Pages - Menu

Saturday, November 23, 2019

Pengakuan dari Satu Pribadi

Kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. —1 Tesalonika 2:4
Pengakuan dari Satu Pribadi
Ketika komponis legendaris Giuseppe Verdi (1813-1901) masih muda, kehausannya untuk diakui orang menjadi motivasinya meraih sukses. Warren Wiersbe pernah menulis, “Ketika Verdi menampilkan karya operanya yang perdana di kota Firenze, sang komponis berdiri seorang diri di bawah bayang-bayang dengan mata yang terus tertuju kepada wajah seseorang di bangku penonton—Rossini yang agung. Bagi Verdi, tidak penting baginya apakah para penonton bersorak atau mencemoohnya; yang terpenting baginya adalah senyum tanda pengakuan dari sang maestro.”
Pengakuan siapakah yang kita cari? Orangtua? Atasan? Orang yang kita cintai? Bagi Rasul Paulus, jawabannya hanya satu. Ia menulis, “Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita” (1 Tes. 2:4).
Apa artinya mencari pengakuan Allah? Hal itu setidaknya melibatkan dua hal: berbalik dari hasrat mengejar pengakuan orang lain dan mengizinkan Roh Kudus-Nya menjadikan kita semakin menyerupai Kristus—Pribadi yang mengasihi kita dan rela memberikan diri-Nya untuk kita. Ketika kita berserah kepada tujuan-Nya yang sempurna dalam dan melalui hidup kita, kita dapat menantikan dengan penuh semangat harinya ketika senyum tanda pengakuan-Nya terarah kepada kita—pengakuan dari satu Pribadi yang paling berarti. —Bill Crowder
WAWASAN
Pada perjalanan misinya yang kedua (Kisah Para Rasul 15:36-18:22), Paulus ingin memberitakan Injil di Asia Kecil dan Bitinia (bagian barat dan utara Turki modern), tetapi Allah mengarahkannya ke barat laut, ke tanah Eropa melintasi Troas dengan “penglihatan tentang seorang Makedonia” (16:6-12). Paulus berkhotbah di Tesalonika (Yunani utara), kota Eropa kedua yang diinjili (setelah Filipi), selama kira-kira satu bulan (17:2). Setelah membentuk jemaat di sana, ia pergi karena dianiaya (ay.5-10), tetapi Paulus sangat prihatin pada jemaat yang baru terbentuk itu. Setelah gagal kembali ke sana (1 Tesalonika 2:17-18), ia mengutus Timotius untuk mengunjungi jemaat Tesalonika (3:1-5). Timotius melaporkan bahwa jemaat itu bertumbuh—berdiri teguh dalam Kristus di tengah kesukaran/aniaya (ay.6-8)—tetapi ia juga menyampaikan keprihatinan soal perilaku amoral dan keyakinan keliru menyangkut kedatangan Kristus yang kedua (4:1-18). Sebagai jawaban, Paulus menulis surat 1 Tesalonika guna memuji jemaat di sana sebagai “teladan untuk semua orang yang percaya” dan karena “iman mereka kepada Allah” (1:7-8). —K.T. Sim
Pengakuan siapa yang kamu kejar dan mengapa pengakuan mereka sangat penting bagimu? Bagaimana pengakuan Allah dapat lebih memuaskanmu?
Ya Bapa, begitu mudah aku tergoda mencari pujian dan pengakuan dari orang lain. Mampukanlah aku mengarahkan mataku kepada-Mu, Pribadi yang paling mengenal dan mengasihiku.

No comments:

Post a Comment

 

Total Pageviews

Translate