Belum lama ini, Nenek mengirimi saya sebuah album tua penuh dengan foto-foto lama, dan ketika saya membolak-baliknya, ada satu foto yang menarik perhatian saya. Foto itu menampilkan saya saat berusia dua tahun, duduk di depan perapian di salah satu sisi. Di sisi lain, tampak Ayah yang merangkul pundak Ibu. Keduanya menatap saya dengan ekspresi penuh cinta dan kegembiraan.
Saya menempel foto itu di meja rias supaya bisa melihatnya setiap pagi. Saya diingatkan akan kasih sayang orangtua kepada saya. Namun, kenyataannya kasih sayang orangtua yang baik sekalipun tetap tidak sempurna. Saya menyimpan foto tersebut untuk mengingatkan saya bahwa meskipun cinta kasih manusia kadang-kadang gagal, kasih Allah tidak pernah gagal—dan menurut Kitab Suci, Allah melihat saya dengan sukacita seperti orangtua melihat saya dalam foto tadi.
Nabi Zefanya menggambarkan kasih Allah dengan cara yang membuat saya kagum. Ia menggambarkan Allah bersukacita karena umat-Nya dengan sorak-sorai. Padahal, umat Tuhan belum layak mendapatkan kasih seperti itu. Mereka gagal mematuhi-Nya atau tidak memperlakukan sesamanya dengan belas kasihan. Namun, Zefanya berjanji bahwa pada akhirnya, kasih Allah akan mengatasi segala kegagalan mereka. Allah akan menyingkirkan hukuman mereka (Zef. 3:15), dan Dia akan bersukacita karena mereka (ay.17). Dia akan mengumpulkan umat-Nya, membawa mereka pulang, dan memulihkan mereka (ay.20).
Itulah kasih yang patut kita renungkan setiap pagi. —Amy Peterson
WAWASAN
Kitab Zefanya ditutup dengan pengharapan yang besar, tetapi sebagian besar isinya memperingatkan tentang penghakiman yang berat. Mengapa? Sebab Yerusalem “makin giat menjadikan busuk perbuatan mereka” (Zefanya 3:7) meskipun Allah berusaha meluruskan umat-Nya. Namun, Allah menjanjikan kesatuan yang penuh damai. “Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama TUHAN, beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu,” kata-Nya melalui sang nabi (ay.9). Penekanan kata “bibir” sangatlah menarik; Allah memilih dosa yang spesifik yakni berbohong dan menyombongkan diri—dosa-dosa yang melibatkan perkataan. Cara yang diambil-Nya untuk mempertobatkan umat akan berhasil. “Di antara [Israel] akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah,” kata-Nya. “Mereka tidak akan melakukan kelaliman atau berbicara bohong” (ay.12-13). Penghakiman Allah ini menjadi latar belakang bagi penutup kitab Zefanya yang memberikan penghiburan. —Tim Gustafson
Kitab Zefanya ditutup dengan pengharapan yang besar, tetapi sebagian besar isinya memperingatkan tentang penghakiman yang berat. Mengapa? Sebab Yerusalem “makin giat menjadikan busuk perbuatan mereka” (Zefanya 3:7) meskipun Allah berusaha meluruskan umat-Nya. Namun, Allah menjanjikan kesatuan yang penuh damai. “Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama TUHAN, beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu,” kata-Nya melalui sang nabi (ay.9). Penekanan kata “bibir” sangatlah menarik; Allah memilih dosa yang spesifik yakni berbohong dan menyombongkan diri—dosa-dosa yang melibatkan perkataan. Cara yang diambil-Nya untuk mempertobatkan umat akan berhasil. “Di antara [Israel] akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah,” kata-Nya. “Mereka tidak akan melakukan kelaliman atau berbicara bohong” (ay.12-13). Penghakiman Allah ini menjadi latar belakang bagi penutup kitab Zefanya yang memberikan penghiburan. —Tim Gustafson
Bagaimana perasaanmu mengetahui bahwa Allah bersorak-sorai karenamu? Bagaimana selama ini kamu mengalami kasih-Nya?
Ya Allah, terima kasih untuk pengampunan dan kasih setia-Mu atas kami.
No comments:
Post a Comment