan inspirasi itu, kita patut bertanya, Apa yang Allah, Sang Guru yang kudus, lihat dalam diri kita, tanpa menghiraukan keterbatasan kita? Lebih dari apa pun juga, Dia melihat diri-Nya sendiri. “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:27).

Sebagai penyandang “gambar” Allah yang mulia, ketika orang lain melihat kita, sudah sepatutnya kita mencerminkan Dia. Bagi Abela, itu berarti yang terpenting adalah Yesus, bukan tangannya—atau jari-jarinya yang tidak lengkap. Hal yang sama berlaku bagi semua orang percaya. 2 Korintus 3:18 berkata, “Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung . . . diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya.”

Seperti Abela, kita dapat menjalani hidup dengan kuasa Kristus yang mengubahkan (ay.18), sambil mempersembahkan hidup kita sebagai pujian yang berkumandang bagi kemuliaan Allah.—Patricia Raybon

WAWASAN
Ketika Paulus menulis mengenai “muka yang tidak berselubung” (2 Korintus 3:18), kita harus memahami perkataannya dalam konteks Keluaran 33 dan 34. Setelah pendakiannya yang pertama ke Gunung Sinai, Musa dengan sungguh memohon kepada Allah agar dapat melihat kemuliaan-Nya. Allah setuju, dan kemudian meminta Musa untuk mendaki gunung itu lagi (lihat Keluaran 33:18-34:3). Sekembalinya dari gunung itu, wajah Musa bersinar penuh kemuliaan yang datang dari keberadaannya di hadapan Allah. Sinar itu begitu terang, sehingga Musa mengenakan selubung pada wajahnya (34:29-35). Pada 2 Korintus pasal 3, Paulus membandingkan kemuliaan perjanjian yang lama (pemberian hukum), yang terlihat dari terang wajah Musa, dengan kemuliaan perjanjian yang baru (pemberian dan pelayanan Roh Kudus). Melalui karya Yesus Kristus (ay.13-15), Roh Allah membawa kita kepada kemerdekaan untuk “mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung,” dan kita “diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (ay.18). —Tim Gustafson

Bagaimana kamu memandang diri secara berbeda saat mengetahui bahwa kamu adalah penyandang “gambar” Allah? Apa pengaruhnya terhadap interaksi kamu dengan orang lain?

Terima kasih, ya Allah, karena Engkau telah menjadikanku menurut gambar-Mu. Tolonglah aku menghayati itu dalam seluruh hidupku.

No comments:

Post a Comment

 

Total Pageviews

Translate