Pages - Menu

Saturday, April 4, 2020

Kerinduan Kita yang Terdalam

Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang.—Pengkhotbah 5:9
Kerinduan Kita yang Terdalam
Semasa muda, Duncan pernah takut bakal kekurangan uang, maka di awal usia dua puluhan, ia sangat ambisius membangun masa depannya. Dengan meniti karier di sebuah perusahaan terkemuka di Silicon Valley, Amerika Serikat, Duncan berhasil meraih kekayaan melimpah. Ia mempunyai tabungan besar, mobil sports mewah, dan rumah senilai jutaan dolar di California. Ia memiliki semua yang ia dambakan; tetapi masih merasa sangat tidak bahagia. “Saya terus merasa cemas dan tidak puas,” kata Duncan, “Bahkan, kekayaan dapat membuat hidup lebih buruk.” Uang banyak ternyata tidak memberinya persahabatan, komunitas, atau sukacita—justru sering mendatangkan sakit hati.
Ada banyak orang rela memeras tenaga untuk mengumpulkan harta supaya hidup mereka terjamin. Sebenarnya, semua itu sia-sia belaka. “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang,” demikian ditekankan oleh Pengkhotbah 5:9. Ada yang membanting tulang mati-matian, sikut sana-sini, berlomba-lomba mengumpulkan harta, dan terus bersusah payah demi meraih status ekonomi tertentu. Meski demikian, sekalipun sudah berhasil meraih kebebasan keuangan yang didambakan, tetap saja mereka merasa tidak puas. Mereka tidak pernah merasa cukup, seperti yang dinyatakan penulis kitab Pengkhotbah, “Inipun sia-sia” (ay.10).
Sesungguhnya, sia-sia saja kita berusaha mengejar kepuasan di luar Allah. Walaupun Kitab Suci menasihati kita untuk bekerja keras dan memakai karunia diri kita demi kebaikan dunia, apa yang kita kumpulkan tidak akan pernah cukup untuk memuaskan kerinduan kita yang terdalam. Hanya Yesus yang memberikan hidup sejati yang benar-benar memuaskan (Yoh. 10:10)—hidup yang berdasarkan suatu hubungan kasih yang memberi rasa cukup.—Winn Collier
WAWASAN
Kitab Pengkhotbah bergumul dengan pertanyaan apakah manusia dapat mengalami sesuatu yang berarti atau bernilai kekal dalam kehidupan mereka. “Qohelet,” sang penutur utama (seringkali diterjemahkan sebagai “Guru” atau “Pengkhotbah”, 1:1), bahkan menyiratkan Allah telah merancangkan muslihat bagi umat manusia—memberikan “kekekalan” dalam hati mereka (3:11) namun menjadikan kekekalan atau arti tersembunyi di balik kehidupan itu mustahil diraih (6:12; 8:7; 9:9).
Pada pasal 5, Qohelet meninjau usaha manusia dalam menemukan kepuasan lewat kekayaan dan mendapati bahwa ternyata hasrat mereka itu tidak pernah terpuaskan, sebanyak apa pun yang telah mereka dapatkan (5:8-12). Sementara sebagian lain, melalui eksploitasi oleh para penguasa atau melalui pilihan-pilihan yang buruk, terjebak dalam kemiskinan (ay.13-17). Qohelet seakan menemukan solusi bagi sebagian permasalahan manusia pada ayat 18-20. Di sana ia menyatakan bahwa damai sejahtera dapat diperoleh dengan cara melepaskan kebutuhan untuk memahami atau mengendalikan realita kehidupan dan sebaliknya, menerima saja sukacita yang Allah hadirkan dalam berbagai pengalaman kita selama di bumi ini.—Monica Brands
Apa saja yang memberikan kamu kepuasan dan kecukupan sejati? Bagaimana kamu dapat menjalani hidup lebih utuh dengan keyakinan bahwa hanya Allah yang bisa memberi rasa cukup?
Allah yang Pemurah, biarlah aku menemukan kepuasan dan sukacita sejati di dalam Engkau. Jagalah aku agar tidak mempunyai pandangan yang salah terhadap pekerjaan dan harta benda yang kumiliki.

No comments:

Post a Comment

 

Total Pageviews

Translate